Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84432 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Resty Abidah El Kholiqy
"Pembentukan orientasi seksual pada diri individu dipengaruhi oleh faktor yang terjadi secara nature maupun nurture. Salah satu faktor nature adalah fratrenal birth order. Penelitian ini ingin melihat gambaran dari orientasi seksual pada lakilaki tahapan usia dewasa muda berdasarkan fraternal birth order. Secara operasionalnya peneliti ingin melihat adakah perbedaan orientasi seksual berdasarkan dengan jumlah kepemilikan kakak laki-laki pada individu serta gambaran hubungan yang terjadi antara orientasi seksual dan fraternal birth order. Partisipan penelitian ini adalah 100 orang laki-laki yang berada pada tahapan usia dewasa muda. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah Klein Sexual Orientation Grid (KSOG) untuk mengukur kontinum orientasi seksual yang dikembangkan oleh Klein (1985) dan kuesioner fratrenal birth order yang digunakan oleh Blanchard & Bogaert (1996). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan orientasi seksual berdasarkan fraternal birth order serta terdapat hubungan yang signifikan dari orientasi seksual dan fraternal birth order.

The formation of sexual orientation of an individual is influenced by nature and nurture factors. One of the nature factors is fraternal birth order. This research willing to see sexual orientation in men young adulthood by virtue of fraternal birth order. In the operationally, researcher is willing to see the differences of sexual orientation by virtue of the number of older brother in the family of an individual and the decription of correlation between sexual orientation and fratrenal birth order. This research involves 100 man participants at young adulthood. The measurement tools used to collect data in this research is Klein Sexual Orientation Grid (KSOG) in order to measure sexual orientation continuum developed by Klein (1985) and fraternal birth order questionnaire used by Blanchard & Bogaert (1996). The results show that there are differences of sexual orientation by virtue of fraternal birth order and significant correlation from sexual orientation and fraternal birth order.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doglas
"Hagabeon adalah nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Batak Toba. Hagabeon didefinisikan sebagai kebahagiaan dalam memperoleh keturunan. Pada budaya Batak Toba, laki-laki, khususnya anak tunggal atau sulung, memiliki peran penting dalam mengimplementasikan nilai hagabeon, karena hanya laki-laki yang dapat mewariskan marga. Penelitian ini ingin melihat apakah terdapat perbedaan desakan menikah yang signifikan pada masing-masing urutan kelahiran psikologis. Desakan menikah diukur menggunakan Skala Desakan Menikah (Putra, 2014), sementara untuk mengetahui urutan kelahiran psikologis seseorang peneliti menggunakan alat ukur White-Campbell Psychological Birth Order Inventory (PBOI) yang disusun oleh Campbell, White, dan Stewart (Campbell et. al, 1991). Partisipan dalam penelitian ini laki-laki dengan latar belakang suku Batak Toba dengan jumlah partisipan sebanyak 129 orang. Hasil dari penelitian ini menemukan tidak terdapat perbedaan desakan menikah yang signifikan pada urutan kelahiran psikologis anak sulung, anak tengah, anak bungsu, dan anak tunggal.

Hagabeon is the most imporant value in Batak Toba society. Hagabeon can be defined as happiness of having an offspring. In Batak Toba culture, the males, especially the oldest and only child, have a very important role in implementing the hagabeon value, since they are the only one who can pass down their family name. This purpose of this research is to examine the comparison of mate urgency on various psychological birth order. Mate urgency was measured using Skala Desakan Menikah (Putra, 2014), whereas psychological birth order was measured using the White-Campbell Psychological Birth Order Inventory (PBOI) created by Campbell, White, and Stewart (Campbell et. al, 1991). A total of 129 participants of this research are young adults male who belong to Batak Toba ethnic group. The results do not indicate a significant difference of mate urgency between participants who identify their psychological birth order as the oldest child, middle child, youngest child and only child.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S58997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Kaesaria
"Meningkatnya persaingan bisnis, menuntut suatu organisasi untuk melakukan pemasaran yang efektif. Salah satunya adalah dengan pengenalan barang yang akhirnya terjadi proses penjualan, yang dilakukan oleh tenaga penjual kepada konsumen. Tiap tugas yang dijalani oleh tenaga penjual, yang secara keseluruhan bertujuan mencapai target penjualan dapat dikatakan sebagai tuntutan pekerjaan. Apabila tuntutan pekerjaan tersebut dirasa terlalu berat, maka pada akhirnya dapat membuat tenaga penjual menjadi stres.
Penelitian ini berfokus pada stres kerja tenaga penjual yang berkerja di PT.X wilayah JABODETABEK dan Serang. Aspek yang ingin dilihat dari penelitian ini adalah stres kerja pada tenaga penjual laki-laki dan perempuan usia dewasa muda. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dengan menitipkannya pada kepala cabang kantor pusat PT. X di Jakarta Timur. Dari 100 kuesioner yang disebar, hanya 62 partisipan yang datanya dapat diolah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik statistik uji Independent Sample T-test untuk melihat apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap stres kerja yang dialami tenaga penjual, dan ANOVA untuk melihat perbedaan stres pada tiap tugas dengan menggunakan SPSS 16.0.
Hasil penelitian menunjukkan adanya stres kerja pada tenaga penjual selama menjalankan tugas. Adanya perbedaan stres kerja pada tiap tugas tenaga penjual, dan adanya perbedaan stres kerja antara tenaga penjual laki-laki dan perempuan.

The increase of business competition ushers an organization to be effective in marketing. One of them is by the introduction of the goods that ultimately happens through the sales process, conducted by salespeople to the consumer. For each task that is carried out by salespeople, the overall aim is to achieve the target of the sales that can be said as the demands of work. When the work demands are felt to be heavy, this ultimately can make the salespeople stressed.
This research focuses on the work stress on the salespeople working at PT.X in JABODETABEK and Serang areas. The subject of this research is the men and women young adulthood sales. Data is collected by distributing questionnaires left to the head of the branch office of PT.X in East Jakarta. Of the 100 questionnaires distributed, only data from 62 participants were able to be processed. The data obtained were analyzed using statistical techniques test Independent Sample T-test to see the sex effect on work stress experienced by the salespeople, and ANOVA to see the stress on each task by using SPSS 16.0.
The results suggest the existence of work stress on the salespeople for running errands, differences in work stress on each salespeople's job, and work stress on men and women sales.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Zahwa Wiyanpi
"Semakin canggihnya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin berkembang pula cara untuk melakukan kegiatan seksual melalui teknologi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan bercakap dan mengirimkan hal bersifat seksual dan eksplisit (sexting) melalui internet. Penelitian mengenai sexting lebih banyak dikaitkan kepada perilaku seksual berisiko dan kekerasan seksual yang terjadi di dalamnya, namun belum terdapat penelitian di Indonesia mengenai standar ganda seksual yang dapat memengaruhi dinamika melakukan sexting antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh perbedaan peran seksual dan pendekatan terhadap seksualitas. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi gambaran perbedaan standar ganda seksual dalam perilaku sexting yang dilakukan laki-laki dan perempuan dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan wawancara terfokus pada total enam partisipan yang di antaranya merupakan tiga partisipan perempuan dan tiga partisipan laki-laki dalam rentang usia dewasa muda yang pernah melakukan sexting. Standar ganda seksual dilaporkan muncul dalam sexting melalui beberapa hal. Beberapa hal tersebut yaitu pelabelan negatif yang dilakukan terhadap perempuan yang menampilkan keinginan seksual, partisipan perempuan yang melaporkan kecenderungan merasa takut setelah melakukan sexting karena adanya kemungkinan revenge porn dibandingkan dengan partisipan laki-laki, dan juga partisipan perempuan yang cenderung mendapatkan pelecehan seksual berupa mendapatkan foto eksplisit non-konsensual dan ancaman revenge porn yang tidak ditemukan pada partisipan laki-laki.

The more advanced technological developments in Indonesia, the more developed ways to engage in sexual activity through this technology. One of the ways to do this is by chatting and sending things of sexual and explicit content (sexting) via the internet. Research on sexting is primarily focused on risky sexual behavior and sexual violence that occurs in it, but there hasn't been any research in Indonesia on the sexual double standard that can influence the dynamics of sexting between male and female due to disparities in sexual roles and approaches to sexuality. Therefore, this study explores the overview of differences in sexual double standards in sexting behavior between young adult male and female in Indonesia. This research was conducted with a qualitative method using focused interviews with a total of six participants, including three female participants and three male participants in the young adult age range who had sexted. Sexual double standards are reported to emerge in sexting in a variety of ways. Some of these include the negative labels given to female who express sexual desire, female participants reported a tendency to feel more afraid of revenge porn after sexting than male participants, and also female participants were more likely to experience sexual harassment in the form of receiving explicit non-consensual photos and threats of revenge porn."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasie Di Gobi
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian retrospektif yang bertujuan untuk melihat perbedaan orientasi seksual dan indeks homofobia pada alumni sekolah berasrama khusus laki-laki dan alumni siswa sekolah reguler. Orientasi seksual diukur dengan Sell Assessment of Sexual Orientation yang diadaptasi dari Sell 1996 , dan indeks homofobia diukur dengan Index of Homophobia Index of Attitude toward Homosexuals yang diadaptasi dari Hudson dan Ricketts 1990 . Partisipan penelitian ini adalah 86 orang mahasiswa laki-laki alumni pesantren dan alumni sekolah Islam non-pesantren, berada pada usia dewasa awal 19-25 tahun . Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.

ABSTRAK
This retrospective research conducted to see the difference between sexual orientation and homophobia index in Indonesian Islamic boarding school alumni and regular school alumni. Sexual orientation was measured by Sell Assessment of Sexual Orientation adapted from Sell 1996 , and homophobia index was measured by Index of Homophobia Index of Attitudes toward Homophobia adapted from Hudson and Ricketts 1990 . Research participants are 86 male college students who are in early adulthood age group 19 25 years old . They are alumni of Indonesian Islamic boarding school and regular school. The result shows that there are significant difference."
2017
S69652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Leofitri
"Laki-laki pada keluarga Batak Toba memiliki peran yang penting karena membawa marga keluarganya dan dituntut untuk memiliki prestasi yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan motivasi berprestasi dan urutan kelahiran psikologis pada remaja laki-laki Batak Toba. Motivasi berprestasi diukur menggunakan Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R) yang disusun oleh Lang & Fries (2006) menghasilkan skor motivasi berprestasi hope of success dan fear of failure. Urutan kelahiran psikologis akan menggunakan alat ukur White-Campbell Psychological Birth Order Inventory (PBOI) yang disusun oleh Campbell, White & Stewart (1991) menghasilkan kategorisasi skor urutan kelahiran yang dipersepsikan oleh individu di dalam keluarganya. Responden penelitian sebanyak 124 laki-laki bersuku Batak Toba dan berusia 18-24 tahun. Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan motivasi berprestasi hope of success pada urutan kelahiran psikologis remaja laki-laki di keluarga Batak Toba. Kemudian, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi berprestasi fear of failure pada urutan kelahiran psikologis remaja laki-laki di keluarga Batak Toba.

Male in Batak Toba’s family have an important role because they inherit the family name and demanded to have high achievements. This research is aimed to find comparisons of achievement motivation and psychological birth order in male adolescence of Batak Toba tribe. In this research, achievement motivation measured with Achievement Motives Scale-Revised (AMS-R) developed by Lang & Fries (2006), which will result achievement motivation score in hope of success and fear of failure. Next, the researcher measured the psychological birth order with White-Campbell Psychological Birth Order Inventory (PBOI) developed by Campbell, White & Stewart (1991) which will give the categorization of respondent’s birth order that perceived by the individual in his family. Respondents in this research are 124 male adolescence, aged 18-24 and have Batak Toba’s tribe. The research found that there are differences of achievement motivation hope of success in psychological birth order male adolescence Batak Toba’s tribe and there is no difference of achievement motivation fear of failure in psychological birth order male adolescence Batak Toba’s tribe."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyya Larissa
"Penelitian ini membahas bagaimana seseorang dapat melakukan peralihan identitas seksual didalam kehidupanya dengan penelitian tersebut kita dapat mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan hal tersebut.  Metode yang digunakan dalam penelitian bersifat kualitatif dengan cara pengamatan calon informan yang akan diwawancarai secara mendalam apakah bersedia atau tidak untuk diwawancarai. Berdasarkan hasil temuan-temuan yang saya peroleh dari penelitian ini seseorang melakukan peralihan identitas seksual diakibatkan oleh beberapa faktor seperti keluarga, pertemanan dan ekonomi. Faktor keluarga biasanya dijadikan sebagai faktor utama dalam mempengaruhi identitas diri seseorang, namun nyatanya pertemanan juga sangat mempengaruhi terlebih saat seseorang menginjak masa puber, lalu keadaan lainnya karena pengaruh dari ekonomi. Ekonomi seseorang tidak selalu pada kondisi yang stabil sehingga ketiga faktor tersebut menjadi peralihan identitas seseorang. Dalam penelitian ini saya ingin menunjukan bahwa pengalaman seksual seseorang juga menjadi salah satu kunci dari perubahan identitas seksual.

This study discusses how a person can make a transition of sexual identity in his life with this research we can find out what factors are causing it. The method used in this study is qualitative by observing prospective informants who will be interviewed in depth whether they are willing or not to be interviewed. Based on the findings that I have obtained from this study, a person transitions sexual identity caused by several factors such as family, friendship and economy. Family factors are usually used as a major factor in influencing one's self-identity, but in fact friendship is also very influential especially when someone steps into puberty, then other conditions due to the influence of the economy. A person's economy is not always in a stable condition so these three factors become a transition of one's identity. In this research I want to show that a person's sexual experience is also one of the keys to changing sexual identity.

 

Keywords: gay, bisexual, sexual experience, transitions sexual identity."

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanalin Norfirdausi
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara gender role conflict dan psychological well-being pada laki-laki gay dewasa muda. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ialah Gender Role Conflict Scale Short Form (GRCS-SF) dan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being (RPWB). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 99 orang laki-laki berusia 20-40 tahun yang memiliki orientasi seksual homoseksual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gender role conflict dan psychological well-being (R=-0,023; p>0,05). Meskipun demikian, salah satu dimensi gender role conflict yaitu keterbatasan afeksi antar laki-laki menunjukkan korelasi negatif yang siginifikan dengan psychological well-being (R=-0,261; p<0,01.

This research is conducted to find the correlation between gender role conflict and psychological well-being among young adult gay men. This research used the Gender Role Conflict Scale Short Form (GRCS-SF) and Ryff’s Scales of Psychological Well-Being (RPWB). The participants of this research are 99 homosexual self-identified men aged between 20-40 years old.
The result of this research showed that there is no significant correlation between gender role conflict and psychological well-being (R=-0,023; p>0,05). However, one of the gender role’s dimensions, restrictive affectionate behavior between men, showed that there is a significant negative correlation with psychological well-being (R=-0,261; p<0,01).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S57731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferena Debineva
"Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga mereka berinteraksi satu sama lain dan membandingkan dirinya dengan individu lain. Perbandingan diri ini melibatkan sikap dan penilaian terhadap individu lain dan terhadap atribut yang dimiliki individu tersebut. Individu yang tidak dapat diterima oleh kelompok, rentan mendapatkan evaluasi yang negatif dari kelompok lainnya. Kelompok orientasi seksual yang paling rentan mendapatkan penilaian negatif adalah kelompok biseksual. Sikap atau prasangka negatif terhadap kelompok biseksual dikenal dengan istilah biphobia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan sikap biphobic antara heteroseksual (laki-laki dan perempuan) dan homoseksual (laki-laki dan perempuan) terhadap biseksual (laki-laki dan perempuan). Terdapat 155 partisipan yang berusia dewasa muda (81 heteroseksual dan 74 homoseksual) yang mengisi kuesioner Biphobia Scale Male, Biphobia Scale Female (Mulick & Wright Jr., 2011), dan Klein Sexual Orientation Grid (Klein, 1993). Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan sikap biphobic yang signifikan antara heteroseksual dan homoseksual terhadap biseksual, dimana sikap yang paling negatif ditunjukkan oleh laki-laki heteroseksual terhadap laki-laki biseksual.

Humans are basically social creatures which urge them to interact with one another and compare themselves with other individuals. This self-comparing behavior involves attitude and evaluation towards other individuals and towards attributes the individual possesses. An individual that cannot be accepted in a group will most likely receive negative evaluations from other groups. The sexual orientation group which receives most negative attitude from other groups is of the bisexual group. This negative attitude or prejudice towards bisexuals is commonly known as biphobia. The main objective of this research was to see the difference of biphobic attitude between heterosexuals (male and female) and homosexuals (male and female) towards bisexuals (male and female). In total, 155 young adults acted as participants (81 heterosexuals and 74 homosexuals) who voluntarily filled in questionnaires of Biphobia Scale Male, Biphobia Scale Female (Mulick & Wright Jr., 2011), and Klein Sexual Orientation Grid (Klein, 1993). Results of the research showed there was a significant difference of biphobic attitude between heterosexual and homosexual toward bisexual, where the most negative biphobic attitude was found in male heterosexuals towards male bisexuals.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S53357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vonny Angelina
"Interaksi dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi secara implisit dalam bentuk pertukaran isyarat yang dapat dipahami dengan melakukan mindreading. Penelitian eksperimental ini dilakukan untuk melihat interaksi antara “gender target” dan “perceived similarity” dengan kecepatan dan ketepatan “mindreading” laki-laki dewasa muda. Partisipan penelitian ini berjumlah 70 laki-laki berusia 18-25 tahun. Penelitian dilaksanakan secara luring menggunakan aplikasi MindProbe yang berisi alat ukur Strange Stories Task dan Perceived Similarity Scale. Pengujian statistik menggunakan mixed-model ANOVA menemukan bahwa terdapat pengaruh dari “gender target” terhadap kecepatan dan ketepatan “mindreading” namun tidak ditemukan pengaruh dari “perceived similarity” terhadap kecepatan dan ketepatan “mindreading”. Selanjutnya, analisis factorial ANOVA menemukan bahwa tidak terdapat interaksi antara ketiga variabel tersebut.

Interactions in everyday life often occur implicitly in the form of an exchange of signals that can be understood by mindreading. This experimental research was conducted to find the interaction between "target gender" and "perceived similarity" with the speed and accuracy of "mindreading" in young adult men. Total of 70 men aged 18-25 years participated in this study. This study was carried out in an offline setting using the MindProbe application which contains the Strange Stories Task and Perceived Similarity Scale measuring instruments. Statistical testing using mixed-model ANOVA found that there was an influence of "target gender" on the speed and accuracy of "mindreading" but there was no influence of "perceived similarity" on the speed and accuracy of "mindreading". Furthermore, factorial ANOVA analysis found that there was no interaction between the three variables."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>