Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 33296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Munthe, Sry Mayanthi Suparti
"Skripsi ini membahas Museum Batak TB Silalahi Center, khususnya ruangan pameran 3A dengan meninjau dari segi tata pamernya. Tujuan penulisan skripsi ini untuk memberi gambaran representasi peran pria dan wanita pada masyarakat Batak yang patriarki dalam bentuk penyajian tata pamer di Museum Batak TB Silalahi Center. Perolehan data melalui studi lapangan berupa observasi dan studi literatur. Data lapangan dengan melakukan pengamatan untuk kegunaan deskripsi dan dokumentasi. Data literatur untuk menelaah sejumlah buku, jurnal, dan hasil penelitian yang digunakan sebagai sumber refrensi penelitian yang berhubungan dengan tata pamer dan patriarki. Hasil penelitian yang ditemukan menunjukkan bahwa peran pria lebih mendominasi dibandingkan wanita, yang mendukung bahwa kebudayaan Batak adalah budaya patriarki.

This thesis discusses Museum Batak TB Silalahi Batak Center, in particular by reviewing the exhibition room 3A observes in terms of displays/layout. The purpose of this thesis to illustrate the representation of male and female roles in society is patriarchy Batak in order to show off the display of Museum Batak TB Silalahi Center. Acquisition of data through a field study observation and study of literature. Data field for usability by observing the description and documentation. Literature data to examine a several of books, journals, and research results are used as a source of research references associated with showrooms and patriarchal system. The results of the study were found to show that the more dominant role of men than women, which supports that the Batak culture is patriarchal culture."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S61130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Duma Yanti
"Penelitian ini membahas tentang warisan budaya tidak berwujud masyarakat
Batak yang dikenal dengan nama Dalihan Na Tolu yang namanya diambil dari
benda budaya berupa tungku batu tiga kaki. Tujuan penelitian ini adalah untuk
membuat sebuah bentuk pameran tetap yang dapat meluluhkan stereotip negatif
yang berkembang di masyarakat umum terhadap masyarakat Batak, dengan
menampilkan Dalihan Na Tolu sebagai identitas masyarakat Batak yang
dikomunikasikan lewat pameran tetap Museum Batak TB Silalahi Center
(selanjutnya disingkat Museum Batak TBSC). Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan
dokumentasi. Data kemudian diolah secara deskriptif analitik. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa: (1) Dalihan Na Tolu merupakan warisan budaya tidak
berwujud yang patut diangkat menjadi identitas masyarakat Batak di Museum
Batak TBSC; (2) Museum Batak TBSC saat ini belum menonjolkan Dalihan Na
Tolu sebagai identitas Batak dalam pameran tetapnya; (3) Menampilkan Dalihan
Na Tolu di Museum Batak TBSC dapat dilakukan dengan menghubungkan
koleksi yang disusun dalam satu tema dengan Dalihan Na Tolu; (4) Untuk
menyederhanakan pemahaman terhadap Dalihan Na Tolu dilakukan dengan cara
menghasilkan makna konotasinya dengan teori Roland Barthes dari makna
harafiah Dalihan Na Tolu sebagai tungku batu tiga kaki; (5) Makna konotasi
Dalihan Na Tolu adalah struktur Sosial masyarakat Batak, masyarakat yang
seimbang, Masyarakat yang menjunjung kerjasama, masyarakat yang rukun dan
saling menghormati; (6) Pameran tetap Museum Batak TBSC didekonstruksi dan
disusun dalam sepuluh tema yang merangkul keunikan masyarakat Batak dan
setiap tema akan membangun salah satu makna konotatif Dalihan Na Tolu.

This study discusses the intangible cultural heritage of Batak society known as
Dalihan Na Tolu. The name of Dalihan Na Tolu is taken from the name of a
material culture which means the form of three-foot stone hearth. The purpose of
this study is to create a permanent exhibition form that can be devastatingly
negative stereotypes of the Batak people that developed in the general public, by
displays Dalihan Na Tolu as Batak society identity that communicated through
the permanent exhibition of Museum Batak TB Silalahi Center (hereinafter
abbreviated as Museum Batak TBSC). This study used a qualitative approach.
Data were collected through observation and documentation methods, and then
processed by descriptive analytic. Results of data analysis indicate that: (1)
Dalihan Tolu is an intangible cultural heritage should be communicated as
Batak’s identity; (2) Currently, Museum Batak TBSC not accentuate Dalihan Na
Tolu as Batak identity; (3) Showing Dalihan Tolu in Batak Museum can be done
by connecting Dalihan Na Tolu with the collection is arranged in a theme; (4) The
understanding of Dalihan Na Tolu is simplified through generating connotation
meaning of Dalihan Na Tolu through Roland Barthes's theory; (5) Connotation
meanings of Dalihan Na Tolu is the social structure of Batak society, balanced
society, people who uphold cooperation, society of harmony and mutual respect;
(6) The permanent exhibition of Museum Batak TBSC deconstructed and
organized into ten themes that embrace the uniqueness of Batak society and each
theme will build one of the connotative meaning of Dalihan Na Tolu.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
T34953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Adi Nugroho
"Tesis ini merupakan penerapan perspektif feminis untuk melihat sejauh mana tata pamer yang ada di Museum Perdjoangan Bogor dalam menyajikan peran perempuan dalam perjuangan pada masa revolusi fisik di wilayah eks Karesidenan Bogor tahun 1945-1950. Perspektif feminis yang digunakan sebagai lensa interpretasi adalah feminisme gelombang pertama. Melalui kajian ini tujuannya adalah untuk mengungkap elemen-elemen tata pamer yang belum menunjukkan kesetaraan dan emansipasi peran perempuan dalam perjuangan pada masa revolusi fisik. Metode yang digunakan bersifat kualitatif dalam cara pandang transformatif yang diturunkan dalam bentuk studi literatur, observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil kajian terungkap bahwa elemen arsitektur berupa relief, tipe penyajian dalam bentuk lukisan ilustrasi sudah menunjukkan kesetaraan dan emansipasi peran perempuan dalam perjuangan. Sedangkan pada elemen pembagian ruang terdapat demarkasi ruang primer dan sekunder; distribusi koleksi yang menunjukkan alienasi dan objektifikasi; teks yang belum menyuarakan peran perempuan, yang secara umum belum merepresentasikan kesetaraan dan emansipasi perempuan. Berdasarkan ketidaksetaraan tersebut, maka kesetaraan peran perempuan dalam tata pamernya dapat dilakukan dengan pengajuan alternatif konsep desain pembagian ruang dengan menempakan koleksi peran perempuan di tengah pada lantai satu; koleksi mengenai peran perempuan ditempatkan menjadi kesatuan sehingga saling menguatkan makna antar koleksi agar semakin menunjukkan peran perempuan dalam perjuangan; penguatan teks dan narasi yang otonom pencapaian perempuan; serta penggunaan media pamer yang lebih menunjukkan perwujudan dan penyatuan peran perempuan dalam bentuk figurin berskala kecil dalam narasi diorama.

This thesis is the application of feminist perspective to see the extent to which the exhibition system in the Museum Perdjoangan Bogor present the role of women in the struggle during the physical revolution in the former Bogor Residency in 1945-1950. The feminist perspective used as a lens of interpretation is he first wave of feminism.Through this study the aim is to uncover elements of the exhibition system that have not demontrated equality and emancipation of womens roles in the struggle during the physical revolution. The method used is qualitative in transformative world view derived in the form of literature studies, observation, and interviews. Based on the results of the study it was revealed that the architectural elements in the form of relief, the type of representation in the form of ilustrated paintings have shown equality and emancipation of the role of women in the struggle. Whereas in the spatial distribution element there is demarcation of primary and secondary spaces; collection distribution that shows alienation and objectification; texts that have not voiced the role of women, which in general have not represented womens equality and emancipation. Based on these inequalites, the equality of womens roles in the exhibition system can be done by proposing alternative space sharing design concepts by forging a collection of womens roles in the middle on the first floor; collections regarding the role of women are placed into unity so that the strengthen each others meaning between collections so that they increasingly show the role of women in the struggle; strengthening texts and autonomous narratives for womens achievements; and the use of media display which more shows the manifestation and unification of the role of women in form of small scale figures in the narrative of dioramas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T54387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kata Hasta Pustaka, 2008
923.5 SIL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawaty
"Tesis ini membahas mengenai Tata Pamer dan Program Publik yang dilakukan Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Kajian penelitian ini memperlihatkan apakah nilai-nilai yang terkandung di gedung yang berada di Jalan Imam Bonjol ini sudah muncul dalam tata pamer dan program publiknya. Selain itu untuk mengetahui apakah Museum Perumusan Naskah Proklamasi sudah sesuai dengan konsep new museum.
Dari hasil penelitian ini maka perlu adanya subject matter discipline dan kerjasama dengan berbagai pihak sehingga museum sesuai dengan konsep new museum dan nasionalisme juga tercermin dalam tata pamer dan program publik museum.

This research focuses on exhibition and public program at Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Nationalism in Exhibition and Public Program at Formulation of Proclamation Text Museum). The study is using qualitative approach. This research shows whether the values contained in this historic house, at Jalan Imam Bonjol, appear in the exhibition and public program. Furthermore, this research also studies whether the museum has applied the concept of new museology.
As a result, the museum needs to apply some subject disciplines and to have some cooperation with others outside the museum in order to make the museum in accordance with the concept of new museology. Besides, it makes the nationalism values appear in the exhibition and public program."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T43470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariansyah Eka Prasetyo
"Gangguan jiwa telah menjadi salah satu isu kesehatan global yang semakin mendesak untuk diperhatikan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2019, sekitar 970 juta orang di seluruh dunia hidup dengan gangguan jiwa, kecemasan dan depresi. Dalam konteks kesehatan mental, peran institusi budaya seperti museum dapat menjadi media yang krusial, khususnya dalam membahas perkembangan penanganan medis untuk publik. Museum Kesehatan Jiwa Lawang merupakan salah satu museum yang menyajikan pameran kesehatan jiwa. Namun, dalam pelaksanaanya museum ini masih menerapkan konsep tradisional yang cenderung collection oriented, dan hanya berfokus pada kegiatan preservasi dan konservasi benda-benda bersejarah saja. Konsep new museum hadir membawa ideologi baru yang merubah museum menjadi suatu instansi yang lebih people oriented, edukatif, dan bersifat inklusif. Untuk mewujudkan konsep new museum dirumuskanlah rumusan permasalahan yang merujuk pada pertanyaan bagaimana merancang konsep tata pamer Museum Kesehatan Jiwa Lawang yang komunikatif dan inklusif sehingga sejalan dengan tujuan dan prinsip new museum? Proses rekonstruksi akan menggunakan pendekatan arkeologi kolonial, sosial-historis, yang dikombinasikan dengan analisis konten multimedia untuk menghimpun isu-isu kesehatan mental terkini. Hasil penelitian ini berupa rancangan tata pamer museum yang sudah disesuaikan dengan konsep new museum yang edukatif, rekreatif, dan inklusif.

Mental health disorders have become one of the pressing global health issues that require increasing attention. According to the World Health Organization (WHO) in 2019, approximately 970 million people worldwide live with mental health disorders, including anxiety and depression. In the context of mental health, cultural institutions such as museums can play a crucial role, particularly in addressing the development of medical treatments for the public. Museum Kesehatan Jiwa Lawang is one such museum that exhibits mental health themes. However, in its implementation, this museum still applies a traditional concept that tends to be collection-oriented, focusing only on the preservation and conservation of historical objects. The concept of the new museum introduces a new ideology that transforms museums into more people-oriented, educational, and inclusive institutions. To realize the concept of the new museum, the problem formulation refers to the question of how to design a communicative and inclusive exhibition layout for Museum Kesehatan Jiwa Lawang, aligning with the goals and principles of the new museum? This analysis process will utilize colonial archaeology and socio-historical approaches, combined with multimedia content analysis to gather current mental health issues. The results of this research are a museum exhibition design tailored to the new museum concept, which is educational, recreational, and inclusive."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bintang
"Penelitian ini mengkaji pengembangan ekshibisi di Museum Satriamandala untuk meningkatkan kualitas pameran melalui pendekatan "New Museology" yang menekankan inklusivitas, dinamisme, dan interaktivitas. Tujuan utama museum ini adalah mengabadikan perjuangan dan kontribusi para Jenderal TNI dalam sejarah Indonesia, serta menanamkan semangat jiwa korsa. Pada penelitian kali ini berfokus pada ruang yang didedikasikan untuk Jenderal Sudirman, Jenderal Oerip Soemohardjo, Jenderal A.H. Nasution, dan Jenderal H.M. Soeharto, dirancang ulang dengan integrasi konsep-konsep museologi untuk meningkatkan kesadaran dan kebanggaan nasional melalui edukasi sejarah. Usulan pengembangan ekshibisi meliputi fase konseptual dan fase pengembangan yang fokus pada penulisan alur cerita dan desain pameran yang interaktif. Evaluasi berkelanjutan dan penyesuaian berdasarkan umpan balik pengunjung juga ditekankan untuk meningkatkan efektivitas pameran. Dengan mengintegrasikan konsep "New Museology" dan menekankan narasi yang kuat serta koleksi yang relevan, penelitian ini bertujuan untuk memperkuat fungsi Museum Satriamandala sebagai pusat edukasi sejarah dan kebanggaan nasional, sekaligus menanamkan dan memperkuat semangat jiwa korsa.

This research examines the development of exhibitions at the Satriamandala Museum to enhance the quality of displays through the "New Museology" approach, which emphasizes inclusivity, dynamism, and interactivity. The primary goal of the museum is to commemorate the struggles and contributions of the TNI Generals in Indonesia's history, while instilling the Esprit de Corps. This study focuses on the spaces dedicated to General Sudirman, General Oerip Soemohardjo, General A.H. Nasution, and General H.M. Soeharto, redesigned with integrated museology concepts to enhance national awareness and pride through historical education. The proposed exhibition development includes conceptual and developmental phases, focusing on narrative writing and interactive exhibition design. Continuous evaluation and adjustments based on visitor feedback are also emphasized to improve exhibition effectiveness. By integrating the "New Museology" concept and emphasizing strong narratives and relevant collections, this research aims to strengthen the Satriamandala Museum's role as a center for historical education and national pride, while also instilling and reinforcing the Esprit de Corps."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maliki
"Tesis ini membahas tentang pengembangan tata pamer, yang merupakan salah satu fungsi museum, Studi kasus yang dilakukan adalah Museum Timor Timur Taman Mini ?Indonesia Indah? Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif yang diawali dengan gambaran keadaan Museum Timor Timur sekarang ini. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu melakukan konsep penyajian museum yang lebih terarah dengan sesuai visi dan misi, tujuan museum Timor Timur. Kemudian menentukan desain alur pameran dan program kegiatan berdasarkan teori komunikasi. Dalam desain tersebut terdapat unsur-unsur penting yang berperan menentukan pesan, pameran dan program kegiatan sebagai media penyampaian pesan, hal ini bertujuan untuk mewujutkan pameran dan program kegiatan yang lebih efektif.

This thesis discusses the development of governance showroom, which is one of the museum?s .functions, is a case study carried out in East Timor Museum Taman Mini "Indonesia Indah" Jakarta. This study was conducted by qualitative descriptive method that begins with an overview of today's Museum of the East Timorese. based these conditions, need to conluct a more focused presentation of concept in accordance with the vision and mission, the purpose of the museum of East Timor. Then to determine the flow of desian exhibitions and program based on the theory of communication activitias. the design are consists of important elements that contribete to determining the message, exhibition and program of activities as a medium to deliver the message, it aims to realize the exhibition and program activities be more effetive."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Hisar
"Masyarakat Batak (Toba) menganut sistem kekerabatan patrilinial, artinya garis keturunan dalam keluarga ditentukan menurut garis bapak (laki-laki). Sistem garis keturunan tersebut menempatkan laki-laki lebih utama dibandingkan perempuan. Pengutamaan laki-laki dibanding perempuan membawa banyak konsekuensi bagi laki-laki maupun perempuan, misalnya, bila laki-laki adalah ahli waris, maka perempuan bukan ahli waris walaupun perempuan memperoleh bagian dari harta warisan orangtuanya. Kekristenan Barat yang dibawa penginjil Jermar~ (RMG) ke tanah Batak juga kekristenan yang patriarki. Perjalanan panjang Gereja HKBP sebagai gereja telah menempatkan perempuan pada posisi dan peran pinggiran raja. Oleh karena itu, bagaimanakah kedudukan perempuan dalam masyarakat Batak dan Gereja Huria Kristen Batak Pinatas tan (HKBP)?
Pandangan gereja (tradisional) telah menempatkan perempuan sebagai pendamping bagi laki-laki. Tetapi ketika diterapkan dalam realitas sosial sehari-hari terjadi perbedaan dalam menafsirkan anti "pendamping yang sepadan". Perbedaan tafsiran tersebut berdarnpak luas dan memasuki setiap segmen kehidupan relasi antara perempuan dan laki-laki. Akibat yang terlihat adalah tersubordinasinya perempuan bila dibandingkan dengan laki-laki. Kenyataan seperti itu telah mendarong para pemikir dan teolog Kristen untuk mencari jawaban terhadap tersubordinasinya perempuan dalam gereja. Ternyata gerakan tersebut telah melahirkan teologi feminis. Teologi feminis berangkat dari asumsi bahwa pengalaman perempuan juga sah dalam menafsirkan kepercayaan dan iman yang diyakininya. Oleh karena itu, teologi feminis menawarkan suatu cara baru dalam berteologi.
Pengakuan terhadap adanya perbedaan antara pengalaman perempuan dan laki-laki meng haruskan adanya mediate penelitian yang berbeda dengan apa yang biasanya dipakai. Oleh karena itu, dalam hal ini telah dipakai metode penelitian kualitatif dengan perspektif wanita. Dengan metode penelitian ini diharapkan pemahaman terhadap perempuan yang menjadi subyek penelitian dapat didengar dan pengalaman, pandangan serta harapanharapan mereka akan terungkap lebih jelas.
Penelusuran kedudukan dan peran perempuan Batak (Toba) Kristen anggota Gereja HKBP memberikan gambaran bahwa kedudukan dan perannya dipengaruhi aleh sistem nilai (ideologi) dan stereotip jender yang berlaku di masyarakat Batak (Toba). Ideologi (sistem nilai) dan stereotip jender yang berlaku terbentuk sebagai hasil tarik-menarik dari kekuatan sosial budaya pada masyarakat Batak (Toba). Bahwa tata aturan rumah tangga Batak (Toba) yang patriarkat mempunyai implikasi sosial, politik, hukum, dan religius. Perlu upaya yang serius dan berkesinambungan untuk melakukan perubahanperubahan yang mendasar dalam menciptakan kemitrasejajaran antara perempuan dan laki-laki dalam Gereja HKBP."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Drasthya Ayhodha Nareshwari
"Museum masa kini harus mampu menarik perhatian masyarakat untuk datang berkunjung, sayangnya museum di Indonesia diidentikan dengan kesan tua dan tidak menarik. Maka untuk mengatasinya diperlukan desain display yang diharapkan dapat mengundang pengunjung. Namun bagaimana jika bangunan yang digunakan sebagai museum bukanlah bangunan yang didesain untuk museum, melainkan bangunan lama cagar budaya. Memasukan fungsi museum seni sebagai identitas baru sebuah bangunan lama merupakan proses yang tidak mudah. Perlu adanya kesesuaian antara fungsi baru museum dan elemen bangunan lama yang dijaga. Melalui kajian teori dan studi kasus terhadap Museum Seni Rupa dan Keramik ditemukan bahwa display dalam ruang pamer dapat menghubungkan kedua kebutuhan lama dan baru, sehingga aspek dalam merancang alat bantu display tidak lagi terbatas pada segi informatif dan persepsi manusia, tetapi keadaan objek yang dipamerkan dan bangunannya.

Museum nowadays, must be able to attract visitors to come to visit. Sadly, museums in Indonesia are identified with old and unattractive impressions. Hence, to overcome it, it is necessary for displays are designed so they can draw in visitors. However, instead of using building that originally designed as a museum, what if it is an old building of cultural heritage re-functioned to become a museum. To incorporate art museum as the new identity of an old building is not an easy process. Adjustment between the new function and the elements of the preserved heritage building are needed. Through relevant theories and case studies on Museum Seni Rupa dan Keramik, the researcher found that the display in the exhibition space could act as a tool to connect both the needs of old and new. This makes designing exhibition displays are no longer limited in terms of informative and human perception aspects, but also the collection and the heritage building needs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64151
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>