Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144459 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Melda Theresia
"Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan atasmerek non-tradisional apabila dimuat ke dalam kerangka hukum nasionalIndonesia. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana pengaturan mengenaipendaftaran merek dalam Singapore Treaty On The Law Of Trademarks, bagaimana penerapan atas perlindungan merek non-tradisional yang ada dalamSingapore Treaty On The Law Of Trademarks pada negara-negara yang telahmelaksanakannya dan bagaimana penerapan perlindungan atas merek nontradisionaltersebut apabila diterapkan di Indonesia.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Pengaturan merek yang terdapat dalam Singapore Treaty On The Law Of Trademarks tidak jauh berbeda dengan pengaturan merek dalam Trademark Law Treaty, namun terdapat beberapa penambahan didalamnya yang bertujuan untuk menyempurnakan ketentuan pendaftaran di bidang merek. Salah satu hal yang baru diatur dalam Singapore Treaty On The Law Of Trademarks adalah mengenai merek non-tradisional. Merek non-tradisional ini telah diterapkan dibeberapa negara, baik negara anggota dari Singapore Treaty On The Law Of Trademarks, maupun yang tidak termasuk dalam anggotanya. Dalam penerapannya, diperlukan beberapa persyaratan dalam mengajukan permohonan pendaftaran merek nontradisional.
Dalam mendaftarkan merek non-tradisional, diperlukan persyaratan representasi grafis dan deskripsi tertulis untuk menggambarkan serta mendeskripsikan merek non-tradisional tersebut. Indonesia sebagai negara berkembang, seharusnya melakukan perluasan pengertian merek yang juga akan selalu berkembang, dengan mengatur mengenai perlindungan merek non-tradisional dalam Peraturan Perundang-Undangannya, hal ini akan memberikan dampak positif bagi para pelaku usaha di Indonesia, karena dengan demikian, para pelaku usaha dapat lebih kreatif dalam memilih merek untuk kegiatan usahanya, yang tidak lagi hanya dibatasi dengan tanda-tanda yang dapat dilihat (visible signs).

This thesis aims to determine how the protection of non-traditional trademarks when applied into Indonesian legal framework. The research problems in this thesis are about the regulation under Singapore Treaty On The Law Of Trademarks in registering a trademark, the implementation of non-traditional trademark protection, conducted by The Singapore Treaty On The Law Of Trademarks contracting party and the implementation of that kind protection when applied in Indonesia.
This thesis uses the normative legal research method, and the secondary data is used as its source. The regulations in Singapore Treaty On The Law Of Trademarks do not have many differences with the Trademark Law Treaty, but there are some additions within the aims to enhance the requirements in registering a trademark. One new thing that sets in the Singapore Treaty On The Law Of Trademarks is about the non-traditional trademark. This non-traditional trademarks have been applied in several countries, both members and non-members of the Singapore Treaty On The Law Of Trademarks. In its implementation, it will take some requirements with respect to the non-traditional trademarks registration.
With respect to the non-traditional trademark registration, graphical representation and written descriptions are needed to illustrate and describe the non-traditional trademarks. Indonesia as a developing country, is supposed to expand the value of a trademark, which will also always evolving, by regulating the protection of nontraditional trademarks in its legislation, this will give positive impacts for Indonesian entrepreneurs, for then, the entrepreneurs might be more creative in choosing trademarks for its business activities, which are no longer only constrained by visible signs.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthonius Kanaris
"Sengketa pelanggaran merek dalam dunia perdagangan tidak terlepas dari adanya itikad buruk dari pelaku usaha untuk memenangkan persaingan yang kadangkala dilakukan secara tidak jujur/ tidak fair. Salah satu tindakan tersebut adalah tindakan passing off. Indonesia yang menganut sistem first to file (adanya keharusan mendaftarkan merek untuk memperoleh perlindungan) sebagai sistem perlindungan merek, pada dasarnya tidak mengenal konsep passing off, karena passing off adalah bentuk perlindungan hukum bagi merek yang tidak terdaftar/ unregistered trademarks. Perkembangan teknologi menyebabkan merek juga mengalami perkembangan dengan munculnya non-traditional trademark seperti merek suara, hologram, tiga dimensi, aroma dan sebagainya yang walaupun belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek namun telah diakomodasi dalam Singapore Treaty on The Law of Trademarks.
Tesis ini bertujuan menganalisis hal yang menarik dari Singapore Treaty apabila dikaitkan dengan bentuk perlindungan hukum merek dan konsep pendaftaran merek di Indonesia serta menganalisis perlu/ tidaknya Indonesia melakukan ratifikasi terhadap Singapore Treaty untuk mengembangkan konsep perlindungan hukum merek di Indonesia. Penelitian yang akan digunakan peneliti adalah bersifat eksploratif dan deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Metode yang peneliti gunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratifikasi Singapore Treaty relevan dilakukan Indonesia bagi perkembangan hukum merek nasional. Adapun hasil ratifikasi sebaiknya dapat diakomodasi dalam Rancangan Undang-Undang tentang Merek.

Trademark infringement dispute in world trade cannot be separated from bad faith of entrepreneurs to win the competition which is sometimes done dishonestly/ unfair. One of such action is the act of passing off. Indonesia, which adopts a first to file system (registration is a must to gain protection of trademarks) as a trademark protection system, basically does not recognize the concept of passing off, because passing off is a common law tort which can be used to enforce unregistered trademark rights. Technological developments lead to the developing of trademarks with the emergence of non-traditional trademarks such as sound trademarks, holograms trademarks, three-dimensional trademarks, scent trademarks, etc. Although haven?t been regulated by Law Number 15 Year 2001 concerning Marks, those trademarks have been accommodated in Singapore Treaty on the Law of Trademarks.
This thesis aims to analyze the interesting case of the Singapore Treaty in associated with a form of legal protection of the trademarks and the concept of a trademark registration in Indonesia as well as to analyze the needs of Indonesia to ratify Singapore Treaty for development of the concept regarding trademarks protection in Indonesia. This research characters are exploratory and descriptive. Qualitative approach is used by researcher with normative legal research methods and conceptual approach.
The results shows that the ratification of the Singapore Treaty is relevant to be implemented in order to develop Indonesia trademarks law. The results of the ratification should be able to be accommodated in the Draft Law on Marks.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fuji Amaranggana
"Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, dalam beberapa dekade terakhir mulai bermunculan tanda baru yang digunakan sebagai merek yang disebut sebagai merek non-tradisional. Dalam pendaftaran merek non-tradisional terdapat ketentuan mengenai representasi grafis. Skripsi ini akan membahas mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek di Indonesia dan Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Penelitian hukum pada skripsi ini dilakukan dengan perbandingan hukum. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup pembahasan mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek non-tradisional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016, berdasarkan Lanham Act, dan perbandingan ketentuan representasi grafis dari kedua undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2016 dan Lanham Act. Selain itu, juga diperlukan adanya perubahan ketentuan representasi grafis dari merek non-tradisional dalam UU No. 20 Tahun 2016.

Along with the development of technology and information, in the last few decades a new sign has been used as a trademarks and known as non-traditional trademarks. In the registration of non-traditional trademarks there are provisions regarding graphical representation of the trademarks. This thesis will discuss the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks in Indonesia and the United States. The research method used is juridical normative with secondary data types obtained from library materials. Legal research in this thesis is carried out with comparative laws. The discussion in this thesis includes discussion regarding the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks based on the Law No. 20 of 2016, based on the Lanham Act, and a comparison of the graphical representation provisions of the two laws. The results showed that there are several similarities and differences in the provisions in the Law No. 20 of 2016 and the Lanham Act. In addition, it is also necessary to change the provisions for graphical representation of non-traditional trademarks in the Law no. 20 of 2016."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firizky Ananda
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pengaturan konsep persamaan pada
pokoknya dalam Konvensi Paris, Persetujuan TRIPs, dan Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek. Selain itu skripsi ini membahas pula mengenai
bagaimana penerapan konsep persamaan pada pokoknya pada kasus-kasus
pembatalan merek di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaturan
konsep persamaan pada pokoknya dalam Konvensi Paris, Persetujuan TRIPs, dan
UU Merek 2001 dan penerapan konsep persamaan pada pokoknya sudah sesuai
dengan Konvensi Paris dan Persetujuan TRIPs.

ABSTRACT
This thesis focuses on how the regulation of likelihood of confusion concept in
Paris Convention, TRIPs Agreement, Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.
Furthermore, this thesis also focuses on the application of the likelihood of
confusion in the cancellation of trademark registration cases. This research is
qualitative descriptive interpretive. The result of the research shows that
likelihood of confusion concept is regulated in Paris Convention, TRIPs
Agreement, and UU Merek 2001 and the application of likelihood of confusion
concept has been in accordance with Paris Convention and TRIPs agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43789
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Patar Kristiono
"Istilah Parodi banyak dikenal dalam Hak Cipta namun seiring perkembangan zaman tidak hanya Hak Cipta yang menjadi target Parodi melainkan juga Merek. Saat ini semakin banyak pelaku usaha yang menggunakan Parodi Merek dalam produknya dan sebagian besar Parodi Merek tersebut dengan sengaja menirukan Merek pihak lain. Penggunaan Parodi Merek seperti itu berpotensi merugikan pihak pemilik merek. Saat ini Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UUMIG) belum mengatur secara eksplisit tentang Parodi Merek. Penulisan Tesis ini mengkaji mengenai bagaimana suatu Parodi Merek dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek berdasarkan Undang-Undang Merek Indonesia dan Undang-Undang Merek di Amerika Serikat beserta putusan-putusan pengadilannya serta perlindungan hukum terhadap pemilik merek atas tindakan Parodi Merek. Metode penerapan penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Metode yuridis normative digunakan untuk melakukan pengkajian terhadap kaidah-kaidah hukum yang berlaku terutama yang berkaitan dengan permasalahan Parodi Merek. Parodi Merek yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek berdasarkan UUMIG adalah Parodi Merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar/merek terkenal dan digunakan sebagai merek dalam barang/jasa sejenis. Berbeda dengan Indonesia, di Negara Amerika tetap dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek meskipun tidak digunakan pada kelas barang/ jasa yang sama. Berdasarkan UUMIG, pemilik merek yang dirugikan karena tindakan Parodi Merek dapat menempuh upaya hukum perdata, upaya hukum pidana, dan/atau upaya hukum melalui alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan di Negara Amerika terdapat upaya hukum tambahan bagi pemilik merek terkenal terhadap permasalahan Parodi Merek ini yaitu gugatan perusakan merek (tarnishment). Para Regulator sebaiknya menambahkan ketentuan tentang pelanggaran merek untuk barang/jasa tidak sejenis dan juga untuk merek/elemen merek yang penggunaannya bukan sebagai merek dan gugatan pelanggaran merek terkenal untuk barang/jasa tidak sejenis dalam UUMIG mendatang. Hal ini bertujuan agar UUMIG mendatang dapat mengakomodasi permasalahan Parodi Merek yang sebagian besar penggunaannya bukan sebagai merek. Perlu juga diatur konsep dilusi merek terutama tentang gugatan perusakan merek (tarnishment) sebagai tambahan upaya hukum untuk merek terkenal terhadap permasalahan Parodi Merek.

The term parodi is widely known in copyright, but over time it is not only copyright that is the target of parodi but also trademarks. Currently, more and more business actors are using Brand Parodies in their products and most of these Brand Parodies are deliberately imitating other parties' trademarks. The use of such Brand Parodi has the potential to harm the brand owner. Currently, Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications (UUMIG) does not explicitly regulate Trademark Parodi.

This thesis examines how a trademark parodi can be categorized as a trademark infringement based on the Indonesian trademark law and United States trademark law and its court decisions as well as legal protection for trademark owners for trademark parodi actions. The application method of writing this thesis is normative juridical with a statutory approach. The normative juridical method is used to conduct an assessment of the applicable legal rules, especially those relating to the issue of Trademark Parodi. Trademark Parodi which can be categorized as a trademark infringement under UUMIG is a Trademark Parodi which has similarities in principle with a registered mark/famous mark and is used as a mark in similar goods/services. In contrast to Indonesia, in America it can still be categorized as a trademark infringement even though it is not used in the same class of goods/services. Based on UUMIG, brand owners who are harmed by Trademark Parodi's actions can take civil legal action, criminal law efforts, and/or legal remedies through alternative dispute resolution. Meanwhile, in America, there are additional legal remedies for well-known brand owners against this trademark parodi problem, namely a trademark tarnishment lawsuit. Regulators should add provisions regarding trademark infringement for dissimilar goods/services and also for brands/brand elements whose use is not as a mark and lawsuits for infringement of well-known marks for dissimilar goods/services in the upcoming UUMIG. This is intended so that the upcoming UUMIG can accommodate the problem of Trademark Parodi, most of which are not used as brands. It is also necessary to regulate the concept of trademark dilution, especially regarding a trademark tarnishment lawsuit as an additional legal remedy for well-known brands against the issue of Trademark Parodi."

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Zahara Ichsan
"Parodi merek terkenal merupakan tindakan mentransformasikan merek terkenal dengan mengambil ciri khas merek terkenal yang diparodikan menjadi sesuatu yang baru dengan tujuan menimbulkan kesan kejenakaan, sindiran, cemoohan, ataupun kritik. Parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang ini dapat menimbulkan persamaan pada pokoknya dan persamaan keseluruhan. Hal ini merupakan pelanggaran dari hukum merek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelanggaran merek dalam parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang dan upaya hukum yang dapat dilakukan merek terkenal yang dirugikan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian bersifat yuridis-normatif artinya penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data-data sekunder seperti peraturan perundangundangan, literatur, doktrin atau pendapat para ahli, dan hasil penelitian terdahulu. Lebih lanjut, fenomena parodi merek terkenal yang dianalisis adalah Supirmu dan Pecel Lele LELA berpotensi termasuk ke dalam pelanggaran persamaan pada pokoknya yang seharusnya ditolak menurut Pasal 21 UU MIG. Parodi ini juga dapat berisiko dikategorikan sebagai dilusi, counterfeit, passing off, dan free riding. Oleh karena itu, pemilik merek terkenal yang mengalami kerugian dapat mengajukan berbagai upaya hukum.

A Well-known mark parody is an act of transforming a well-known mark into something new by taking its characteristics to create the impression of humor, satire, ridicule, or criticism. Parodies of a well-known mark that are registered as trademarks could lead to similarities in essence and overall similarities. This is a violation of Indonesian trademark law. The purpose of this research are to analyze trademark violations in well-known marks parodies that are registered as trademarks and the legal remedies that can be taken by the well-known marks as the aggrieved party. This research was conducted using a juridical-normative form of research, by examining secondary data such as laws and regulations, literature, doctrine, or expert opinion, as well as the results of previous research. Furthermore, the well-known trademark parody that being analyzed are Supirmu and Pecel Lele LELA, which have the potential to be included in similarities in essence and should have been rejected under Article 21 of the MIG Law. This parody can also risk being categorized as dilution, counterfeit, passing off, and free riding. Therefore, well-known mark owners as the aggrieved party can file various legal remedies."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyad Andhika
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan kriteria merekterkenal yang
dipergunakan dalam prosedur pemeriksaan pendaftaran merek pada Direktorat
Merek, Direktorat Jenderal HKI, dibandingkan dengan kriteria merek terkenal
pada Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek dan konvensi-konvensi
internasional dalam bidang HKI, khususnya merek. Lebih jauh, dalam skripsi ini,
penulis membahas mengenai kelemahan pada sistem pendaftaran merek di
Indonesia yang menyebabkan maraknya pelanggaran terhadap perlindungan
merek terkenal asing di Indonesia. Hasil penelitian ini menyarankan agar
pemerintah segera menetapkan peraturan yang dapat menyeragamkan kriteria
merek terkenal di Indonesia dan agar Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual lebih cermat dalam menyeleksi permohonan pendaftaran merek agar
perlindungan terhadap merek terkenal di Indonesia dapat lebih ditegakkan.

Abstract
This thesis in general is discussing the rules and regulation regarding the wellknown
trademark criteria that is being used to examine and register trademarks in
IPR Directorate General, and to compare it to Well-known Trademarks Criteria in
Law Number 15 of 2001 regarding Trademarks and IPR international
conventions. Furthermore, the author of this thesis is also discussing the weakness
in the Trademarks registration system in Indonesia where there is a lot of violation
and offenses towards the protection of international Trademarks in Indonesia. The
result of this research is advising the government to straight away implements a
ruling that homogenizes the criteria of famous Trademarks in Indonesia, and for
IPR Directorate General to be more thorough in examining the requests for brand
registration so that the famous brands protection could be more justified.;"
Universitas Indonesia, 2012
S43312
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Claresta Islamey
"Hampir semua produk yang diedarkan di pasar merupakan produk yang hanya dilekati dengan satu merek, namun ternyata saat ini terdapat produk yang dilekati dua merek sekaligus. Skripsi ini membahas mengenai legalitas pelekatan dua merek pada satu produk dan mengenai tanggung-jawab produk dari produk yang dilekati dua merek sekaligus tersebut. Kedua permasalahan tersebut diulas menggunakan metode kualitatif dan ditinjau dari hukum merek dan hukum perlindungan konsumen. Pembahasan menggunakan metode kualitatif. Pelekatan dua merek pada satu produk tidak dilarang menurut hukum merek Indonesia. Dilihat dari hukum perlindungan konsumen, hal tersebut tidak menimbulkan masalah bagi konsumen untuk mengidentifikasi produk. Kedua pemilik merek yang melekatkan mereknya pada produk yang dilekati dengan dua merek sekaligus, masing-masing memiliki tanggung-jawab produk atas produk tersebut.

Almost all of the products which are available in the market are only attached with a trademark, but now there are products which are attached with two trademarks at once. This study examined the legality of attaching two trademarks at once on a product and examine the product liability for a product which is attached by two trademarks at once. Both of those issues were examined using qualitative method and examined in the terms of Trademark Law and Consumer Protection Law. The attaching of two trademarks at once to a product is legal based on Indonesian Trademark Law. In the terms of Consumer Protection Law, the attaching of two trademarks on a product does not interfere the purpose of the establishing of trademark as intellectual property. Both of the trademark?s owner who attach his trademark to a product which is attached of two trademarks at once, both of them have product liability to that product.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Caroline Uli
"Memasuki era baru teknologi yang semakin kompleks, hadir jenis token unik yang dapat merepresentasikan suatu aset yang dikenal dengan Non-Fungible Token (NFT). NFT beroperasi melalui proses tokenisasi aset dalam sistem blockchain yang terdistribusi dan memungkinkan semua orang dapat mengakses dan memasukan data serta informasi. Dengan begitu timbulah masalah hukum yang dapat terjadi dalam perdagangan pada media blockhain terutama menyangkut hak kekayaan intelektual khususnya bagi perlindungan merek dagang untuk menghindari persaingan tidak sehat maupun kebingungan dalam perdagangan. Dalam penulisan ini akan dijawab mengenai sejauh mana undangundang merek dan indikasi geografis dapat mengakomodasi perlindungan merek dagang dalam perdagangan NFT. Selain itu analisis dalam penulisan ini akan ditinjau pula dengan peraturan mengenai aset kripto oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Penelitian dalam penulisan ini dilakukan dengan studi kasus yang dikaji dengan peraturan perundang-undangan dan penelusuran terhadap literatur. Penulisan ini sampai kepada kesimpulan bahwa peraturan berdasarkan Undang-Undang Merek dan Indikasi masih dapat mengakomodir perlindungan merek dagang dalam perdagangan NFT. Namun peraturan aset kripto oleh Bappebti belum mengakomodir perdagangan NFT karena belum diklasifikasikannya NFT sebagai jenis aset kripto di Indonesia.

Entering a new era of increasingly complex technology, a new type of unique token that represent an asset or known as NFT established. NFT operates through the process of assets tokenizing in a distributed blockchain system that allows everyone to access and enter any data and information. Thus legal problems arise in the trading on blockchain media, especially on intellectual property rights and trademark protection issue to avoid unfair competition and confusion in trade. This paper will answer the extent to which Trademark and Geographical Indication law can accommodate trademark protection in NFT trading. The analysis will also be reviewed with regulations regarding crypto assets by the Badan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Research in this writing is carried out using case studies that are reviewed by laws and literatures. Lastly this writing concludes that regulation based on the Trademark and Geographical Indication Law can still accommodate trademark protection in NFT trading. However, the regulation on crypto assets by Bappebti has not accommodated NFT trading as NFT has not been classified as a type of crypto assets in Indonesia. Keyword: cryptocurrencies, blockchain, trademark rights, trademark, NFT

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard Julio Axel Mahal
"

Kepastian hukum mengenai pendaftaran nama organisasi sebagai merek masih sangatlah kurang jelas. Kurang jelasnya kepastian hukum dalam pendaftaran nama organisasi sebagai merek dikarenakan tidak adanya peraturan yang menyatakan baik secara langsung atau tidak langsung mengenai posisi nama suatu organisasi dalam hukum merek. Hal ini tentunya menimbulkan suatu area yang abu – abu mengenai apakah suatu nama organisasi dalam didaftarkan sebagai merek. Pendaftaran nama organisasi sebagai merek di Indonesia ini terjadi karena banyaknya jumlah organisasi yang ada di Indonesia. Organisasi ini mendaftarkan namanya sebagai merek untuk mendapatkan hak eksklusif dan perlindungan hukum atas penggunaan nama organisasi tersebut. Dengan adanya perlindungan dan hak eksklusif ini, maka akan mencegah pihak lain yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan nama organisasi dan bahkan dapat menjatuhkan nama organisasi tersebut. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dibahas mengenai apakah suatu organisasi dapat mendaftarkan namanya sebagai merek dan bagaimana seharusnya pengaturan mengenai pendaftaran nama organisasi sebagai merek dan kiranya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan perbaikan sistem pendaftaran nama organisasi menjadi lebih baik


The legal certainty regarding registering an organization's name as a trademark is still very unclear. The lack of legal certainty in registering an organization's name as a mark is due to the absence of regulations that state either directly or indirectly the position of an organization's name in trademark law. This naturally raises a gray area as to whether an organization's name is registered as a trademark. Registration of the name of the organization as a trademark in Indonesia is due to the large number of organizations in Indonesia. This organization registers its name as a trademark to obtain exclusive rights and legal protection for the use of the organization's name. With this protection and exclusive rights, it will prevent other parties who are not responsible for using the name of the organization and can even drop the name of the organization. Therefore, in this paper we will discuss whether an organization can register its name as a trademark and how it should regulate the registration of an organization's name as a brand and what can be done to improve the improvement of the organization's name registration system for the better.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>