Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165345 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arina Setyaningtyas
"Hiponatremia merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada anak yang mendapat terapi cairan hipotonik. Hiponatremia sering ditemui pada diare dengan dehidrasi. Saat ini standar terapi diare dengan dehidrasi masih menggunakan cairan hipotonik.
Tujuan: Mengetahui perubahan kadar natrium darah dan standard base (SB) pasca rehidrasi menggunakan cairan standar atau cairan ringer asetat malat (RAM)
Metode: Penelitian uji klinis acak terkontrol membandingkan 2 macam terapi yaitu cairan standar dan cairan RAM, dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Hasil: Didapatkan 21 subyek di kelompok cairan standar dan 19 subyek di kelompok RAM. Rerata kadar natrium serum dan SB awal di kelompok cairan standar 140.95 mmol/L dan -10.57 mmol/L, pada kelompok terapi RAM adalah 141.40 mmol/L dan -9.37 mmol/L. Nilai tersebut tidak menunjukan perbedaan bermakna antara 2 kelompok. Pasca rehidrasi didapatkan kadar natrium 138.31 mmol/L dengan SB 6.32 mmol/L pada kelompok cairan standar dan pada kelompok RAM 141.74 mmol/L dan -7.37 mmol/L. Perubahan rerata kadar natrium menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik, sedangkan perubahan SB tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Rerata penurunan kadar natrium pada kelompok terapi standar adalah 2.48 mmol/L dan kenaikan 0.37 mmol/L pada kelompok RAM.
Simpulan Didapatkan perubahan kadar natrium darah dan SB pasca rehidrasi menggunakan 2 cairan berbeda.

Hyponatremia is a common complication in children receiving hypotonic fluid therapy. Hyponatremia is common in diarrhea with dehydration . The current standard treatment of diarrhea with dehydration still using hypotonic solutions.
Objective: To determine changes in blood sodium levels and standard base (SB) after rehydration using standard solutions or Ringer's acetate malate solutions (RAM)
Methods: The study was a randomized, controlled clinical trial comparing two kinds of therapy that is standard solutions and RAM solutions performed at Dr. Soetomo hospitals.
Results: There were 21 subjects in standard group and 19 subjects in groups of RAM group. The mean initial sodium level and SB in standard treatment were 140.95 mmol /L and -10.57 mmol/L, in the RAM treatment group was 141.40 mmol /L and -9.37 mmol/L. These values did not show significant differences between the 2 groups. Post rehydration sodium level was 138.31 mmol/L with SB was -6.32 mmol/L in the standard treatment group and in the group of RAM 141.74 mmol/L and -7.37 mmol/L. Changes in the mean sodium levels showed statistically significant differences, whereas SB changes showed no significant difference. The mean decrease in sodium levels in the standard therapy group was 2.48 mmol/L and the mean increase 0.37 mmol/L in the group of RAM.
Conclusions : There were changes in blood sodium levels and SB after rehydration using two different solutions.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awaliah
"Diare lanjut dapat mengakibatkan dehidrasi pada balita dan saat ini merupakan penyebab kematian urutan kedua pada balita di dunia. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dehidrasi pada balita dengan diare. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan melalui tehnik consecutive sampling didapat 110 balita dengan diare yang mengalami dehidrasi ringan/sedang dan berat yang dirawat di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian dehidrasi pada balita dengan diiare adalah usia balita p=0,023 dan status gizi balita p=0,000 . Hasil analisis berikutnya didapatkan faktor paling dominan yang berhubungan dengan kejadian dehidrasi pada balita dengan diare adalah status gizi balita OR=15,22. Diperlukan perhatian khusus/lebih pada balita dengan diare yang memiliki status gizi kurang terhadap risiko dehidrasi di tatanan pelayanan primer.

Further diarrhea can lead to dehydration and is currently the second leading cause of death in children under five in the world. The aim of research to identify factors associated with the occurrence of dehydration in under five with diarrhea. This research uses cross sectional design and through consecutive sampling technique is obtained 110 children under five with diarhhea who are dehydrated mild moderate and severe, hospitalized in Jakarta Islamic Hospital Cempaka Putih.
The results showed factors that have a significant relationship with the occurrence of dehydration in children under five with diarrhea are the age of children p 0,023 and nutritional status p 0,000. The next analysis results were obtained the most dominant factor related to the occurrence of dehydration in children under five with diarrhea is the nutritional status of children OR 15,22. Special attention is required more in children under five with diarrhea who have the status of malnutrition on the risk of dehydration in the order of prymary care.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sakti Widyaningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor risiko kejadian diare akut dehidrasi ringan/ sedang dan dehidrasi berat pada anak usia 6-24 bulan di RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel berjumlah 135 responden. Hasil penelitian menemukan faktor yang berhubungan dengan kejadian diare akut adalah status gizi (p=0,031), kebersihan tangan dan kuku (p=0,000), pendidikan ibu (p=0,009), pengetahuan ibu (p=0,02), kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberi makan anak (p=0,012), penggunaan sumber air bersih (p=0,004), jarak jamban dengan septitank (p=0,014) dan penghasilan keluarga (p=0,001). Faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian diare akut yaitu imunisasi campak, pendidikan ibu dan penggunaan sumber air bersih.

This study aimed to identify risk factors for acute diarrheal dehydration mild / moderate and severe dehydration in children aged 6-24 months Tugurejo Public Hospital in Semarang. This study used a descriptive study with cross sectional correlation. Sample study was total 135 respondents. The results indicated the factors that related to the incidence of acute diarrhea is nutritional status (p = 0.031), hand hygiene and nail (p = 0.000), maternal education (p = 0.009), knowledge of mothers (p = 0.02), mother's habit of washing hands before feeding children (p = 0.012), use of water resources (p = 0.004), with septitank latrine distance (p = 0.014) and family income (p = 0.001). The dominant risk factors on the incidence of acute diarrhea are immunized against measles, maternal education and the use of water resources."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T31349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ubaidilah
"Di Propinsi Sumatera Selatan mempunyaj beberapa Kabupaten yang merupakan endemis diare. Demikian juga halnya Kabupaten Ogan Komering Ilir diare masih merupakan permasalahan kronis. Peran serta masyarakat mempunya andil yang besar dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan diare, khususnya dalam kegiatan pencegahan teijadinya sakit dan tindakan pengobatan terhadap balita diare. Hal ini menjadi sangat pcnting karena kegiatan tersebut diatas sangat bertumpu pada perilaku masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas, dokter, bidan, perawat/mantri) di daerah endemis pcnyakit ini merupakan sarana yang tepat unmk menangani masalah penyakit. Namun pada kenyataannya pemanfaatannya oleh masyarakat kumng maksirnal.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku pencarian pengobatan balita diare, dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi kerentanan, biaya transportasi, jarak, biaya berobat, anjuran tokoh masyarakat, kcramahan petugas kesehatan. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Populasi adalah ibu balita yang mempunyai balita diare dalam 1 bulan terakhir, sedangkan sampel diambil secara acak dari populasi yang telah ada (simple random) yang dilakukan pada bulan mei di Kecamatan Sirah Pulau Padang pada 6 desa yang terpilih. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dangan wawancara Iangslmg. Data selanjutnya diolah secara statistik dengan analisis Chi Square dan Multiple Regression Logistic.
Dari 9 variabel yang dianalisis yaitu pendidikan, pengetahuan, persepsi kerentanan, sikap, biaya transportasi, jarak, biaya berobat, anjurau tokoh masyarakat, dan keramahan petugas kesehatan. Maka didapat 5 variabel yang ada hubungan bermakna dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan balita diare, yaitu : variabel pengetahuan, variabel sikap, vaiiabel biaya transportasi, variabel biaya berobat, variabel anjuran tokoh masyarakat. Dari analisis multivariat dengan menggunakan uji logistik Regression terhadap 6 variabel yang masuk sebagai kandidat model yaitu pengetahuan, sikap, biaya transportasi, biaya berobat, anjuran tokoh masyarakat, keramahan petugas kesehatan. Terdapat liga variabel yang berhubungan yaitu variabel pengetahuan, variabel sikap dan variabel anjuran tokoh masyarakat. lbu yang berpengtahuan baik berpeluang 2,385 kali mencari pengobatan balita diarc ke fasilitas kesehatan ke fasilitas kesehatan dibandingkan yang berpcngetahuan kurang., ibu yang mernpunya sikap positif berpeluang 2,500 kali membawa balita diare berobat ke fasilitas kesehatan dibandingkan yang mempunya sikap negatiil Dan ibu yang mendapat anjuran tokoh masyarakat berpeluang 4,172 kzli membawa baiita diare ke fasilitas keschatan dibandingkan dengan yang tidak ada anjuran tokoh masyarakat, yang merupakan veriabcl yang paling besar pengaruh dalam pexilaku pcncarian pengobatn pada penelitian ini.
Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan melalui petugas kesehatan yang berperan di pedesaan perlu menjalin hubungan dan keuja sama lebih harmonis dengan sektor-sektor terkait dan tokoh masyarakat agar mendapat dukungan dalam keberhasilan suatu program kesehatan khususnya program diare. Adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyamkat terutama tokoh masyamkat melalui pelatihan, penyuluhan dengan pengembangan materi dan penggunaan media.

Anemia is defined as a hemoglobin level lower than nomtal for the group of population. Prevalence of anemia among pregnant women basedon SKRT 1995 was 50.9% at national level anad in Kuningan Disnict the prevalence was 62.5% in 2005. One effort to prevent and to overcome anemia among pregnant women is by providing iron-folate supplementation and multivitamin-mineral supplementation. This study aimed at comparing the effect of iron-folate supplementation and multivitamin-mineral supplementation on hemoglobin level of pregnant women in Kuningan Di strict in the year 2006.
This study used experiment with randomization design, implemented in anemic pregnant mothers wim gestational age of sewnd {week i6-week 24) in Kuningan District. Subjects were 138 pregnant women divided into two groups: 70 women received iron-folate supplementation and 68 women received multivitamin-mineral supplementation. Primary data were collected through interview and measurement- Data were tested using paired t-test and independent two means t~test.
The study results show that proportion of anemia among pregnant women (trimester Il) in Kuningan District is still high (59.57%). Characteristics of pregnant women (age, parity, birth space, education, occupation, food intake, food pattem, and nutrition status) of the two groups were homogenous. There were signihcant differences of hemoglobin level beibre and after supplementation for both groups.
Although no signihcant difference in the hemoglobin increase between two groups of supplementation, there was a a tendmcy that iron-folate group had a higher hemoglobin increase than multivitamin-mineral supplementation. Higher increase was found among mothers with lower hemoglobin level before supplementation.
This study concludes that there were significant tiilferences of hemoglobin level before and ailer supplementation for both groups. Although no significant difference in the hemoglobin increase between two groups of supplementation, there was a a tendency that iron-folate group had a higher hemoglobin increase than multivitamin-mineral supplementation. Higher increase was found among mothers with lower hemoglobin level before supplementation due to higher iron absorption.
It is suggested to overcome anemia among pregnant women by provision of iron-folate or multivitamin-mineral supplemcntations with consideration on oest-eifectiveness and regularity of supplement consumption. Multivitamin-mineral supplementation users should consider the iron content as to comply with Wl-IO standard (60 mg of iron) and other vitamins to incrmse hemoglobin level during pregnancy, to reduce negative efieet, and to conduct extension and education about iron rich foods.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Indra Waspada
"Latar Belakang. Cairan rehidrasi oral dan zinc telah menjadi terapi standar dalam tata laksana diare akut pada anak. Probiotik sudah digunakan secara luas pada kasus diare akut pada anak meskipun belum direkomendasikan oleh WHO. Penelitian yang membandingkan penambahan probiotik pada terapi standar masih sangat terbatas.
Tujuan. Mengetahui efektivitas pemberian suplementasi probiotik pada terapi standar diare akut.
Metode. Penelitian uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada anak usia 6 bulan sampai 36 bulan dengan diare akut tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan sedang, yang dilakukan di kelurahan Kenari, Jakarta Pusat antara bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Kelompok perlakuan diberikan terapi standar ditambah probiotik Lactobacillus rhamnosus R0011 1.9 x 109 cfu dan Lactobacillus acidophilus R0052 0.1 x 109 cfu, sedangkan kelompok kontrol diberikan terapi standar dan plasebo. Luaran yang dinilai adalah durasi diare dan frekuensi defekasi. Penelitian ini bersifat intention to treat analysis.
Hasil. Total 112 subjek masuk dalam penelitian, terdiri dari 56 subjek mendapat terapi standar ditambah probiotik, dan 56 subjek hanya terapi standar. Median lama durasi diare setelah terapi pada kelompok perlakuan yaitu 68,5 jam sedangkan pada kelompok kontrol 61,5 jam (p=0,596). Median frekuensi defekasi pada kelompok perlakuan yaitu 5 kali, sedangkan pada kelompok kontrol 5,5 kali (p=0,795).
Simpulan. Pada penelitian ini tidak ditemukan penurunan durasi diare dengan penambahan probiotik pada terapi standar. Meskipun kelompok perlakuan memiliki frekuensi defekasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun perbedaan tersebut tidak bermakna.

Background. Oral rehydration solution and zinc have been used as standard therapy for treating acute diarrhea in children. Probiotics are widely used in treatment of acute diarrhea in children, although it has not been recommended by WHO. Studies comparing supplementation of probiotics to standard therapy are still limited.
Objectives. To know the efficacy of probiotic supplementation to standard therapy in acute diarrhea.
Methods. A randomized double blind clinical trial was performed in children aged 6-36 months with acute diarrhea without dehydration or mild to moderate dehydration in Kenari sub district, central Jakarta, between October 2011 until Februari 2012. Supplemented group was given standard therapy and probiotics Lactobacillus rhamnosus R0011 1.9 x 109 cfu and Lactobacillus acidophilus R0052 0.1 x 109 cfu, while control group was given standard therapy and placebo. The outcomes were duration of diarrhea and frequency of defecation. Stool frequency was recorded daily until resolution of diarrhea. The analysis was based on intention to treat.
Results. A total of 112 subjects were included in the study, consisted of 56 subjects in supplemented group and 56 subjects in control group. Median duration of diarrhea in supplemented group was 68,5 hours while in the control group was 61,5 hours (p=0,596). Median frequency of defecation in supplemented group was 5 times, while in the control group was 5,5 times (p=0,795).
Conclusion. This study did not find shorter duration of diarrhea with supplementation of probiotics to standard therapy. Although supplemented group had lower frequency of defecation compared to control group, the difference was not significant.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T31682
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Hartati
"Pemenuhan kebutuhan cairan pada anak diare dengan dehidrasi sedang-berat sangat dibutuhkan karena penanganan awal dehidrasi sangat menentukan dalam mencegah komplikasi akibat dehidrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat dalam pemenuhan kebutuhan cairan pada pasien anak dengan dehidrasi sedang-berat. Desain penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik pengambilan quota sampling dengan jumlah responden 66 perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 7,6% perawat yang memiliki pengetahuan baik. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat lebih meningkatkan pengetahuannya melalui pendidikan dan pelatihan tentang peningkatan pengetahuan perawat sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

Meeting the needs of liquid in children diarrhea with moderate-severe dehydration is needed because early treatment is crucial in preventing dehydration complications. This study aims to describe the knowledge of nurses in meeting the needs of the fluid in pediatric patients with moderate to severe dehydration. A descriptive method with quota sampling technique was applied to 66 nurses. The results showed that only 7.6% are knowledgeably of dehydration prevention. This study recommends continuing education and training to increase nurses knowledge as efforts to improve the quality of nursing care.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S57605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edip Isna Yuana
"Diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi penyebab utana morbiditas dab mortalitas bagi bayi dan anak di seluruh dunia. Di DKI Jakarta khususnya wilayah Jakarta Timur memiliki angka kasus diare tertinggi yaitu Kecamatan Cakung yaitu 5179 kasus Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi kejadian diare berdasarkan faktor anak dan faktor ibu. Penelitian ini menggunakan data primer, menggunakan disain penelitian Cross sectional. Dengan jumlah sampel 96 ibu yang membawa balita berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Cakung. Hasil menunjukkan bahwa kejadian diare adalah 46,9%. Kejadian diare memiliki hubungan yang bermakna dengan riwayat pemberian ASI eksklusif (PR 3,432 (CI 95% 1,474 ? 7,991), status imunisasi campak (PR 7,692 (CI 95% 0,88 ? 66,56), pengetahuan ibu (PR 7,196 (CI 95% 2,915 ? 17,76), dan perilaku mencuci tangan ibu (PR 2,489 ( CI 95% 0,995 ? 6, 228).

Diarrhea is one of the health problems are a major cause of morbidity and mortality for infants and children around the world. In Jakarta, especially East Jakarta has the highest number of cases of diarrhea Puskesmas Cakung ie 5179 cases. This study aims to determine the distribution of the incidence of diarrhea by factors child and maternal factors. The research using a cross sectional study design. With a total sample 96 mothers carrying toddlers visiting Puskesmas Cakung. Results showed that the incidence of diarrhea was 46.9%. The incidence of diarrhea has a significant relationship with a history of exclusive breastfeeding (PR 3.432 (95% CI 1.474 to 7.991), measles immunization status (PR 7.692 (95% CI 0.88 to 66.56), knowledge of mothers (PR 7.196 (CI 95 % 2.915 to 17.76), and the mother's hand washing (PR 2.489 (95% CI 0.995 to 6, 228)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eghar Anugrapaksi
"ABSTRAK
Diare kronik pada anak membutuhkan perhatian serius karena memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Diare kronik merupakan proses diare akut yang melanjut akibat berbagai faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi, karakteristik pasien, gambaran klinis, dan faktor risiko diare kronik pada anak non-HIV. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang pada pasien anak dengan diagnosis diare kronik non-HIV di RSCM pada Januari 2014-Juli 2018. Data pasien diperoleh dari sumber data sekunder berupa rekam medis. Dari 120 rekam medis dengan diagnosis diare, 44 pasien anak mengalami diare kronik non-HIV. Prevalensi diare kronik non-HIV di RSCM adalah 36%. Karakteristik pasien adalah mayoritas laki-laki dengan rentang usia 1-5 tahun dengan kondisi gizi buruk serta riwayat penggunaan antibiotik. Mayoritas pasien tidak memiliki riwayat menggunakan oralit. Meskipun demikian, kebanyakan pasien tidak mengalami dehidrasi. Pasien ditemukan mayoritas memiliki penyakit penyertadan kultur tinja positif. Mikroorganisme terbanyak yang ditemukan dalam kultur adalah Klebseilla pneumoniae, E. coli non-patogen, dan Proteus mirabilis. Sedangkan, penyakit terbanyak yang menyertai kondisi diare kronik adalah infeksi, seperti sepsis, infeksi CMV, dan infeksiTB. Analisis multivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan temuan kultur feses positif pada pasien diare kronik non-HIV (p = 0,029; 95% CI = 0,024-0,82). Faktor lainnya ditemukan tidak memiliki hubungan yang signifikan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan salah satu faktor risiko kultur feses positif pada pasien diare kronik non-HIV. Maka dari itu, perhatian lebih perlu difokuskan kepada populasi laki-laki karena kelompok tersebut lebih rentan terkena diare kronik dibandingkan dengan populasi perempuan. Dengan demikian, penanganan yang cepat dan tepat dapat diberikan pada populasi laki-laki untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas diare kronik.

ABSTRACT
Chronic diarrhea, especially in children, demand a higher concern due to its high morbidity and mortality. Chronic diarrhea resulted from a prolonged and unsolved acute diarrhea due to many factors. This paper aim to identify prevalence, patient characteristics, clinical profiles, and risk factors of chronic diarrhea in non-HIV children. This paper uses cross sectional study design from children patients from January 2014 to July 2018with the diagnosis of chronic diarrhea in non-HIV children. This paper obtained its data from the patients medical records. From120 medical records with the diagnosis of diarrhea, 44 patients are diagnosed with chronic diarrhea without the infection of HIV. The prevalence of chronic diarrhea in non-HIV patients in RSCM is 36%. The patient characteristics is dominated by 1-5 years old boys with severe malnutrition and history of taking antibiotics medication. Most of the patients also never took oral rehydration therapy in their medication. Regardless of that, most of the patients also didnt experience any dehydration. This paper also found that chronic diarrhea mostly accompanied with another disease and positive fecal culture test. The big three of microorganism that found in the positive fecal culture is Klebseilla pneumoniae, Non-Pathogen E. Coli, and Proteus mirabilis. In the other hand, most of the accompanying disease is infectious disease, suchas CMV infection or TB infection. Multivariate analysis in this study shows that sex is the only risk factor that significantly associated with the event of positive fecal culture test. Other factors found to be insignificant. This paper findings highlight that boys have higher risk of positive fecal culture test due to infection compared to girls. Hence, it is important to give more attention to boys because they are prone to chronic diarrhea than girls. With doing so, we can prompt an early and appropriate treatment to these specific group in order to decrease the morbidity and mortality of chronic diarrhea.
"
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Akmal Sari
"Diare masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia khususnya di Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa. Besarnya masalah terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Diare pada balita dapat berkontribusi pada beban penyakit akut (UNICEF, 2019). Berdasarkan data Profil Kesehatan Daerah NTB Tahun 2018, prevalensi diare pada balita di Kecamatan Moyo Utara sebesar 28,7% lebih tinggi dibandingkan data di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten.
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan faktor determinan terhadap kejadian diare pada anak balita umur 6-59 bulan di Kecamatan Moyo Utara Kabupaten Sumbawa NTB Tahun 2019. Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 406 balita. Pengumpulan data melalui pengukuran berat badan, wawancara dan observasi. Analisis data dengan uji Chi-Square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi diare pada anak balita umur 6-59 bulan sebesar 18,7% dimana terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga, kunjungan posyandu, riwayat ASI Eksklusif, cara mencari pertolongan saat anak diare, dan mencuci tangan dengan sabun (pvalue<0,05). Jumlah anggota keluarga menjadi faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita umur 6-59 bulan di Kecamatan Moyo Utara (OR: 2,78, 95%CI 1,29-5,97, pvalue<0,05). Pencegahan dan pengobatan diare harus menjadi tanggung jawab semua orang sehingga diare bukan lagi masalah sektor kesehatan semata.

Diarrhea in children is still a health problem that occurs in the Sumbawa Regency, especially in North Moyo district, West Nusa Tenggara. The magnitude of the problem can be seen from the high morbidity and mortality due to diarrhea. Diarrhea in children can contribute to the acute burden of disease (UNICEF, 2019). Based on the Regional Health Profile of West Nusa Tenggara Province in 2018, the prevalence of diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District was 28.7% higher than the national, provincial, and district levels.
The purpose of this study was to find out the corelation of determinants of diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District, Sumbawa Regency. Cross sectional design was used in this study with 406 sample of children aged 6-59. Data collection was carried out by measuring weight, interview and observation.The Chi-Square test and regresi logistic were used to analysis the study.
The results showed the prevalence of diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District was 18.7%. Statistical analysis showed that the significant corelation was the number of family members, posyandu visits, exclusive breastfeeding, how to help children diarrhea, and washing hands with soap (pvalue <0.05). The number of family members is the dominant factor associated with diarrhea in children aged 6-59 months in North Moyo District (OR: 2.78, 95% CI 1.29-5.97, p value <0.05). Make the prevention and treatment of diarrhea everybody’s responsible. Implementation of prevention and treatment is approached in an integrated way to produce a greater impact in efforts to overcome diarrhea in children.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irasdinar Yugitama Irawan
"Diare merupakan penyebab kedua terbesar atas kematian pada anak di bawah lima tahun, dan telah membunuh sekitar 525.000 anak setiap tahunnya (WHO, 2017). Hasil Riskesdas tahun 2018 mengungkapkan bahwa prevalensi diare tertinggi ada pada kelompok umur 1-4 tahun. Kota Bogor merupakan salah satu kota di Jawa Barat dengan angka kejadian diare tertinggi. Pada tahun 2016 hingga 2017 terjadi peningkatan kasus kejadian diare di Kota Bogor dan kasus terbanyak di temukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sempur yakni Kelurahan Sempur dengan mayoritas kejadian diare terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di Kelurahan Sempur Kota Bogor tahun 2019.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 135 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Variabel dependen dalam peneilitian ini adalah kejadian diare pada balita. Variabel independen terdiri dari karakteristik orang tua (Pendidikan, pendapatan, pengetahuan, dan perilaku mencuci tangan), karakteristik balita (status gizi) dan faktor lingkungan (pengelolaan sampah rumah tangga, sumber air bersih, sumber dan pengelolaan air minum, sarana pembuangan tinja, dan SPAL).
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan orang tua secara statistik memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada balita (p value= 0,008; OR=3,261; 95% CI =1,425 – 7,462). Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dan peningkatan sanitasi lingkungan dalam rangka pencegahan diare pada balita.

Diarrhea is the second largest cause of death in children under five years, and has killed around 525,000 children each year (WHO, 2017). The results of the Riskesdas in 2018 revealed that the highest prevalence of diarrhea was in the age group 1-4 years. Bogor is one of the cities in West Java with the highest incidence of diarrhea. In 2016 until 2017 there was an increase in cases of diarrhea in Bogor and the most cases were found in Sempur with the majority of diarrhea occurring in toddlers. This study aims to determine the factors related with the incidence of diarrhea in toddlers in Sempur, Bogor 2019.
The study design used was cross sectional with a total sample of 135 respondents. Data collection is done by interview method using a questionnaire. The dependent variable in this study is the incidence of diarrhea in toddlers. The independent variables consist of parental characteristics (education, income, knowledge, and hand washing behavior), characteristics of toddlers (nutritional status) and environmental factors (management of household waste, sources of clean water, sources and management of drinking water, feces disposal facilities, and sewerage).
The results in this study indicate that parents hand washing behavior has a statistically significant relationship with the incidence of diarrhea in toddlers (p value = 0.008; OR = 3.261; 95% CI = 1.425 - 7.462). The effort that can be done is to provide education to the society regarding clean and healthy lifestyle and improving environmental sanitation in order to prevent diarrhea in toddlers.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>