Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99774 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fatonie Suryansyah
"Akta jual beli seharusnya merupakan bukti bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah untuk selama-lamanya bukan dilakukan dengan pura-pura (schijnhandeling). Pembuktian bahwa hak atas tanah tersebut dialihkan dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan oleh akta jual beli yang dilakukan dengan pura-pura (schijnhandeling) dalam putusan nomor 51/PDT/2014/PT/PLG. dan bagaimana peran dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan adanya akta jual beli yang dilakukan dengan pura-pura (schijnhandeling). Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan secara yuridis normatif, mempergunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan, dan hasil penelitian bersifat preskriptif analitis, karena ditujukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang sifat-sifat hubungan hukum, keadaan atau gejala-gejala tertentu dalam suatu tindakan hukum. Akta jual beli yang dilakukan dengan pura-pura adalah perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, dikarenakan jual beli atas tanah pada dasarnya adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah yang bersangkutan untuk selama-lamanya. Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam hal ini hanya menjamin kebenaran materiil dan kebenaran formil dalam setiap akta peralihan hak atas tanah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum terhadap ketidakjujuran klien dalam memberikan informasi.

Deed of Sale and Purchase necessarily be as an evidence that a legal act of land rights transfer has been done for permanently instead of ostensible (schijnhandeling). A verification that land rights has been transfered is evidenced by a deed which is made and before by a Land Deed Officer. Issues in this thesis are how legal consequences that made by an ostensible act (schijnhandeling) in a Deed of Sale and Purchase as in verdict number 51/PDT/2014/PT/PLG and how is the role and responsibility of Land Deed Officer with the presence of ostensible act in a Deed of Sale and Purchase. To answer those issues a normative legal research is conducted. Using secondary data gained from literature studies and a prescriptive analytic research wherefore its intended to provide a comprehensive and accurately data on attributes of legal relation, circumstances or certain symptoms in a legal act. Deed of Sale and Purchase which made with an ostensiblity is contrary to the applicable law and regulation, because a land sale and purchase is a legal act in the form of land rights submission for permanently. The Land Deed Officer regard to this issue is only ensure the material righteousness and formal righteousness in every land rights submission and could not legally accounted for dishonest clients in giving information.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Perpetua Graciana Kanta
"Penelitian ini membahas mengenai mekanisme pembatalan dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli "pura-pura" (AJB "Pura-Pura"). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 159/Pdt.G/2018/PN. Bpp. AJB "Pura-Pura" dinyatakan batal demi hukum dan PPAT diperintahkan untuk mencoret akta dari buku daftar register akta miliknya. Namun, terdapat putusan lain di mana PPAT tidak diperintahkan untuk mencoret akta yang batal demi hukum dari daftar buku register. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai mekanisme pembatalan akta terhadap akta yang telah dinyatakan batal demi hukum; akibat pembatalan bagi pajak yang telah dibayarkan; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB "Pura-Pura". Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa mekanisme yang penting dilakukan oleh PPAT adalah membuat laporan kepada Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pajak bahwasannya akta tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan sedangkan mencoret akta dari buku register dilakukan sebagai perintah putusan pengadilan. Akibat bagi pajak yang telah dibayarkan, para pihak dapat meminta restitusi. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta "Pura-Pura" dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa perlu diatur mekanisme pelaksanaan akta yang telah dinyatakan batal demi hukum guna memenuhi tertib administrasi dalam Peraturan Jabatan PPAT; Pihak yang ingin mengajukan pengembalian pajak harus mempersiapkan bukti pendukung bahwa transaksi pernah terjadi dan kemudian dibatalkan oleh Pengadilan; serta bagi PPAT dilarang membuat AJB "Pura-Pura" dan perbuatan hukum lain yang didasari perjanjian "pura-pura".

This study discusses the cancellation mechanism and the responsibility of Land Deed Official (PPAT) on "Pretended" Sale and Purchase (AJB). In the Decision of The Balikpapan City District Court Decision Number:159/Pdt.G /2018/PN.Bpp. the deed was declared null and void by law and the PPAT was ordered to cross out the AJB from their book list. On the other hand, there was other Court Decision where the PPAT wasn’t ordered to cross out a deed that was null and void by law from their book list. The issues raised in this study are the cancellation mechanism of the deed that has been null and void by law;the tax that has been paid by the parties;and PPAT responsibilities; To answer the problems raised,Writer uses juridical normative method with descriptive data analysis. As a conclusion of the study, the essential thing is for PPAT to file a report to the National Land Agency and the Tax Office while crossing out the deed is just as an instruction of court decision. The tax that has been paid may be refunded. The related PPAT may dishonorably be discharged and sued based on article 1365 of the Civil Code. Therefore, it is also necessary to regulate in PP Number 37/1998 the mechanism for the implementation of the deed which has been declared null and void by law; the party who wants get a tax return must prepare supporting evidence; and PPAT is prohibited from making a "pretended" AJB or any legal action based on "pretended" agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriah Trisniawati Sutrisna
"Perjanjian pengikatan jual beli pada umumnya merupakan perjanjian pendahuluan sebelum dilaksanakan jual beli, namun pada praktiknya kadang kala perjanjian pengikatan jual beli digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian utang piutang. Sehingga, perbuatan hukum yang tercantum dalam akta bukan merupakan perbuatan hukum yang sebenarnya terjadi diantara para pihak, kondisi yang demikian dikenal sebagai perbuatan atau perjanjian pura-pura. Penelitian ini menganalisis keabsahan dan status kepemilikan objek dalam akta perjanjian pengikatan jual beli sebagai perjanjian pura-pura. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder, dan alat pengumpulan data berupa studi dokumen. Berdasarkan hasil penelitian, akta perjanjian pengikatan jual beli sebagai perjanjian pura-pura adalah sah dan mengikat para pihak, hal tersebut bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2510 K/Pdt/1991. Mengenai status kepemilikan hak atas tanah dan bangunan dalam kasus ini, jika mengacu pada Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, hak atas tanah dan bangunan beralih jika dibuat akta jual beli di hadapan PPAT, namun jika mengacu pada Pasal 94 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 maka hak atas tanah dan bangunan beralih pada saat adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Notaris pada saat membuat akta sebaiknya memastikan bahwa kehendak para pihak yang akan diformulasikan dalam akta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apabila salah satu pihak mengajukan gugatan mengenai pembatalan akta maka Majelis Hakim harus mempertimbangkan serta memeriksa fakta-fakta materiil yang terjadi sebelum pembuatan akta, di samping formalitas pembuatan akta.

The sale and purchase binding agreement is generally a preliminary agreement before the sale and purchase is carried out, but in practice sometimes the sale and purchase binding agreement is used as collateral in a debt agreement. Thus, the legal act listed in the deed is not a legal act that actually occurs between the parties, such a condition is known as an act or sham agreement. This study analyzes the validity and ownership status of the object in the deed of the sale and purchase agreement as a pretend agreement. This study uses a juridical-normative research method using secondary data, and data collection tools in the form of document studies. Based on the results of the study, the deed of sale and purchase agreement as a pretend agreement is valid and binding on the parties, this is contrary to the Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 2510 K/Pdt/1991. Regarding the ownership status of land and building rights in this case, when referring to Article 37 paragraph (1) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, land and building rights are transferred if a deed of sale and purchase is made before the PPAT, but if it refers to Article 94 paragraph (1) of the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 3 of 1997, the rights to land and buildings are transferred when there is a court decision that has permanent legal force. The notary at the time of making the deed should ensure that the will of the parties to be formulated in the deed does not conflict with the applicable legal provisions. If one of the parties files a lawsuit regarding the cancellation of the deed, the Panel of Judges must consider and examine material facts that occurred before the making of the deed, in addition to the formalities of making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haneke Rani
"Penelitian dalam tesis ini mengangkat sebuah kasus dengan permasalahan adanya penyangkalan dari salah satu penghadap terhadap Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Menjual yang dibuat oleh Notaris. Salah satu penghadap menyangkal kedua akta tersebut karena menganggapnya sebagai akta pura-pura. Sementara itu ada akta lainnya yang mereka akui sebagai akta dengan perbuatan hukum yang sebenarnya yaitu Akta Sewa Menyewa. Penelitian ini menganalisis permasalahan pada pembuktian dengan alat-alat bukti yang diajukan oleh para penggugat sebagai dasar untuk menyangkal dan membatalkan akta-akta autentik tersebut di sidang pengadilan dan akibat hukum dari dibatalkannya akta-akta tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data adalah dengan cara studi dokumen terhadap data sekunder. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang menghasilkan hasil penelitian deskriptif analitis. Kemudian hasil dari penelitian ini adalah meskipun Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Akta Kuasa Menjual tersebut merupakan akta autentik dengan kekuatan pembuktian yang sempurna, tetap dapat dibatalkan oleh Pengadilan karena berdasarkan pembuktian di sidang pengadilan tidak memenuhi aspek kekuatan materiil dan melanggar syarat keabsahan perjanjian karena merupakan akta pura-pura. Akibat hukumnya adalah akta-akta yang batal demi hukum tersebut menjadi tidak ada sejak awal dan jika Notaris dianggap merugikan oleh para pihak yang terkait, Notaris dapat mendapat sanksi administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris. Notaris juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

This research is focused on a problem: Deed of Sale and Purchase Agreement and Deed of Power of Attorney for Sale are Denied by One of The Parties because Theyre Considered as Artificial Deeds. One of The Parties stated that theres other deed which stated the truth, a Deed of Leasing Agreement. This research analized the verification of proofs from the plaintiffs that were used for denying and cancelling those deeds and the legal consequences of the cancellation of the deeds.
The method used in this research is a normative juridical research method with descriptive-analytical type. Data collection technique is by studying documents. The material used for this research consists of primary legal materials and secondary legal materials that related to Notary and contract law. The result of this research is the Notary deeds could be null and void because they violated two of the contract valid conditions. Notary can be responsible and punished based on Law Number 2 year 2014 concerning Regulation of Notary. Furthermore, the concerned client can also sued the Notary and ask for compensation based on Indonesian Civil Code.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli “pura-pura” (AJB “Pura-Pura”). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. AJB “Pura-Pura” dinyatakan batal demi hukum dan PPAT dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang disaksikan oleh perangkat desa; akta jual beli yang dibuat oleh seorang PPAT secara “pura-pura”; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB “Pura-Pura”. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali merupakan surat dibawah tangan yang melanggar ketentuan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat. Akta Jual Beli Tanah antara Penjual dan Pembeli yang dibuat secara pura-pura atau bersifat pura-pura terbukti merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar syarat suatu sebab yang halal. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta “Pura-Pura” dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa masyarakat dilarang membuat Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali karena hal tersebut tidak dikenal dalam Hukum Adat; Pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura” termasuk pelanggaran berat yang merusak citra profesi yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah; serta bagi PPAT dalam melakukan kewenangannya harus tunduk pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kode Etik serta selalu menjunjung tinggi kejujuran dan kebijaksanaan dalam membuat akta.

This research discusses the responsibilities of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) regarding the "Pretended" Sale and Purchase Deed ("Pretended" Purchase Deed (AJB)). In Karanganyar District Court Decision Number 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. “Pretended” Purchase Deed was declared null and void and the PPAT was declared to have committed an unlawful act. The issues raised in this research are regarding land sale and purchase agreements with the right to repurchase witnessed by village officials; sale and purchase deed made by a PPAT "pretendly"; as well as PPAT's responsibility towards “Pretended” Purchase Deed. To answer this problem, doctrinal legal research methods are used with data analysis carried out descriptively analytically. In this research, it was concluded that the Land Sale and Purchase Agreement with the Right to Repurchase is a private letter which violates the provisions of National Land Law and Adat Law. A Deed of Sale and Purchase of Land between a Seller and a Buyer that was made under pretense or on a pretentious basis is proven to be an unlawful act because it violates the requirements of a lawful cause. Then, PPATs who make “Pretended” Purchase Deed can be dishonorably dismissed and can be sued based on Article 1365 of the Civil Code. Based on the research results, the author advises that people are prohibited from making land sale and purchase agreements with the right to repurchase because this is not recognized in customary law; Making a "Pretended" Sale and Purchase Deed is a serious violation that damages the image of the profession and can reduce trust in the profession of PPAT; and for PPAT, in exercising its authority, it must comply with the Position Regulations for Land Deed Making Officials and the Code of Ethics and always uphold honesty and wisdom in making deeds."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dominicus Aditio Nugraha
"ABSTRAK
Perbankan merupakan salah satu penggerak perekonomian dalam suatu negara. Perbankan memberikan jasa dalam sektor keuangan kepada masyarakat melalui simpanan dan pinjaman atau kredit. Dalam pemberian fasilitas kredit kepada nasabah, bank dapat menerima agunan dari debitur. Agunan tersebut dapat dilakukan pengikatan jaminan kebendaan berupa hak tanggungan atau hipotek. Fungsi dari pemberian jaminan kebendaan tersebut adalah jika debitur melakukan wanprestasi bank dapat menjual agunan tersebut sebagai pelunasan pinjaman debitur tanpa persetujuan dari debitur. Permasalahan hukum yang sering terjadi atas penjualan agunan debitur yang tidak dilakukan pengikatan jaminan kebendaan oleh bank dilakukan tanpa persetujuan kreditur dan penetapan oleh pengadilan. Dalam proses penjualan tersebut peran PPAT sangat penting yaitu membuat Akta Jual beli. Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT harus berdasarkan dokumen yang sah, akta yang tidak dibuat berdasarkan dokumen yang sah dapat menjadi dasar dari gugatan para pihak yang dirugikan akibat akta jual beli tersebut. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Perlindungan hukum terhadap Debitur yang obyek jaminannya telah dijual oleh kreditur tanpa persetujuan pemegang hak, menganalisis Tanggung jawab PPAT Terhadap Akta jual Beli obyek jaminan yang dijual oleh kreditur tanpa persetujuan pemegang hak. Penulisan tesis ini termasuk jenis penelitian yuridis normatif yang bersifat preskriptif. Data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah data sekunder, baik yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah perlindungan hukum nasabah dan tanggung jawab PPAT terhadap pembatalan akta jual beli. Teknik pengumpulan data dalam penulisan tesis ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode analisis kualitatif yaitu dengan menganalisis hasil penelitian secara mendalam, holistic (utuh) dan komprehensif. Hasil analisa adalah pertama, bahwa kreditur yang melakukan penjualan atas obyek agunan debitur yang tidak dibebankan jaminan kebendaan harus dengan persetujuan debitur dan atas penetapan pengadilan jika hal tersebut dilanggar maka hak dari debitur dapat dipulihkan kembali, Kedua, dalam pembuatan akta jual beli yang terdapat kelalaian PPAT, PPAT dapat diberikan sanksi berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara), onzetting (pemecatan), pemberhentian dengan tidak hormat.

ABSTRACT
Banking is one of the economic drivers in a country. Banking provides services in the financial sector to the public through savings and loans or credit. In providing credit facilities to customers, banks can accept collateral from debtors. The collateral can be bound by collateral in the form of a mortgage or mortgage. The function of providing this material guarantee is if the debtor defaults, the bank can sell the collateral as repayment of the debtor's loan without the approval of the debtor. Legal issues that often occur over the sale of debtor collateral that is not bound by the bank are committed without the creditor's approval and court ruling. In the sales process, the role of PPAT is very important, namely making a Sale and Purchase Deed. The Sale and Purchase Deed made by PPAT must be based on valid documents, deeds that are not made based on valid documents can be the basis for the claims of the parties who are disadvantaged due to the sale and purchase deed. The problems raised in this study are legal protection for debtors whose collateral object has been sold by creditors without the consent of the rights holder, analyzing the PPAT's responsibility for the sale and purchase deed of collateral objects sold by creditors without the consent of the rights holder. The writing of this thesis is a prescriptive normative juridical research. The data used in writing this law is secondary data, both in the form of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The primary legal materials used are in the form of laws and regulations related to customer legal protection issues and PPAT responsibility for cancellation of sale and purchase deeds. The data collection technique in writing this thesis is literature study or document study. The data analysis method used by the author is a qualitative analysis method, namely by analyzing the results of the research in depth, holistically and comprehensively. The results of the analysis are first, that the creditor who sells the collateral object of the debtor that is not subject to material guarantees must be subject to the approval of the debtor and upon court's decision, if this is violated, the rights of the debtor can be restored, PPAT can be given sanctions in the form of warning, warning, schorsing (temporary dismissal), onzetting (dismissal), disrespectful dismissal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Siti Awlyanti
"Sebelum tahun 2012 saat dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, transaksi jual beli tanah dilakukan dengan menggunakan blanko akta jual beli. Tesis ini membahas mengenai praktik pembuatan akta jual beli bengan blanko kosong terkait dengan status tanah yang belum dipecah, berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 570/PDT/2016/PT.BDG. Permasalahan yang diangkat ialah mengenai keabsahan pembuatan Akta Jual Beli, akibat hukum dari pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong, dan tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat dengan blanko kosong dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 570/Pdt/2016/PT.BDG. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis-normatif yaitu menggunakan data primer berupa peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur terkait dan melakukan studi kepustakaan dan studi dokumen yang terkait dengan kasus yang diangkat dalam tesis ini. Hasil penelitian kemudian menyimpulkan bahwa pembuatan akta jual beli dengan blanko kosong ialah tidak sah berdasarkan undang-undang, akibat hukum dari akta jual beli dengan blanko kosong ialah dapat dibatalkan (vernietigbaar), dan terhadap PPAT yang membuat akta jual beli dengan blanko kosong akta jual beli dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Nomor 570/Pdt/2016/PT.BDG dikenakan hukuman baik secara perdata maupun secara administrasi.

Prior to 2012 whereas the issuance of Regulation of the Head of the National Land Agency Number 8 of 2012 concerning Amendment to the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 3 of 1997 concerning Provisions for Implementing Government Regulation Number 24 of 1997 Concerning Land Registration, land sale and purchase transactions were carried out using form of sale and purchase deeds. This thesis discusses the practice of making a sale and purchase agreement with blank forms related to the status of land that has not been divided, based on the decision of the West Java High Court Number 570/PDT/2016/PT.BDG. The raised issues are regarding the validity of the Deed of Sale and Purchase, the legal consequences of making the sale and purchase deed with a blank form, and the responsibility of the PPAT for the sale and purchase deed which made upon a blank form based on the West Java High Court Decree Number 570/Pdt/2016/PT.BDG. Analysis in the writing of this thesis conducted in the form of juridical-normative that is using primary data based on related literatures and document studies related to the case in this thesis. The results of the study concluded that the making of a sale deed made with a blank form is illegitimate based on the law, the legal consequences of the sale deed with a blank form can be canceled (vernietigbaar), and against the PPAT who made a sale deed with a blank purchase deed based on the Decree of the West Java High Court Number 570/Pdt/2016/PT.BDG may be subject to punishment both by civil and administrative law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shabrina Mahfuzh
"Tesis ini membahas mengenai sanksi terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran dalam pembuatan perjanjian pengikatan jual beli dengan kuasa menjual. Studi kasus yang diambil oleh penulis adalah Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Nomor 05/B/MPPN/VII/2019 yang pada intinya memuat pelanggaran kewajiban yang dilakukan oleh Mungki Kusumaningrum, Notaris di Kabupaten Kulon Progo yang dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan. Berdasarkan hal tersebut di atas, tesis ini membahas identifikasi mengenai peran notaris dalam melahirkan perjanjian pengikatan jual beli dengan kuasa menjual, dan tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dengan kuasa menjual. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris tersebut menemukan fakta bahwa akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan akta kuasa menjual dibuat dengan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Jabatan Notaris dan syarat materiil jual beli hak atas tanah. Oleh karena itu, akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan akta kuasa menjual tersebut menjadi terdegradasi seperti akta dibawah tangan dan perbuatan hukum dapat dibatalkan oleh pihak yang dirugikan. Kemudian terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut Notaris harus bertanggung jawab secara administratif dan perdata.

This thesis discusses the sanctions against a notary who violates the making of a binding purchase agreement with the selling authority. The case study taken by the author is the Decision of the Notary Central Supervisory Board Number 05/B/MPPN/VII/2019 which essentially contains a breach of obligations committed by Mungki Kusumaningrum, a Notary in Kulon Progo Regency who was imposed with a temporary dismissal for 3 (three) months. Based on the foregoing, this thesis discusses the identification of the role of the notary public in the binding agreement of sale and purchase agreement with the selling authority, and the responsibility of the notary to the agreement on the binding agreement of the sale and purchase agreement with the selling authority. Writing this thesis uses normative juridical research methods with an analytical descriptive research type. Based on the analysis of the Notary Central Board of Trustees' Decision, it is found that the deed of the Binding Agreement of the Sale and Purchase of Power of attorney is made not in accordance with the provisions in Article 1320 of the Civil Code, the notarial law and material conditions for buying and selling land rights. Therefore, the deed of the Sale and Purchase Agreement and the power of attorney to sell is degraded, such as a deed under the hand and legal actions can be canceled by the injured party. Then, for these violations, the Notary must be accountable both administratively and civil wise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lestarina
"Jual beli tanah merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan adanya peralihan hak atas tanah, sehingga dalam proses jual beli dibutuhkan suatu akta yang dibuat oleh PPAT yang berguna sebagai syarat dapat dilakukannya proses peralihan hak atas tanah. Dalam kenyataannya masih banyak jual beli tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam pengesahan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT dan pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk penelitian eksplanatoris analitis. Hasil analisa adalah pertimbangan hakim mengesahkan jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT telah memenuhi syarat materiil. Bahwa penjual benar pemegang hak yang menjual dibuktikan dengan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama penjual dan pembeli sebagai subyek telah memenuhi syarat sebagai pemegang hak serta tanah yang diperjual belikan merupakan tanah yang tidak dalam sengketa. Pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat dalam hal jual beli Hak Guna Bangunan yang tidak dilakukan di hadapan PPAT, harus menggunakan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT. Untuk mempermudah peroses pemeliharaan data pendaftaran dengan pencatatan peralihan hak karena jual beli di kantor pertanahan setempat, dapat diselesaikan dengan jalur litigasi guna memperoleh ijin dan kuasa bertindak atas nama penjual dan bertindak atas dirinya sendiri.

Buying and selling is a legal act that results in the transfer of land rights, so that in the process of buying and selling a deed made by ppat that is useful as a condition of the transfer of land rights. In reality there are still many land trades that are not done in the presence of PPAT. The issue raised in this study is about the consideration of judges in the legalization of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before ppat and maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to buying and selling at the local land office. To answer the problem, normative juridical research methods are used with analytical explanatory research forms. The result of the analysis is the consideration of the judge to authorize the sale and purchase of Building Rights that are not carried out before the PPAT has qualified materially. That the seller is the true holder of the right to sell is evidenced by the certificate of Building Rights on behalf of the seller and the buyer as the subject has qualified as the rights holder and the land sold is land that is not in dispute. Maintenance of registration data with the recording of the transfer of rights due to the sale and purchase at the local land office in the case of the sale and purchase of Building Rights that are not carried out in the presence of PPAT, must use the deed of sale and purchase made by PPAT. To facilitate the maintenance of registration data peroses with the recording of the transfer of rights due to sale and purchase at the local land office, it can be resolved by litigation to obtain permission and power of action on behalf of the seller and act on his own."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Erliya Sari
"Seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang sedemikian besar, dan luas tanah yang relatif tidak bertambah, secara nyata hal ini menyebabkan kebutuhan akan tanah semakin meningkat, sehingga menyebabkan berbagai permasalahan pertanahan. Untuk mencegah atau paling tidak mengurangi potensi konflik atau sengketa, maka mekanisme pemindahan hak atas tanah agar bisa didaftar harus dibuktikan dengan akta PPAT. Notaris/PPAT dalam menjalankan jabatan tersebut dituntut mematuhi peraturan perundangundangan serta Kode Etik. Mereka harus mengetahui tanggung jawabnya dan menjaga sikap serta perilaku dalam menjalankan jabatannya. Namun, kewajiban yang seharusnya diimplementasikan dalam menjalankan jabatannya ternyata tidak dibarengi dengan kenyataan di lapangan. Masih banyak terjadi pelanggaran yang membawa akibat hukum pada akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT, bahkan sampai pada gugatan di pengadilan. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/PPAT harus memperhatikan prosedur pembuatan akta menurut ketentuan yang berlaku, mentaati Kode Etik serta mengedepankan itikad baik dan prinsip kehati-hatian. Akibat hukum dari penyimpangan terhadap tata cara pembuatan akta PPAT maka PPAT dapat dikenai sanksi sebagai wujud pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana.

Various problems in land affairs lately arise because of the huge growing of population that is not always equal with the availability of land in Indonesia and that caused the need of land becoming bigger and bigger these days. To prevent the potential conflict that is caused by the lack of land availability, the land ownership must be proven by The Land Ownership Deed that is made by a PPAT. When carry out his or he duties, a Notary/PPAT is obliged to obey the legislation and Professional Code of Conduct. In reality, the obligations that are supposed to be implemented on their works, were not always been done as it supposed to be. There are still many violations in the making of the Land Ownership Deed which resulted in lawsuits. The method of analysis that is used in this research writing is juridis normative and qualitative method in data processing. The result of the analysis concluded that a Notary/PPAT must put more attention to the deed making procedures and to make sure that the process of making the deed has complied with the regulations and the Code of Conduct and always done in good faith and prudentiality. Any violations in the procedures could end in lawsuits."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>