Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176872 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Kerang darah bersifat sebagai filter feeder dalam perairan, sehingga komoditi ini rentan terhadap akumulasi bahan berbahaya yang ada di perairan. Sebagai contoh bahan berbahaya tersebut ialah logam berat (dalam penelitian ini tembaga dan krom) serta fenol. Diperlukan suatu usaha untuk meminimalkan kandungan logam berat dan fenol pada kerang darah. Dua contoh cara yang dapat dilakukan adalah detoksifikasi dan depurasi. Pada penelitian ini, proses detoksifikasi dilakukan menggunakan metode kontinu. Sementara proses depurasi dilakukan dengan metode diskontinu dan ekstraksi asam. Kondisi optimum untuk proses detoksifikasi dicapai menggunakan variasi laju pompa alir sebesar 235 L/H dengan penurunan logam Cu dan Cr masing-masing sebesar 48,72% dan 70,59%. Sedangkan proses depurasi logam berat dengan metode diskontinu menghasilkan penurunan yang maksimal menggunakan media air tanah pada suhu 99°C selama 3 jam sebesar 30,99% untuk logam tembaga dan 66,73% untuk logam krom. Depurasi dengan metode ekstraksi asam menggunakan pelarut asam asetat menghasilkan penurunan logam tembaga dan krom secara optimal pada konsentrasi 12% masing-masing sebesar 49,48% dan 80,13%. Pada penggunaan pelarut asam sitrat kondisi optimal dicapai pada penggunaan konsentrasi 2,5% menghasilkan penurunan logam tembaga sebesar 22,65% dan logam krom 13,15%. Sementara menggunakan pelarut asam tartrat penurunan logam tembaga dan krom optimal pada konsentrasi 0,6% yakni masing-masing sebesar 29,15% dan 31,25%. Untuk depurasi fenol didapat hasil optimum menggunakan asam asetat konsentrasi 12%, yaitu terjadi penurunan kadar fenol sebesar 62,23%., Blood Cockles is a filter feeder in water, so the commodities are susceptible to accumulate of harmful substances into their body. As an example of such harmful substances are heavy metals (in this study example are copper and chromium) and phenol. Required an effort to minimize the content of heavy metals and phenols in blood cockles. Two examples are detoxification and depuration process. In this study, detoxification process is done through continuous method. While depuration process are done with discontinuous method, and acid extraction methods. The optimum conditions for the detoxification process was achieved using a variation of the pump flow rate of 235 L/H with a decrease of Cu and Cr respectively by 48,72% and 70,59%. While the process of heavy metal depuration with discontinuous method produces a decrease in the maximum use of groundwater medium at temperature of 99 °C for 3 hours by 30,99% and 66,73% for copper and chrome metal. Depuration with acid extraction method using acetic acid solvent resulted in a decrease in copper and chrome metal optimally at a concentration of 12% respectively by 49,48% and 80.13%. On the use of citric acid solvent optimal conditions was achieved in the use of a concentration 2.5% resulted in a decrease of 22,65% copper metal and 13,15% chrome metal. While using tartaric acid solvent reduction of copper metal and chrome optimal at concentrations 0,6% which is respectively 29,15% and 31,25%. For phenol depuration obtained optimum results using acetic acid concentration of 12% which decrease of 62,23% phenol.
]"
Universitas Indonesia, 2014
S58623
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gustina Yasminisari
"Kerang darah (Anadara granosa) merupakan komoditas pangan yang sangat rentan terhadap akumulasi logam berat karena sifatnya yang filter feeder. Diperlukan suatu cara untuk mengurangi kandungan logam berat dan senyawa lain pada kerang darah, salah satunya melalui detoksifikasi. Proses detoksifikasi logam dilakukan dengan metode kontinu, tidak kontinu dan ekstraksi asam. Pada penelitian ini, dilakukan pula detoksifikasi fenol dengan ekstraksi asam. Waktu optimum detoksifikasi metode kontinu adalah 16 jam, dengan kecepatan sirkulasi 235 L/jam untuk logam Pb dengan penurunan sebesar 41,60% dan kecepatan sirkulasi 250L/jam untuk logam Cd dengan penurunan sebesar 31,40%. Pada metode tidak kontinu, hasil optimum dicpai dengan menggunakan air tanah pada lama perendaman 3 jam pada suhu 99oC, dengan penurunan kadar logam Pb sebesar 38,97% dan kadar logam Cd 54,78%. Pada metode ekstraksi, kondisi optimum dicapai menggunakan pelarut asam asetat 12% dengan penurunan logam Pb dan Cd masing-masing sebesar 43,12% dan 55,06% serta 58,36% untuk fenol. Akibat proses detoksifikasi ini, terjadi penurunan protein terlarut dalam air, dengan hasil optimum pada perlakuan ekstraksi asam asetat 12% sebesar 69,55% pada sampel logam dan 47,19% pada sampel fenol menggunakan metode Lowry.

Blood Cockle are food commodities that susceptible to accumulate heavy metals in their body because it`s trait as filter feeder. Required an effort to minimize the content of heavy metals and other compounds in Blood Cockle, one that can be done is by detoxification. The detoxification conducted through continuous method, discontinuous method, and acid extraction methods. In this study, detoxification also applied on phenol by acid extraction. The optimum time of continuous method was 16 hours, with a circulation rate of 235 L/h and decreased levels of Pb obtained by 41,60% and 31,40% for Cd with 250L/h circulation rate. In the discontinuous method, the optimum result was achieved when using ground water media at 3 hours soaking time and 99oC of temperature. This method given decreased levels of Pb and Cd in 38,97% and 54,78%. In the extraction method, the optimum condition was achieved in a solvent extraction using 12 % acetic acid with decreased levels of Pb and Cd was 43,12% and 55,06%, also 58,36% for phenol. As a result of this detoxification process, the greatest decrease in protein occurs by 12% of acetic acid extraction treatment, with a decrease in protein content 69,55% on the metal samples and 47,19% on a phenol samples using the Lowry method."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Bagus Donny Aryatma Mahadewa
"Latar Belakang: Kanker serviks masih merupakan penyakit keganasan tersering kedua yang mengenai perempuan di Indonesia dimana setiap tahunnya didapatkan hampir 15.000 kasus baru dan setengahnya meninggal.1-4 Oleh karena itu, skrining kanker serviks penting sebagai usaha pencegahan primer. Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan metode alternaltif yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Female Cancer Program (FCP)-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berkolaborasi dengan Universitas Leiden memiliki program see and treat yaitu skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA dan secara langsung dapat memberikan krioterapi pada kunjungan pertama. Sejak 2007 hingga 2011,FCP Jakarta melakukan skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA melibatkan 25.406 perempuan yang tersebar di beberapa wilayah Jakarta. Dengan menggunakan data tersebut, kita dapat mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya IVA positif di Jakarta yang berguna bagi peningkatan performa kegiatan skrining pencegahan kanker serviks.
Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi IVA positif di Jakarta dari 2007 - 2011 dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya lesi prakanker yang ditandai dengan IVA positif.
Metode Penelitian: Penelitian potong lintang menggunakan data program see and treat dari Desember 2007-Desember 2011, dilaksanakan oleh FCP di 6 wilayah di Jakarta menggunakan metode IVA yang dilakukan oleh dokter umum serta bidan yang ada di puskesmas dibawah pengawasan teknik oleh dokter spesialis Obsteri dan Ginekologi.
Hasil Penelitian: Sejak Desember 2007 hingga Desember 2011 terdapat sebanyak 25.406 perempuan yang mengikuti program see and treat. Dari 25.406 perempuan terdapat 1192 kasus (4,7%) perempuan dengan hasil IVA positif dimana 1162 kasus (97%) diantaranya memiliki luas lesi acetowhite<75% dan sisanya memiliki luas lesi acetowhite>75%. Sebanyak 4745 kasus (18%) perempuan mengalami servisitis dan 19 kasus (0,07%) perempuan sudah menderita kanker serviks. Faktor-faktor risiko yang menunjukkan hubungan kemaknaan (p<0,05) terhadap timbulnya IVA positif yaitu jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan odd ratio 1,51;1,85;1.95 and 0,68 secara berurutan.
Diskusi dan Kesimpulan: Prevalensi IVA positif masih cukup tinggi pada populasi Jakarta dan faktor risiko jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi hasil IVA.

Background: Cervical cancer is still the 2nd most frequent cancer in women especially in developing countries that almost 15,000 women were diagnosed with cervical cancer every year in Indonesia and half of them died from the disease.1-4 Therefore screening program is still important to prevent it.Inspection with acetic acid (VIA) is introduced as an alternative method that more suitable with indonesia?s condition. The female cancer program (FCP)-Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) organization collaborates with University of Leiden has a program called see and treat program that screen precancerous lesions using VIA method and simultaneously offer the immediate therapy on the first visit setting using cryotherapy. Since 2007 until 2011, the FCP from Jakarta Regional has done cervical cancer screening involving 25.406 correspondents patients spreading across several primary health centers and other agencies in several areas of Jakarta. By using these data, we can find out the prevalence and risk factor of VIA positive in Jakarta as a useful data to improve the performance of cervical cancer screening program.
Objective: The purpose of the study was to report the prevalence and risk factor of VIA Test-Positive in Jakarta from 2007- 2011.
Material and Method: An Observational study using the data from see and treat program that has been conducted at several areas in Jakarta from December 2007 until December 2011. VIA was used as the screening method, and performed by doctors and midwives in community health centers with technical supervision by gynecologists and management supervision by District and Provincial Health Officers.
Results: Starting December 2007 to December 2011, there were 25.406 women screened with VIA (Visual inspection with acetic acid). From 25.406 correspondents that had been screened, there were 1192 cases (4,5%) of VIA test positive. The risk factors that significantly (p<0,05) can influence the result of VIA in this study were number of marriage, parity, smoking habits and the use of hormonal contraception with OR 1,51;1,85;1.95 and 0,68 respectively.
Disscussion and Conclusions: Prevalence of VIA test-positive is still high in Jakarta population and number of marriage, parity, smoking and the use of hormonal contraception can influence the result of VIA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Syintia
"ABSTRACT
Label indikator kolorimetrik telah banyak dikembangkan dari segi material maupun aplikasinya. Pendeteksian uap asam asetat dengan label indikator kolorimetrik didasarkan pada perubahan warna label yang terjadi akibat interaksi uap asam asetat dengan zat warna. Label dibuat dengan menggunakan ekstrak beras hitam dan bunga kangkung laut yang diimobilisasikan pada substrat kertas. Jenis ekstrak dan substrat, kosentrasi asam asetat 20, 40, 60, 80 dan 100, pH larutan 9 dan 13, dan waktu pendeteksian menjadi variabel yang akan divariasikan pada pengujian label dengan uap asam asetat. Rentang perubahan warna akibat kenaikan pH pada larutan ekstrak bunga kangkung laut lebih luas dibandingkan ekstrak beras hitam, yang mencakup seluruh spektrum warna cahaya tampak. Jenis label yang memiliki respons perubahan warna yang paling terlihat jelas adalah label dari substrat Kalkir dan ekstrak bunga kangkung laut yang dikondisikan pada pH 9. Warna label ini berubah dari hijau menjadi kemerahan setelah dipaparkan pada uap asam asetat. Perubahan warna akan semakin merah dan semakin cepat seiring kenaikan kosentrasi. Hasil pengujian stabilitas warna label menunjukan bahwa label baik disimpan di suhu rendah dan pada kelembaban relatif 55.

ABSTRACT
The indicator label based on the colorimetric method has been widely developed in terms of both materials and applications. The detection of acetic acid vapor using colorimetric indicator label is based on color change results from the interaction of acetic acid vapors with the dyes. Labels are made using black rice extract and morning glory flowers immobilized into paper substrate. Variables varied in this measurement are extract sources, substrate types, acetic acid concentrations 20, 40, 60, 80 and 100, solution pH 9 and 13, and detection time. The ranges of color change due to the increase in pH of the morning glory flower extract solution are wider than the black rice extract solution, which covers the entire visible color spectrum. It was observed that the type of label that has the most noticeable color change response is a label made from tracing paper and a morning glory flower extract conditioned at pH 9. The color of this label changes from green to reddish green after exposure to acetic acid vapors. Color changes will accelerate and become redder along with the increase in concentration of acetic acid solution. The result of labels color stability test indicates that the label is well kept at low temperature and at 55 relative humidity."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovian Fernando
"Amonia merupakan salah satu bahan kimia yang paling banyak diproduksi karena pemanfaatannya yang besar dalam industri pupuk. Pada saat ini, mayoritas amonia diproduksi melalui proses Haber-Bosch yang mempunyai emisi karbon dalam jumlah besar. Salah satu teknologi yang dapat menggantikan Haber-Bosch adalah elektrolisis plasma. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah udara sebagai sumber nitrogen diinjeksikan ke dalam plasma dan bereaksi dengan hidrogen radikal yang berasal dari larutan yang terpapar plasma. Kemudian, dilakukkan variasi terhadap parameter operasi untuk optimalisasi parameter proses. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal yang mempengaruhi produksi amonium dengan teknologi elektrolisis plasma seperti pengaruh penambahan aditif asam asetat dan metanol, konsentrasi larutan elektrolit, dan Tegangan. Variasi kondisi operasi akan dianalisis korelasinya dengan hasil produksi larutan amonium yang diukur absorbansinya menggunakan alat spektroskopi UV-Vis dengan metode Nessler dan menghitung konsumsi energi spesifik yang dibutuhkan. Pada penelitian ini berhasil diperoleh amonia melalui proses elektrolisis plasma dengan jumlah terbesar yang diperoleh sebesar 2.7 mmol selama 90 menit proses pada kondisi operasi larutan elektrolit 0,04 M Na2SO4, penambahan aditif metanol 4%, tegangan 450 V, daya 225 watt, dan plasma pada katoda. Sedangkan, untuk nitrat jumlah maksimum yang diperoleh sebesar 11.51 mmol pada kondisi operasi yang sama, tetapi menggunakan aditif asam asetat 4%

Ammonia is one of the most widely produced chemicals because of its usage in the fertilizer industry. Currently, the majority of ammonia produced through Haber-Bosch process those results in large amount of carbon emmisions. One of the ammonia synthesis technology that believed to be able to replace Haber-Bosch process is plasma electrolysis as it requires less energy and is environmentally friendly. In this research, air is used as nitrogen source and will be ineject to plasma then react with hydrogen radical. Then, the operating parameters are varied to optimize the process parameters. This research aims to determine factors that affect the production of ammonium with plasma electrolysis technology such as the effect of adding acetic acid and methanol additives, solution concentration, and voltage. Variations in operating conditions correlation analyzed with the production of ammonium solution whose abosorbance is measured using UV-Vis spectroscopy with the Nessler method and calculates the specific energy consumption required. On this experiment, maximum amount that we get were 2.7 mmol with operation condition of 0.04 M Na2SO4, 4% methanol additive, 450V voltage, 225W power, and cathode plasma. Meanwhile, for nitrate the maximum amount obtained was 11.51 mmol at the same operating conditions, but using 4% acetic acid additive."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Yenti
"Kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan pervalensi tertinggi kedua pada perempuan di Indonesia. Deteksi dini kanker serviks metode IVA merupakan program preventif prioritas pemerintah Indonesia dalam pengendalian kanker serviks, namun cakupan pemeriksaannya masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS usia 30-50 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada 180 WUS dan dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan 22,8 WUS melakukan deteksi dini metode IVA. Penelitian ini membuktikan pengetahuan, keterpaparan informasi dan dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode IVA, sementara pendidikan, akses kepelayanan kesehatan dan dukungan suami sebagai konfonding pada hubungan tersebut. Keterpaparan informasi merupakan faktor dominan, WUS yang terpapar informasi mengenai kanker serviks berpeluang 13,8 kali lebih tinggi untuk melakukan deteksi dini kanker serviks metode IVA dibandingkan WUS yang tidak terpapar informasi setelah dikontrol pendidikan, akses kepelayanan skrining dan dukungan suami p=0,013, OR:13, 869, 95 CI:1,723-111,650. Sedangkan pekerjaa dan asuransi kesehatan tidak berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode IVA. Instansi terkait perlu melakukan upaya intervensi komunikasi informasi dan edukasi berupa penyuluhan dan penyebaran media promosi terkait kanker serviks dan tes IVA untuk meningkatkan jumlah WUS yang terpapar informasi.

Cervical cancer is cancer with the highest prevalence in Indonesia women. Early detection of cervical cancer VIAmethod is the government 39 s priority preventive program in controlling cervical cancer, but the coverage of the examination is still low. This study aimed to determine the determinants of the behavior of early detection of cervical cancer with VIA method in women of childbearing age of 30 50 years. This study used cross sectional design, data was collected through interviews using questionnaires to 180 samples and analyzed using chi square test and multiple logistic regression test.
The results showed 22.8 of childbearing age women perform early detection of cervical cancer VIA method. These finding revealed that knowledge, information exposure and support of health care related to early detection of cervical cancer VIA method, while education, access to health care and husband support as confounding. Information exposure is a dominant factor, childbearing age women exposed to information about cervical cancer had 13.8 times chance to early detection of cervical cancer VIA method than unexposed information after being controlled by education, screening service access and husbands support p 0,013, OR 13, 869, 95 CI 1,723 111,650. Meanwhile, work and health insurance are not related to the behavior of early detection of cervical cancer VIA method. Relevant institutions need to make efforts communication, information and education in the form socialization and dissemination of promotion media related to cervical cancer and VIA test to increase the number of childbearing age women exposed information.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmuanis Basuki
"Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi kopolimer grafting radiasi asam akrilat (AA), akrilamid (Am) dan campurannya pada serat rayon sebagai penukar ion. Grafting dilakukan dengan metoda radiasi awal dalam atmosfir nitrogenlinert, menggunakan pelarut air-metanol dengan perbandingan 90:10. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum proses grafting dan mengkarakterisasinya untuk memperoleh serat yang dapat diaplikasikan sebagai penukar ion. Parameter yang dipelajari adalah pengaruh dosis total, kestabilan radikal, konsentrasi monomer, waktu dan temperatur grafting. Karakterisasi serat kopolimer yang dihasilkan, yaitu Rayon-g-AA, Rayon-g-Am dan Rayon-g-Am.AA dilakukan dengan mempelajari topologi dan ukuran serat, kristalinitas, gugus fungsi, kestabilan tennal dan pengujian selektivitas serta kapasitas pertukaran ion terhadap beberapa logam. Hasil yang diperoleh dari data ESR menunjukkan hubungan dosis total terhadap jumlah radikal mengikuti persamaan liner Y= 1,562 E-0,6(X) + 1, 914 E-0,6 sampai dengan dosis 10 kGy. Jumlah radikal pada sampel yang disimpan dalam freezer selama 1 minggu berkurang ± 10 % dan yang disimpan di ruangan berkurang ± 40 %.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa persen grafting meningkat dengan bertambahnya dosis total, konsentrasi monomer akrilat dan akrilamida, waktu dan temperatur reaksi. Untuk monomer asam akrilat kondisi optimum adalah pada dosis 10 kGy, konsentrasi monomer 40%, waktu reaksi 15 menit dan temperatur reaksi 45°C dengan persen grafting tertinggi yang diperoleh sebesar 530%. Untuk monomer akrilamida kondisi optimum pada dosis 8 kGy, konsentrasi monomer 30%, waktu reaksi 30 menit dan temperatur reaksi 70°C dengan persen grafting tertinggi yang diperoleh adalah 470%. Untuk grafting campuran dengan kondisi dosis BkGy, konsentrasi monomer campuran 30%, temperatur grafting 45°C dan waktu grafting 60 menit didapatkan persen grafting sebesar 300 %. Karakterisasi dengan SEM menunjukkan bahwa serat rayon yang tergrafting 300% memiliki diameter serat lebih dart 2 kali diameter semula. Selain itu pada serat yang telah di grafting menunjukkan penurunan kristalinitas disebabkan oleh rusaknya fasa kristalin yang diamati dart difraktogram XRD.
Pengamatan terhadap spektrum serapan FT-1R, menunjukkan munculnya serapan vibrasi rentang gugus karbonil dengan intensitas yang meningkat di sekitar bilangan gelombang, v = 1760/1686 cm 1 untuk serat yang di grafting akrilat. Pada serat rayon yang digrafting akrilamid muncul vibrasi rentang karbonil pada bilangan gelombang v = 1725/1754 crri-1, serapan pada bilangan gelombang, v = 3500-3400 cm-' yang menandai adanya gugus amina (N-H) dan vibrasi tekuk amina terlihat pada bilangan gelombang, v = 1580 cm-t. Dart pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa baik akrilat maupun akrilamida telah tergrafling pada serat rayon.
Kesimpulan di atas diperkuat oleh pengamatan dengan DSC. Dart termogram DSC pada serat rayon tergrafting akrilat maupun akrilamida, muncul puncak endoter nis bare. Untuk Rayon-g-AA muncul puncak pada temperatur 282 °C dan 380°C yang dihasilkan dari proses dehidrasi karboksilat dan dekarboksilasi. Untuk akrilamida muncul pada temperatur 284 °C dan 370°C sebagai hasil proses deaminasi. Selain itu dari pengamatan dengan TGA, serat rayon tergrafting akrilat atau akrilamid mempunyai ketahanan termal yang lebih baik.
Kapasitas pertukaran yang dilakukan dengan ion Cue+ pada pH 5, untuk serat rayon-g-AA dengan persen grafting 300% adalah 4,25 mekig serat dan 2,12 meldg utuk serat rayon-g-Am dengan persen grafting 101%. Untuk Rayon-g-AmAA (300%) diperoleh kapasitas pertukaran sebesar 3,67 mek/g serat. Keseluruhan serat memiliki kemampuan regenerasi di atas 98%, ini menandakan serat dapat digunakan secara berulang. Urutan selektivitas serat terhadap ion Cd2+, cu'-, NJ' dan Co2l-adalah rayon-g-AA > rayon-g-AmAA > rayon-g-Am. Bila dilihat dari nilai koefisien distribusi beberapa logam yang diuji, maka serat rayon-g-AmAA diharapkan paling baik digunakan untuk keperluan pemisahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Goldie Aisha Wirarti
"ABSTRAK
Sediaan nanovesikel transdermal telah banyak digunakan untuk penghantaran obat
dari bahan alam. Salah satu bahan alam yang memiliki banyak manfaat adalah
daun teh hijau. Manfaat daun teh hijau dapat digunakan untuk menjaga kesehatan
dan kosmetik. Epigalokatekin galat (EGCG) yang merupakan kandungan terbesar
daun teh hijau bersifat hidrofilik. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan penetrasinya
menggunakan nanovesikel lipid, yaitu etosom. Selain itu, etosom juga dapat
meningkatkan stabilitas dari EGCG. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
formula etosom dengan karakteristik terbaik. Etosom diformulasikan dengan
konsentrasi zat aktif yang berbeda; yaitu setara dengan EGCG 1% (F1), 1,5%
(F2), dan 2% (F3). Berdasarkan hasil karakterisasi dipilih F1 yang memiliki hasil
karakterisasi terbaik dengan morfologi yang sferis, nilai Dmean volume 90,53 ±
0,32 nm, indeks polidispersitas 0,05 ± 0,00, potensial zeta -62,6 ± 5,05 mV, dan
persentase obat terjerap paling tinggi (54,39 ± 0,03 %). Kemudian F1 tersebut
dibuat menjadi gel etosom dan gel ekstrak tanpa dibuat etosom sebagai kontrol
untuk dilakukan uji penetrasi menggunakan sel difusi Franz. Jumlah kumulatif
EGCG yang terpenetrasi dari sediaan gel etosom dan gel ekstrak adalah 1364,28 ±
56,32 μg/ cm2 dan 490,17 ± 2,60 μg/ cm2. Dengan nilai fluks dari gel etosom dan
gel ekstrak adalah 61,68 ± 2,13 μg.cm-2.jam-1 dan 55,18 ± 0,50 μg.cm-2.jam-1.
Waktu tunggu yang dibutuhkan sediaan gel etosom dan gel ekstrak untuk
berpenetrasi adalah 1,71± 0,05 dan 14,25 ± 0,03 jam. Berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa gel etosom yang dibuat dari F1 dapat meningkatkan
jumlah EGCG yang terpenetrasi.

ABSTRACT
Transdermal nanovesicles dosage forms have been widely used for natural
products delivery. One of the natural products that has many benefits is green tea
leaves. Benefits of green tea leaves can be used to maintain health and cosmetics.
Epigallocatechin gallat (EGCG) which is the largest content of green tea leaves is
hydrophilic. Therefore, the need to improve its penetration using lipid
nanovesicle, namely ethosome is needed. In addition, ethosome can also improve
the stability of EGCG. This study aims to get the formula of etosom with the best
characteristic. Etosom were formulated with different concentrations, equal to 1%
(F1), 1.5% (F2), and 2% (F3) of EGCG. Based on the results, F1 has the best
characterization results with spherical morphology, Dmean volume value at 90,53 ±
0,32 nm, 0,05 ± 0,00 of polydispersity index, zeta potential at -62.6 ± 5, 05 mV,
and the highest percentage of drug entrapped (54.39 ± 0.03 %). Then the F1 is
made into a gel etosom and extract gel that is made without etosom as control to
do a penetration test using Franz diffusion cells. The cumulative amount of EGCG
penetrated for ethosomal gel and and extract gel were 1364,28 ± 56,32 μg/ cm2
and 490,17 ± 2,60 μg/ cm2, respectively. With a flux value of ethosomal gel and
extract gel were 61,68 ± 2,13 μg.cm-2.hour-1 and 55,18 ± 0,50 μg.cm-2.hour-1,
respectively. The lag time required for etosom gel preparation and gel extracts to
penetrate was 1.71 ± 0.05 and 14.25 ± 0.03 hours. Based on these results it can be
concluded that the ethosomal gel made from F1 can increase the amount of EGCG
that was penetrated."
2016
S65740
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Ahmadsyah Gibran
"Biosolar™ adalah salah satu produk bahan bakar diesel di Indonesia dengan kandungan sulfur hingga 2.500 ppm. Kandungan ini masih jauh di atas standar low-sulfur diesel (LSD) dengan batas maksimal 500 ppm sulfur maupun standar ultra-low-sulfur diesel (ULSD) dengan batas maksimal 15 ppm sulfur. Kerugian yang diakibatkan oleh tingginya kadar sulfur dalam bahan bakar ialah memperpendek umur mesin dan pencemaran lingkungan. Salah satu mekanisme pengurangan kandungan sulfur yang telah banyak dilakukan oleh penelitian lainnya adalah reaksi desulfurisasi oksidatif atau oxidative desulfurization (ODS) yang dikombinasikan dengan ekstraksi pelarut polar. Penelitian ini berfokus pada pengaruh suhu terhadap performa oksidasi dengan mengadopsi beberapa penelitian terdahulu. Titik sampel adalah pada suhu oksidasi 30oC, 50oC, dan 70oC. Proses ODS dilakukan dengan oksidator hidrogen peroksida, katalis asam asetat, dan pelarut polar metanol. Untuk mengetahui kadar sulfur sebelum dan setelah perlakuan, digunakan instrumen FTIR yang dinormalisasi dengan ASTM D 4294. Metode FTIR ternormalisasi ini teruji cukup akurat dengan penyimpangan sebesar 5,9%. Secara umum, performa desulfurisasi meningkat dari suhu 30oC menuju 50oC, namun berangsur turun ketika melewati 50oC hingga 70oC. Performa desulfurisasi terbaik didapat pada suhu oksidasi 50oC, rasio volumetrik pelarut:sampel 1:4, dan waktu ekstraksi 40 menit dengan desulfurisasi sebesar 28,2%.

Biosolar™ is a diesel fuel in Indonesia with sulfur content up to 2,500 ppm. This number is still far above low-sulfur diesel (LSD) standard with 500 ppm maximum limit of sulfur and ultra-low-sulfur diesel (ULSD) standard with 15 ppm maximum limit of sulfur. Disadvantages gained due to usage of high-sulfur content fuel are shortening of the machine lifetime and environmental pollution. One of the mechanisms for reducing sulfur content in fuel that has been carried out by other studies is oxidative desulfurization (ODS) reaction. This study focuses on the effect of temperature on oxidation performance by adopting several previous studies. The sample points are at the oxidation temperature of 30oC, 50oC, and 70oC. The ODS process was carried out with hydrogen peroxide as an oxidizing agent, acetic acid catalyst, and methanol as a polar solvent. To determine the sulfur content before and after treatment, the FTIR instrument normalized with ASTM D 4294 was used. This normalized FTIR method was tested to be quite accurate with a deviation of 5.9%. In general, the desulfurization performance increased from 30oC to 50oC, but gradually decreased as it passed 50oC to 70oC. The best desulfurization performance was obtained at an oxidation temperature of 50oC, a volumetric ratio of solvent:sample 1:4, and an extraction time of 40 minutes with desulfurization of 28.2%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Hafizabiyan Shahab
"Dalam era dunia digital yang sekarang banyak sekali penggunaan perangkat elektronik di dunia sangat tinggi, terutama di Indonesia. Banyak perangkat elektronik yang sudah using dan ketinggalan zaman menghasilkan limbah elektronik (e-waste) yang memiliki logam-logam berharga didalamnya terutama pada komponen Printed Circuit Board (PCB) yang dapat didaur ulang. Penelitian ini akan membahas tentang studi elektrokimia pada proses pelindian tembaga dengan menggunakan larutan asam klorida atau HCl yang di tambahkan aditif Hidrogen Peroksida (H2O2) pada konsentrasi 0,1M, 0,2M, dan 0,5M. Sampel yang berupa PCB akan dilakukan pengujian polarisasi dan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) dengan membandingkan hasil dengan lembaran Tembaga sebagai pembanding  untuk mengetahui proses pelindian yang terjadi dalam larutan. Laju pelindian pada PCB maupun pada tembaga semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi Larutan, penggunaan peningkatan pada konsentrasi larutan 0,5 M pada PCB menghasilkan produk korosi dari unsur logam lain yang menghambat proses pelindian. Penelitian ini ditujukan untuk mencari larutan yang efektif dalam pengolahan limbah elektronik,dan juga menentukan Konsentrasi yang baik dalam proses pelindiannya.

In the era of the digital world, there are now very many uses of electronic devices in the world, especially in Indonesia. And electronic devices that are outdated and outdated are not used to produce electronic waste (e-waste) that has precious metals in it, especially on printed circuit board (PCB) components that can be recycled. This study will discuss electrochemical studies in the copper leaching process using a solution of chloride or HCL from which add hydrogen hydrogen peroxide (H2O2) at concentrations of 0.1M, 0.2M and 0.5M. Samples in the form of PCB will be tested for polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) by comparing the results with Copper sheets as a comparison to determine the leaching process that occurs in solutions. The leaching rate on the PCB as well as on copper increases with increasing concentration of the solution, the use of an increase in the concentration of 0.5 M solution in the PCB produces corrosion products from other metal elements which inhibit the leaching process. This research is intended to find effective solutions in electronic waste processing, and also determine good concentration in the leaching process."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>