Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99131 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Esse Herliyani
"Tanah tumbuh adalah tanah yang terbentuk karena faktor sendimentasi yaitu terjadi karena adanya endapan. Dimana endapan-endapan yang berupa pasir dan lumpur dibawa oleh aliran air laut menuju ke daratan kemudian ombak tidak sepenuhnya mencapai bibir pantai ataupun endapan-endapan yang dibawa oleh aliran air sungai dari hulu dan bermuara ke laut yang tertahan oleh vegetasi mangroove maka lama kelamaan terbentuklah tanah tumbuh. Tanah tumbuh dapat pula terbentuk oleh bantuan manusia yaitu dengan cara menanam patok-patok dari bambu yang diikat oleh kawat guna menahan aliran air laut yang membawa endapan-endapan tersebut. Tanah tumbuh merpakan Tanah negara yang masih kosong atau murni yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat ataupun oleh negara. Untuk tanah tumbuh di Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon dapat dimohonkan kepemilikannya dengan melakukan pendaftaran tanah ke Kantor BPN Cirebon yang akan diterbitkannya sertipikat guna menjamin kepastian hak karena sifat otentisitas dari surat kepemilikan atas tanah tumbuh sangatlah penting mengingat posisi dan kedudukan hukum dari kepemilikan tanah tumbuh yang dimiliki oleh masyarakat. Pendaftaran Tanah Tumbuh pertama-tama dilakukan permohonan kepada Kelurahan Kesenden Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon, kemudian akan dikeluarkan SIM (Surat Ijin Menggarap) oleh Kelurahan dan dilanjutkan pendaftaran ke BPN Cirebon.

The Grows Land is formed due to soil sedimentation that occurs because of sediment. Where precipitates in the form of sand and silt carried by the flow of sea water to the mainland and then the waves did not fully reach the shore or the sediments that carried by the river water flow from upstream, empties into the ocean which restrained by vegetation Mangroove then gradually formed The Grows Land. The Grows Land can also be formed by growing human assistance that is by planting stakes of bamboo that tied together by a wire in order to resist the flow of sea water that brings such deposits. The Grows Land forms an empty land state or pure that can be best utilized by the people or by the state. For The Grows Land in the Kesenden Village of Kejaksan Sub-District of Cirebon city may be filed with the registration of land ownership to the Land Office whom will issue a certificate of Cirebon to guarantee certain rights because of the nature of The Grows Land authenticity letter ownership is growing very important considering the legal position and status of The Grows Land ownership that owned by the communities. The Grows Land Registry, first, made an application to the Kesenden Village of Kejaksan Sub-District of Cirebon City, then issued the SIM (Permit Handle) by the Village and continued enrollment into BPN Cirebon."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meka Azzahra Larasati
"Sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang selanjutnya disingkat PTSL adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya. Program ini digadang-gadangkan sebagai pendaftaran
tanah yang gratis atau tanpa pungutan biaya. Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu. Seperti yang terjadi di Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, banyak warga yang mengeluhkan bahwa pengajuan PTSL mereka ditolak. Adapun yang menjadi alas an penolakan pengajuan penerbitan sertifikat tanah warga tersebut salah satunya adalah masalah status tanah eks-kotapraja.
Dari latar belakang permasalahan tersebut didapatkan dua pokok permasalahan yakni yang pertama adalah bagaimana ketentuan yang mengatur tentang pendaftaran tanah eks-kotapraja dalam rangka PTSL di Jakarta Selatan, dan yang kedua adalah bagaimana implikasi pengaturan mengenai tanah eks-kotapraja dalam pelaksanaan PTSL. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya pengaturan mengenai tanah eks-kotapraja berimplikasi dalam kegiatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Mengingat bahwa seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk
menjamin kepastian hukum sehingga tercipta perlindungan hukum bagi pemegang hak, hal ini tidak dapat dilaksanakan karena masyarakat yang memiliki tanah ekskotapraja kemudian mendaftarkannya melalui PTSL, maka akan terhambat prosesnya akibat diharuskan terlebih dahulu untuk membayar retribusi agar terbit rekomendasi dari Gubernur DKI Jakarta, sehingga tidak terjamin kepastian hukum atas pemilik tanah eks-kotapraja.
As stated in the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Governance
Room/Head of the National Land Agency Number 6 of 2018 concerning
Complete Systematic Land Registration, Complete Systematic Land Registration, hereinafter abbreviated as PTSL, is a Land Registration activity for the first time which is carried out simultaneously for all Land Registration objects throughout the territory of the Republic of Indonesia in one village/kelurahan area or other names of the same level, which include collection of physical data and juridical data regarding one or several objects of Land Registration for the purposes of its registration. This program is predicted as registration
free or free land. However, in reality it is not like that. As happened in Bukit Duri Village, Tebet District, South Jakarta, many residents complained that their PTSL applications were rejected. One of the reasons for the refusal to apply for the issuance of the residents' land certificates was the issue of the status of the ex-municipal land.
From the background of these problems, two main problems were obtained, namely the first is how the provisions governing the registration of ex-municipal land in the context of PTSL in South Jakarta, and the second is how the implications of regulations regarding ex-municipal land in the implementation of PTSL are. The method used in this research is normative legal research. The results of the study indicate that the regulation regarding ex-municipal land has implications for the implementation of Complete Systematic Land Registration. Bearing in mind that as previously mentioned that the purpose of land registration is to guaranteeing legal certainty so as to create legal protection for rights holders, this cannot be implemented because people who own exkotapraja land then register it through PTSL, the process will be hampered due to being required to first pay a levy in order to issue a recommendation from the Governor of DKI Jakarta, so there is no guarantee of certainty law on ex-municipal land owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elza Syarief
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014
346.045 ELZ m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Hafidzy Tawakal
"Saat ini, pemerintah sedang gencar dalam membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dalam negeri. Berkaitan dengan hal tersebut, salah satu aspek terpenting dalam pembangunan PSN adalah ketersediaan tanahnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tanah untuk pembangunan PSN, cara utama yang digunakan oleh pemerintah adalah dengan melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Penelitian ini membahas tentang bagaimana kebijakan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada Proyek Strategis Nasional (PSN), khususnya setelah diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja dan bagaimana implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, yaitu melalui studi kepustakaan baik terhadap peraturan perundang-undangan maupun sumber literatur lainnya. Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya membawa beberapa pengaturan baru terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang memberikan dampak signifikan dalam kemudahan pembangunan PSN. Namun, pengaturan pengadaan tanah baru tersebut menimbulkan permasalahan karena terdapat pengaturan yang bertentangan dengan esensi pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang seharusnya. Dalam pelaksanaannya, kemudahan yang diberikan untuk pengadaan tanah PSN tidak selamanya berjalan dengan baik. Seringkali pelaksanaan  pengadaan tanah PSN mendapatkan penolakan yang besar dari masyarakat. Hal tersebut karena kemudahan pengadaan tanah yang diberikan justru mengesampingkan hak-hak masyarakat dan bahkan mengesampingkan aspek keberlanjutan lingkungan. Oleh karena itu, pengadaan tanah PSN sudah seharusnya dilakukan dengan merujuk pada esensi pengadaan tanah seharusnya. Dengan begitu, hak-hak dari masyarakat yang terdampak dapat terjamin dan kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat. 

Currently, the government is intensively promoting National Strategic Projects (PSN) to meet domestic infrastructure needs. One of the most critical aspects of PSN development is the availability of land. To fulfill land requirements for PSN development, the primary method employed by the government is land acquisition for public interest. This research examines the policies surrounding land acquisition for public interest in the context of National Strategic Projects (PSN), particularly after the enactment of the Omnibus Law (Job Creation Law), and evaluates the implementation of these policies. The research adopts a doctrinal method, utilizing a literature-based approach by analyzing statutory regulations and other relevant sources. The Job Creation Law and its derivative regulations introduce several new provisions related to land acquisition for public interest, significantly facilitating the development of PSN. However, these new regulations pose challenges as some provisions conflict with the fundamental principles of land acquisition for public interest. In practice, the ease provided for PSN land acquisition does not always proceed smoothly. Frequently, the implementation of PSN land acquisition faces strong resistance from the public. This resistance arises because the ease of land acquisition often disregards community rights and even neglects environmental sustainability aspects. Therefore, PSN land acquisition should adhere to the essence of proper land acquisition. By doing so, the rights of affected communities can be safeguarded, and public welfare can be improved. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Tiffany Pasha
"Kehidupan ekonomi masyarakat dewasa ini telah membuat tanah menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia. benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan tidak terbatas kepada benda-benda yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, tapi juga yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut. Hapusnya Hak Atas Tanah banyak terjadi karena lewatnya waktu, untuk mana hak itu diberikan. Hak-hak yang lebih rendah tingkatannya daripada Hak Milik seperti Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai terbatas waktu berlakunya, sekalipun secara fisik masih tetap ada. Dengan berakhirnya hak Atas Tanah yang bersangkutan, maka Hak Atas Tanah yang bersangkutan kembali kepada pemiliknya dan kalau hak tersebut diberikan oleh Negara, maka tanah tersebut kembali kepada kekuasaan Negara. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian adalah penelitian normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundangundangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.

The economic life has grown to make the land and the production of commodities sought by humans. Objects related to land that can be encumbered with pledge not confined to the objects that belonged to the holder of the land in question, but it also belongs to the right of the fatherland. Nullification land rights much happens because the passage of time, rights for which it was given. The lower than right of ownership such as the right to cultivate, right of use of structures, right of use with limited enactment, through physically still persists. In the end oof land rights concerned, the rights on land rights concerned to back or return to the owners when the rights provided by the state, then the land returned to the state. The research method used in the study is a normative research , legal research that lays the law as a system of building norms include research into the principles of law, the sources of law, legislation that theoretical science and can analyze the issues discussed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasya Ardellia Pranandha
"Hak-hak lama atas tanah wajib dilakukan konversi ke dalam sistem hak atas tanah nasional sebagaimana diatur dalam Diktum Kedua Undang-Undang Pokok Agraria dengan tujuan untuk terciptanya unifikasi hukum tanah di Indonesia. Pada realitanya, sampai saat ini masih banyak hak-hak lama yang tidak dikonversi. Tidak adanya kepastian hukum terhadap tanah yang ditempati seringkali menimbulkan sengketa, terutama ketika tanah sudah dikuasai secara fisik oleh pihak lain seperti pada Putusan Nomor 109 Pk/Pdt/2022 antara Keluarga Muller dan PT. Dago Intigraha melawan warga Dago Elos. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kekuatan bekas Hak Eigendom dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan pemberian hak prioritas kepada subjek hukum yang menguasai tanah bekas Hak Eigendom tersebut. Kajian dilakukan menggunakan metode penulisan yuridis normatif dan didukung oleh hasil wawancara kepada narasumber. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekuatan eigendom verponding yang dimiliki oleh Keluarga Muller masih berlaku sebagai bukti tertulis untuk mendaftarkan tanah sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, namun tanah yang dilekati eigendom sudah menjadi tanah negara sebagaimana ketentuan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979. Selain itu, penerapan pemberian hak prioritas atas tanah negara bekas Hak Eigendom dalam Putusan Nomor 109 Pk/Pdt/2022 belum tepat karena tidak mempertimbangkan unsur-unsur kriteria pemberian hak prioritas, melainkan hanya mengacu pada bukti akta eigendom verponding saja. Kemudian tidak diuraikan pula apakah akta eigendom memenuhi syarat pembuktian hak lama dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan demikian, diperlukan penegasan terhadap hak-hak lama yang belum dikonversi karena dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan hukum, terutama terhadap tanah yang sudah dikuasai oleh pihak lain yang berbeda dengan pemilik hak lama. Selain itu perlu juga diatur mengenai ketentuan hak prioritas atas tanah secara jelas.

Old land rights must be converted into the national land rights system as stipulated in the Second Dictum of the Basic Agrarian Law with the aim of creating unification of land laws in Indonesia. In fact, until now there are still many old rights that are not restricted. The absence of legal certainty regarding the land occupied often creates disputes, especially when the land is physically controlled by another party, as in Decision Number 109 Pk/Pdt/2022 between the Muller Family and PT. Dago Intigraha against the people of Dago Elos. Therefore, this study examines the strength of the former Eigendom Rights in the laws and regulations in Indonesia and gives priority to rights to legal subjects who control the land of the former Eigendom Rights. The study was carried out using normative juridical writing methods and was supported by the results of interviews with informants. The results of this study found that the power of eigendom verponding owned by the Muller Family is still valid as written evidence for registering land as in Government Regulation Number 24 of 1997, but the land attached to the eigendom is already state land as stipulated in Presidential Decree Number 32 of 1979. In addition, the implementation of granting priority rights to state land of former Eigendom Rights in Decision Number 109 Pk/Pdt/2022 is not completely correct because it does not consider the elements of the criteria for granting priority rights, but only refers to evidence of priority rights eigendom verponding. Then it is also not spelled out whether the eigendom deed fulfills the requirements for proving old rights in Government Regulation Number 24 of 1997. Thus, it is necessary to confirm old rights that have not been released because they can lead to legal injustice, especially to land already controlled by other parties different from the previous owner. In addition, it is also necessary to clearly regulate the provision of priority rights over land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Sumakto
"Tulisan ini merupakan suatu studi tentang proses perkembangan kebijaksanaan hukum pengaturan penguasaan tanah dan diferensiasi pedesaan di Bali. Bertolak dari keinginan memperoleh pemahaman yang lebih lengkap mengenai proses perkembangan kebijaksanaan hukum pertanahan di Bali tersebut, inti kajian studi ini, hendak mendiskripsikan bahwa kebijaksanaan hukum pengaturan penguasaan tanah dan pelaksanaan intensifikasi pertanian dipengaruhi lapisan-lapisan sosial-ekonomi berdasarkan pola-pola penguasaan tanah dalam menentukan bentuk diferensiasi sosial-ekonomi petani di Bali.
Beberapa masalah pokok yang hendak dikaji dalam Penelitian ini, adalah (1) bagaimanakah lapisan-lapisan sosial-ekonomi masyarakat petani mempengaruhi kebijaksanaan hukum pengaturan penguasaan tanah di pedesaan Bali? (2) bagaimanakah bentuk perubahan-perubahan pembentukan pelapisan sosial-ekonomi di pedesaan di Bali; yaitu khususnya berkenaan dengan terjadinya pelapisan sosial-ekonomi menurut pola-pola penguasaan tanah masyarakat petani di banjar Lepang?
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bahwa di satu pihak hukum dapat berperan dalam mengatasi masalah-masalah penguasaan tanah dan di pihak lain kondisi sosial-ekonomi di pedesaan Bali berpengaruh terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dalam studi ini dapat ditunjukkan terdapat korelasi kebijaksanaan hukum pengaturan penguasaan tanah dengan pembaruan pola-pola penguasaan tanah yang tidak dapat dipisahkan dari kenyataan-kenyataan politik, ekonomi dan kultural di Bali. Diferensiasi masyarakat di pedesaan Bali tidak memperlihatkan polarisasi tajam, yakni pemilik tanah kaya di satu pihak dan buruh tani tidak bertanah di pihak lain. Meskipun polarisasi nyata berdasarkan penguasaan tanah di banjar Lepang tidak dapat ditunjukkan, tingkat penyakapan yang tinggi dalam hubungan produksi menunjukkan petani tidak bisa semata-mata hidup dari tanah mereka sendiri.
Dapat disimpulkan, kehidupan sosial-ekonomi petani di pedesaan sejak dulu selalu menghadapi berbagai perubahan-perubahan kekuatan baik di tingkat lokal maupun supra-lokal yang bersifat eksploitatif terhadap kehidupan petani di Bali. Disarankan, pembangunan di sektor pertanian perlu mempertimbangkan peranan hukum dalam melakukan pembaruan di sektor agraria, untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani di pedesaan. Ketimpangan penguasaan tanah hendaknya menjadi target perbaikan penguasaan tanah di pedesaan dengan melakukan perubahan ketentuan perundang-undangan tentang penetapan luas maksimum pemilikan tanah, sehingga di pedesaan cukup tersedia tanah bagi mereka yang tidak mempunyai tanah, atau yang bekerja di atas tanah orang lain melalui perjanjian bagi hasil, sewa atau melalui hubungan produksi yang lain. Ketentuan perundang-undangan tentang larangan pemilikan tanah guntai yang lazim dijumpai di Bali, sudah waktunya dirubah. Penerapan hukum ketentuan peraturan perundang-undangan perjanjian bagi hasil sudah saatnya ditegaskan kembali."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Tazkia Sabila
"Perjanjian nominee dikategorikan sebagai perjanjian yang berindikasi menciptakan penyelundupan hukum karena perjanjian nominee tidak diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian nominee dibuat untuk memberi kesempatan atau celah kepada warga negara asing untuk menguasai dan memiliki bidang tanah hak milik di Indonesia sehingga bertentangan dengan tujuan dari Undang-Undang Pokok Agraria. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam mengategorikan perjanjian nominee sebagai perbuatan melawan hukum serta menganalisis tanggung jawab notaris yang membuat perjanjian nominee yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Nomor:274/Pdt.G/2020/PN Dps. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier kemudian di analisis menggunakan metode kualitatif. Pertimbangan hakim dalam mengategorikan perjanjian nominee sebagai perbuatan melawan hukum sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 1365 KUHPerdata serta tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata ayat (4) yaitu suatu sebab yang halal. Hakim juga mempertimbangkan bahwa perbuatan melawan hukum penguasaan atas tanah oleh warga negara asing tidak hanya bertentangan dengan hak orang lain dan bertentangan dengan hukum itu sendiri namun juga bertentangan dengan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Tanggung jawab notaris yang membuat perjanjian nominee yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Putusan Nomor: 274/Pdt.G/2020/PN Dps, maka terhadap notaris dibebankan pertanggungjawaban perdata berupa penggantian kerugian yaitu membayar biaya atau pengeluaran yang timbul dalam perkara tersebut, pertanggungjawaban administratif berupa teguran, peringatan, pemecatan sementara dari keanggotaan perkumpulan dan pemberhentian dengan tidak karena melanggar kode etik jabatan profesi serta dengan sengaja melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Agreement nominee categorized as an agreement that has indications of creating legal smuggling because of the agreement nominee not regulated in the Civil Code. Agreement nominee created to provide an opportunity or loophole for foreign citizens to control and own land plots in Indonesia so that it is contrary to the objectives of the Agrarian Law. This research was conducted to analyze judges' considerations in categorizing agreements nominee as an unlawful act and analyze the responsibility of the notary who makes the agreement nominee which is categorized as an unlawful act based on the Decision Number: 274/Pdt.G/2020/PN Dps. This research uses doctrinal research with an explanatory research typology. The type of data used is secondary data consisting of primary legal material, secondary legal material and tertiary legal material which is then analyzed using qualitative methods. Judge's considerations in categorizing agreements nominee as an unlawful act in accordance with what is stated in Article 1365 of the Civil Code as well as failure to fulfill the conditions for the validity of the agreement in Article 1320 of the Civil Code paragraph (4), namely a lawful cause. The judge also considered that the unlawful act of controlling land by a foreign citizen not only conflicts with the rights of other people and is contrary to the law itself but also contrary to the norms of propriety and decency. Responsibilities of the notary who made the agreement nominee which is categorized as an unlawful act based on the Decision Number: 274/Pdt.G/2020/PN Dps, then the notary is charged with civil liability in the form of compensation for losses, namely paying costs or expenses incurred in the case, administrative responsibility in the form of warnings, warnings, temporary dismissal from association membership and dismissal without for violating the code of ethics for professional positions and deliberately violating the provisions of Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notaries."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasasti Budi Putri
"Propinsi Bali merupakan wilayah Indonesia yang jumlah wisatawan yang datang ke kian mengingkat setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan banyak orang baik warga negara Indonesia dan orang asing tertarik untuk tinggal atau membuka usaha di Bali. Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang berhak untuk memiliki tanah. Sementara itu, orang asing diberi hak untuk menempati lahan di Indonesia dengan hak pakai dan hak sewa atas bangunan. Tetapi pada kenyataannya banyak orang asing menggunakan perjanjian pinjam nama untuk menempati lahan di Bali dalam jangka waktu yang mereka inginkan. Perjanjian sewa menyewa digunakan sebagai upaya untuk menutupi keberadaan perjanjian dapat dianggap sebagai perjanjian pinjam nama sehingga perjanjian sewa menyewa merupakan suatu upaya penyelundupan hukum. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, untuk memperoleh data yang dikehendaki penelitian ini dengan melakukan telaah bahan pustaka atau data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa rangkaian perjanjian pinjam nama antara lain surat pernyataan, perjanjian sewa menyewa, surat kuasa mengelola, surat kuasa menjual dan perjanjian perpanjangan sewa. Pada saat orang asing datang kepada notaris untuk dibuatkan akta otentik sebaiknya notaris lebih teliti dan seksama sehingga apabila terdapat indikasi pembuatan akta otentik dapat menyalahi aturan hukum maka notaris dapat memberi penyuluhan hukum. Dalam menjalankannya jabatannya seorang notaris itu harus bertindak amanah, jujur dan seksama karena notaris wajib menjaga kepercayaan masyarakat dan negara dengan baik.

Bali Province is a major area of Indonesia tourism so that the number of tourists who come to Bali is increasingly every year. This leads to a lot of people both Indonesian citizens and foreigners keen to stay or open a business in Bali. Basic Agrarian Law states that only Indonesian citizens who have the right to own land. Meanwhile, foreigners were given the right to occupy land in Indonesia with the right to use and leases on buildings. But in fact many foreigners use nominee agreement and loan agreement to occupy land in Bali in the time period they want. The content of Indonesian citizen who appointed to be a nominee states that the true owner of the land is the foreigner because the money she used for the purchase of land was belongs to the foreigner. Lease agreement is used as an attempt to cover up the existence of the agreement can be considered as a loan agreement so that the name of the lease agreement is a legal smuggling attempt. This study uses normative juridical, to obtain the desired data of this study by conducting research library materials or secondary data. The analysis showed that a series of loan agreements include a statement of the name, lease agreement, power of attorney to manage, power of attorney to sell and lease extension agreement. By the time a foreigner came to the notary for the notary should be made authentic act more carefully and thoroughly so that if there are indications of an authentic deed may violate the rule of law, the notary can provide legal counseling. A notary should act trustworthy, honest and thorough, as notaries are required to maintain public confidence and the country well.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Wahyu Tanaji
"Risalah Lelang merupakan akta otentik yang membuktikan telah terjadinya lelang dan berfungsi sebagai alas hak untuk melakukan balik nama, khususnya dalam hal objek lelang berupa tanah dan bangunan. Seperti halnya akta notaris, Risalah Lelang dapat dibuat dalam bentuk minuta, salinan dan grosse. Minuta Risalah Lelang merupakan arsip negara yang wajib disimpan dan dipelihara secara baik oleh Juru Lelang/Kantor Lelang. Dalam penelitian ini, permasalahan muncul sebagai dampak dari diterbitkannya surat keterangan sebagai pengganti salinan Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara, yang tidak memiliki minuta. Mengenai bidang tanah/bangunan yang telah dijual lelang oleh Kantor Lelang Negara tersebut, bagaimanapun, telah diterbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama pihak lain oleh Kantor Pertanahan sebagai tindak lanjut dari adanya ketentuan konversi tanah berdasarkan UUPA. Selain itu, sertipikat Hak Guna Bangunan tersebut telah pula ditingkatkan menjadi Hak Milik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara prosedur lelang dan proses konversi tanah yang telah dilakukan dengan peraturan-peraturan yang berlaku di bidang hukum lelang dan pertanahan. Penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif dengan tipe diagnostik fact-finding. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang dianalis secara kualitatif sehingga menghasilkan laporan yang bersifat diagnostik analisis. Penulis menyimpulkan bahwa lelang yang telah dilakukan mengandung beberapa cacat prosedur dan surat keterangan sebagai pengganti salinan Risalah Lelang tersebut tidak dapat diterima sebagai alat bukti yang sah dan sempurna, namun hanya sebagai bukti permulaan.

An Auction Deed is an authentic deed to prove that an auction has occured and it becomes the legal basis the transfer of title from a vendor to a purchaser, particularly in relation to land and builidng. Similiar to a notary deed, The Auction Deed may be drawn as a minute, an exemplified copy, and an engrossment. As state archives, the minute of Auction Deeds must be kept and maintained well by auctioneers. In this research, problems arise as a result of the issuance of letters of evidence by the Head of State Auction Office as a substitute for an exemplified copy of an auction deed, that do not has the minute. With regard to the property sold by the aforementioned State Auction Office, however, the Land Office has granted Building Rights Certificate under the name of other people based on the conversion policy of land titles in conformity with the Basic Agrarian Law (UUPA). Besides, The Building Rights has been increased into the Ownership (Freehold) Rights.
This study aims to examine the suitability of the auction procedure, conversion of land rights procedure with the auction and land regulations. The research uses normative juridical with fact-finding diagnostic. The type of data used are secondary data were analyzed qualitatively so as to produce a diagnostic report analysis. The writer concluded that there were flaws in auction procedure and the letters of evidence could not be accepted as perfect and convincing/legitimate evidence, but merely as preliminary evidence.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>