Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185854 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahrul Ramadhan
"Senyawa fenol dan p-klorofenol merupakan polutan organik yang bersifat toksik, persisten, dan bioakumulatif, bahkan dalam konsentrasi rendah. Kedua senyawa tersebut banyak terkandung pada limbah cair industri, sehingga diperlukan pengolahan limbah yang memadai.
Pada penelitian ini, telah dipelajari fotodegradasi polutan organik fenol dan p-klorofenol dengan sistem Fenton heterogen menggunakan katalis bentonit Tapanuli terpilar Fe(III) oksida (Fe-bentonit). Febentonit dipreparasi melalui metode tukar kation menggunakan larutan pemilar yang terdiri dari larutan NaOH dan FeCl3 dengan rasio mol OH/Fe 2:1 dan dikalsinasi pada suhu 300°C dan 500°C.
Karakterisasi material Fe-bentonit dilakukan dengan XRD, FTIR, dan AAS. Reaksi foto-Fenton yang terdiri dari sinar UV, H2O2 dan Fe-BT 300 mampu mendegradasi fenol dan p-klorofenol secara efektif menjadi Karbon dioksida dan air serta zat intermediet. Variasi suhu pilarisasi dan konsentrasi fenol serta pklorofenol dilakukan untuk membandingkan aktivitas katalisis.
Pengamatan dari variasi kondisi tersebut menunjukkan bahwa reaksi foto-fenton heterogen dengan katalis Fe-BT 300 memberikan persen penurunan konsentrasi fenol dan p-klorofenol yang terbaik (Fe-BT 300; berturut-turut 95,79 %, 72,29%).

Phenol and p-chlorophenol are recalcitrant organic pollutants characterized as toxic, persistent and bioaccumulative, even in low concentration. Those two compounds has been detected in industrial wastewater, thus need to be processed further in waste management.
In this research, photodegradation of phenol and pchlorophenol in Fenton heterogeneous system was conducted using Fe (III) oxide pillared Tapanuli bentonite (Fe-bentonite). Fe-bentonite was prepared by cation exchanging process using pillaring solution comprised of NaOH and FeCl3 solution with molar ratio of OH/Fe 2:1 and calcined at 300°C and 500°C.
Material characterization was conducted by XRD, FTIR, and AAS. Photodegradation reaction which consist of UV light, H2O2 and Fe-bentonite was successful to break down phenol and p-chlorophenol effectively into carboxylic acid intermediates. The effect of pillarization temperature and phenol and p-chlorophenol concentration also carried out as comparison.
To conclude, the heterogeneous system of Fe-BT 300 in the presence of UV light and H2O2 showed to give the highest photodegradation activity. The degradation of phenol and p-chlorophenol that catalyst by Fe-BT 300 are 95,79 % and 72,29%."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S58671
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Arinda Pradisty
"Senyawa fenol dan 4-klorofenol merupakan polutan organik yang bersifat toksik, persisten, dan bioakumulatif, bahkan dalam konsentrasi rendah. Kedua senyawa tersebut banyak terkandung pada limbah cair industri, sehingga diperlukan pengolahan limbah yang memadai. Pada penelitian ini, telah dipelajari fotodegradasi polutan organik fenol dan 4-klorofenol dengan sistem Fenton heterogen menggunakan katalis bentonit Tapanuli terpilar Fe(III) oksida (Fe-bentonit). Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) Na-bentonit dengan metode [Cu(en)2]2+ menghasilkan nilai KTK 48,7490 mek/100 gram bentonit. Fe-bentonit dipreparasi melalui metode tukar kation menggunakan larutan pemilar yang terdiri dari larutan NaOH dan FeCl3 dengan rasio mol OH/Fe 2:1 dan dikalsinasi pada suhu 300°C dan 500°C.
Karakterisasi material Fe-bentonit dilakukan dengan XRD, FTIR, EDS dan AAS. Reaksi foto-Fenton yang terdiri dari sinar UV, H2O2 dan Fe-B mampu mendegradasi fenol dan 4-klorofenol secara efektif menjadi intermediet asam-asam karboksilat. Konsentrasi H2O2 optimum untuk reaksi foto-Fenton fenol didapatkan pada konsentrasi H2O2 78,3528 mM. Penentuan peran dari setiap komponen pada reaksi foto-Fenton dianalisis menggunakan rangkaian kondisi reaksi adsorpsi, fotolisis, efek H2O2, Fenton dan foto-Fenton homogen. Variasi suhu pilarisasi dan konsentrasi fenol serta 4-klorofenol dilakukan untuk membandingkan aktivitas katalisis. Pengamatan dari variasi kondisi tersebut menunjukkan bahwa Reaksi foto-fenton heterogen dengan katalis Fe-B memberikan persen penurunan konsentrasi fenol dan klorofenol yang terbaik.

Phenol and 4-chlorophenol are recalcitrant organic pollutants characterized as toxic, persistent and bioaccumulative, even in low concentration. Those two compounds has been detected in industrial wastewater, thus need to be processed further in waste management. In this research, photodegradation of phenol and 4-chlorophenol in Fenton heterogeneous system was conducted using Fe (III) oxide pillared Tapanuli bentonite (Fe-bentonite). Prior to catalyst preparation, cation exchange capacity (CEC) of Na-bentonite was determined by [Cu(en)2]2+ method and was found to be 48.7490 meq/100 grams of bentonite. Fe-bentonite was prepared by cation exchanging process using pillaring solution comprised of NaOH and FeCl3 solution with molar ratio of OH/Fe 2:1 and calcined at 300°C and 500°C.
Material characterization was conducted by XRD, FTIR, EDS and AAS. Photodegradation reaction which consist of UV-C light, H2O2 and Fe-bentonite was successful to break down phenol and 4-chlorophenol effectively into carboxylic acid intermediates. The optimum H2O2 concentration was obtained at 78.3528 mM. Role of each reaction components was analyzed by a series of control reactions (adsorption, photolysis, H2O2 effect, Fenton and homogeneous photo-Fenton). The effect of pillarization temperature and phenol and 4-chlorophenol concentration also carried out as comparison. To conclude, the heterogeneous system of Fe-B in the presence of UV-C light and H2O2 showed to give the highest photodegradation activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S52455
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamal Miftah
"Bentonit alam Jambi telah dimodifikasi menjadi Fe bentonit dengan menggunakan polikation besi III oksida sebagai katalis reaksi foto fenton. Karakterisasi katalis dilakukan menggunakan metode FTIR XRD dan EDS sementara studi fotokatalisis dilakukan menggunakan metode spektrofotometri UV Visible pada panjang gelombang 200 400 nm. Sebelum preparasi dilakukan pemurnian bentonit untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorilonit yang akan diseragamkan kation bebasnya dengan Na menjadi Na bentonit. Selanjutnya menggunakan metode kompleks tembaga amin ditentukan nilai kapasitas tukar kation dari bentonit Jambi dan diperoleh nilai KTK sebesar 37 1281 mek 100gram bentonit.
Hasil karakterisasi XRD dan EDS mengkonfirmasi keberadaan besi III oksida dalam bentonit Pengurangan kadar polutan organik fenol dan p klorofenol dilakukan menggunakan besi III oksida yang disisipkan pada katalis bentonit alam dengan penambahan hidrogen peroksida H2O2 30 dan penyinaran sinar UV C direaksikan dalam proses batch Untuk perbandingan proses adsorpsi fotolisis dan reaksi fenton dipelajari untuk menunjukkan penurunan kadar fenol dan p klorofenol yang murni berdasarkan proses foto fenton.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan katalis besi III oksida yang disisipkan pada bentonit dengan pH awal diatas 6 dan penambahan 78 mM H2O2 total penurunan kadar yang paling efektif dari 100 mg L 1 fenol pada panjang gelombang 269 nm terjadi dalam waktu 90 menit dibandingkan dengan penurunan kadar p klorofenol pada panjang gelombang 279 nm.

Bentonite from Jambi has been modified into Fe bnetonit using iron III oxide polication as intercalation agent. Before perparation bentonite purification was performed in order to get bentonite which is rich with montmorillonite phase and then is cation exchanged with Na called Na bentonite. Furthermore using a copper amine methode its cation exchange capacity CEC value was determined as 37 1281 mek 100 g bentonite Reduction of the organic pollutants phenol and p chlorophenol was conducted using iron III oxide immobilized on pristine bentonite catalyst in the presence of hydrogen peroxide H2O2 30 and UV C light in batch process.
Catalyst characterization was performed using FT IR XRD and EDS while photocatalytic study was done by UV Visible spectrophotometry at wavelength 200 400 nm As comparison adsorption photolysis and fenton process were studied to indicate the degradation of phenol and p chlorophenol were purely based on photo fenton process.
The results indicated that by using catalyst of iron III oxide ndash pillared bentonite at initial pH above 6 and 78 mM H2O2 total decreased contents of the 100 mg L 1 phenol at wavelength 269 nm and p chlorophenol at wavelength 279 nm was occurred within 90 minutes.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Zat warna tekstil (azo) merupakan zat warna yang banyak digunakan
untuk pewarnaan dalam industri tekstil. Direct blue merupakan salah satu zat
warna azo yang banyak digunakan, namun penggunaan zat warna azo ini
dapat mengganggu keseimbangan perairan apabila dibuang sebagai limbah.
Pada penelitian ini telah dilakukan proses degradasi zat warna tekstil
direct blue menggunakan metode fotofenton (H2O2, Fe-Bentonit, UV). Metode
fotofenton adalah kombinasi dari hidrogen peroksida (H2O2) dan ion ferro
(Fe2+) dengan adanya radiasi sinar UV.
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah untuk larutan zat warna
direct blue 30 ppm dengan pH 3,0, diperlukan 10 ml hidrogen peroksida 300
ppm dan 50 mg katalis Fe-Bentonit, serta waktu radiasi 60 menit. Persen degradasi zat warna direct blue yang dihasilkan adalah sekitar 99,74%±0,14.
Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode fotofenton
merupakan metode yang efektif untuk mendegradasi zat warna tekstil direct
blue."
Universitas Indonesia, 2007
S30665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syah Reza
"ABSTRAK
Proses adsorpsi pada bentonit tapanuli yang termodifikasi surfaktan kationik
terhadap senyawa organik paraklorofenol telah dilakukan. Dilakukan fraksinasi
terlebih dahulu untuk mendapat kandungan montmorillonit terbanyak, kemudian
dilakukan preparasi Na-MMT (Natrium Montmorillonit), dan penentuan Kapasitas
Tukar Kation (KTK) memberikan nilai sebesar 62,5 meq/gram. Surfaktan yang
digunakan ialah surfaktan kationik ODTMABr (Oktadesil Trimetil Ammonium
Bromida) yang memiliki 18 rantai alkil. Surfaktan ini digunakan sebanyak 1 KTK
sebagai interkalan dalam preparasi organoclay. Analisis dengan menggunakan XRD
menunjukkan basal spacing dari OCT (Organoclay Tapanuli) mengalami peningkatan
yang cukup besar (21,04) dibandingkan dengan Na-MMT (14,33) dan montmorillonit
(15,69). Hal ini membuktikan bahwa surfaktan kationik telah masuk ke dalam
montmorillonit. Hasil uji aplikasi OCT sebagai adsorben senyawa organik para
klorofenol (p-C6H4Cl(OH)) menunjukkan bahwa organoclay lebih baik daya
adsorpsinya dibandingkan dengan bentonit alam. Saat p-klorofenol memiliki
konsentrasi sebesar 50 ppm, OCT mampu menyerap senyawa tersebut sebesar 36,4
ppm dan belum menunjukkan kondisi optimum. Di sisi lain, bentonit alam telah
mencapai optimum saat konsentrasi awal 10 ppm. Pola isoterm adsorpsi dari OCT
menunjukkan pola isoterm adsorpsi Freundlich pada konsentrasi besar namun pada
konsentrasi kecil pola yang ditunjukkan adalah pola isoterm adsorpsi Langmuir.

ABSTRACT
Adsorption on tapanuli bentonite modified by cationic surfactant has been done.
The fractionation of bentonite has been done in order to get the highest contain of
montmorillonite, then it was done the preparation of Na-MMT (Sodium
Montmorillonite), and the result of cation exchange capacity (CEC) is 62,5 meq/gram.
In this research, ODTMABr (Octadecyl Trimethyl Ammonium Bromide) which has
18 alkyl chains, was used as cationic surfactant. 1 CEC of surfactant was used as
intercalant agent in organoclay preparation. XRD analysis showed the basal spacing of
OCT increased significantly (21,04) when compared with Na-MMT (14,33) and
Montmorillonite (15,69). This result proved that cationic surfactant has been
intercalated into montmorillonite. The application of OCT as adsorbent of pchlorophenol(
p-C6H4Cl(OH)) showed that OCT is better than raw material bentonite.
When the concentration of p-chlorophenol was 50 ppm, OCT could adsorp its
compound in 36,4 ppm and has not reached the optimum condition, whereas raw
material benonite has the optimum condition in10 ppm. The adsorption isoterm of
OCT showed Freundlich adsorption isoterm rules in high concentration while in low
concentration the rules was followed Langmuir adsorption isoterm.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S43705
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Bakti Putra
"Organoclay Tasikmalaya merupakan hasil modifikasi montmorillonit (MMT) yang berasal dari bentonit Tasikmalaya dengan surfaktan kationik ODTMABr. Sebelum dimodifikasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Tasikmalaya untuk memurnikan montmorillonit (MMT) yang ada pada bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation penyeimbang pada MMT dengan Na+ sehingga terbentuk Na-MMT. Selanjutnya dengan menggunakan kompleks tembaga amin, ditentukan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan diperoleh nilai KTK sebesar 65,6mek/100gram Na-MMT. Konsentrasi ODTMABr yang ditambahkan pada preparasi organoclay sesuai dengan nilai 1 KTK. Hasil karakterisasi preparasi organoclay dengan XRD, FTIR dan EDS menunjukkan bahwa surfaktan ODTMABr telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Selanjutnya, produk organoclay tersebut diuji kemampuan adsorpsinya terhadap p-klorofenol dengan variasi konsentrasi (5-50 ppm) dan membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi p-klorofenol yang sama. Dari data yang diperoleh pada kurva isotherm adsorpsi menunjukkan bahwa organoclay mampu mengadsorpsi hingga 4,010 mg p-klorofenol/1 g organoclay dan bentonit alam hanya mampu mengadsorpsi sebesar 0,356 mg p-klorofenol/1 g bentonit alam sehingga dapat disimpulkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap p-klorofenol.

Tasikmalaya organoclay is modified of montmorillonite (MMT) derived from Tasikmalaya bentonite with cationic surfactant of ODTMABr. Before the modified, performed fractionation process on Tasikmalaya bentonite to purify the montmorillonite (MMT) which occur in bentonite. Then all cation in MMT homogenized with Na+ to form Na-MMT. Furthermore, determined the Cation Exchange Capacity (CEC) by using copper-amine complexes, and obtain the CEC values for Na-MMT is 65,6 meq/100gram. Adding of ODTMABr concentration to the organoclay according to the value of 1 CEC. Characterization with XRD, FTIR and EDS show the surfactant ODTMABr has been successfully intercalated into MMT. Adsorption capacity of organoclay was tested by variation in consentration of p-chlorophenol (5-50 ppm) and compared it with the adsorption capacity of natural bentonite. From the adsorption isotherms of organoclay and natural organoclay showed adsorption of p-chlorophenol are 4,010 mg / 1 g and 0,356 mg / 1 g respectively. It can be concluded that the organoclay is more effective than the natural bentonite in adsorption of p-chlorophenol."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42841
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Satriandi Rahman
"Organoclaydipreparasidengancara modifikasimontmorillonite(MMT) yang berasal dari fraksi bentonit Jambi dengan cara interkalasi Benzil Trimetil Ammonium Klorida (BTMA-Cl). Sebelum digunakan untuk preparasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Jambi untuk memurnikan montmorillonite (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan tembaga amin, dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan nilai KTK Na diperoleh sebesar 43,5 mek/100 gram Na-MMT. Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan surfaktan BTMA-Cl (Benzil Trimetil Ammonium Klorida) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi BTMA-Cl yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan surfaktan BTMA-Cl telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Produk organoclay tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap fenol dan p-klorofenol dengan variasi konsentrasi (10-80 ppm) dan membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi fenol dan p-klorofenol yang sama. Dari data yang diperoleh pada kurva isoterm adsorpsi menunjukkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap fenol dan p-klorofenol.

Organoclay is prepared from montmorillonite (MMT) derived from fraction of bentonite Jambi by intercalating Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride (BTMA-Cl). Before being used for the preparation, carried out on bentonite Jambi fractionation process for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Cation in MMT homogenized with Na+ to be Na-MMT. The Cation Exchange Capacity (CEC) was determined by using copper ethylendiamine, and the obtained value is 43,5 meq/100 gram Na-MMT. Organoclay were prepared by mixing Na-MMT with BTMA-Cl surfactant (Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride) solution as an intercalated agent and BTMA-Cl according to the value of 1 CEC and 2 CEC.
The results showed that surfactant BTMA-Cl has been successfully intercalated into MMT. Organoclay product is then tested as phenol and p-chlorophenol adsorbtion by varying the concentration (10-80 ppm) and compared the adsorption capacity to the natural bentonite. From the data obtained indicated that the adsorption isotherm curves of phenol and p-chlorophenol on the organoclay is more effective than the natural bentonite.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ja`far Shodiq
"Limbah cair yang mengandung senyawa fenolik (seperti fenol dan p-klorofenol) merupakan limbah yang dilaporkan sebagai limbah berbahaya dan tersebar luas sebagai limbah seperti di industri kimia, tekstil, farmasi, pestisida dan domestik yang menyebabkan kuantitasnya meningkat dan menjadikannya sebagai salah satu sumber utama penyebab polusi air. Sehingga dibutuhkan pengolahan bagi limbah yang mengandung senyawa fenolik. Teknik ozonasi merupakan metode yang efektif untuk mengolah ini karena selektivitas dan kemampuan oksidasi yang tinggi dari ozon. Di samping itu pada suasana basa, ozon dapat terdekomposisi menjadi radikal hidroksil yang sangat reaktif sehingga degradasi limbah fenolik dapat berlangsung maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel, dan variabel penting optimum yang digunakan untuk mengolah limbah fenol dan p-klorofenol sintesis dengan teknik ozone-nanobubble, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengolahan ozone-nanobubble dalam mendegradasi limbah, serta membandingkan keefektifan degradasi pada kedua jenis limbah. Variabel optimum pengolahan ditentukan dari beberapa proses awal yang dilakukan meliputi produktifitas ozonator, kelarutan ozon, dan kuantifikasi radikal hidroksil. Variabel optimum didapatkan voltase plasmatron 14,40 kV, laju alir umpan gas oksigen 0,5 LPM, dan pada pH awal 10. Penambahan nanobubble pada proses ozonasi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas degradasi. Pada menit ke-30 dari pengolahan, penambahan mekanisme nanobubble dapat meningkatkan efektivitas degradasi ozonasi pada limbah fenol 2,60%, dan p-klorofenol sebesar 0,26%, dengan persentase peningkatan yang lebih tinggi seiring dengan semakin cepatnya proses ozonasi. Limbah sintesis p-klorofenol memiliki kemampuan teroksidasi yang lebih mudah 2,07 kali lipat ketika dilakukan pada variabel optimum di menit ke-30, dan meningkat lebih tinggi pada menit-menit awal pengolahan.

Liquid waste containing phenolic compounds (such as phenol and p-chlorophenol) is waste that reported as hazardous and widespread as waste such as in the chemical, textile, pharmaceutical, pesticide and domestic industries which causes its quantity to increase and used as one of the main sources of water pollution. pollution. So, it is necessary to treat waste containing phenolic compounds. The ozonation technique is an effective method for treating this because of the selectivity and high oxidizing ability of ozone. In addition, in an alkaline environment, ozone can decompose into highly reactive hydroxyl radicals so that the degradation of phenolic waste can be maximized. This study aims to determine the influence variables, and important variables used to treat phenol waste and p-chlorophenol synthesis with the ozone-nanobubble technique, this study also aims to determine the effectiveness of ozone-nanobubble treatment in degrading waste, as well as compare the effectiveness of degradation in both types. Waste treatment variables determined from the initial processes carried out include ozonator productivity, ozone solubility, and quantification of hydroxyl radicals. The optimum variable obtained is plasmatron voltage of 14.40 kV, oxygen gas feed flow rate of 0.5 LPM, and at initial pH 10. The addition of nanobubbles in the ozonation process expected to increase the effectiveness of the degradation. At the 30th minute of processing, the improvement of the nanobubble mechanism could increase the effectiveness of the degradation of ozonation on 2.60% phenol waste, and 0.26% p-chlorophenol, with a higher percentage increase along with the faster ozonation process. The p-chlorophenol synthesis waste has the ability to oxidize which is 2.07 times easier when carried out at the optimum variable in the 30th minute and increases higher in the early minutes of processing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ovan Sunu Meirivandhy
"Bentonit alam yang berasal dari Tapanuli dimodifikasi menjadi Organoclay Tapanuli agar menjadi lebih organofilik. Sebelum digunakan untuk preparasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Tapanuli untuk memurnikan montmorillonit (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan tembaga amin (Cu(en)22+), dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang diperoleh sebesar 24,2 mek/100 gram Na-MMT. Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan surfaktan BTMA-Cl (Benzil Trimetilammonium Klorida) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi BTMA-Cl yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK yaitu 0,0484 M dan 2 KTK yaitu 0,0968 M.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan surfaktan BTMA-Cl telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Setelah itu, organoclay diaplikasikan sebagai adsorben p-klorofenol dan fenol dengan variasi konsentrasi 10-80 ppm. Karakterisasi untuk melihat daya adsorpsinya dibandingkan dengan bentonit alam. Hasil karakterisasi menunjukkan daya adsorpsi organoclay lebih besar dibandingkan bentonit alam. Pada konsentrasi tertinggi daya adsorpsi bentonit alam, organoclay terhadap p-klorofenol, dan organoclay terhadap fenol masing-masing sebesar 1,53 mg/g; 4,28 mg/g; dan 2,83 mg/g yang menunjukkan bahwa adsorpsi organoclay terhadap p-klorofenol lebih besar dibandingkan adsorpsi organoclay terhadap fenol.

Raw Bentonit from Tapanuli will modified into Organoclay Tapanuli to be more organophilic. Before being used for the preparation, carried out on bentonite Tapanuli fractionation process for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Cation in MMT homogenized with Na+ to be Na-MMT. Further use of copper amine, calculated values ​​Cation Exchange Capacity (CEC) and CEC values ​is 24.2 mek/100 gram Na-MMT. Organoclay were prepared via the Na-MMT with BTMA-Cl surfactant (Benzyl Trimethylammonium Chloride) as an intercalated agent and BTMA-Cl concentration were added according to the value of 1 CEC is 0.0484 M and 2 CEC is 0.0968 M.
Characterization results showed organoclay surfactant preparation has been successfully intercalated BTMA-Cl into MMT. After that, organoclay applied as adsorbent p-chlorophenol and phenol with various concentration 10-80 ppm. Characterization to see adsorption value, then compare with Raw Bentonite. Characterization results showed the organoclay adsorption better than the raw bentonite adsorption. At the highest concentration, the adsorption value of raw bentonite, organoclay against p-chlorophenol, and organoclay against phenol is 1.53 mg/g, 4.28 mg/g, and 2.83 mg/g which show that the adsorption organoclay against p-chlorophenol better than the adsorption organoclay against phenol.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryanti
"Katalis heterogen memiliki berbagai keunggulan diantaranya mudah dipisahkan dengan produk, dapat dipakai ulang dan lebih ramah lingkungan. Sintesis katalis bimetal Ni-Co - yang diammobilisasi dari clay Tapanuli telah dilakukan. Awalnya dilakukan sintesis Na-Bentonit yang bertujuan untuk menyediakan ruang yang cukup untuk ammobilisasi bimetal ke dalam interlayer clay sehingga bimetal dapat terammobilisasi dengan maksimal. Selanjutnya dilakukan ammobilisasi bimetal Ni-Co pada clay Tapanuli sehingga didapatkan katalis bimetal Ni-Co/Na-BP. Katalis bimetal Ni-Co/Na-BP dikarakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction, Fourrier Transform Infra Red, Energy Dispersive X-Ray Analysis dan uji katalitik dengan Gas Chromatoghraphy. Hasil Fourrier Transform Infra Red menunjukkan adanya penggantian sejumlah besar kation interlayer yang biasanya ada pada pembentukan hidrat yaitu penurunan intensitas puncak ?OH di bilangan gelombang 1638 cm-1 dan bergeser ke 1628 cm-1 setelah ammobilisasi. Hasil X-Ray Diffraction menunjukkan puncak montmorilonit bergeser dari 2θ = 5,96° ke 8,94° dengan nilai basal spacing sebesar 14,82 Å menjadi 9,86 Å. Hasil ini menunjukkan bahwa logam Ni, dan Co masuk ke interlayer clay melalui mekanisme pertukaran kation. Hasil Energy Dispersive X-Ray Analysis menunjukkan logam Ni dan Co dapat terammobilisasi pada clay dengan perbandingan 1 : 1. Uji katalitik pada reaksi transesterifikasi memperlihatkan bahwa katalis bimetal Ni-Co/Na-BP menghasilkan fatty acid methyl ester terbesar yaitu 2 % serta lebih selektif terhadap produk yang dihasilkan yaitu dapat mengkonversi asam palmitat menjadi metil palmitat lebih banyak sebesar 0,28 %.

Heterogen catalysts have various advantages, they are easy to separate with their product, can be reusable and environment friendly materials. Synthesis Ni-Co bimetallic catalysts that were ammobilized by Tapanuli clay have been carried out. Firstly the synthesis of Na-Bentonite was conducted to allow enough area for ammobilizing bimetal in the clay interlayer. Secondly bimetal Ni-Co ammobilization in the Tapanuli clay and resulted Ni-Co/Na-BP bimetallic catalysts. The immobilization was characterized by X-Ray Diffraction, Fourrier Transform Infra Red, Energy Dispersive X-Ray Analysis and catalytic test with Gas Chromatoghraphy. Fourrier Transform Infra Red spectra showed subtitution of a high number interlayer cation wich consisted of a hidrated formation. This formation decreased the peak intensity of ?OH and this peak shifted from 1638 cm-1 to 1628 cm-1. X-Ray Diffraction spectra showed the montmorillonit peak of 2θ = 5,96° shifted to 2θ = 8.94° with the alteration of basal spacing from 14.82 Å to 9.86 Å. This result indicated the insertion of Ni and Co in interlayer clay with a cation exchange reaction. Energy Dispersive X-Ray Analysis showed the ammobilized of Ni and Co in clay was in ratio 1: 1. Catalytic test in the transesterification reaction showed that Ni-Co/Na-BP bimetallic catalyst yielded biggest fatty acid methyl ester with the amount of 2 % and also was more selective toward product which yielded higher palmitic acid conversion to methyl palmitic with the amount of 0,28 %."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>