Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rijal Alaydrus
"Hipertrofi ventrikel kanan (HVKa) pada tetralogy fallot (TF) merupakan suatu respon adaptif akibat dari peningkatan tekanan di ventrikel kanan (VKa) dan hipoksia. HVKa yang berat vektor jantung akan mengarah ke kanan-posterior dapat menyebabkan gelombang S yang dalam di sadapan V6. Sementara itu pasien TF yang lama tidak dikoreksi akan mengalami paparan tekanan berlebih dan sianosis yang lebih lama juga, yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan di tingkat seluler kardiomiosit yang pada akhirnya menyebabkan disfungsi VKa, dan sindrom curah jantung rendah (SCJR). Walaupun angka kesintasan pasca operasi baik, tapi perburukan SCJR dapat mengakibatkan kematian. Saat ini belum jelas bagaimana hubungan antara gelombang S di V6 dengan luaran total koreksi TF khususnya kejadian SCJR.
Metode: Penelitian dengan metode potong lintang. Subyek penelitian adalah TF yang menjalani total koreksi selama tahun 2013 sebanyak 150 pasien, 35 diantaranya dikeluarkan dari penelitian karena tidak memenuhi kriteri inklusi. Subyek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok subyek dengan temuan kriteria S di V6 dan subyek yang untuk melihat hubungan temuan kriteria tersebut dengan variabel dasar. Kemudian dilakukan analisis bifariat terhadap kejadian SCJR, variabel dengan nilai p < 0.25 di masukkan dalam analisa multivariat. Nilai p< 0.05 dianggap bermakna.
Hasil: Usia yang lebih muda, saturasi dan hematokrit yang lebih tinggi ditemukan pada kelompok subyek memenuhi kriteria gelombang S di V6. Kemudian, usia yag lebih muda, saturasi yang tinggi, kriteria gelombang R di aVR, kriteria gelombang S di I dan kriteria gelombang S di V6 berhubungan dengan kejadian SCJR. Analisis multivariat kriteria gelombang S di V6 berhubungan dengan kejadian SCJR dengan OR 3.2, interval kepercayaan 95% 1.2 - 8.5 dan nilai p=0.02.
Kesimpulan: Kriteria EKG gelombang S di sadapan V6 untuk diagnosis HVKa berhubungan dengan kejadian SCJR pasca total koreksi pasien TF.

Tetralogy of Fallot (TOF) is a common cyanotic congenital heart disease. Right ventricular hypertrophy (RVH) is an adaptive response due to pressure overload and hypoxia in right ventricle (RV); it can be manifested as tall R wave in right precordial leads. This is due to changing direction of cardiac-vector to right In severe RVH, the cardiac vector rotated to right posterior causing deep S wave in V6. Uncorrected TF will expossed to prolong pressure overload and hypoxia, it can caused changes in cardiomyocite that can leads to RV dysfunction, low cardiac output syndrom (LCOS), and arrhythmias. Although the post operation survival rate was quite good, but worsening LCOS could increase mortality. In present time, the association between S wave in V6 and postoperative TOF outcomes, especially LCOS, has not been explained.
Methods: This is a cross sectional study. 150 TOF patients underwent total correction in 2013 included in this study. 35 patients who didn?t meet the inclusion criteria were excluded. Subjects divided in 2 groups: (1) patients who meets S in V6 criteria, and (2) control subjects as baseline characteristic. Bivariate analysis was done for incidence of LCOS, the variable with P<0.25 included in multivariate analysis. The significant value was p<0.5.
Results: Multivariate analysis showed S wave in V6 correlated with the incidence of LCOS with odds ratio 3.2, CI 95% (1.2-8.5), p=0.02.
Conclusion: The ECG findings S wave in V6 leads to diagnose RVH correlated with incidence of LCOS in post total correction TOF. An S wave criterion in V6 of RVH patients? OR was 3.2 to predicts LCOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaini Azwan
"Tujuan : Koreksi transatrial-transpulmonary tanpa transannular patch (TA-TP tanpa TAP) memiliki keuntungan berupa preservasi annulus katup pulmonal dan fungsi ventrikel kanan, Namun sering terjadi gradien RV-PA dan pRV/LV ratio yang masih tinggi sehingga terjadi low cardiac output syndrome (LCOS). Penelitian ini bertujuan untuk mencari batasan gradien RV-PA dan pRV/LV ratio yang merupakan nilai prediktif terbaik terhadap kejadian LCOS pascakoreksi tetralogi Fallot TA-TP tanpa TAP.
Metode : Pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013, sebanyak 30 pasien TF menjalani koreksi TF TA-TP tanpa TAP (mean usia 8,37±7,90 tahun). Dilakukan pengukuran gradien RV-PA dan pRV/LV ratio intraoperatif dan postoperatif di ICU. Evaluasi kejadian LCOS dilakukan selama perawatan di ICU. Sebelum pasien pulang, dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk menilai gradien RV-PA, fungsi ventrikel kanan, defek septum ventrikel residual, derajat regurgitasi katup pulmonal dan katup trikuspid.
Hasil : Sebanyak 30 (100%) subjek penelitian memiliki z-value ≥ -1, menjalani koreksi TF TA-TP tanpa TAP. Mean gradien RV-PA intraoperatif adalah 21,13±10,60 mm Hg dan mean pRV/LV ratio intraoperatif adalah 0,53±0,14. Mean gradien RV-PA di ICU adalah 20,83±7,10 mmHg dan mean pRV/LV ratio di ICU adalah 0,49±0,10. Tidak terjadi LCOS pada 30 (100%) subjek penelitian sehingga tidak dapat dilakukan analisis untuk mencari batasan nilai gradien RV-PA dan pRV/LV ratio sebagai nilai prediktif terbaik terhadap kejadian LCOS pascakoreksi TF TA-TP tanpa TAP. Mean gradien RV-PA sebelum subjek penelitian rawat jalan adalah 23,47±6,95 mmHg. Regurgitasi katup pulmonal ringan pada 15 (50%) subjek penelitian dan regurgitasi katup trikuspid trivialmild pada 16 (53%) subjek penelitian. Disfungsi ventrikel kanan ringan 3 (10%), sedang 20 (67%) dan berat pada 7 (23%) subjek penelitian. Mean TAPSE postoperatif adalah 1,03±0,19. DSV residual tidak dijumpai, aritmia tidak dijumpai, reoperasi dan mortalitas tidak ada.
Simpulan : Koreksi TF TA-TP tanpa TAP memberikan hasil operasi dini yang baik pada pasien TF dengan z-value katup pulmonal ≥ -1, pRV/LV ratio < 0,5 dan gradien RV-PA < 25 mmHg pascakoreksi.

Objective : The benefits of the transatrial-transpulmonary (TA-TP) without transannular patch (TAP) correction of tetralogy of Fallot (TOF) are preservation of pulmonary valve annulus and right ventricular function. However, TA-TP without TAP correction of TOF had a higher incidence of low cardiac output syndrome (LCOS) because of the high right ventricle and pulmonary artery (RV-PA) pressure gradient and right ventricle and left ventricle pressure (pRV/LV) ratio. The purpose of this study were to analyze the cut off value of RV-PA pressure gradient dan pRV/LV ratio as the best predictor value for postoperative LCOS in TA-TP without TAP correction of TOF.
Methods : Between Oktober 2012 and Maret 2013, 30 patients with TOF underwent TATP without TAP correction (mean age 8,37±7,90 years, range 1-27 years). At the end of correction, all patients underwent intraoperative direct measurement of RV-PA pressure gradient and pRV/LV ratio. The patients were evaluated for postoperative LCOS at the Intensive Care Unit (ICU). All the patients underwent echocardiographic examination before hospital discharge. This included investigation of the presence RV-PA pressure gradien, RV function, residual VSD, pulmonary and tricuspid valve insufficiency.
Results : Thirty patients with pulmonary valve annulus z-value ≥ -1, underwent TA-TP without TAP correction of TOF. Mean intraoperative RV-PA pressure gradient was 21,13±10,60 mmHg and mean intraoperative pRV/LV ratio was 0,53±0,14. Mean RV-PA pressure gradient measured 24 hours after correction at the ICU was 20,83±7,10 mmHg and mean pRV/LV ratio measured at 24 hours after correction at the ICU was 0,49±0,10. No patient had LCOS, we could not analyze the cut off value of RV-PA pressure gradient and pRV/LV ratio as the best predictor value for postoperative LCOS in this study. No patient had residual VSD. Mean RV-PA pressure gradient before hospital discharge was 23,47±6,95 mmHg. Fifteen (50%) patients had mild pulmonary valve insufficiency and 16 (53%) patients had trivial-mild tricuspid valve insufficiency. Three (10%) patients had mild RV dysfunction. Postoperative mean TAPSE was 1,03±0,19. No patient had arrhythmia, reoperation and mortality in this study.
Conclusions : The TA-TP without TAP correction of TOF was applied successfully in 30 patients with pulmonary valve annulus z-value ≥ -1, post-correction RV-PA pressure gradient < 25 mmHg and pRV/LV ratio < 0,5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putria Rayani Apandi
"Latar Belakang: Regurgitasi pulmoner berat pasca-bedah korektif TF berdampak sebagai beban berlebih pada ventrikel kanan dan akan mempengaruhi ukuran dan fungsinya.
Tujuan: Mengetahui faktor yang berperan terhadap regurgitasi pulmoner berat pasca-bedah korektif TF dan dampaknya pada ventrikel kanan.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang di Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada pada April-Mei 2019. Kriteria inklusi adalah pasien TF yang menjalani koreksi TF dalam 5 tahun terakhir. Data demografi dan kuantitatif ekokardiografi diambil dengan pemeriksaan ekokardiografi. Analisis bivariat faktor risiko regurgitasi pulmoner berat yang bermakna dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik multipel. Hasil analisis multivariat dilaporkan sebagai odds ratio (OR).
Hasil: Terdapat 50 pasien yang sesuai kriteria inklusi. Sebanyak 22 pasien (44%) mengalami regurgitasi pulmoner berat dan 28 pasien (56%) mengalami regurgitasi pulmoner ringan sedang. Analisis multivariat regresi logistik menunjukkan indeks Nakata > 250 mm2/m2bermakna menimbulkan 15,1 kali risiko untuk menjadi regurgitasi pulmoner berat [OR 15,1 (IK 95% 3,1-72,6), p=0,001]. Analisis bivariat untuk ukuran dan fungsi ventrikel kanan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok.
Simpulan: Indeks Nakata > 250 mm2/m2berisiko terjadi regurgitasi pulmoner berat pada pasca- bedah korektif TF. Pada pemantauan 4 tahun, belum ada dampak dilatasi dan penurunan fungsi ventrikel kanan

Background: Repaired tetralogy of Fallot (TF) result pulmonary regurgitation. Impact of severe pulmonary regurgitation were right ventricular (RV) volume overload predisposing dilatation and dysfunction of RV. Diameter pulmonary artery, McGoon ratio, Nakata index pre-operation, surgery technique can contribute to severe pulmonary regurgitation in the absence of an effective valve.
Objective: The aim of this study was to identify predictors of severe pulmonary regurgitation and the impact to the RV.
Methods: A cross sectional study of repaired TF in children at the integrated cardiovascular services (PJT) Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta from April-Mei 2019. The inclusion criteria included children underwent repaired TF in the last 5 years after minimal 6 months post repaired TF. Demographic data and echocardiography data were collected. Logistic regression analysis were used to identify the predictor for severe pulmonary regurgitation.
Results: A total of 50 patients were enrolled to the study. There were 22 children (46%) with severe pulmonary regurgitation and 28 children (56%) with mild-moderate pulmonary regurgitation. Logistic regression analysis showed Nakata index showed Nakata index > 250 mm2/m215,1 times greater risk for severe pulmonary regurgitation [OR 15,1 (CI 95% 3,1-72,6), p=0,001]. Bivariate analysis for RV size and function showed no significant difference between the group.
Conclusions: Nakata index > 250 mm2/m2was predictor for severe pulmonary regurgitation after TF repair. RV size and function showed no abnormality in 5 years follow up after TF repair.
"
2019: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Veny Kartika Yantie
"Latar Belakang: Saat ini masih terdapat perdebatan mengenai usia terbaik untuk dilakukan koreksi total pada tetralogi Fallot (TF). Koreksi lebih dini mempunyai keuntungan serta kerugian. Koreksi total TF saat usia yang terlambat dapat mengakibatkan disfungsi ventrikel kanan dan terkadang disfungsi ventrikel kiri. Parameter disfungsi ventrikel yaitu TAPSE, MPI, franksi ejeksi.
Tujuan: Untuk mengevaluasi durasi QRS, TAPSE, dan lama rawat ICU pasien TF yang dilakukan koreksi total ≤ 3 tahun lebih panjang dibandingkan koreksi total pada usia > 3 tahun.
Metode: Studi kohort retrospektif pada subjek pasien anak dan dewasa yang menjalani koreksi total, minimum pemantauan 6 bulan pasca-koreksi total. Analisis data menggunakan Mann Whitney U Test serta uji Chi square.
Hasil: Sebanyak 358 pasien TF telah menjalani koreksi total sejak 1 januari 2007 sampai 31 Juni 2013 dan sebanyak 52 subjek (18 subjek pada usia koreksi < 3 tahun dan 34 subjek dengan usia koreksi > 3 tahun) dengan median rentang lama pemantauan 24,5 dan 30 bulan. Rentang usia pada kelompok koreksi ≤ 3 tahun 1,8 (0,7-3) tahun dan kelompok koreksi > 3 tahun 5,2 (3,1-25,5) tahun. Rerata waktu PJP 79,1 (27,5) menit dibanding 78,8 (28,7) menit dan rerata aortic cross clamp 35,6 (13,2) dibanding 34,7 (19,1) menit tidak bermakna pada kedua kelompok. Penggunaan ventilator dengan median 1 hari, penggunaan chest tube dengan median 3 hari, lama penggunaan inotropik dengan median 2 hari tidak berbeda pada kedua kelompok. Terdapat abnormalistas rerata pengukuran RVMPI dan LVMPI pada kedua kelompok. Sebagian besar terdapat gangguan irama berupa complete RBBB, dan sekitar 50% didapatkan regurgitasi tricuspid. Residual stenosis pulmonal didapatkan pada 3/34 dan residual DSV pada 2/34 subjek pada koreksi > 3 tahun. Median lama rawat ICU [2 (1-9) hari dibanding 1,5 (1-46) hari, p=0,016] serta median durasi QRS [118 (78-140) ms dibanding 136 (80-190) ms, p=0,039] berbeda bermakna pada kedua kelompok, sedangkan tidak terdapat hubungan antara TAPSE dengan usia koreksi dengan RR 0,85; IK 95% 0,26-2,79 p=0,798.
Simpulan: Pasien TF yang dilakukan koreksi total ≤ 3 tahun memiliki durasi QRS lebih pendek, TAPSE yang tidak lebih baik dibandingkan dengan koreksi > 3 tahun, dan waktu rawat ICU lebih panjang.

Background: Timing for correction in patients with tetralogy of Fallot (TF) is controversial. Repair at < 3 years old shows good myocardial performance. Late repair can shows prolonged QRS duration, ventricular dysfunction with parameters myocardial performance index (MPI) and TAPSE, but longer intensive care unit (ICU) stays.
Aims: To evaluate QRS duration, right ventricle function measured by TAPSE, ICU length of stays (LOS) of patients after correction TF which is repaired in age ≤ 3 versus > 3 years old.
Methods: Cohort retrospective study was performed in children and adults who were underwent correction with minimal follow up was 6 months. The TAPSE and QRS duration was evaluated during follow up. We compared using Mann Whitney U test and Chi square test analyses.
Results: Among 358 children recruited, there were 52 subject completed the study, 18 in correction age ≤ 3 years old group and 34 at age > 3 years old group who underwent total correction since January 2007 – June 2013. Age when underwent total correction ranging from 7 months – 25 years old, with follow up data was took at 24-30 months after discharge. There were abnormalities at right ventricle and left ventricle MPI, but weren’t different between groups. There were a significant difference between ICU LOS [2 (1-9) days vs. 1.5 (1-46) days p=0.016] and QRS durations [118 (78-140) ms vs 136 (80-190) ms, p=0.039]. Aged repaired didn’t increase risk of having abnormality TAPSE (RR 0.85; 95% CI 0.26-2.79; p = 0.798).
Conclusion: TF total correction at ≤ 3 years old has shorter QRSdurations at follow up and longer ICU LOS. Correction at > 3 years old didn’t proven as a risk to have abnormality TAPSE.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yuda Herdanto
"Prevalensi aritmia ventrikel maligna pasca koreksi Tetralogi Fallot (TOF) masih tinggi. Deteksi dini aritmia pasca operasi dilakukan dengan perekaman holter EKG. Modalitas ini tidak tersedia luas di seluruh pelayanan kesehatan. Perlu adanya studi yang menilai hubungan antara fragmentasi QRS berat yang dinilai dengan menggunakan EKG 12 sadapan dengan kejadian aritmia ventrikel pasca koreksi TOF. Studi observasional (potong lintang) pada 59 pasien pasca koreksi TOF >1 tahun dari waktu operasi. Dilakukan pemeriksaan EKG  12 sadapan untuk menilai derajat fragmentasi QRS dan dinilai hubungannya dengan temuan aritmia ventrikel berpotensi maligna dari holter EKG 24 jam. Fragmentasi QRS pada penelitian ini diklasifikasikan sebagai berat (fragmentasi >5 sadapan) dan tanpa fragmentasi berat (0–5 sadapan).  Sebesar  37,3% pasien menjalani operasi koreksi TOF  pada usia >3 tahun. Terdapat 89,8% subyek dengan fragmentasi QRS, dan 57,6% diantaranya dengan fragmentasi QRS berat. Kejadian aritmia ventrikel berpotensi maligna ditemukan pada 40,7% subyek, dan 45,8% diantaranya tidak mempunyai keluhan. Berdasarkan analisis multivariat, fragmentasi QRS derajat berat (OR 8,6[95% IK1,9 – 39,5]) dan interval operasi >7 tahun (OR 8,9[95% IK2,2 – 35,9]) merupakan faktor independen aritmia ventrikel (p<0,05). Terdapat hubungan antara derajat fragmentasi QRS berat dengan kejadian aritmia ventrikel berpotensi maligna, dengan besar risiko delapan kali dibanding pasien tanpa fragmentasi QRS berat.

The prevalence of malignant ventricular arrhythmias after Tetralogy of Fallot (TOF) repair is high. Through ECG holter monitoring, early detection for post-operative arrhythmia can be achieved. Unfortunately, this modality is not widely available. Further study is necessary to evaluate the association between severe QRS fragmentation from 12-leads ECG and incidence of ventricular arrhythmias after TOF repair. This cross-sectional study was done in 59 repaired TOF patients >1 year from time of surgery. QRS fragmentation was defined as notches in QRS complex and classified as severe QRS fragmentation (>5 leads) and none-to-moderate QRS fragmentation (0 – 5 leads). Mean age of 193 + 151 months, 37.3% of patients underwent surgery > 3 years of age. QRS fragmentation was found in 89.8% of subjects, and 57.6% presented with severe QRS fragmentation. The incidence of potentially malignant ventricular arrhythmias was 40.7%, but 45.8% were asymptomatic. On multivariate analysis, severe QRS fragmentation (OR 8,6[95% CI1,9 – 39,5]) and over than 7 years of operating intervals (OR 8,9[95% CI2,2 – 35,9]) were found as independent factors for ventricular arrhythmia occurrence (p <0.05). There is an association between severe QRS fragmentation and incidence of potentially malignant ventricular arrhythmias, with eight times greater risk in patients with none-to-moderate QRS fragmentation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Putri Amalia
"Latar Belakang: Tetralogy of Fallot (ToF) merupakan kombinasi khas dari VSD, overriding aorta, pulmonary stenosis, dan hipertrofi ventrikel kanan. Operasi total koreksi adalah cara untuk memperbaiki kelainan dengan membuka jantung, tujuan utama total koreksi untuk menutup VSD dan mengoreksi aliran keluar ventrikel kanan dari obstruksi. Kompleksnya permasalahan yang timbul postoperasi bedah jantung khususnya post total koreksi dengan kejadian komplikasi efusi pleura, dengan anak yang harus dipasang atau sudah terpasang chest tube maka peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diharapkan memperhatikan status pernapasan.
Jenis penelitian: yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan case control dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian efusi pleura pada pasien anak dengan ToF post operasi total koreksi. Cara pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yang diambil dari data sekunder berupa rekam medis, lembar observasi pasien selama perawatan, dan data penunjang (Echo dan Xray). Subyek penelitian ini adalah 134 pasien anak dengan ToF di Rumah Sakit Jantung Jakarta periode Januari 2019 sampai Juli 2022.
Hasil: Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor preoperasi (usia saat operasi, saturasi preoperasi, dan berat badan saat operasi), faktor-faktor intraopersi (durasi CPB dan varian) dan faktor postoperasi (Kejadian infeksi), terdapat hubungan yang signifikan antara faktor postoperasi (lama ventilasi mekanik) dengan kejadian efusi pleura pada pasien anak dengan ToF post operasi total koreksi.
Simpulan: dari penelitian ini uji statistik menunjukkan kejadian infeksi tidak signifikan terhadap kejadian efusi pleura, sebaiknya dapat juga dilakukan pengkajian mengenai faktor infeksi preoperasi untuk melihat hubungannya dengan kejadian efusi pleura.

Background: Tetralogy of Fallot (ToF) is a typical combination of VSD, overriding aorta, pulmonary stenosis, and right ventricular hypertrophy. Total correction surgery is a way to correct the abnormality by opening the heart, the main goal of total correction is to close the VSD and correct the right ventricular outflow obstruction. The complexity of the problems that arise after cardiac surgery, especially post total correction with the incidence of complications of pleural effusion, with children who must be installed or have chest tubes installed, the role of nurses in providing nursing care is expected to pay attention to respiratory status. Type of study: the analytic observational used with a case control design with the aim of identifying the factors that contribute to the occurrence of pleural effusion in pediatric patients with ToF post total surgery correction. The method of data collection was carried out retrospectively taken from secondary data in the form of medical records, patient observation sheets during treatment, and supporting data (Echo and Xray). The subjects of this study were 134 pediatric patients with ToF at the Jakarta Heart Hospital for the period January 2019 to July 2022.
Results: There was no significant relationship between preoperative factors (age at surgery, preoperative saturation, and weight at surgery), factors Intraoperative factors (CPB duration and variants) and postoperative factors (incidence of infection), there is a significant relationship between postoperative factors (time of mechanical ventilation) and the incidence of pleural effusion in pediatric patients with total postoperative ToF correction.
Conclusion: from this study statistical tests showed that the incidence of infection was not significant for the incidence of pleural effusion, it is advisable to assess preoperative infection factors to see the relationship with the incidence of pleural effusion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chessa, Massimo, editor
"Tetralogy of fallot is the most common form of cyanotic congenital heart disease, and one of the first to be successfully repaired by congenital heart surgeons. Although “fixed”, patients born with tetralogy of fallot cannot be considered “cured”. Improving survival and quality of life for this ever-increasing adult population will continue to challenge the current and future generations of cardiologists.
Adult patients with tetralogy of fallot should be seen by a cardiologist specializing in the care of adults with congenital heart disease, to be monitored for late complications. They need to be checked regularly for any subsequent complications or disturbances of heart rhythm.
This monograph is intended as both an introduction to the subject and a timely, comprehensive review, and will be welcomed by adult cardiologists, pediatric cardiologists, internists, surgeons, obstetricians, and intensivists who wish to learn about the most recent discoveries and advances concerning tetralogy of Fallot in adults. It will also be of interest to advanced undergraduates wanting to learn more about the subject.
"
Milan: Springer, 2012
e20425922
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Gunardi
"ABSTRAK
Penyakit jantung bawaan asianotik yang merupakan sebagian besar dari penyakit jantung bawaan memerlukan operasi bedah jantung terbuka untuk memperbaiki kelainannya. Sindrom curah jantung rendah masih merupakan masalah yang dihadapi pada pasien pediatrik pascabedah jantung terbuka. Deteksi sindrom curah jantung rendah yang ada sekarang menggunakan kriteria klinis dan indikator laboratorik masih belum dirasa cukup, yang terbukti dengan masih adanya angka morbiditas dan mortalitas. Peranan penanda biologis NT-proBNP telah berkembang di gagal jantung dewasa diharapkan dapat digunakan untuk dapat mendeteksi sindrom curah jantung rendah pada pediatrik.
Penelitian cross sectional observasional dengan jumlah 38 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang menjalani operasi jantung bawaan asianotik bulan Oktober-November 2018 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data prabedah, intrabedah dan pascabedah termasuk kejadian sindrom curah jantung rendah dicatat. Kadar NT-proBNP akan diambil prabedah, 4 jam, 24 jam dan 72 jam pascabedah. Analisis data menggunakan uji Mann-Whitney.
Kadar NT-proBNP prabedah, 4 jam pascabedah dan 24 jam pascabedah berbeda bermakna dengan kejadian sindrom curah jantung rendah (nilai p <0,05). Kadar NT-proBNP prabedah memiliki perbedaan rerata lebih rendah dibandingkan dengan kadar NT-proBNP 4 jam pascabedah yang juga lebih rendah dibandingkan kadar NT-proBNP 24 jam pascabedah dan hal ini berbeda bermakna (p <0,001). Sedangkan kadar NT-proBNP 72 jam pascabedah memiliki rerata lebih rendah dibandingkan dengan kadar NT-proBNP 24 jam pascabedah yang juga berbeda bermakna (p <0,001). Analisis kadar NT-proBNP dengan variabel lainnya mendapatkan hasil berbeda bermakna dengan variabel usia, jenis kelamin, berat badan, diagnosis PJB, durasi ventilasi mekanik dan durasi ICU.
Kadar NT-proBNP berhubungan dengan kejadian sindrom curah jantung rendah. Kadar NT-proBNP yang tinggi menunjukkan adanya kejadian sindrom curah jantung rendah (pada kadar NT-proBNP prabedah, 4 jam dan 24 jam pascabedah).

ABSTRACT"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aswin Nugraha
"Peran NT-proBNP sebagai penanda biologis untuk mengetahui terjadinya sindrom curah jantung rendah pada pasien pediatrik dengan penyakit jantung bawaan sianotik pascabedah jantung terbuka belumlah diketahui. NT-proBNP diharapkan dapat menjadi penanda sindrom curah jantung rendah sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penelitian cross sectional ini melibatkan 40 pasien pediatrik dengan penyakit jantung bawaan sianotik yang menjalani pembedahan jantung terbuka di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, selama bulan Maret 2019-April 2019. Terdapat perbedaan bermakna antara kadar NT-proBNP prabedah, 4 jam pascabedah, 24 jam pascabedah dan 72 jam pascabedah terhadap kejadian sindrom curah jantung rendah (p<0,001). Kadar NT-proBNP tertinggi pada 24 jam pasca bedah dengan perbedaan bermakna terhadap kadar NT-proBNP prabedah (p<0,001), 4 jam pascabedah dan 72 jam pascabedah (p<0,001). Diperoleh pula variabel lain yang berhubungan secara bermakna dengan NT-proBNP yaitu usia, berat badan, jenis penyakit jantung bawaan sianotik, lama aortic cross clamp, lama cardiopulmonary bypass, lama ventilasi mekanik dan lama rawat PICU. Dapat disimpulkan bahwa kadar NT-proBNP yang tinggi sebagai penanda kejadian sindrom curah jantung rendah.

The role of NT-proBNP as a biological marker to determined the occurrence of low cardiac output syndromes in pediatric patients with cyanotic congenital heart disease after open heart surgery was unknown. NT-proBNP was expected to be a marker of low cardiac output syndrome so that it can reduce morbidity and mortality. This cross-sectional study involved 40 pediatric patients with cyanotic congenital heart disease who underwent open heart surgery at National Cardiovascular Centre Harapan Kita, during March 2019-April 2019. There were significant differences between pre-operative levels of NT-proBNP, 4 hours postoperatively, 24 hours postoperatively and 72 hours postoperatively with the incidence of low cardiac output syndrome (p <0.001). The highest NT-proBNP level was 24 hours postoperatively with a significant difference in preoperative levels of NT-proBNP (p <0.001), 4 hours postoperatively and 72 hours postoperatively (p <0.001). Other variables that were significantly associated with NT-proBNP were age, body weight, type of cyanotic congenital heart disease, duration of aortic cross clamp, duration of cardiopulmonary bypass, duration of mechanical ventilation and length of stay of PICU. It can be concluded that high NT-proBNP level as a marker of low cardiac output syndrome."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reby Kusumajaya
"Latar belakang. Penyakit jantung bawaan PJB merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada anak dibandingkan dengan kelainan kongenital lainnya. Upaya memperbaiki struktur anatomi PJB mengharuskan dilakukannya bedah jantung korektif. Di balik perkembangan pintas jantung paru dan tata laksana pasca-bedah, sindrom curah jantung rendah low cardiac output syndrome, LCOS masih menjadi komplikasi mayor, sehingga diperlukan parameter untuk membantu diagnosis LCOS secara dini. Kadar laktat, gap pCO2 dan SvO2 dilaporkan berkorelasi terhadap penurunan curah jantung, morbiditas dan mortalitas pasca-bedah jantung.
Tujuan. Mengetahui peran kadar laktat, gap pCO2 arteri-vena dan SvO2 dalam deteksi dini sindrom curah jantung rendah pasca-bedah jantung terbuka pada anak.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dilaksanakan dari 1 Agustus hingga 30 Oktober 2017 di ICU Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Subyek adalah pasien anak yang menjalani bedah jantung terbuka. Pasca-bedah saat perawatan di ICU pasien dimonitor waktu terjadinya tanda-tanda klinis sindrom curah jantung rendah, serta dilakukan pemeriksaan kadar laktat, gap pCO2 dan SvO2 pada 15 menit, 4 jam dan 8 jam pasca-bedah. Analisis perbedaaan dilakukan menggunakan uji indepent T-test dan alternatifnya Mann-Whitney dengan nilai kemaknaan P

Background. Congenital heart disease CHD is the most common congenital disorder in children compared with other congenital abnormalities. To fix CHD requires corrective cardiac surgery. Behind the development of cardiopulmonary bypass surgery and post surgical intensive care, low cardiac output syndrome LCOS still become a major complication that require parameter to diagnose LCOS early lactate level, pCO2 gap and SvO2 were reported have correlation with decreasing of cardiac output, morbidity and post cardiac surgery mortality.
Objective. To find out the role of lactate levels, pCO2 gap arterial vein and SvO2 in early detection of low cardiac output syndrome in post open heart surgery in children.
Method. This study used a prospective cohort design. From 1 August until 30 October 2017 in ICU of Integrated Cardiac Centre Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Subjects were pediatric patients who underwent cardiac surgery. Post surgery procedure the patient's was monitored in ICU for clinical signs of low cardiac output syndrome and examined for lactate levels, gap pCO2 and SvO2 at 15 minutes, 4 hours and 8 hours. The difference analysis was performed using indepent T test and Mann Whitney as alternative with significance value P
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>