Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171174 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ana Fitriyani
"Skripsi ini membahas strategi pengorganisasian ruang privat dan ruang publik pada hunian berlahan terbatas, dengan beberapa aspek di baliknya, terkait dengan pemenuhan kebutuhan privasi penghuni tanpa mengisolasi diri dari dunia luar. Pertama, akan ditinjau seperti apa penzonaan ruangan privat dan publik di rumah tersebut berdasarkan konsep teritori dan distance. Pemenuhan kebutuhan privasi yang diakomodasi rumah tersebut juga akan dibahas, baik dari segi akustik, visual, olfaktori, dan sentuhan. Pembahasan selanjutnya akan dilakukan berdasarkan konsep tinggi-rendah dan depan-belakang. Setelah itu, akan dilihat apa saja ruangan-ruangan yang hadir di rumah tersebut sesuai fungsinya jika dikaitkan dengan standar pengadaan ruangan pada hunian. Dari penulisan ini, akan didapatkan apakah kebutuhan privasi didapatkan penghuni dengan baik, atau justru sebaliknya.

This study discusses organizing strategy of private and public space in limited space house. There are some aspects behind, related with fulfilment of privacy needs without being isolated from the outside world. First, we will discuss about zoning of private and public space in home based on territory and distance concept. Fulfilment of privacy needs consists of acoustic, visual, olfactory, and touching aspect. Then, we will discuss relate the topic with high-low and front-back regions aspects. After that, we will see kind of rooms that will present related with functional aspects and international standards. As conclusion, we can see whether privacy needs of dwellers can be fulfilled well.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamia Sheira Bagasta
"Tesis ini menelusuri faktor-faktor ruang halaman belakang yang mendorong atau menghambat aktivitas pengguna. Analisis ini didasari oleh konsep affordance Gibson, kesesuaian antara aktor dan lingkungan yang memugkinkan suatu tindakan. Thesis ini menggabungkan actual use dengan potential affordances di halaman belakang untuk menghasilkan klasifikasi dari actual affordance. Pola aktivitas sehari-sehari pengguna akan direkam menggunakan metode rifting. Tesis ini menunjukkan bahwa ruang publik yang dikaitakan dengan pola keseharian dan pilihan jenis aktivitas aktor di halaman belakang. Hasil akan dibandingkan kembali dengan studi sebelumnya mengenai pentingnya merancang dan memfasilitasi aktivitas keseharian di halaman belakang.

This thesis moves the factors of backyard space that encourage or inhibit user activity. The analysis is based on the concept of Gibson's ability, the suitability between actors and the environment that enables an action. This thesis combines actual usage with back page potential capabilities to produce a classification of actual abilities. The user everyday activity patterns will use the rifting method. This thesis shows that public space is associated with daily patterns and the choice of actors' activities in the backyard. The results will be compared again with previous studies regarding the importance and facilitation of daily activities in the backyard. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Nurani
"Kawasan mixed-use merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari berbagai macam fungsi bangunan yang meliputi hunian, retail, perkantoran, maupun sarana rekreasi. Apartemen yang berada di dalam kawasan mixed-use akan berbeda dengan apartemen yang berdiri sendiri maupun jenis hunian konvensional seperti landed house. Dengan kondisi seperti itu, terdapat percampuran fungsi, overlapping sirkulasi, serta hadirnya ruang publik di sekitar ruang privat yang dapat mempengaruhi penghuni apartemen di dalam kawasan mixed-use. Untuk itu perlu adanya kejelasan mengenai teritori penghuni di dalam kawasan mixed-use. Penentuan teritori penghuni di dalam kawasan mixed-use dipengaruhi oleh hal-hal yang ada di dalam kawasan. Penentuan teritori tersebut menghasilkan ruang transisi dan hierarki ruang yang akan mempengaruhi privasi dan interaksi sosial penghuni.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terbentuknya ruang transisi antara hunian dan fungsi lainnya dalam sebuah kawasan mixed-use. Pembentukan ruang transisi antara hunian dan fungsi lainnya akan berpengaruh pada pendefinisian daerah publik, semi publik, semi-privat, dan privat di dalam kawasan mixed-use. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode tinjauan terhadap teoriteori tentang berhuni, teritori manusia, privasi, interaksi, serta hierarki ruang. Dilakukan juga studi kasus terhadap dua apartemen di dalam kawasan mixed-use yang ada di Jakarta, yaitu Apartemen Taman Anggrek dan Apartemen Poins Square.
Dari tinjauan teori dan studi kasus dapat diambil kesimpulan bahwa privasi penghuni dapat terjaga berkat adanya transisi dan hierarki ruang yang jelas antara ruang public dan ruang privat. Transisi hadir melalui pembatasan antar satu ruang dengan ruang lainnya. Pembatasan antar ruang dapat berupa penggunaan tanda, penggunaan alat elektronik, pembatasan fisik, maupun penjagaan pihak tertentu.

The mixed-use area is a compound that consisted of various sorts of building function including dwelling, retail, office complex, and recreation. An apartment that is located in this mixed-use area will be different from an apartment that stands solely or other conventional kind of dwelling like landed house. This condition results in a mix of function, circulation overlapping, and also the presence of public space around private space that could affect the occupant of apartment. There is a need of clarity regarding occupants? territory inside the mixed-used area. The occupants? territory in the mixed used area is influenced by matters that exist inside that area. The result of this territoriality is transitional space and hierarchy of space that will influence privacy and the social interaction of its occupant.
The purpose of this writing is to study the formation of transitional space between the dwelling and the other function in a mixed-use area. The formation of transitional space between dwelling and other function influence the definition of the public, semi public, semi-private, and private areas inside the mixed-use area. The writing begins with the study of theories about dwelling, human territory, privacy, interaction, and the hierarchy of space. Furthermore a case study was conducted towards two apartments inside a mixed-used area in Jakarta, which are Taman Anggrek Apartment and Poins Square Apartment.
From the analysis of theories and case study I can conclude that occupants? privacy could be secured by the existence of an apparent transition and space hierarchy between the public and private spaces. The transition is present through restriction between one space and another. This space restriction could take form of the use of sign, the use of electronic device, the physical restriction, and by protection from certain side.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48425
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Avi Sovia
"ABSTRAK
Ruang hijau merupakan sebuah ekosistem yang memiliki elemen-elemen tertentu untuk bekerja. Pada rumah sederhana yang tentunya berada dalam lahan yang terbatas, ruang hijau merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk mendukung tempat manusia bertinggal. Tidak hanya berfungsi sebagai pendukung fisik manusia untuk memenuhi kualitas dan kuantitas lingkungan, ruang hijau pun mendukung manusia secara psikis. Namun sayang sekali bahwa keberadaaan ruang hijau pada rumah sederhana yang memiliki keterbatasan lahan seringkali sengaja maupun tanpa sengaja dianakbawangkan karena dianggap tidak lebih bermanfaat daripada ruang lainnya/domestik. Hal ini menimbulkan berbagai cara pemanfaatan ruang hijau dalam rumah sederhana.
Studi literatur akan membatasi bagaimana melihat bentuk dari elemen-elemen yang ada dalam ruang hijau melalui kacamata arsitek, insinyur, pemerintah dan manusia secara umum. Sementara, studi preseden pada dua rumah sederhana rancangan arsitek dan studi kasus pada dua rumah sederhana di sekitar kita dapat menumbuhkan manfaat yang berbeda tergantung dari bentuk pemanfaatannya. Teknologi yang dipakai dalam studi preseden juga dapat mendukung manfaat dan membentuk ruang hijau dengan wujud yang berbeda.

ABSTRACT
Greenspace is formed through ecosystem with elements within them. In the small houses which have limited space, greenspace is a very important aspect to support well-being. Not only does it serve as a physical support, but also to support the mental health. However, the existence of greenspace in houses which have limited space are often intentionally or unintentionally being forgotten for not being more beneficial than domestic space. This resulting in several utilization in small house greenspace.
The undergraduate thesis aims to see the greenspace shape and elements through the eyes of architects, engineers, government and people in general with literature studies, precedent studies, and case studies as methods. The precedents studied on two small houses, while the case study was done on two small house with limited space to see different benefits on the form of their utilization. The technology used in the study could also support the idea on how to utilize and establish greenspaces in a different form and shape"
2016
S64913
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Nidaul Lathifah
"Tujuan ke-11 SDGs tentang membangun kota dan pemukiman berkelanjutan dapat ditingkatkan melalui penataan ruang bangunan maupun Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penyediaan RTH perkotaan telah diatur pada UU RI No. 11 tahun 2020 memiliki proporsi sebesar 30% terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Pada tahun 2019, Provinsi DKI Jakarta memiliki proporsi RTH perkotaan sebesar 9,8%. Proporsi RTH perkotaan dapat ditingkatkan melalui penyediaan RTH privat. Tujuan penelitian ini adalah merancang alternatif desain penataan RTH privat di hunian pada lahan terbatas. Metode penelitian ini yaitu menganalisis preferensi masyarakat mengenai penyediaan RTH Privat, expert judgment dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan perancangan menggunakan Curic Sun Path Analysis Sketchup. Hasil penelitian ini adalah penggunaan vertical garden dan green roof menjadi alternatif desain RTH privat pada lahan terbatas dan menjadi saran kepada pemerintah mengenai Koefisien Daerah Hijau (KDH) pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) mempertimbangkan luas lahan.

The 11th SDGs goal of building sustainable cities can be increased through building space planning and Green Open Space (GOS). Provision of urban GOS has been regulated in the RI Law no. 11 of 2020 has a proportion of 30% consisting of 20% public GOS and 10% private GOS. In 2019, DKI Jakarta Province has a proportion of urban GOS of 9.8%. The proportion of urban GOS can be increased through the provision of private GOS. The aim is an alternative design for the arrangement of private GOS in residential areas on limited land. This research method is to analyze people's preferences regarding the provision of private GOS, expert judgment with the Analytic Hierarchy Process (AHP) method and design using Curic Sun Path Analysis Sketchup. The results are vertical gardens and green roofs as an alternative to private GOS designs on limited land and a suggestion to the government regarding the Green Area Coefficient on the Building Permit considering the land area."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manita Piyaputri Hartono
"Skripsi ini mencoba memahami hubungan antara peran swasta pada ruang publik dan derajat kepublikan ruang publik dengan mengevaluasi derajat kepublikan dari tiga jenis ruang publik yang berbeda. Adanya keterlibatan pihak swasta pada ruang publik menyebabkan munculnya ruang ‘publik’ yang tidak sepenuhnya publik. Fungsi ruang publik sebagai ruang demokrasi, tempat untuk seluruh masyarakatnya tanpa terkecuali dapat mengakses dan bersuara, dan merepresentasikan diri, perlahan menghilang dan menandakan tidak adanya inklusivitas dan hak yang setara. Melalui studi literatur, ditemukan bahwa derajat kepublikan suatu ruang dipengaruhi oleh enam dimensi. Keenam dimensi tersebut dikembangkan menjadi suatu indikator untuk mengevaluasi derajat kepublikan ruang publik. Menggunakan indikator tersebut, studi kasus dilakukan dengan mengevaluasi empat ruang yang digolongkan sebagai ruang publik di Jakarta. Hasil studi kasus menunjukkan bahwa ruang publik dengan keterlibatan pihak swasta memiliki derajat kepublikan yang lebih rendah. Namun, faktor utama penentu derajat kepublikan suatu ruang publik terletak pada pengelolanya, bukan pemiliknya. Ada harga yang harus dibayar oleh masyarakat ketika pemerintah mendorong pihak swasta untuk ikut terlibat dalam pengembangan dan pengelolaan ruang publik. Masyarakat tidak lagi memiliki ruang yang bebas untuk mengekspresikan diri, opini, tujuan, dan kepentingannya.
This thesis tries to understand the relationship between the role of private sector involvement in public space management and the degree of publicness of these spaces by evaluating the degree of publicness of three different types of public spaces. Involvement of private sectors in the development and management of public spaces has led to the emergence of ‘public’ spaces that are not entirely public. This has led to the slow fading of the space’s function as a democratic space, a place where all members of the public are able to access, express and represent themselves, indicating the nonexistence of inclusivity and equal rights. Through literature studies, it was found that a space’s degree of publicness is determined by six dimensions. These dimensions were developed into a comprehensive indicator used to evaluate the degree of publicness of public spaces. Using this indicator, a case study was carried out by evaluating four spaces in Jakarta that are claimed to be public spaces. The results show that public spaces with private sectors involvement have lower degrees of publicness than those that are not. However, the main deciding factor lies on the space’s manager, not the owner. There is a price that the public has to pay when the government encourages private sectors to involve themselves in the development and management of public spaces. That is that the people no longer have a space to express themselves, their opinions, goals and interests."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Zuhri
"Mal sebagai salah satu pusat perbelanjaan memberlakukan seleksi berupa potensi melakukan transaksi komersial sebagai prasyaratnya. Prasyarat tersebut membuat mal bersifat lebih privat. Ruang pendukung dalam mal seperti atrium atau lobi tidak memprasyaratkan transaksi komersial untuk memasukinya, namun karena ruang tersebut berada di dalam mal menjadikan pengguna ruang pendukung juga merupakan kalangan yang telah terseleksi oleh mal tersebut.
Tribeca Park dengan akses dan hubungan yang dimiliknya kepada mal menjadikannya terlihat seperti ruang pendukung pusat perbelanjaan. Di sisi lain akses publik terbatas, ukuran, serta kegiatan di dalamnya mengindikasikan tingkat kepublikan yang tinggi pada ruang tersebut. Dua jenis akses tersebut menciptakan dua jenis aktivitas bersifat publik dan privat dalam satu ruang. Hal ini menimbulkan penyesuaian yang dilakukan pihak penyedia berupa pembatsan akses publik terbatas yang mengindikasikan adanya privatisasi ruang terbuka menjadi ruang pendukung kegiatan komersial dalam pusat perbelanjaan.

As one of shopping centre's forms, shopping mall require a selection such as potentially carry on commercial transaction as its prerequisite to enter its room. The requirement makes shopping mall space tend to be more private. Supporting space in the shopping mall like atrium or lobby doesn't require its users to carry on commercial transaction to enter its space, but since the supporting space are in the shopping mall, the users are already have been a group of people that the shopping mall had selected.
Tribeca Park with access and connection it has with the shopping mall, make it look like a shopping mall's supporting space. On the other hand, it has entrance that publicly accessible, same size as the mall, and kind of activities that indicated a higher degree of publicness in that space. These two different kinds of access create two different kinds of activities as well that tent to be more private and more public in one space. That event make the space providers did some adjustment like restriction to the accessible public entrance that indicated there's privatization in the open space to become a supporting space for commercial activities in the shopping centre.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42972
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Angreni Basaria S.
"Ruang publik adalah milik pria. Pernyataan ini muncul sebagai hasil dari budaya patriarkal. Budaya patriarkal sendiri merupakan budaya yang menganggap kaum pria sebagai pemegang kekuasaan dalam masyarakat. Budaya inilah yang akhirnya menciptakan pemisahan ruang antara pria dan wanita. Pria berkuasa di ruang publik dan wanita sebagai kaum stay at home. Wanita tidak memiliki ruang di ruang publik. Namun, kebudayaan manusia terus berkembang. Hal ini menyebabkan perubahan pola pemikiran masyarakat tentang gender dan juga ruang yang terbentuk. wanita mulai keluar dari rumah dan beraktifitas di ruang publik. Tetapi, di beberapa tempat publik wanita belum bisa mengekspresikan sifat femininnya. Ruang publik yang sudah dapat mengekspresikan feminisme adalah cafe strip.
Studi kasus yang penulis adalah cafe strip pada citos dan downtownwalk SMS. Ruang publik ini adalah ruang yang mampu mengakomodir sifat feminin dari wanita maupun pria, seperti berdandan. Sifat feminin ini muncul dari kajian behavior setting dimana ruang ini memiliki setting yang membentuk proses diperhatikan-memperhatikan yang mengekspresikan kefemininan.

Public space belongs to men. This statement came as a result of patriarchal culture. Patriarchal culture itself is a culture that considers men as holders of power in society. Culture is what ultimately creates the space separation between men and women. Men in power in the public sphere and women as people stay at home. Women do not have space in public spaces. However, human culture continues to grow. This makes a change of thought pattern of society on gender and space are also formed. women began to come out of the house and indulge in public spaces. However, in some public places women can not express her feminine nature. Public space that has been able to express their feminism is the cafe strip.
The case study that the author is the cafe strip in Citos and downtownwalk SMS. This public space is a space that could accommodate the feminine nature of women and men, as Feminis. This behavior comes from a study setting in which this space has a setting that shape the process of look and being looked which is expressing feminine.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52348
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Narendra Diwangkara Diptawibowo
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana Rasa Takut mempengaruhi Pengguna Ruang Publik hingga timbul Arsitektur Defensif yang dapat membatasi ruang dan perilaku pengguna ruang publik. Penelitian ini dipicu dengan adanya perbedaan kelas antara dua kelompok serta ketidaksenangan instansi-instansi terhadap kelompok tertentu yang mengakibatkan adanya pengusiran kelompok-kelompok yang kelasnya lebih rendah darinya. Hal tersebut timbul arsitektur baru yaitu Arsitektur Defensif untuk membatasi perilaku kelompok tersebut. Arsitektur Defensif merupakan sebuah sarana untuk mengatur, meminimalisir, membatasi ruang dan perilaku masyarakat. Arsitektur Defensif ini berperan tidak hanya untuk kenyamanan pengguna ruang publik dan kota, namun juga untuk tunawisma yang seharusnya menjadi target dari Arsitektur Defensif ini. Namun dengan berperannya kepada kedua belah pihak yaitu pengguna ruang publik dan tunawisma, justru Arsitektur Defensif berdampak kepada kedua belah pihak itu juga.

This study aims to see how Fear affects Public Space Users so that a Defensive Architecture emerges that can limit the space and behavior of public space users. This research was triggered by the existence of class differences between the two groups and the displeasure of institutions towards certain groups which resulted in the expulsion of groups whose class was lower than them. This resulted in a new architecture, namely Defensive Architecture, to limit the group's behavior. Defensive Architecture is a means to regulate, minimize, limit  the space and people's behavior. This Defensive Architecture plays a role not only for the convenience of users of public spaces and cities, but also for the homeless who should be the target of this Defensive Architecture. However, with its role for both parties, namely the users of public spaces and the homeless, Defensive Architecture has an impact on both parties as well."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianipar, Yosua Raja Saptama
"Jakarta merupakan kota yang sedang tumbuh, yang masih sedang mencari jati dirinya. Pembangunan fisik terus dilakukan baik dalam perbaikan sistem transportasi, pembangunan gedung bertingkat tinggi baik kantor, hotel, maupun apartemen, penggusuran perumahan liar, dan lain-lain. Jakarta dengan segala macam caranya berusaha untuk memiliki gambaran kota yang berkelas internasional. Walaupun demikian, gambaran banyak orang tentang Jakarta masih tetap sama seperti dulu. Jakarta adalah kota dengan tugu Monas, daerah-daerah pusat bisnis dengan gedunggedung tingginya, macet yang selalu terjadi tidak mengenal waktu, aktifitas rutin 24 jam, rumah-rumah kumuh dan liar, dan masih banyak lagi. Gambaran-gambaran tersebut menyebabkan ada satu hal yang terlupakan; gambaran Jakarta sebagai kota tepi air. Sama seperti kebanyakan kota di dunia, pertumbuhan kota Jakarta bermula dari air, karena letaknya yang berada di pinggir laut dan juga memiliki beberapa sungai besar yang membentuk karakter tapak kota secara signifikan. Ini semua mulai ditinggalkan ketika masyarakat lebih memilih dataran kota untuk hidup dengan efektif dan efisien. Dan lama kelamaan, daerah-daerah tepi air menjadi terabaikan dan ditinggalkan. Tulisan ini ingin memaparkan bahwa seharusnya pembentukan karakter kota harus bermula dari pengenalan akan karakter alam atau wujud tapaknya. Dalam hal ini, alam yang dimaksud adalah elemen air. Selain mengandung nilai sejarah dan nostalgia bagi masyarakat setempat, elemen air, walaupun merupakan sebuah wujud sederhana yang selalu dijumpai, memiliki sisi puitis yang dapat menyentuh perasaan dan jiwa setiap manusia. Oleh karena itu, elemen air pada kota tepi air seharusnya menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jakarta yang terjadi pada ruang publiknya.

Jakarta is a growing city that is still seeking for its real character. All physical development is being occurred recently, such as transportation system improvement, high rises erections, illegal housing removal, etc. Jakarta with all this efforts, is trying to reach an international image of city. Indeed, people?s images about Jakarta is remain the same; a city with Monas, central business districts, traffic jams that occur every moment, 24 hours daily routine, illegal housing, and so on. Those images caused one thing forgotten; Jakarta?s image of waterfront city. Like most of other cities in the world, Jakarta arises from the activities on water. It was located near the sea and significantly shaped by sea and rivers. But then, all these facts were left behind, when people prefer to stay in city?s inland, seeking for more modernized and simple life. That's why every waterfront areas became wasted and separated from people of Jakarta. This writing is proposed to see that city?s character should be formed by the consideration of its natural component subsistence; the development has to see the Genius Loci of the place; has to see what the city want to be. Water is one of the natural elements that have a contribution on the city form. Beside it contained historical values and nostalgia to the natives, water, though it is simple and familiar substance, it has poetic part that can touch every emotion of human beings. Therefore, water element should ?exist? in the daily activity of people which takes place in the public spaces in waterfront city."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S48369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>