Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167625 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisda Feby Susanto
"Perkembangan ekonomi yang sangat pesat membuat kepastian hukum untuk lembaga-lembaga keuangan sangatlah diperlukan untuk menjamin kembalinya hak yang dimilikinya. Hal tersebut mengaikbatkan diperlukannya jaminan untuk memperkuat kepastian hukum yang dimiliki oleh pemegang jaminan untuk didahulukan apabila si pemberi jaminan cidera janji atau wanprestsasi. Namun pada kenyataannya banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan pemegang jaminan tersebut kehilangan jaminannya tersebut. Salah satu diantaranya hapusnya Hak Tanggungan yang dimiliki oleh pemegang hak tanggungan diakibatkan itikad buruk dari pemberi hak tanggungan. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum lebih lanjut agar terjaminnya perlindungan dan kedudukan kreditur dalam pemberian jaminan.
Dalam Tesis ini mengangkat mengenai putusan Makhamah agung Republik Indonesia Nomor 396/K/Pdt/2009 mengenai pembebasan Tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan yang membuat kerugian bagi pihak pemegang hak tanggungan. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelittian kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder. Penulisan tesis ini membahas mengenai perlindungan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan atas pembebasan tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit dan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan untuk bisa mendapatkan haknya sebagai pemegang hak tanggungan.

The rapid economic growth requires the legal certainty for financial institutions to guarantee the return of the owned rights. Therefore, warranty is necessary to strengthen the legal certainty of the guarantee holder if the guarantor violates the contract. However, in the reality, many holders lose their guarantee due to the breaches. One of them is the voidance of Mortgage Right of its holder by reason of the ill will of the mortgage giver. Thus, further legal certainty is requisite to guarantee the creditor protection and position in the guarantor.
This thesis discusses the verdict of Indonesian Supreme Court No. 396/K/Pdt/2009 on land acquisition as loan guarantee which causes loss for the mortgage right holder party. This thesis uses library research, for the data to be used is secondary data. This thesis discusses creditor protection as mortgage right holder of land acquisition as loan guarantee from mortgage burden in the credit agreement and legal actions of the mortgage right holder to obtain the right as the mortgage right holder.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seoulindra
"Tesis ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan Pemberi sewa/Pemberi Hak Tanggungan/Debitur menyewakan objek hak tanggungan kepada Penyewa tanpa persetujuan dari Bank/Pemegang Hak Tanggungan/Kreditur. Bentuk penelitian tesis ini yuridis normatif, dengan tipe penelitian deksriptif, dan mengunakan metode kualitatif. Perbuatan yang dilakukan Pemberi Sewa tersebut bertentangan dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang merupakan perjanjian accesoir dari Perjanjian Kredit dengan Bank, dimana dalam APHT dicantumkan ketentuan tentang janji sewa yang membatasi kewenangan Pemberi Hak Tanggungan/Debitur untuk menyewakan objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan dari Bank/Kreditur.
Hasil penelitian adalah Janji sewa tersebut membuat Penyewa tidak dapat menempati rumah toko (ruko) yang disewanya setelah objek sewa yang juga objek Hak Tanggungan tersebut dieksekusi secara lelang. Penyewa tidak dapat dilindungi ketentuan dalam Pasal 1576 KUHPerdata karena Hak Kebendaan Hak Tanggungan lebih dulu ada daripada Hak Sewa. Sedangkan perjanjian sewa-menyewa antara Debitur dengan Penyewa tetap sah namun tidak mengikat Kreditur/Bank.

The focus of this study is about tort by the grantor of encumbrance right/Debitor because has been lease the object of encumbrance right to lessee without approval of the holder of Encumbrance Right/Kreditor. The research form of this thesis is juridical normative,with type of this research is descriptive, and use the qualitative method. The act of the grantor is contrary with encumbrance right deed which is accesoir agreement of Credit Agreement with Bank, where in encumbrance right deed has included of lease promise that limit the authority of lessor to lease the object of encumbrance right without approval from Bank/Kreditor.
The result of research is the lease promise make the lessee can not occupy the store house after the object of encumbrance right has been executed by auction. The lessee cannot be protected by provisions in article 1576 of Indonesia Civil Code because the goods right of encumbrance right had already exist than right of lease. Meanwhile the lease agreement between Debitor/Lessor with Lesse remain valid but not binding Kreditor/bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha Adi Prasetya
"Perjanjian Kredit kepada Bank merupakan praktek yang umum dilakukan oleh debitur untuk memperoleh kredit yang dibutuhkannya. Dalam prakteknya, perjanjian ini menggunakan jaminan hak tanggungan dimana format dan bentuknya telah ditentukan dalam perjanjian kredit tersebut. Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diberlakukan dalam hal debitur tidak bisa datang langsung dan sebagai syarat agar dapat segera ditindak lanjuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). SKMHT pada prinsipnya diberikan untuk jangka waktu tertentu. Tujuan ini diberlakukan dalam rangka mencegah berlarut-larutnya waktu pelaksanaan SKMHT. Namun dalam praktek kadangkala penggunaan SKMHT menemui berbagai permasalahan yang mengakibatkan posisi kreditur sebagai pemegang hak tanggungan dirugikan. Permasalahan yang timbul terutama akibat adanya pembatasan jangka waktu SKMHT dibahas dalam penelitian ini terutama dalam hal resiko yang dihadapi kreditur bank bilamana terjadi cidera janji (wanprestasi) debitur dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk dapat melindungi kreditur bank dalam penggunaan SKMHT.

Bank credit agreement are common practice by debitor to receive the credit they need. In practice, this agreement are using securities right insurance where the form and contents had been determined in those credit agreement. The impose attorney mortgage are used in situation where the giver mortgages unable to attend and as a condition to make the Deed of Encumbrance. The impose attorney mortgage is given for some amount of time. The reason for this time limitation is to prevent the longer time more than needed to make this attorney imposing mortgage runs. However, sometimes the practice of this attorney imposing mortgage had met some problems that make the position of creditor not good. The discussion focused on problems that occur because of the time limitation especially the risk that creditor need to face when the delinquent payment occur with the alternate solution that can be chosen to protect the creditor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30367
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Agnes
"Dalam pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Bank memerlukan agunan berupa hak atas tanah yang diikat dengan Hak Tanggungan. Bank selaku pemegang Hak Tanggungan atas fasilitas KPR seharusnya mempunyai hak preferen terhadap hak atas tanah tersebut, namun kepentingan Bank sering tidak terlindungi dengan adanya putusan pengadilan yang antara lain menyatakan hak atas tanah yang sedang diagunkan di Bank batal demi hukum. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi Bank selaku pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik dalam pemberian KPR dalam hal peralihan hak atas tanah dinyatakan tidak sah menurut hukum dan bagaimana penerapan ketentuan hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1606 K/Pdt/2013 tanggal 1 Oktober 2013. Melalui penelitian ini diketahui bahwa kepentingan Bank selaku kreditur sekaligus pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik belum sepenuhnya terlindungi secara hukum dan hakim juga belum menggunakan kebebasan yang dimilikinya untuk mempertimbangkan menerapkan yurisprudensi yang menyatakan bahwa terhadap jaminan utang tidak dapat dikenakan sita jaminan, guna memberikan perlindungan hukum bagi Bank selaku pemegang Hak Tanggungan yang beritikad baik dalam pemberian fasilitas KPR kepada debiturnya.

In the granting of House Ownership Credit (House Loan), the Bank requires land right as collateral which is bound by Encumbrance Right. Bank as the holder of Encumbrance Right should have preferential rights, but the interests of the Bank are often unprotected by any court ruling that among other states the right to land that is being pledged to the Bank is null and void. This study was conducted in normative, aims to determine how the legal protection for Bank as the holder of Encumbrance Right which has good faith in the case of transfer of land right is decided unlawful regarding to the laws and how the implementation of sentence of Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1606 K/Pdt/2013 dated October 1, 2013. Through this research is known that the interests of creditors as well as the holder of Encumbrance Right are acting in good faith is not yet fully protected by the law and the judge also has not used its freedom to consider applying the jurisprudence which states that the guarantee of the debt can not be subject to sequestration, in order to provide legal protection for the Bank as holder of the Encumbrance Right which has a good faith in the provision of House Ownership Credit to debtors.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Pahrur Rozi
"Kreditur pemegang hak tanggungan memiliki kedudukan yang diutamakan atau hak mendahului dari kreditur-kreditur lainnya (droit de preference) sebagai bentuk kepastian hukum pengembalian piutang kreditur jika debitur cidera janji. Menjadi masalah ketika kreditur pemegang hak tanggungan berhadapan dengan kreditur pemegang hak mendahului lainnya dalam suatu kasus atas objek kebendaan debitur yang terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan terhadap kreditur pemegang hak mendahului lainnya, khususnya terhadap pemegang hak istimewa pajak dan pekerja yang sering bersengketa pada perusahaan yang pailit. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kedudukan kreditur pemegang hak istimewa pajak lebih tinggi daripada kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan, dan kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan lebih tinggi dari pada kedudukan kreditur pemegang hak istimewa pekerja, sesuai dengan ketentuan pasal 1134 KUH Perdata yang mengatur hubungan dan kedudukan antara piutang yang memiliki hak mendahului.

Creditor with burden right holder has a prominent position compare to other creditors (droit de preference) as a certain restitution if debitor breaks his promise. It becomes a problem if burden right creditor faces with another kind of creditor who has a right to precede in a case of limited object that creditor has. However, this research purposes to explain the position of burden right creditor against precedence creditor, especially special right of taxes and labours which are often fight each other when corporation bankrupts. Normative judicial is the way to do this descriptive research. Based on result, we can conclude that the position of special right of taxes creditor is higher than the burden right creditor. And the position of burden right creditor is higher than special labours right creditor, based on section 1134 of KUH Perdata which controls the relation and position between credit and precedence."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Fatma Hasiah
"ABSTRAK
Hak Tanggungan adalah salah satu hak jaminan hutang
yang bersifat kebendaan yang dibebankan pada hak atas tanah
dan lahir dari perjanjian tertentu (kontraktual) yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Keberadaan Hak
Tanggungan selalu diperjanjikan sebagai perjanjian ikutan
(accessoir) yang harus didahului oleh perjanjian pokoknya
berupa perjanjian kredit. Tanpa perjanjian kredit tidak
akan ada Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dan
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Salah satu sebab
hapusnya Hak Tanggungan adalah apabila terjadi perubahan
status hak atas tanah yang berakibat hapusnya hak atas
tanah yang dibebani Hak Tanggungan oleh karena diajukannya
perpanjangan dan/atau permohonan peningkatan hak dari Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik. Pada kedua
peristiwa hukum ini, perlindungan hukum terhadap hak
kreditor dipertanyakan, apakah telah diatur dalam ketentuan
perundangan yang berlaku di Indonesia saat ini dan upayaupaya
hukum lain apa yang dilakukan Bank selaku pemegang
Hak Tanggungan serta alternatif penyelesaian yuridis yang
bisa dilakukan pada peristiwa hukum tersebut. Hasil dari
kajian teoritis dan peraturan yang ada yang kesemuanya
merupakan bahan hukum sekunder dengan analisa metode
kualitatif, dapat disimpulkan bahwa kreditor pemegang Hak
Tanggungan terlebih dahulu meminta pemegang hak atas tanah
menandatangani SKMHT yang berlaku selama proses Hak Milik
belum diperoleh yang berarti tidak ada hak prioritas atas
jaminan."
2007
T38053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Nur Syafira
"Penelitian Tesis ini membahas akibat hukum Perjanjian Kredit apabila klausul jaminan tambahan atau agunan belum dikuasai. Agunan lahir karena adanya sebuah perjanjian pokok yaitu Perjanjian Kredit itu sendiri.  Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam memberikan kredit bank lazimnya menerapkan Prinsip “5C” yang terdiri dari beberapa faktor salah satunya agunan. Apabila cidera janji sehingga terjadi kredit macet maka dapat mengajukan eksekusi jaminan Hak Tanggungan apabila jaminan kebendaan berupa tanah atau bangunan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum Perjanjian Kredit dengan agunan kredit yang belum dikuasai menurut Peraturan Perundang-undang yang berlaku bagi Perbankan dan keabsahan Perjanjian Kredit dengan agunan kredit yang belum dikuasai menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Metode penelitian tersebut untuk menjawab hasil dari analisa bahwa Perjanjian Kredit dalam menerapkan Prinsip kehati-hatian terhadap klausul agunan tanah dan bangunan dibuktikan dengan kepemilikan yang sah dan tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai. Kepemilikan tanah dan bangunan yang diperoleh dari pelaksanaan lelang hanya dibuktikan dengan Kutipan Risalah Lelang. Akibatnya jaminan tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum sedangkan Perjanjian Kredit tetap sah walaupun agunan dinyatakan tidak sah karena sifat dari jaminan itu sendiri merupakan assesoir atau tambahan.

This thesis research discusses the legal consequences of the Credit Agreement if the additional guarantee clause or collateral has not been mastered. Additional guarantees or collateral are born because of a main agreement, namely the Credit Agreement itself. Based on Article 8 of Law Number 10 of 1998 concerning Amendments to Law Number 7 of 1992 concerning Banking, in providing bank credit, banks usually apply the "5C" Principle which consists of several factors, one of which is collateral. If a breach of contract results in bad credit, then you can apply for the execution of the Mortgage guarantee if the material guarantee is in the form of land or buildings. The problems raised in this study are regarding the legal consequences of Credit Agreements with credit collateral that have not been mastered according to the laws and regulations applicable to Banking and the validity of Credit Agreements with credit collateral that have not been mastered according to Article 1320 of the Civil Code. To answer these problems used normative juridical research methods and in this study used secondary data and data collection tools in the form of document studies and interviews. The research method is to answer the results of the analysis that the Credit Agreement in applying the precautionary principle to the land and building collateral clause requires that it is not directly related to the object being financed and proven by legal ownership. Ownership of land and buildings obtained from the implementation of the auction is only evidenced by the Minutes of Auction Quotation. As a result, the guarantee becomes invalid or null and void while the Credit Agreement remains valid even though the collateral is declared invalid because the nature of the guarantee itself is an accessory or additional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fatan Fahir
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi kreditor (bank) atas batalnya hak atas tanah yang dijadikan obyek hak tanggungan. Fungsi utama bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Perlindungan hukum bagi kreditor (bank) diperlukan karena bank sebagai lembaga keuangan mengelola dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Berbagai macam jasa dan kemudahan layanan yang ditawarkan oleh lembaga perbankan menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi masyarakat pengguna jasa perbankan. Bank sebagai salah satu badan usaha yang memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit mensyaratkan adanya penyerahan jaminan kredit oleh pemohon kredit. Hak Tanggungan merupakan jaminan kebendaan atas benda tidak bergerak (tanah) muncul setelah diundangkannya UU Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 9 April 1996. Obyek Hak Tanggungan suatu ketika dapat menjadi obyek perkara di pengadilan yang dalam keputusannya nanti dapat merugikan pihak kreditor (bank). Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis akan meneliti bagaimanakah perlindungan hukum bagi kreditor (bank) terhadap obyek hak tanggungan yang dibatalkan sertipikatnya. Kemudian apa yang dapat dilakukan bank untuk memenuhi prinsip collateral dalam sistem perbankan setelah sertipikat tanah atas obyek hak tanggungan dibatalkan oleh pengadilan. Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian bersifat deskripsi analisis, dengan pendekatan melalui penelitian kepustakaan dan wawancara kepada pihak yang berkepentingan.
Hasil penelitian yang didapat adalah meskipun didalam UU Nomor 7 Tahun 1992 maupun UU Nomor 10 Tahun 1998 tidak mengatur perlindungan hukum bagi kreditor (bank) terhadap obyek hak tanggungan yang dibatalkan sertipikatnya, namun karena bukan lagi sebagai kreditor preferen maka dilindungi oleh Pasal 1131 KUH Perdata kedudukannya sebagai kreditor konkuren dan perlindungan tidak hapusnya utang yang dijamin (Pasal 18 Ayat (4) UU Hak Tanggungan). Kemudian upaya yang dapat dilakukan Bank untuk memenuhi prinsip collateral dalam sistem perbankan setelah sertipikat tanah atas obyek Hak Tanggungan dibatalkan oleh pengadilan yaitu: (a) meminta kepada debitor agar memberikan jaminan pengganti sampai utangnya lunas; atau (b) meminta kepada debitor agar memberikan jaminan fidusia sebagaimana diatur menurut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; atau (c) meminta kepada debitor agar memberikan jaminan gadai sebagaimana diatur dalam Bab XX Buku II KUH Perdata Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160.

This thesis discusses the legal protection for creditor (bank) for the cancellation of the land rights which made security right on land object. The main function of the bank is as collector and distributor of public funds. Legal protection for creditor (bank) necessary because the bank as a financial institution managing public funds in the form of deposits in the form of demand deposits, time deposits, certificates of deposit, savings, and/or other equivalent forms of it. A wide range of services and amenities offered by banking institutions to be one of the main attraction for the public users of banking services. Bank as one of the business entity that provides lending money to the community in credit requires the submission of credit guarantees by the loan applicant. Security right on land is a guarantee of the object is not moving material (soil) emerged after the enactment of Law Nu. 4 of 1996 dated 9 April 1996. One time security right on land object can be an object of the court case in which the decision later can be detrimental to the creditor (bank). From this background, the author will examine how legal protection for creditor (bank) to the object of security right on land certificate canceled. Then what can be done by bank to satisfy the principle of collateral in the banking system after a land certificate of security right on land object overturned by the court. This thesis is a research method of description analysis, through literature research and interview to interested parties.
The result obtained are even in the Law Nu. 7 of 1992 and Law Nu. 10 of 1998 does not regulate legal protection for creditor (bank) on the object that was canceled encumbrance certificate, but, because it is no longer a priority creditor so it is protected by Civil Code Section 1131which equated his position as a creditor and the abolishment of protection not secured debt (Article 18 Paragraph (4) Security Right On Land Act). Then attempt to do the bank to meet the principles of collateral in the banking system after the land certificate of security right on land is overturned by the court, namely: (a) ask the debtor to provide substitute collateral untill the debt is paid off; or (b) require the debtor to provide fiduciary assurance as stipulated by Law Nu. 42 Year 1999 on Fiduciary; or (c) ask the borrowers to provide collateral lien as provided in Chapter XX Book II Civil Code Article 1150 to Article 1160.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Putri
"Nilai Limit merupakan patokan nilai minimal dalam penjualan lelang yaitu batas harga terendah yang dapat disetujui dan dibenarkan. Oleh karenanya penentuan Nilai Limit menjadi suatu bagian yang penting dalam upaya mencapai harga yang pantas dalam penjualan lelang. Dalam perjanjian kredit, apabila debitor wanprestasi, maka kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan pertama berhak untuk melakukan lelang barang jaminan. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana kewenangan kreditor sebagai pemegang Hak Tanggungan dalam menentukan Nilai Limit guna terciptanya harga yang wajar berdasarkan peraturan yang berlaku serta upaya yang dapat dilakukan debitor tereksekusi/pemilik barang yang merasa dirugikan akibat penetapan Nilai Limit yang terlalu rendah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kewenangan kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama dalam menentukan Nilai Limit objek Hak Tanggungan pada kasus yang dibahas di atur dalam Pasal 29 PMK No. 40/PMK.07/2006. Akan tetapi kewenangan tersebut dibatasi karena harus berdasarkan penilaian oleh Penilai Independen atau Tim Internal. Dalam melakukan penilaiannya, terdapat pedoman yang harus diikuti oleh Tim Internal, akan tetapi pedoman tersebut masih saja tidak diikuti dengan baik seperti yang terjadi dalam kasus yang dibahas penulis. Sedangkan dalam peraturan yang berlaku saat ini, yaitu PMK No. 93/PMK.06/2010 belum terdapat ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai pedoman penilaian Nilai Limit oleh Tim Internal atau Tim Penaksir sehingga penetapan Nilai Limit yang berdasarkan penilaian oleh Tim Penaksir dapat menimbulkan celah terjadinya kesewenangwenangan kreditor. Upaya hukum yang dapat dilakukan pihak tereksekusi yang merasa dirugikan adalah dengan cara mengajukan gugatan secara perdata pada pengadilan negeri setempat.

The Reserve Price is the minimum standart value in the auction that is the lowest price limit that could be agreed to and justified. Therefore, the determination of the Reserve Price become an important part in an effort to achieve the appropriate price in the auction. In the credit agreement, if a debtor default, then the creditor as the first Mortgage holder has the right to carry out auction without asking for the approval from the owner of the collateral. The problem that discussed is how far the authority of the creditor as the first Mortgage holder in determining the Reserve Price for the auction that was professional and responsible as well as knowing efforts that could be done by debtor executed/owner of the collateral who feel aggrieved of the too low auction price. Based on this research, it can be concluded that the authority of the first Mortgage holders/creditor in determining the Reserve Price of the Mortgage object is based on Article 29 of PMK No. 40/PMK.07/2006. But the creditor?s authority is limited by the valuation of the Independent Appraiser or Internal Team (Estimator Team). In conducting the assessment, there are guidelines to be followed by the Internal Team (Estimator Team). However, the discussed case shows that the guidelines are not properly followed by the Internal Team (Estimator Team). While the current regulations, PMK No. 93/PMK.06/2010 there has been no provision governing providing guidelines in determining Reserve Price by the Internal Team (Estimator Team). The determination of Reserve Price based on the assessment by the Team Estimator can cause a gap for Mortgage Holder/creditors, which will affect the auction price and detriment to the owner of the collateral. Remedies that can be taken for the party who feel aggrieved is by filing a civil lawsuit at the local court."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Niffari
"Skripsi ini mengkaji tentang Kreditur yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator serta akibat hukumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta Undang-Undang lain khususnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Pada intinya berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kreditur yang tidak mendaftarkan piutangnya kepada Kurator tidak dapat mengunakan hak tagihnya kepada Debitur Pailit karena melalaikan kewajibannya sebagai Kreditur Pailit. Kreditur Pailit juga tidak dapat melakukan penagihan kepada Debitur pailit setelah Kreditur pailit kehilangan hak tagihnya meskipun prosedur kepailitan telah selesai berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Hasil penelitian menyarankan bahwa pemerintah perlu menyempurnakan ketentuan tentang Pencocokan Piutang dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 khususnya mengenai dampak Kreditur yang tidak mengajukan daftar piutang kepada Kurator.

This thesis examines about Creditors who do not register claims to the Curator and its legal consequences pursuant to Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment and other law especially the Book of the Law of Civil Law (KUHPER). The method used in this research is normative juridical. In essence based on the Bankruptcy Act and the Suspension of Payment, Creditors who do not register claims to the Curator can not examine the bill rights to Debtor Bankruptcy because of neglecting the duty as a Bankruptcy Creditor. Bankruptcy Creditors also can not do the billing to the Bankrupt Debtor after the Bankruptcy Creditor loses the bill right even though bankruptcy procedures have been completed pursuant to Act No. 37 of 2004. The research results suggest that the government needs to improve provisions on Verification of Claim in Law Number 37 Year 2004 specifically on the implication for Creditors who do not submit accounts to the Curator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43900
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>