Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 232962 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Cornelia Santoso
"Salah satu perjanjian yang dilarang karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat adalah tying agreement. Dikarenakan ada tying agreement yang menimbulkan dampak positif, maka tidak seluruh tying agreement otomatis melanggar hukum persaingan usaha. Skripsi ini membahas mengenai tying agreement khususnya dalam Putusan KPPU No. 07/KPPU-I/2013, dimana KPPU menyatakan Perjanjian Sewa Ruangan dan Konsesi Usaha antara PT. Angkasa Pura II dengan tenant-nya termasuk ke dalam tying agreement yang dilarang. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan jenis data sekunder berdasarkan penelusuran kepustakaan, ditunjang dengan data primer melalui wawancara. Berdasarkan analisis diperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Sewa Ruangan dan Konsesi Usaha termasuk tying agreement yang dilarang dan bahwa beberapa hal dalam Putusan KPPU No. 07/KPPU-I/2013 belum sesuai dengan hukum persaingan usaha yang berlaku.

One of the agreements prohibited in Antitrust Law because it can lead to unfair competition is tying agreement. Because there are tying agreements that have positive impacts, therefore not all tying agreements will automatically violate Antitrust Law. This thesis discusses tying agreement, particularly in the Commission's Decision No. 07/KPPU-I/2013, where the Commission stated that Lease and Business Concession Agreement between PT. Angkasa Pura II with its tenants is a prohibited tying agreement. The author used the method of normative juridical research with secondary data based on literature searches, supported by primary data through interviews. Based on the analysis it was concluded that the Lease and Business Consession Agreement was a prohibited tying agreement and that some parts of the Commission's Decision No. 07/KPPU-I/2013 were not in accordance with the applicable Antitrust Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Adventinus Hamboer
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan technological tying di dalam hukum persaingan usaha di Amerika Serikat dengan melakukan studi terhadap putusan Leasco Response Inc. 1976 , Foremost Pro Color Inc. 1983 , dan Microsoft Corporation 2001 . Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana technological tying dapat dikatakan sebagai sesuatu yang tidak bertetangan dengan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat, bagaimana perbedaan dari technological tying dengan tying arrangement berdasarkan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat, dan bagaimana penerapan hukum persaingan usaha terkait technological tying di Amerika Serikat. Skripsi ini disusun dengan metode penulisan Yuridis Normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Technological Tying bukan seperti konsep Tying Arrangement yang memaksa konsumen membeli tied product, sehingga tidak pantas menggunakan pendekatan Per Se Illegal melainkan menggunakan pendekatan Rule of Reason. Dengan demikian, harus ada pertimbangan dan pemeriksaan lebih lanjut dari Hakim Pengadilan untuk membuktikan apakah memang ada pelanggaran antitrust law.

This thesis discusses the application of technological tying in antitrust law in the United States of America by analyzing the verdict of Leasco Response Inc. 1976 , Foremost Pro Color Inc. 1983 , and Microsoft Corporation 2001 . The formulation of the issues to be discussed is how the concept of technological tying is seen as something that is not against the antitrust law in the United States of America, what is the difference between technological tying and tying arrangement according to the antitrust law in the United States of America, and how is technological tying applied according to the antitrust law in the United States of America. This thesis is prepared by normative legal writing method. The results conclude that technological tying is not the same concept like tying arrangement that forced consumers to also buy tied product either tying product, so it is not appropriate to using Per Se Test but it should to using Rule of Reason Test. Therefore, it must be more consideration and investigation furthermore by Judges to prove if there is a violation in antitrust law. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando Dairi
"Dalam pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bahwa perjanjian berikat (tying agreement) pada dasarnya bersifat per se illegal sehingga apabila dilihat adanya suatu tying agreement maka tanpa dibuktikan lebih lanjut serta dipetimbangan dampak maupun akibatnya maka tying agreement tersebut dikatakan telah melanggar hukum persaingan usaha.
Dalam penelitian ini akan dilihat apakah hal tersebut sudah sesuai dengan hukum persaingan usaha melalui studi kasus putusan nomor 01/Pdt/KPPU/2015/PN,Jkt.Utr. Selain itu dalam penelitian ini akan diteliti apakah seseorang yang tidak mendengar/mengalami/melihat suatu peristiwa sendiri (saksi non fakta) dapat dijadikan sebagai alat bukti keterangan saksi (witness testimony) dalam pemeriksaan hukum persaingan usaha.

In article 15 paragraph 2 of the Law number. 5 year 1999 that the tying agreement basically are per se illegal so that when viewed the presence of a tying agreement then without further evidenced as well as to consider impact or as a result of such agreement tying the then said to have violated the competition law effort.
In this study it will be seen whether it is in compliance with the law through the business case study competition court decision number 01/Pdt/KPPU/2015/PN. Jkt. Utr. Therefore, in this study examined whether a person who is not an event listen/feel/see directly itself (witness the non facts) can serve as evidence of witnesses to testimony in the examination of competition law effort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Gumirlang
"Tesis ini hendak mengkaji terkait dengan Putusan KPPU No. 31/KPPU-1/2019. Terdapat dua pertimbangan hakim yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, yakni hakim membenarkan perjanjian tertutup (tying agreement). Kemudian hakim memilih rule of reason daripada per se illegal. Akan tetapi, penelitian ini akan berfokus hanya pada kajian mengenai tying agreement. Perjanjian antara PT. AHM dengan Main dealer dan Dealer yang memiliki persyaratan bahwa pihak yang ingin mempunyai bengkel AHASS harus bersedia menerima dan membeli barang dan jasa lain dari PT. AHM selain itu terdapat klausula perjanjian potongan harga suku cadang yang diperoleh pemilik bengkel AHASS. Rumusan masalah yang peneliti bahas yaitu apakah tindakan PT AHM melakukan perjanjian tertutup dengan Main Dealer dan Dealer di Indonesia masuk kategori pelanggaran pasal 15 ayat 2 dan 3 berdasarkan UU Persaingan usaha dan apakah pendekatan Rule of Reason yang digunakan dalam putusan KPPU No: 31/KPPU-I/2019 sudah tepat dalam memutus pelanggaran pasal 15 ayat 2 dan 3 UU Persaingan Usaha. Metode penelitian yang digunakan yaitu normatif, sifat penelitian yang digunakan yaitu deskriptif-analitis, jenis data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder, analisis data dilakukan secara deskriptif-kualitatif, serta pengambilan kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif.

This thesis intends to examine the KPPU's Decision No. 31/KPPU-1/2019. There are two interesting judges' considerations for further study, namely the judge justifying a closed agreement, tying agreement. Then the judge chose the rule of reason rather than per se illegal. However, this research will focus only on the study of tying agreement. Agreement between PT. AHM with Main dealers and Dealers who have a requirement that parties who want to have an AHASS workshop must be willing to accept and buy other goods and services from PT. In addition to that, AHM has a clause on the spare parts discount agreement which is obtained by the AHASS workshop owner. The formulation of the problem that the researcher discusses is whether the action of PT AHM in entering into closed agreements with Main Dealers and Dealers in Indonesia is categorized as a violation of Article 15 paragraphs 2 and 3 based on the Business Competition Law and whether the Rule of Reason approach used in KPPU's decision No: 31/KPPU- I/2019 has been right in deciding violations of Article 15 paragraphs 2 and 3 of the Business Competition Law. The research method used is normative, the nature of the research used is descriptive-analytical, the types of data used are primary and secondary data, data analysis is carried out descriptively-qualitatively, and conclusions are drawn using deductive logic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Gabriela Alicia N.
"ABSTRAK
Skripsi ini memberikan analisis terhadap putusan Mahkamah Agung tentang keberatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1/Pdt.G/KPPU/2014/PN Bdg yang pada pokoknya menyatakan bahwa tidak terjadi pelanggaran Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pada tahun 2013 KPPU mengeluarkan putusan yang pada pokoknya menyatakan bahwa PT Angkasa Pura II yang turut bekerja sama dengan PT Telkom mewajibkan mitra usahanya di Bandara Soekarno-Hatta untuk menggunakan produk Electronic Point of Sales e-POS yang kemudian terhadap putusan tersebut para Terlapor mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Bandung dan kemudian dilanjutkan dengan pengajuan keberatan oleh KPPU di tingkat Kasasi. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dalam skripsi ini, ditemukan bahwa dalam memutus perkara nomor 482.K/Pdt.Sus-KPPU/2015, Majelis Hakim telah keliru dalam mempertimbangkan ketepatan dari pertimbangan Hakim Judex Facti.

ABSTRACT
This thesis provides an analysis of the Supreme Court ruling on the Commission for the Supervision of Business Competition objections against the decision of the Bandung District Court Number 1 Pdt.G KPPU 2014 PN Bdg, which essentially states that no violation of Article 15 paragraph 2 of Law No. 5 of 1999. In 2013, the Commission for the Supervision of Business Competition issued a ruling that fundamentally states that PT Angkasa Pura II who works together with PT Telkom obliges its business partners at Soekarno Hatta Airport to use Electronic Point of Sales e POS product which then upon that decision, the reported party filed an objection to the Bandung District Court and then proceed with the filing of objections by the Commission for the Supervision of Business Competition at the level of Cassation. Through the use of normative legal research methods in this thesis, it has been found that in deciding the case Number 482.K Pdt.Sus KPPU 2015, the judges had erred in considering the accuracy of judgment of Judge Judex Facti."
2017
S66984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Rahdyan Andhika Notokoesoemo
"Skripsi ini membahas mengenai penilaian terhadap Perjanjian Lisensi Patent Pooling terkait dengan aspek-aspek hukum persaingan usaha. Kondisi semakin banyaknya teknologi yang diberikan Paten dan dimiliki oleh banyak Pemegang Paten, berpotensi menyulitkan banyak pihak untuk mengembangkan teknologi baru karena terhalang oleh Paten-Paten lain yang saling menghambat (blocking). Perjanjian Lisensi Patent Pooling merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut karena Perjanjian Lisensi Patent Pooling dapat mengintegrasikan teknologi-teknologi yang saling terkait, mengurangi biaya transaksi, menghilangkan Paten-Paten yang menghambat (blocking), dan mengurangi biaya sengketa di pengadilan. Namun demikian, Perjanjian Lisensi Patent Pooling adalah suatu bentuk perjanjian di antara banyak pihak yang juga berpotensi menjadi bersifat anti persaingan dalam kondisi-kondisi tertentu. Pengaturan mengenai pedoman penilaian terhadap Perjanjian Lisensi Patent Pooling di Indonesia masih belum diatur secara jelas, lengkap, dan komprehensif di dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009. Karenanya, KPPU perlu membandingkan dan mengadaptasi pengaturan mengenai penilaian terhadap Perjanjian Lisensi Patent Pooling dengan pengaturan di Amerika Serikat.

This thesis discusses the assessment on Patent Pooling License Agreement with respect to the antitrust regulation. The increasing number of patented technologies that is owned by many patent holders could potentially complicate many parties to develop new technology because it can block each other. Patent Pooling License Agreement is one of the solution to overcome the condition because it can integrate technologies interrelated, reduce transaction costs, eliminate blocking patent, and reduce the costs of future disputes in court. However, Patent Pooling License Agreement is a form of agreement among many parties that can also be potentially anti-competitive under certain conditions. Regulations regarding guidelines to assess Patent Pooling License Agreements in Indonesia has yet to be arranged in a clear, complete, and comprehensive state in the KPPU Regulation No. 2 Year 2009. Therefore, KPPU should compare and adapt regulations regarding the assessment of Patent Pooling License Agreement based on regulations in the United States. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifki Arif Budianto
"Di tahun 2012, Korlantas Polri mencatat jumlah mobil pribadi yang ada di Indonesia meningkat 12% dari tahun sebelumnya. Mengingat harga mobil yang masih tinggi, banyak pembelian mobil dilakukan secara angsuran, salah satunya melalui fasilitas pembiayaan. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bentuk perjanjian dalam pembelian mobil melalui PT BCA Finance dan menganalisis perjanjian asuransi yang mengikat pembeli pada pembelian mobil secara tidak tunai di melalui PT BCA Finance sehubungan dengan larangan tying agreement dalam Undang-Undang Persaingan Usaha. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa perjanjian dalam pembelian mobil secara tidak tunai melalui PT BCA Finance merupakan perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian asuransi yang mengikutinya merupakan bentuk praktek tying agreement.

In 2012, Korlantas Polri recorded the number of private cars in Indonesia increased 12% from previous year. But because of the high price of car, some buyers paid in instalment with consumer financing as one of that mechanism. This research has purpose to describe the agreement form in the installment purchase of the car through PT BCA Finance and to analyze the binding insurance agreement on installment purchase of the car through PT BCA Finance in relation to tying agreement prohibition in the Antitrust Law. This research is juridical normative research with qualitative approach. As a result, it can be concluded that the installment purchase of a car through PT BCA Finance is a consumer finance agreement and the insurance agreement that followed is tying agreement practice."
Universitas Indonesia, 2014
S54417
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernando
"Skripsi ini membahas mengenai praktik tying agreement yang terdapat pada perjanjian kredit bank dalam memasarkan syarat keberadaan produk asuransi. Praktik tying agreement pada perjanjian kredit bank dapat dikatakan terjadi jika pihak bank meniadakan asas kebebasan memilih perusahaan asuransi, sebagaimana lebih lanjut diatur dalam SEOJK No. 32/SEOJK. 05/2016, selain juga diatur pada SEOJK No. 33/SEOJK.03/2016.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa meskipun suatu perjanjian kredit bank mempraktikkan tying agreement dalam memasarkan persyaratan keberadaan produk asuransi, penegak hukum, dalam hal ini KPPU ataupun Pengadilan di tingkat Banding dan Kasasi seyogyianya menerapkan pendekatan rule of reason.

This thesis discusses the practice of tying agreement contained in bank credit accord in marketing of the requirement of existence of insurance product. The practice of tying agreement on bank credit accord can be said to occur if the bank negates the principle of choice of insurance company, as further stipulated in SEOJK No. 32 SEOJK. 05 2016, as well set on SEOJK No. 33 SEOJK. 03 2016.
The result of this research reveals although the bank credit accord practicing tying agreement in marketing the requirement of the existence of insurance product, law enforcers, which in this case KPPU or Court at appeal level and Cassation should apply the approach of rule of reason.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Higar Alam Indhar Jalu Sakerti
"Salah satu pengaturan di dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah mengenai perjanjian yang dilarang, dimana pelaku usaha dilarang untuk melakukan perjanjian atau kesepakatan dengan pelaku usaha lain karena dapat menimbulkan distorsi terhadap persaingan di pasar. Dalam praktiknya, karena semakin sulitnya membuktikan adanya perjanjian tertulis, berkembang sebuah bukti tidak langsung atau bukti petunjuk (bukti komunikasi dan/atau bukti ekonomi), untuk membuktikan adanya perjanjian tidak tertulis dalam perkara perjanjian yang dilarang. Di dalam hukum persaingan usaha, dikenal konsep ekonomi price parallelism, yang menggambarkan kondisi penetapan harga di antara pelaku usaha, tetapi tidak didasarkan pada perjanjian atau kolusi secara sadar di antara pelaku usaha, melainkan murni karena keputusan independen para pelaku usaha sehingga tidak melanggar hukum persaingan usaha. Meskipun demikian, adanya price parallelism di antara pelaku usaha tidak menutup kemungkinan adanya perjanjian tidak tertulis di antara pelaku usaha sehingga dapat melanggar ketentuan di dalam perjanjian yang dilarang. Oleh karena itu, konsep price parallelism dapat dijadikan sebagai bukti ekonomi, tetapi terdapat sebab-sebab tertentu yang menentukan keberlakuannya sebagai bukti ekonomi. Fokus utama dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis bagaimana hubungan price parallelism dengan hukum persaingan usaha di Indonesia dan keberlakuannya sebagai bukti ekonomi di dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Dengan metode penelitian doktriner yang bersifat deskriptif, didapatkan hasil bahwa untuk menentukan hubungan price parallelism dengan hukum persaingan usaha harus didasarkan pada fakta ada atau tidaknya perjanjian di antara pelaku usaha yang menyebabkan terjadinya price parallelism. Sementara itu, untuk menentukan keberlakuan price parallelism sebagai bukti ekonomi harus didahului dengan analisis tambahan untuk melihat ada atau tidaknya perjanjian di antara pelaku usaha, dan/atau untuk melihat independensi para pelaku usaha yang terlibat dalam price parallelism, dan/atau untuk melihat ada atau tidaknya faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya price parallelism.

Indonesian antitrust law regulates the provisions of prohibited agreements, where companies are prohibited from entering into agreement or arrangements with other companies as it may cause distortions to the competitive market. As it becomes increasingly difficult to prove the existence of a written agreement, indirect evidence or circumstantial evidence (communication evidence and/or economic evidence) is being used to evidence the unwritten agreement in the case of prohibited agreements. In antitrust law, it is known the economic concept of price parallelism, depicting the condition of price fixing among companies, without the existence of conscious agreement or collusion, rather an independent decision of each companies, thus not violating the antitrust law. The existence of price parallelism, however, may not rule out the involvement of unwritten agreements among companies, leading to violations of the provisions of prohibited agreements. Consequently, price parallelism can be used as an economic evidence, but there are certain causes which determine its validity as an economic evidence. In this thesis, the primary focus is to analyze the relevance of price parallelism to the Indonesian antitrust law and its validity as economic evidence in the Indonesian antitrust law. Using the method of descriptive doctrinaire research, the results show that in determining the relevance of price parallelism to the Indonesian antitrust law is dependent on whether or not there were agreements among companies that led to price parallelism. Meanwhile, to ensure the validity of price parallelism as economic evidence must be preceded with factor-plus analysis to determine whether or not there were agreements among companies, and/or to determine the independence of each companies involved in price parallelism, and/or to determine whether or not there were other factors that could cause price parallelism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam skripsi ini dibahas tentang pembatalan putusan KPPU oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan bahwa PT. Bank Rakyat Indonesia tidak terbukti melanggar pasal 15 ayat (2) dan 19 huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dalam melakukan kerjasama bancassurance bersama perusahaan asuransi rekanan dalam penyediaan produk Kredit Pemilikan Rumah. Dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa perjanjian kerjasama yang dilakukan PT. BRI dan perusahaan asuransi rekanannya merupakan pewujudan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko bank sebagaimana diatur dalam UU Perbankan dan PBI Manajemen Risiko Bank, sehingga termasuk kedalam Pasal 50 huruf a yang dikecualikan dari Undang-Undang ini. Terhadap permasalahan diatas dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian menujukan bahwa kerjasama yang dilakukan para pelaku usaha termasuk ke dalam tying agreement, namun dengan menggunakan pendekatan rule of reason kerjasama tersebut tidak terbukti menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan tidak termasuk ke dalam kegiatan/perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan Pasal 50 huruf a Undang- Undang No. 5 Tahun 1999.

This thesis discussed about the cancellation of decision of KPPU by the Central Jakarta District Court which stated that PT. Bank Rakyat Indonesia in not proven to have violated Article 15 paragraph (2) and 19 a on Law Number 5 of 1999 in coorperation with the partner insurance companies (bancassurance) in supplying product home loan agreement. The judges declared that the agreement made by PT. BRI and its partner insurance companies is the realization of the implementation of the precautionary principle and bank?s risk management as stipulated in the Banking Law and PBI Risk Management Bank, so belongs to Article 50 a that excluded from this law. Based on above problems, do reasearch using normative juridicial method.
Results of research addressing that coorperation that made by the business actors classified into tying agreement, but by using rule of reason such coorperation is not proven to cause unfair competition and is not classified inte the activities/agreements aimed at implementating the legislation as Article 50 a of Law Number. 5 1999.
"
Universitas Indonesia, 2016
S61525
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>