Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrian Hartanto Teowarang
"ABSTRAK
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dana masyarakat dalam
bentuk simpanan dan disalurkan kepada masyarakat juga dalam bentuk kredit.
Dalam menjalankan fungsi bank tersebut diperlukan direksi bank sebagai salah
satu organ bank untuk menjalankan fungsi bank sebagai badan hukum, dalam
menjalankan tugas tersebut direksi diberikan kepercayaan yang besar dan luas
dan dari kepercayaan itu timbul suatu bentuk kewajiban direksi untuk bertindak
untuk mengelola kekayaan bank sesuai diskresi direksi tersebut dengan itikad
baik, tanggung jawab dan penuh kehati hatian. (Fiduciary Duty) Kelalaian dalam
menjalankan tugas sebagai seorang direksi bisa berdampak perdata (dalam bentuk
denda) dan pidana (kurungan penjara), oleh karena itu direksi harus bisa
mengambil keputusan yang cepat, tepat, tidak ada intervensi dan sesuai dengan
fiduciary dutynya, apabila keputusan yang diambil ternyata menimbulkan
kerugian, direksi tidak bisa langsung dipersalahkan (business judgment rule).
Hal hal tersebut diatas akan dibahas dalam tesis ini dengan menggunakan metode
penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan dengan menggunakan
data sekunder.

ABSTRACT
The primary function of banks is as a collector of public funds in the form of
deposits and redistributed to the public in the form of credit. In carrying out the
necessary functions of the bank requires the directors of the bank to enable bank
to function as a legal entity, in carrying out the tasks directors are entrusted with a
wide variant of trust and from the belief that there is a continual form of liability
of directors to act to manage the bank according discretion of directors with the
good faith, responsibility and prudent. (Fiduciary Duty) Failure to perform duties
as a board of directors could affect civil (in the form of fines) and punishment
(imprisonment), therefore the directors should be able to take decisions quickly,
precisely, with no intervention, and in accordance with his fiduciary duty, if the
decision taken turned out to cause any profit loss , directors can not be directly
blamed (business judgment rule).
The above matter will be discussed in this thesis using normative juridical
research, the research literature by using secondary data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lauditta Indahdewi
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pertanggungjawaban yang dimiliki oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris selaku pemegang hubungan kepercayaan fiduciary relations dalam suatu Perseroan dikaitkan dengan terjadinya suatu pembatalan akta hibah saham. Pada hakikatnya, suatu Perseroan memiliki dua identitas, yaitu pertama sebagai suatu badan hukum dan kedua adalah sebagai wadah diwujudkannya kerjasama antara para Pemegang Saham. Direksi dan Dewan Komisaris adalah pilar utama yang menjamin keberlangsungan usaha Perseroan melalui Fungsi Manajemen dan Fungsi Representasi dalam pengurusan dan pengawasan Perseroan. Hubungan kepercayaan ini menimbulkan suatu kewajiban yang disebut sebagai fiduciary duty. Fiduciary duty adalah kewajiban untuk melaksanakan tugas berdasarkan kepentingan terbaik Perseroan yang dapat dinilai dari tolok ukur good corporate governance dan statutory duty. Pelanggaran prinsip fiduciary duty dapat mengakibatkan pertanggungjawaban pribadi terhadap Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan. Dalam penulisan ini terdapat sengketa kepemilikan saham akibat diadakannya peralihan hak atas saham melalui hibah, namun para pihak menjanjikan pula adanya pembayaran. Hal ini bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi unsur cacat hukum, sehingga hibah ini batal demi hukum. Atas akta hibah tersebut telah dilakukan pembatalan oleh Pengadilan Negeri. Pembatalan akta hibah serta merta menjadikan kedudukan kembali seperti semula, namun terhadap SK Menkumham tidak dapat serta merta dibatalkan. Terdapat prosedur yang harus dilakukan bagi Direksi, Dewan Komisaris, Pemegang Saham, serta Notaris yang terkait. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif yang bersifat deskriptif-analisis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa atas terjadinya hibah saham ini, Direksi dan Dewan Komisaris dapat dimintakan pertanggungjawaban karena mereka telah lalai menerapkan prinsip fiduciary duty. Sedangkan Notaris yang membuat akta berkewajiban memberikan penyuluhan hukum kepada Para Pihak agar mereka memahami akibat yang ditimbulkan dari akta yang dibuatnya. Kata kunci:Perseroan, fiduciary duty, itikad baik, good corporate governance, hibah, saham, pembatalan akta, SK Menkumham, notaris.

ABSTRACT
This thesis explores the liability of the members of the Board of Directors and the Board of Commissioners who holds a fiduciary relation with the company, associated to the occurrence of a cancellation of the deed of stock grants. In essence, a company has two identities first as a legal entity and the second as a place to establish a cooperation among shareholders. The Board of Directors and Board of Commissioners are the key pillars to ensure the continuity of the company rsquo s business, whom uphold the function of management and supervisory in the Company. Fiduciary relations lead to fiduciary duty. Fiduciary duty is an obligation to carry out tasks based on the best interests of the Company which can be applied from the standards of good corporate governance and statutory duty. Violation of the principle of fiduciary duty may result in personal liability to the members of the Board of Directors and Board of Commissioners. In this study, there are disputes of shareholders due to the transfer of rights by grant, but the parties also committed for payment aside from the grants. This is a contrary to the provisions on grants in Indonesian civil code and meet the elements of law disability, which caused the grant becomes null and void. The deed of the grant has been annulled by the Court. The annulment of the deed of grants consequently turn the position into its originally. But the Ministry decision upon the company is not necessarily annulled. There are procedures to be followed by the Board of Directors, the Board of Commissioners, and Shareholders, as well as the related Notary. This is a juridical normative, descriptive analysis research. The conclusion of this research is the Board of Directors and the Board of Commissioners hold responsibilities regarding the grant because they have applied a neglectful act in upholding precautionary principle in carrying out fiduciary duty, also the related notary is obliged to provide a legal counsel to the parties to understanding the impact of deed they made. Keyword Company, fiduciary duty, good faith, good corporate governance, grants, stocks, annulment of deeds, Decision of the Ministry of Law, Notary. "
2017
T47520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naja Nurizkya
"Penelitian ini menyoroti kekosongan pengaturan secara khusus mengenai transaksi benturan kepentingan oleh Direksi PT yang memiliki unsur kepentingan pribadi sehingga dapat merugikan PT atau dalam doktrin hukum dikenal sebagai self dealing transaction. Bahwa UUPT di Indonesia hanya memberikan penekanan terhadap tugas fidusia (fiduciary duty) yang diemban oleh Direksi PT, tanpa secara tegas melarang self dealing transaction. Pengaturan di Amerika Serikat, Australia, dan Belanda mengakui langkah-langkah preventif dalam menghadapi self dealing transaction. Model Business Corporation Act 2016 di Amerika Serikat mengatur kriteria seperti pengungkapan kepentingan pribadi yang material, voting oleh mayoritas anggota Direksi atau pemegang saham yang tidak berkepentingan, dan aspek keadilan transaksi bagi perseroan. Di Australia, Corporations Act 2001 membutuhkan pengungkapan kepentingan dan persetujuan RUPS yang mempertimbangkan keuntungan perseroan. Di Belanda, Burgerlijk Wetboek Boek 2 menyatakan Direksi yang berkepentingan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan transaksi. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan prinsip pengaturan self dealing transaction dengan memberikan precaution indicators untuk menjaga keadilan dan kepentingan PT. Dalam memeriksa dan memutus kasus terkait transaksi benturan kepentingan, Majelis Hakim di Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan transaksi benturan kepentingan antara Direksi dan perseroan yang dipimpinnya. Hakim cenderung bersifat normatif dengan hanya mempertimbangkan aspek formalitas, yaitu adanya persetujuan RUPS. Pada beberapa kasus, ketiadaan dalam hal transparansi Direksi dalam hal pengungkapan kepentingan pribadi maupun tidak adanya keterlibatan dari Direksi, Dewan Komisaris, dan pemegang saham yang tidak berkepentingan dalam pengambilan keputusan terkait transaksi benturan kepentingan. Berbeda dengan negara-negara tiap perbandingan, langkah-langkah preventif oleh Direksi yang memiliki kepentingan menjadi sangat penting dalam mengevaluasi keabsahan persetujuan RUPS oleh Majelis Hakim dan mencegah terjadinya praktik self dealing transaction yang merugikan PT. Melalui penilaian Hakim terhadap langkah-langkah preventif tersebut, persetujuan RUPS dapat memenuhi standar hukum yang ditetapkan dan melindungi kepentingan perseroan, para pemegang saham, dan memberikan perlindungan hukum bagi Direksi yang berkepentingan.

This thesis sheds light on the specific lack of regulations regarding self-dealing transactions by Directors of PT (Limited Liability Company) in Indonesia, where personal interests can harm the company. Unlike other countries like the United States, Australia, and the Netherlands, Indonesian law does not explicitly prohibit self-dealing transactions, focusing only on fiduciary duty obligations. In the United States, the Model Business Corporation Act 2016 outlines criteria such as disclosing material personal interests, voting by disinterested Directors or shareholders, and ensuring fairness in transactions. Australia's Corporations Act 2001 requires interest disclosure and approval from shareholders, considering the company's benefit. In the Netherlands, the Dutch Civil Code Book 2 states that interested Directors should not participate in decision-making. These regulations emphasize preventive measures and protect the company's interests. However, Indonesian judges face challenges in defining conflict of interest transactions between Directors and their companies. They often consider formal aspects, like approval from shareholders, without assessing transparency or the involvement of disinterested parties. This differs from other countries that emphasize preventive measures taken by Directors with personal interests to evaluate the validity of shareholder approvals and prevent harmful self-dealing practices. To ensure fairness and protect the company, shareholders, and interested Directors, Indonesian law should adopt precautionary indicators and encourage transparency in disclosing personal interests. By incorporating preventive measures into the evaluation of shareholder approvals, Indonesian judges can uphold legal standards and safeguard the company's interests. In conclusion, addressing the regulatory gaps regarding self-dealing transactions is essential in Indonesia. Implementing preventive measures and emphasizing transparency can protect the company and stakeholders, aligning Indonesian law with international practices."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Aprillian
"Tesis ini membahas banyaknya perjanjian kredit yang bermasalah antara bank dengan nasabah yang menggunakan fidusia sebagai jaminannya. Jaminan fidusia harus dibuat dengan akta jaminan fidusia oleh Notaris agar mempunyai kepastian hukum. Akan tetapi, permasalahan sering timbul karena objek jaminan fidusia yang didaftarkan telah beralih, hilang, atau diperjualbelikan oleh debitur tanpa sepengetahuan kreditur sehingga mempersulit proses eksekusinya. Penelitian ini menganalisis kekuatan akta jaminan fidusia dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh Notaris serta memberikan penjelasan mengenai penyelesaian yang dilakukan oleh para pihak ketika terjadi permasalahan proses eksekusi pada objek jaminan fidusia antara Perseroan Terbatas X dan Bank X di Kota Bekasi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif-analitis. Selain itu, data didukung dengan wawancara. Hasil penelitian adalah penyelesaian eksekusi dalam kasus tersebut dapat dilaksanakan melalui metode parate eksekusi. Selain itu, debitur diwajibkan untuk mengganti objek jaminan fidusia yang sama nilainya dengan yang telah diperjualbelikan olehnya.

This thesis discusses the number of problematic credit agreements between banks and customers in which they are using fiduciary as a collateral. Fiduciary guarantee must be made by fiduciary guarantee deed by Notary in order to have legal certainty. However, problems often arise because the registered fiduciary security object has been switched, lost, or traded by the debtor without the knowledge of the creditor making it difficult to execute. This research aims to analyze the strength of the fiduciary guarantee deed in the credit agreement made by the Notary and provide an explanation of the settlement made by the parties when the execution process occurs on the object of fiduciary guarantee between PT X and Bank X in Bekasi City. The research method that being used is normative juridis with analytical-descriptive for the research tipology. Furthermore, interview is taken place for the better result data. The result of this research is that the completion of execution in this case can be executed through the execution parate method. In addition, the debtor is required to substitute a fiduciary guarantee object of the same value as it has been traded by debtor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Mahar Fatoni
"Skripsi ini membahas akuntabilitas system elektronik dari penyelenggaraan Pendaftaran Jaminan Fidusia Online. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM selaku penyelenggara system elektronik pendaftaran jaminan Fidusia Online. Skripsi ini mengambil lokasi penelitian di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM. Permasalahannya bagaimana ketentuan hukum pasal 5 dan pasal 12 Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada Notaris dan AHU dalam memberikan Pelayanan Publik (layanan administratif) untuk urusan Fidusia baik secara off-line maupun secara On-line, bagaimana Bagaimanakah akuntabilitas penyelenggaraan sistem elektronik untuk pendaftaran Fidusia secara online telah sesuai dengan kaedah hukum peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan Fidusia Online masih memilki kekurangan yang harus dipenuhi.

This thesis discusses the implementation of the accountability system of electronic registration Fiduciary Online. However, in practice there are still many shortcomings to be rectified by the Directorate General of Legal Administration Ministry of Justice and Human Rights as providers of electronic registration system guarantees Fiduciary Online. This thesis research took place in the Directorate General of General Law Administration of the Ministry of Justice and Human Rights. The problem is how the legal provisions of Article 5 and Article 12 of Law No. 42 Year 1999 regarding the giving Fiduciary responsibility and obligation to the Notary and AHU in providing public services (administrative services) for fiduciary matters either off-line or by On-line, how accountability of how the electronic system for online registration Fiduciary compliance with laws legislation related. The author uses the method of normative research, using secondary data. This study concluded that in the implementation of the guarantee registration Fiduciary Online still have the shortcomings that must be met."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rido Berlyanto
"Dengan semakin berkembangnya aktivitas bisnis dewasa ini, maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat. Oleh karenanya, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau masyarakat perlu diperluas. Namun demikian, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Untuk itu alternatif lain untuk mendapatkan dana, yaitu melalui lembaga pembiayaan konsumen.
Fasilitas pembiayaan yang diberikan perusahaan pembiayaan kepada konsumen mengandung risiko cukup tinggi dari kemungkinan pihak konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya. Terhadap transaksi pembiayaan konsumen yang digunakan sebagai jaminan pokoknya adalah barang yang dibeli dengan dana atau pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan tersebut. Mengingat benda/barang yang dijadikan jaminan pada lembaga pembiayaan konsumen pada umumnya adalah benda bergerak, maka pembebanan jaminannya memakai Fidusia.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dan bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap Perusahaan Pembiayaan sebagai penerima fidusia dalam hal benda jaminan fidusia dirampas oleh negara. Selanjutnya guna menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan hukum normatif yang dapat diinterpretasikan sebagai penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan berdasarkan pada data-data sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa status hukum dari benda yang menjadi objek pembiayaan yang dirampas negara adalah tetap dimiliki oleh Kreditur selaku Penerima Fidusia. Hal ini dapat dipahami bahwa adanya sifat droit de suite yang merupakan hak mutlak dalam hukum Jaminan Fidusia. Dengan adanya sifat tersebut maka tidak menghilangkan hak perusahaan pembiayaan sebagai penerima fidusia untuk mengeksekusi benda tersebut apabila debitur wanprestasi. Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada Perusahaan Pembiayaan yaitu mewajibkan kepada debitur pemberi fidusia supaya menyediakan jaminan pengganti yang setara nilainya atau mewajibkan kepada debitur supaya melunasi hutangnya.

With the development of business activities nowadays, it will need money for business and investment is also increasing. Therefore, a means of providing funds needed by businesses or the public needs to be expanded. However, credit facilities from banks is very limited and not all businesses have access to funding from banks. For the other alternatives to obtain funds, namely through consumer finance institutions.
Financing facilities provided to the consumer finance companies contain a high enough risk of the possibility of the consumer can not fulfill its obligations. Against consumer financing transactions that are used as collateral is principally goods purchased with funds or financing granted by the finance company. Given the objects / items used as collateral on consumer finance institutions in general are moving objects, then loading the guarantee wearing Fiduciary. It can be understood that the nature of the droit de suite is an absolute right in Fiduciary Law. By their nature it does not eliminate the right of the finance company as a fiduciary recipient to execute the object if the debtor defaults.
The purpose of this study to determine the status of fiduciary objects seized by the State and the form of legal protection that can be given to the finance companies as recipients of fiduciary in terms of objects seized by state. Furthermore, in order to address these problems, the authors use the method of normative approach which can be interpreted as a legal research literature conducted based on secondary data.
Based on the research that the legal status of objects into objects deprived of state funding is retained by the creditor as fiduciary receiver. It can be understood that the nature of the droit de suite is an absolute right in law Fiduciary. By their nature it does not eliminate the right of the finance company as a fiduciary recipient to execute the object if the debtor defaults. Legal protection can be granted to finance companies that require the debtor to provide a guarantee that the fiduciary giver substitute an equivalent value or require the debtor in order to repay their debts.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Primastika Sandi
"Jaminan Fidusia lebih dikenal sebagai lembaga jaminan untuk benda bergerak meskipun sebenarnya Jaminan Fidusia dapat pula dibebankan terhadap benda tidak bergerak. Salah satu benda tidak bergerak yang dapat dibebani dengan jaminan fidusia adalah bangunan. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tidak mengatur dengan jelas mengenai bangunan yang dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai Jaminan Fidusia atas bangunan, terutama yang berdiri diatas tanah Right of Ownership. Permasalahan yang akan diteliti adalah bangunan milik pemilik tanah diatas tanah Right of Ownership sebagai obyek Jaminan Fidusia, kedudukan kreditur pemegang Jaminan Fidusia atas bangunan tersebut dan kedudukan kreditur pemegang Mortgage atas tanah Right of Ownership berikut bangunan diatasnya dimana bangunan tersebut kemudian juga dibebani Jaminan Fidusia.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan data hasil penelitian dianalisis secara kualitatif. Bangunan milik pemilik tanah diatas tanah Right of Ownership bukan merupakan obyek Jaminan Fidusia melainkan obyek Mortgage. Kedudukan kreditur pemegang Jaminan Fidusia atas bangunan tersebut adalah kreditur konkuren karena jaminan fidusianya tidak lahir disebabkan batal demi hukumnya akta jaminan fidusianya karena obyek yang dibebani bukan merupakan obyek jaminan fidusia, sedangkan kedudukan kreditur pemegang Mortgage atas tanah Right of Ownership berikut bangunan diatasnya dimana bangunan tersebut kemudian juga dibebani Jaminan Fidusia adalah sebagai kreditur preferen karena Mortgagenya telah lahir dan dalam jaminan kebendaan kreditur yang terlebih dahulu memiliki kedudukan lebih tinggi.

Fiduciary Guanrantee better known as a collateral for moving objects even though Fiduciary Guanrantee may also be a collateral for the immovable. One of immovable objects which can be secured by Fiduciary Guanrantee is a building. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 does not regulate clearly about a building that can be an object of Fiduciary Guarantee. It makes legal uncertainty about a collateral for building especially that building which on a Right of Ownership land. Issues that will be researched are landlord’s building on Right of Ownership land as Fiduciary Guanrantee object, the position of Fiduciary Guanrantee creditor of that building, and the position of Mortgage creditor of Right of Ownership land and the following building on which that bulding afterward secured by Fiduciary Guanrantee.
This research is normative legal research with descriptive analytical. The data that used in this research is secondary data which collected through library research and data from this research were analyzed qualitatively. Landlord’s building on Right of Ownership land is not an object of Fiduciary Guanrantee but an object of Mortgage. The position of Fiduciary Guanrantee creditor is a concurrent creditor because the Fiduciary Guanrantee is not existence caused the deed of Fiduciary Guanrantee is null and void because the object is not an object of Fiduciary Guanrantee. The position of Mortgage creditor of Right of Ownership land and the following building on which that bulding afterward secured by Fiduciary Guanrantee is a preference creditor because that Mortgage is exist and in collateral material first creditor has a higher position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43980
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abraham Dastin
"Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia: Undang-undang No.42 Tahun 1999 sudah menggunakan istilah fidusia. Dengan demikian, istilah fidusia sudah merupakan istilah resmi dalam dunia hukum kita. Akan tetapi, kadang-kadang untuk fidusia ini dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah penyerahan hak milik secara kepercayaan. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020 lahir karena adanya permohonan pengujian undang-undang (Judicial Review) yang diajukan oleh pasangan suami-istri, Apriliani Dewi dan Suri Agung Prabowo, terhadap ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam perkembangannya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18 /PUU-XVII/2019 mengakibatkan kekuatan eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan mengikat sepanjang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia. Putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-XVII/2019 berimplikasi secara langsung dan memberikan 2 (dua) syarat terhadap titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam penulisan ini metode Penelitian jurnal ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian hukum. dengan melakukan pengelolaan data-datanya yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini untuk mengumpulkan dan mengelola data-data sekunder yang berasal dari bahan-bahan hukum.

Fiducia is a term that has long been known in the Indonesian language: Law No.42 of 1999 already uses the term fiduciary. Thus, the term fiduciary is already an official term of law. However, for this fiduciary meaning in Indonesian is also referred to as the transfer of property rights by trust. The Decision of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia Number 18/PUU-XVII/2019 dated January 6, 2020 was issued initiated by a petition for judicial review submitted by spouse named Apriliani Dewi and Suri Agung Prabowo, related to the Article 15 paragraph (2) and paragraph (3) of Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Transfer of Ownership. In its development after the Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 results in the executorial power as referred to in Article 15 paragraph (2) has no binding power as long as there is no agreement in terms of default (default statement) and the debtor objected to voluntarily hand over the object of warranty which. The decision of the Constitutional Court No.18/PUU-XVII/2019 has direct implications and provides 2 (two) conditions for the executorial title as referred to in Article 15 paragraph (2) of Law Number 42 Year 1999 regarding Fiduciary Transfer of Ownership. In this thesis, the research method is conducted using literature based research. By managing the data which comes from books and other literatures. This literature research is meaning to collect and manage data which derived from legal sources and other law materials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sally Utami Hayuningtyas
"Skripsi ini menganalisis Putusan Nomor 07/RV/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. 847K/Pdt.Sus/2012, dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Putusan ini mengenai tumpang tindih jaminan fidusia atas 2 (dua) buah mesin yaitu mesin DMF Sus Tank tahun 2003 dan Mesin Dry Process Synthetic tahun 1997, yang dimiliki oleh PT. Samwoo Indonesia sebagai debitor pailit. Tumpang tindih diketahui oleh kurator pada saat proses verifikasi aset. Masing-masing mesin memiliki alur cerita yang berbeda. Pada Mesin DMF Sus Tank tahun 2003, terjadi pembebanan fidusia ulang terhadap mesin tersebut. Oleh sebab itu, maka timbul permasalahan mengenai status kepemilikan objek jaminan fidusia, siapa pihak yang berwenang untuk mengeksekusi 2 (dua) buah mesin di atas, dan siapa pihak yang berhak didahulukan. Untuk menentukan hal tersebut, dapat merujuk kepada Pasal 17 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Jaminan Fidusia. Namun, ternyata 2 (dua) pasal ini saling bertentangan dalam menentukan boleh tidaknya fidusia ulang. Sedangkan pada Mesin Dry Process Synthetic tahun 1997, terjadi pengalihan objek jaminan fidusia ke kreditor baru tanpa dilakukan pendaftaran. Sebagaimana diketahui bahwa pendaftaran fidusia menjadi salah satu faktor penentu status hak kepemilikan, kewenangan eksekusi, dan hak didahulukan.

This thesis is analyzing judicial decision number 07/RV/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. 847 K/Pdt.Sus/2012, by using normative judicial research and qualitative analysis. In this judicial decision, the curator found double fiduciary on 2 (two) machine owned by PT. Samwoo Indonesia as a bankrupt debtor. An overlap is known by the curator at the verification asset process. The machines DMF Sus Tank year 2003 and Dry Process Synthetic year 1997. Each machine has a different storyline. First, there is a double fiduciary on DMF Sus Tank year 2003. Therefore, it has raised the question of the ownership status, also who has the rights to execute the machine, and who has the preference rights. To determine that, we can refer to Article 17 and Article 28 of Law No. 42 of 1999 Fiduciary. However, it turns out that 2 (two) of this article may contradict each other. Further more, Dry Process Synthetic year 1997 is transferred to a new creditor without any registration. As we know, fiduciary recipient who have registered will acquire benefits such as the executorial power if the debtor is default and will also make them as preferred creditors, while fiduciary recipient who have not registered serve as concurrent creditors"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Chalid
"Latar belakang dari penelitian ini adalah Perusahaan Pembiayaan didirikan secara khusus untuk melakukan kegiatan yang salah satunya yaitu pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen sebenarnya bertujuan untuk membiayai barang yang telah dipilih oleh konsumen kepada pihak penjual tetapi dalam kasus yang penulis anglat Perjanjian Pembiayaan Konsumen yang dibuat antara PT Y dengan Nyonya X tidak sesuai dengan tujuannya melainkan terdapatnya unsur pinjam meminjam. Rumusan masalah dalam penelitian ini terbagi menjadi dua pertama bagaimanakah akibat hukum perjanjian pembiayaan konsumen dan pemberian jaminan fidusia yang mengandung unsur pinjam meminjam? Yang kedua bagaimana kesesuaian antara penerapan hukum yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 105/PDT.G/BPSK/2012/PN.Ska dengan ketentuan yang berlaku?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, baik bahan hukum primer sekunder dan tersier, data akan dikelola secara kualitatif hasilnya berupa deskriptif analitis.
Dari hasil penelitian diperoleh yaitu akibat hukum perjanjian pembiayaan konsumen dan pemberian jaminan fidusia yang mengandung unsur pinjam meminjam batal demi hukum dan penerapan hukum yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 105/PDT.G/BPSK/2012/PN. SKA tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh karena dalam pertimbangan hakim menggunakan dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tetapi dalam hukum menganut asas hukum salah satunya Lex Specialis Derogate Lex Generalis sehingga sebaiknya hakim menggunakan dasar hukum PMK Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

The background of this research is the Finance Company was establishe specifically to engage in activities that one of them is consumer finance. Pembiayaan Actually intended to finance consumer goods that have been chosen by the consumer to the seller, but in the case of the author anglat Consumer Financing Agreement made between PT Y with Mrs. X is not fit for purpose, but the presence of elements of lending and borrowing. The problem of this research is divided into two first how the legal consequences of consumer financing agreement and the provision of fiduciary containing elements of borrowing? The second how the correspondence between the application of the law that has been done by the judges in Surakarta District Court No. 105 / PDT.G / BPSK / 2012 / PN.Ska with applicable regulations? This research is a normative juridical law using secondary data, both primary legal materials secondary and tertiary, the data will be managed in a qualitative result is a descriptive analysis.
The result showed that the legal consequences of consumer financing agreement and the provision of fiduciary containing elements of borrowing null and void and the application of the law that has been done by the judges in Surakarta District Court No. 105 / PDT.G / BPSK / 2012 / PN. SKA is not in accordance with the applicable provisions because of the consideration of the judges use the legal basis of Presidential Decree No. 9 of 2009, but in law the principles of the law of one of Lex Specialis derogate Lex Generalis that judges should use the legal basis PMK No. 84 / PMK.012 / 2006 Financing Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>