Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123248 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mugi Rosadi
"Pelabuhan merupakan salah satu fasilitas penting yang memiliki fungsi strategis di bidang perniagaan, terutama dalam hal ekspor dan impor barang, serta jasa yang terkait dengan kegiatan usaha. Perkembangan penerapan UU No. 5/1999 menunjukkan, bahwa KPPU beberapa kali memutuskan adanya pelanggaran atas dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan BUMN disektor kepelabuhanan. Meskipun hak monopoli di sektor strategis diberikan pengecualian dalam Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999, namun pelaku usaha yang memegang atau menduduki posisi monopoli atau dominan di pasar bersangkutan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Tindakan yang biasa dilakukan oleh pelaku di sektor kepelabuhanan adalah perjanjian eksklusif (tertutup), praktik monopoli, dan penyalahgunaan posisi dominan pada penguasaan pasar yang mengakibatkan hambatan masuk (barrier to entry) bagi pesaing baru, yang pada akhirnya juga mengakibatkan inefisiensi dan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Hal tersebut jelas sangat bertentangan dalam upaya perwujudan iklim persaingan usaha yang sehat di sektor kepelabuhan.

The port is one of the important facilities that have a strategic function in the field of commerce, especially in terms of exports and imports of goods, and services related to business activities. The development of the application of Law No. 5/1999 implementation shows that KPPU in several times admitting violation of monopolistic practices and unfair business competition conducted by SOE within port sector. Even though there are some exception in monopoly rights for strategic sector as stated in Law No. 5/1999 but businesses are holding or occupying a monopoly or dominant position in the relevant market taking into account the principles of fair competition. Common actions performed by actors in the port sector is an exclusive agreement (exclusive dealing), monopolistic practices, and abuse of dominant position in the market share resulting in entry barriers (barrier to entry) for new competitors, which in turn also lead to inefficiencies and a high cost economy . It is obviously very contradictory in an effort climate manifesta of healthy competition in the sector of port."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ully Artha Febrianti
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai usaha infrastruktur jalan tol dimana pada awalnya dimonopoli oleh Negara. Seiring berjalannya waktu hal tersebut dirasa tidak menguntungkan, maka sektor usaha ini kemudian dibuka juga kepada badan-badan usaha baik milik daerah ataupun swasta, bukan hanya BUMN (yang dapat memegang kendali sebagai regulator). Di sisi lain dengan masuknya pihak swasta maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah kepentingan masyarakat sebagai pengguna jalan tol tetap terlindungi, karena pada dasarnya pihak swasta akan berusaha untuk meraih untung dalam menjalankan usahanya.

ABSTRACT
This thesis discusses about highway infrastructure business which was originally monopolized by the state. Over time it is deemed not profitable, the business sector is then opened as well as to enterprises owned by municipal or private property not only by state-owned enterprise (which was hold the control as a regulator). On the other side with the entrance of private sector then the question is whether the public interests as the toll roads users still can be protected, because basically the private corporations will always seek to get high profit in running the business."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;;, ], 2010
S24823
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Gerry
"Dalam rangka mencapai tujuan bernegara untuk mencapai kesejahteraan umum, Pemerintah menggunakan instrument fiskal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan memenuhi prinsip keadilan bagi rakyat. Instrumen fiskal dimaksud antara lain melalui pengelolaan investasi Pemerintah pusat yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat ekonomi, manfaat sosial dan manfaat lainnya yang berguna untuk kemakmuran rakyat dan juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun dalam tatanan pengelolaan investasi, Pemerintah perlu memberdayakan semua sumberdaya yang potensial dan memiliki expertise dalam melaksanakan investasi seperti Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan badan hukum lainnya berupa Lembaga sui generis sebagai badan hukum publik atau bahkan yang berbentuk sovereign wealth fund. Dalam konsepsi hukum keuangan publik yang tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum keuangan negara, Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara berwenang untuk menatausahakan investasi Pemerintah berupa investasi jangka Panjang non permanen yang dilaksanakan dalam bentuk saham, surat berharga, dan investasi langsung. Penunjukan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan badan hukum lainnya sebagai agen investasi Pemerintah pusat sangatlah krusial mengingat institusi-institusi privat dan publik tersebut memiliki sumberdaya yang sangat potensial dalam melaksanakan investasi Pemerintah yang diharapkan akan memberikan kontribusi atau manfaat ekonomi, sosial dan manfaat lainnya yang bukan hanya sekedar mencari keuntungan tapi juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara optimal dan berkesinambungan.
Kaidah hukum keuangan publik yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai investasi Pemerintah menjadi sangat penting dalam menjembatani pelaksanan investasi dari sudut pandang hukum privat yang dipedomani oleh BUMN dan BUMD dan pelaksanaan investasi dari sudut pandang hukum publik yang sektoral yang dipedomani oleh badan hukum lainnya.

In order to achieve the goal of the state to achieve general welfare, the Government uses fiscal instruments to achieve sustainable economic growth and fulfill the principle of justice for the people. The fiscal instruments referred to include, among others, the management of central government investments aimed at obtaining economic benefits, social benefits and other benefits that are useful for the prosperity of the people and also to support national economic growth. In terms of investment management, the Government needs to empower all potential resources and have expertise in carrying out investments such as State-Owned Enterprises, Regional-Owned Enterprises and other legal entities in the form of Sui Generis Institutions as public legal entities or even in the form of sovereign wealth funds.
In the legal conception of public finance as contained in various laws and regulations in the field of state finance law, the Minister of Finance as the State General Treasurer is authorized to administer Government investment in the form of long-term non-permanent investments carried out in the form of shares, securities, and direct investments. The appointment of State-Owned Enterprises, Regional-Owned Enterprises and other legal entities as investment agents for the Central Government is very crucial considering that these private and public institutions have very potential resources in carrying out Government investments which are expected to contribute or provide economic, social and economic benefits. others who are not only looking for profit but can also encourage optimal and sustainable national economic growth.
The legal rules of public finance contained in the laws and regulations governing government investment are very important in bridging the implementation of investment from a private law perspective guided by BUMN and BUMD and investment implementation from a sectoral public law point of view guided by other legal entities.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edina Rahmanadia Nada
"Di Indonesia, pembentukan holding company dimulai sejak tahun 1998 dengan rencana Pemerintah dalam melakukan inisiasi pembentukan holding company untuk beberapa Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”). Pembentukan holding company ini merupakan salah satu pilihan dalam melaksanakan restrukturisasi BUMN dalam rangka mengoptimalisasi manajemen. Salah satu sektor yang direncanakan oleh pemerintah dalam rangka pembentukan holding company ini adalah pada sektor perumahan dan pengembangan kawasan. Dalam rencana ini, Perum Perumnas akan ditunjuk sebagai induk perusahaan dari anak perusahaan yang diantaranya terdiri dari Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Virama Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero) dan PT Bina Karya (Persero). Akan tetapi, dibalik inisiasi rencana Pemerintah dalam pembentukan holding company beberapa BUMN ini, muncul pula adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan skema pembentukan Holding Company oleh BUMN pada sektor Perumahan dan Pengembangan Kawasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta membahas mengenai apakah pembentukan Holding Company oleh BUMN pada sektor Perumahan dan Pengembangan Kawasan dapat dikecualikan sebagai perbuatan yang bertujuan menjalankan peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Skripsi ini juga akan membahas mengenai dampak-dampak yang berpotensi akan timbul dari dibentuknya Holding Company oleh BUMN pada Sektor Perumahan dan Pengembangan Kawasan.

In Indonesia, the formation of holding companies began in 1998 with the Government's plan to initiate the formation of holding companies for several State-Owned Enterprises. The purpose of establishing this holding company is as an option to implementing the restructurization of State-Owned Enterprises for their management optimization. One of the sectors planned by the government for the formation of this holding company is the Housing and Area Development Sector. In this plan, Perum Perumnas will be appointed as the holding company of the subsidiaries which include Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Virama Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero) and PT Bina Karya (Persero). However, behind the initiation of the Government's plan to establish holding companies for several State-Owned Enterprises, there were indications of violations of Law Number 5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This thesis will discuss the arrangement of the Holding Company formation scheme by State-Owned Enterprises the Housing and Area Development Sector in terms of Law Number 5 of 1999 and discuss whether the formation of Holding Companies by State-Owned Enterprises in the Housing and Area Development sectors can be exempted as an act aimed at implementing regulations based on Law Number 5 Year 1999. This thesis will also discuss the potential impacts that will arise from the establishment of a Holding Company by State-Owned Enterprises in the Housing and Area Development Sector"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latipah
"Perluasan lingkup keuangan negara berimplikasi pada sektor pemeriksaan keuangan negara, dalam hal ini terdapat inkonsistensi penerapan regulasi terhadap status hukum dari Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (AP BUMN), dimana terdapat perlakuan hukum yang menjadikan Anak Perusahaan BUMN sebagai bagian dari keuangan negara. Secara hukum keuangan publik, AP BUMN merupakan badan hukum perdata tersendiri yang berbeda karakter hukumnya dengan BUMN dan keuangan negara. Dari segi pendirian, tata kelola, regulasi, dan risiko tidak ada kesamaan antara AP BUMN dan BUMN serta keuangan negara. Ketika Anak Perusahaan BUMN menjadi bagian dari keuangan negara tentu hal ini juga berimplikasi pada sektor pemeriksaan keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan satu satunya lembaga yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara.Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yuridis normatif yang menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum primer dan kepustakaan sebagai bahan sekunder. Hasil dari tesis ini menunjukan dua temuan pertama, Badan Pemeriksa Keuangan tidak berwenang dalam memeriksa APdiata BUMN yang merupakan badan hukum perdata, hal ini dilihat dari peraturan perundangan dan konsep badan hukum. Adapun terhadap frasa “lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara” menimbulkan multitafsir, sehingga pemeriksaan yang dilakukan BPK tanpa adanya kepastian hukum merupakan tindakan melampaui wewenang sehingga pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK telah melampaui kewenangannya. Kedua, terkait standar pedoman pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dimuat dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tidak memuat terkait pemeriksaan terhadap AP BUMN

The expansion of the scope of state finances has implications for the state financial audit sector, in this case there is an inconsistency in the application of regulations to the legal status of State-Owned Enterprises (BUMN) Subsidiaries, where there is legal treatment that makes BUMN Subsidiaries part of state finances. In public finance law, BUMN Subsidiaries is a separate civil legal entity that differs in its legal character from BUMN and state finances. In terms of establishment, governance, regulation, and risk, there are no similarities between BUMN Subsidiaries and BUMN as well as state finances. When a BUMN subsidiary becomes part of the state finances, of course, this also has implications for the state financial audit sector. The Supreme Audit Agency (BPK) is the only institution authorized to determine whether or not there is a state financial loss. This thesis is prepared based on normative juridical research that uses laws and regulations as the primary source of law and literature as secondary material. The results of this thesis show the first two findings, the Supreme Audit Agency is not authorized to examine the BUMN Subsidiaries which is a civil legal entity, this can be seen from the laws and regulations and the concept of a legal entity. As for the phrase "another institution or agency that manages state finances" gives rise to multiple interpretations, so that the examination carried out by the BPK without legal certainty is an act beyond its authority so that the examination carried out by the BPK has exceeded its authority. Second, related to the standard of audit guidelines carried out by BPK, contained in the Regulation of the Indonesian Supreme Audit Agency Number 1 of 2017 does not contain related to the examination of BUMN Subsidiaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Rossy Septya Christina
"ABSTRAK
Skripsi ini merupakan analisis bentuk-bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999) dalam kasus-kasus terkait konsesi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta perspektif tentang konsesi menurut hukum persaingan usaha di Indonesia saat ini. Analisis dilakukan dengan menguraikan pandangan-pandangan berbagai pihak dalam kasus-kasus terkait konsesi BUMN dan makna pengecualian Pasal 50 huruf a dan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitaif. Hasil dari penelitian menemukan bahwa: bentuk-bentuk pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 meliputi oligopoli, tying agreement, monopoli, penguasaan pasar, persekongkolan, penyalahgunaan posisi dominan, dan jabatan rangkap; dan pengecualian menurut Pasal 50 huruf a dan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 hanyalah pengecualian terhadap kedudukan monopoli, bukan terhadap perbuatan dan/ atau perjanjian lain yang dilarang menurut UU No. 5 Tahun 1999.

ABSTRACT
This Thesis is a comprehensive analysis of the kinds of violation of Law Number 5 of 1999 on Prohibitions of Monopoly Practice and Unfair Business Competition (?Law Number 5 of 1999?) in the cases related to concession for State Owned Company which have been decided by Business Competition Supervisory Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha/ KPPU); and the perspective on concession according to Competition Law in Indonesia nowadays. The Writer elaborates the perspectives on the presumptions of violation of Law Number 5 of 1999 according to the parties in the cases related to concession for State Owned Company and the meaning of exemptions in accordance with Article 50 point a and Article 51 in Law Number 5 of 1999. This research is juridical normative with qualitative method and analysis. The results show that the kinds of violation to Law Number 5 of 1999 are oligopoly, tying agreement, monopoly, market controlling, conspiracy, abuse of dominant position, and double office; and the exemptions in accordance with Article 50 a and Article 51 in Law Number 5 of 1999 apply only to the monopoly position, not to other agreements and/ or activities prohibited by Competition Law.
"
2015
S59051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnia Nurrahma Dewi
"Skripsi ini membahas perbedaan pendapat tentang perbuatan hukum pengalihan saham yang menyatakannya sebagai privatisasi atau bukan. Secara khusus skripsi ini menjelaskan apakah makna privatisasi, baik ditinjau dari standar internasional, Inggris, Belanda, Malaysia, dan Indonesia, serta menjelaskan apakah perbuatan hukum pengalihan saham kepada PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) oleh PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk termasuk ke dalam pengertian privatisasi. Berdasarkan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perbandingan, pendekatan konseptual, dan pendekatan peraturan perundang-undangan, penulis menyimpulkan bahwa, Pertama, Di Inggris privatisasi diartikan sebagai pengalihan kepemilikan dan kontrol yang dimiliki negara kepemilikian swasta; Di Belanda privatisasi diartikan sebagai suatu proses dimana aktivitas tertentu dialihkan seluruhnya atau dikurangi keikusertaannya dari campur tangan pemerintah; Di Malaysia privatisasi diartikan sebagai pengalihan kepemilikan aset atau saham dari pemerintah kepada perusahaan swasta, dan Di Indonesia, privatisasi diartikan sebagai penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain, dalam rangka memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Kedua, Apabila ditinjau dari pengertian privatisasi menurut OECD, Inggris, Belanda, Malaysia, dan Indonesia, pengalihan saham kepada PT Inalum (Persero) tidak termasuk pengertian privatisasi karena secara ruang lingkup dan pihak yang dituju tidak terpenuhi. Namun di Indonesia pengertian privatisasi dapat menimbulkan penafsiran dapat dilakukan kepada pihak swasta. Saran berdasarkan hasil penelitian ini ialah definisi privatisasi dalam UU BUMN perlu diperjelas lagi berkaitan dengan pihak lain.

This thesis discusses differences of opinion about the legal actions of transferring shares which state it as privatization or not. In particular, this thesis explains what the meaning of privatization is, both in terms of international standards, the United Kingdom, the Netherlands, Malaysia and Indonesia, also explains whether the law of transferring shares to PT Asahan Alumunium Indonesia (Persero) by PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, and PT Aneka Tambang Tbk is included in the definition of privatization. Based on normative juridical research, using comparative approach, conceptual approach, and statutory approach, the author conclude, First, In the UK privatization is defined as transfer of ownership and control by the state (central or local government) to private owners; In the Netherlands, the term privatisation is generally used to describe a process by which certain activities are either entirely taken out of, or less directly influenced by, the public sector; In Malaysia privatization is defined as the transfer of ownership of assets or shares from the government to private companies, and in Indonesia, privatization is defined as the sale of shares of Persero, partly or wholly, to other parties, in order to shares ownership by the public. Second, if reviewed from the notion of privatization according to the OECD, United Kingdom, the Netherlands, Malaysia and Indonesia, the transfer of shares to PT Inalum (Persero) does not include into the meaning of privatization. But in Indonesia the notion of privatization can lead to interpretation can be made to the private sector. The suggestions based on the results of this study is that the definition of a privatization in the BUMN Law need to be clarified with regard to other parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ericha Utami Putri
"

Penelitian ini menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada BUMN Sektor Non-Keuangan pada periode tahun 2014 s.d. 2018. Variabel dependen penelitian adalah dividend payout ratio. Sementara variabel independen penelitian antara lain dividen periode sebelumnya, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas, likuiditas, leverage, dan tingkat pajak. Sampel penelitian merupakan 35 BUMN yang bergerak di sektor non-keuangan. Data penelitian dianalisis menggunakan metode analisis deskripstif dan regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa target dan realisasi penerimaan dari dividen BUMN secara umum meningkat dari tahun ke tahun, dengan rata-rata capaian lebih dari 100 persen. Secara keseluruhan dividend payout ratio cenderung mengalami peningkatan. Hasil pengujian terhadap data menunjukkan bahwa variabel dividen periode sebelumnya dan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen. Variabel pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Variabel profitabilitas, likuiditas, leverage, dan tingkat pajak berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen.

 


This study analyzes the factors that influence dividend policy in Non-Financial Sector SOEs for the period 2014 to 2018. The dependent variable is the dividend payout ratio. While the independent variables are previous dividend, firm size, firm growth, profitability, liquidity, leverage, and tax rate. The research sample is 35 SOEs from non-financial sector. The research data were analyzed using descriptive analysis methods and panel data regression. The results show that the target and revenue realization from SOEs’ dividends generally increased from year to year, with an average realization more than 100 percent. Overall, the dividend payout ratio tends to increase. Test results on the data indicate that the previous dividend and firm size have a significant positive effect on dividend policy. The firm growth variable has no significant negative effect on dividend policy. Variable profitability, liquidity, leverage, and tax rates have no significant positive effect on dividend policy.

 

 

"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Harini
"Di Indonesia, industry minyak dan gas bumi merupakan industry strategis yang mendapatkan pengecualian dalam melakukan monopoli. Hal tersebut diatur dalam Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Permasalahan timbul, ketika terdapat ketidakselarasan dalam beberapa aturan dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta beberapa Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara. Sehingga, hal ini mengakibatkan PT. Pertamina Persero selaku Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam industry minyak dan gas bumi sering melakukan pelanggaran di bidang persaingan usaha.
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bersifat preskriptif, meliputi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dan beberapa peraturan lainnya, seperti Peraturan Kementrian BUMN, dan pedoman dari Komisi Pengawas Persaingan Indonesia.
Monopoli dalam sektor Minyak dan Gas Bumi mendapat pengecualian menurut Pasal 51 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena sektor minyak dan gas bumi merupakan sektor strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimana hal tersebut juga memiliki kaitan erat dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam mekanisme kegiatan minyak dan gas bumi yang membutuhkan investasi dalam bidang infrastruktur dan teknologi diadakan kegiatan pengadaan barang dan jasa dimana dalam kegiatan tersebut tidak mendapat pengecualian dalam Pasal 51. Sehingga sebaiknya dalam diperlukan pengaturan yang jelas sektor apa saja yang mendapat pengecualian di Pasal 51 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan aturan yang pasti dalam mekanisme bisnis minyak dan gas bumi.

In Indonesia, oil and gas industry is a strategic industry that get an exception in a monopoly. It is stipulated in Article 51 of Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Problems arise when there are inconsistencies in the rules in the Act No. 19 of 2003 on State Owned Enterprises, and Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas, as well as some of the Regulation of the Minister of State Owned Enterprises. Thus, this resulted in PT. Pertamina Persero as the State Owned Enterprises engaged in the oil and gas industry often committed violations in the field of business competition.
The method used in this research is normative juridical prescriptive, covering Act No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, Act No. 19 of 2003 on State Ownd Enterprises, Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas, and some other regulation, such as Regulation of the Ministry of State Owned Enterprises, and the guidelines of the Competition Supervisory Commission Indonesia.
Monopoly in the Oil and Gas have an exemption pursuant to Article 51 of Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition for the oil and gas sector is a strategic sector that concerns the lives of many people, where it is also closely linked with Article 33 of the Constitution of 1945. In the mechanism of oil and gas activities which require investments in infrastructure and technology held procurement of goods and services in which the event does not have an exemption under Article 51. Thus, should the need for clear regulations what sectors have an exemption in Article 51 of Law No. 5, 1999 and definite rules in the mechanism of the oil and gas business
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Farhan
"Tesis ini membahas untuk memahami bagaimana penerapan konsesi pada area pelabuhan bagi BUMN sektor kepelabuhanan, baik terhadap kegiatan pengusahaan sebelum maupun setelah berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, guna selanjutnya menganalisis secara yuridis atas akibat hukum dari pelaksanaan rencana Restrukturisasi BUMN sektor Kepelabuhanan terhadap pemberlakuan Konsesi Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang telah diusahakannya sebelum berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Penelitian ini juga membahas mengenai alternatif skema rencana Restrukturisasi yang memungkinkan bagi BUMN Kepelabuhan beserta langkah-langkah persiapan dan akibat hukum yang berpotensi timbul atas masing-masing skema tersebut. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif yang mengacu dan bersumber pada hukum positif tertulis di Indonesia, dengan tipe penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitis. Hasil penelitian menyarankan bahwa terhadap rencana Restrukturisasi BUMN Kepelabuhanan, Pemerintah diharapkan dapat secara konsisten menjalankan asas kepastian hukum tersebut kepada BUMN Kepelabuhanan tersebut dengan tetap memberikan hak menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di Pelabuhan yang telah diselenggarakan sebelum berlakunya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan juga kewenangan untuk tetap memperoleh Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah, dengan cara mengeluarkan kebijakan khusus pemberian perlakuan yang sama dengan BUMN kepada PT Pelindo I, II, III dan IV (Persero) melalui Peraturan Pemerintah.

This thesis analyzes to understand how the application of concessions in the port area for BUMN in the port sector, both for business activities before and after the enactment of Law Number 17 of 2008 concerning Shipping, in order to further juridically analyze the legal consequences of the implementation of the port sector BUMN Restructuring plan against Port Concessions in Ports that have been attempted before the enactment of Law Number 17 of 2008 concerning Shipping. This study also analyzes the alternative schemes of a possible restructuring plan for port SOEs along with preparatory steps and legal consequences that could potentially arise for each of these schemes. This research is juridical-normative research which refers to and is based on written positive law in Indonesia, with the type of research that will be used in this research is descriptive-analytical research. The results of the study suggest that with regard to the Port Restructuring BUMN plan, the Government is expected to be able to consistently carry out the principle of legal certainty to the Port State-Owned Enterprise (BUMN) by providing the right to carry out business activities in the Port that was held before the enactment of Law No. 17 of 2008 concerning Shipping and also the authority to continue obtaining Hak Pengelolaan (HPL) on land, by issuing a special policy for providing equal treatment with SOEs to PT Pelindo I, II, III and IV (Persero), through the issuance of Government Regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>