Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23707 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citra Esperanza Hudiyono
"Klasifikasi maloklusi yang banyak digunakan dokter gigi adalah maloklusi skeletal (klas I, klas II dan klas III), dental (neutroklusi, distoklusi dan mesioklusi) dan dentoskeletal (kombinasi skeletal-dental).
Tujuan: Mengetahui distribusi frekuensi maloklusi skeletal, dental dan dentoskeletal pasien klinik spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI periode 2003-2009.
Metode: 367 rekam medis yang dikelompokkan ke dalam maloklusi skeletal, dental dan dentoskeletal.
Hasil dan kesimpulan: Maloklusi skeletal klas I (45,2%), klas II (39,8%) dan klas III (15%). Maloklusi dental neutroklusi (36,8%), distoklusi (35,1%) dan mesioklusi (28,1%). Maloklusi dentoskeletal klas I dengan neutroklusi (19,1%), klas II dengan distoklusi (19,3%) dan klas III dengan mesioklusi (10,1%).

Malocclusion classification mostly used by dentists are skeletal (class I, class II and class III), dental (neutrocclusion, distocclusion and mesiocclusion) and dentoskeletal malocclusion (combination of skeletal-dental).
Purpose: Describe the frequency distribution of skeletal, dental and dentoskeletal malocclusion of Orthodontic Clinic?s patients at RSKGM FKG UI 2003-2009.
Method: 367 medical records divided into skeletal, dental and dentoskeletal malocclusion.
Result and conclusion: Skeletal malocclusion class I (45.2%), class II (39.8%) and clas III (15%). Dental malocclusion neutrocclusion (36.%), distocclusion (35.1%) and mesiocclusion (28.1%). Dentoskeletal malocclusions: class I with neutrocclusion (19.1%), class II with distocclusion (19.3%) and class III with mesiocclusion (10.1%)."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Revaldi
"ABSTRAK
Pertumbuhan tulang maksila dan mandibula merupakan suatu hal penting untuk diketahui dokter gigi karena dapat dijadikan sebagai panduan dalam menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Tujuan: Mengetahui gambaran dan perbedaan panjang maksila dan mandibula pasien pria dan wanita pada maloklusi skeletal kelas I, kelas II, dan kelas III. Metode: Penelitian ini menggunakan 42 rekam medik dan sefalogram pasien berusia ge; 18 tahun. Pengukuran dilakukan dengan analisis McNamara. Hasil: Rerata panjang maksila dan mandibula untuk semua kelas maloklusi skeletal menunjukan pria lebih besar daripada wanita. Hasil uji T tidak berpasangan.

ABSTRAK
Background The growth of maxillary and mandibular bone is an important thing to know the dentist because it can serve as a guide in establishing the diagnosis and determine the proper treatment plan. Objective to know description and differences between maxillary and mandibular length of male and female patients at skeletal malocclusion class I, class II and class III Methods This study used medical records and sefalogram 42 patients aged ge 18. Measurement performed with McNamara rsquo s Analysis. Results The mean length of the maxillary and mandibular for all classes of skeletal malocclusion showed greater men than women. Results unpaired t test."
Lengkap +
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Julita Nugroho
"Index Of Treatment Need merupakan indeks digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan ortodonti yang terdiri dari Dental Health Component dan Aesthetic Index. Dental Health Component menilai keparahan maloklusi dengan mengukur lima komponen yaitu missing teeth, overjet, crossbite, displacement of contact point, dan overbite termasuk openbite dapat disingkat sebagai MOCDO. Dental Health Component dapat menilai secara objektif kebutuhan perawatan ortodonti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan keparahan maloklusi pasien di klinik spesialis RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 yang diukur menggunakan Dental Health Component (DHC) dari Index Of Treatment Need (IOTN). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel berupa 52 pasang model studi dari pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGMP FKG UI tahun 2010-2014 menggunakan penilaian berdasarkan DHC dari IOTN. Hasil penelitian memberikan gambaran kebutuhan perawatan ortodonti pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGMP FKG UI pada tahun 2010-2014 yaitu 5 orang pasien (9,6%) memiliki kebutuhan perawatan ortodonti yang sedikit (tingkat DHC 2), 16 orang pasien (30,8%) memiliki kebutuhan perawatan ortodonti yang menengah/borderline (tingkat DHC 3), 29 orang pasien (55,8%) yang membutuhkan perawatan ortodonti (tingkat DHC 4), dan 2 orang pasien (3,8%) yang sangat membutuhkan perawatan ortodonti (tingkat DHC 5).

Index Of Treatment Need is an index that used for determine orthodontic treatment need, it is consist of Dental Health Component and Aesthetic Index. Dental Health Component assess occlusion severity using five components as measurement, that components are missing teeth, overjet, crossbite, displacement of contact point, and overbite including openbite also known as MOCDO. Dental Health Component can assess objectively orthodontic treatment need. This study aimed to find description of orthodontic treatment need based on malocclusion severity on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGMP FKG UI in 2010-2014 that being assessed using Dental Health Component (DHC) from Index Of Treatment Need (IOTN). This study is a descriptive study with a sample of 52 pre-treatment dental cast of patients at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. The result of this study describe about 2010-2014 are 5 patients (9,6%) have  little treatment need (grade DHC 2), 16 patients (30,8%) have borderline for orthodontic treatment need  (grade DHC 3), 29 patients (55,8%) need for treatment need (grade DHC 4), and  2 patients  (3,8%) have a very great orthodontic treatment need (grade DHC 5).
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Ghassani Putri
"Latar Belakang: Molar tiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Impaksi gigi molar tiga seringkali dikaitkan dengan berbagai macam kondisi patologis, salah satunya adalah karies pada molar tiga itu sendiri. Penelitian mengenai distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga yang impaksi telah dilakukan di berbagai negara, namun di Indonesia masih sedikit penelitian yang membahas hal ini.
Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga yang impaksi di RSKGM FKG UI Periode Januari 2014-Desember 2016.
Metode: Studi deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari rekam medik pasien RSKGM FKG UI periode Januari 2014-Desember 2016.
Hasil: Analisis dilakukan pada 442 kasus impaksi molar tiga yang diindikasikan untuk dilakukan tindakan odontektomi. Dari 442 molar tiga yang impaksi, sebanyak 136 gigi 30,8 mengalami karies. Karies paling banyak terjadi pada pasien usia 26-30 tahun 32,4. Karies lebih banyak ditemukan pada pasien laki-laki 55,1 dan pada elemen gigi 38 58,1. Karies paling sering terjadi pada molar tiga dengan impaksi mesioangular 72, kelas II 63,2, dan posisi A 80,1. Permukaan yang paling sering mengalami karies adalah permukaan oklusal 47,8. Sebagian besar karies yang terjadi pada molar tiga impaksi telah mencapai kateogori advanced 61,8.
Kesimpulan: Distribusi dan frekuensi karies pada molar tiga paling banyak ditemukan pada pasien laki-laki dengan usia 26-30 tahun dan karies paling banyak ditemukan pada molar tiga dengan impaksi mesioangular IIA.

Background: The third molar is the most common tooth to become impacted. Impacted third molar is often associated with various pathological conditions, one of which is dental caries in the third molar itself. Research about caries in impacted third molar had been done in some countries. However, in Indonesia, the research about this matter is currently limited.
Aim: This research is conducted to see the frequency and distribution of caries in impacted third molar in RSKGM FKG UI from January 2014 ndash December 2016.
Methods: The analysis was conducted on 442 cases of impacted third molar indicated for odontectomy.
Results: From 442 cases of impacted third molar, 136 teeth 30.8 had dental caries. Dental caries mostly found in patients that were 26 30 in age 32.4. Dental caries mostly happen in man 55.1 and mostly found in mandibular left third molar 58.1. Mesioangular angulation 72, class II 63.2, and position A 80.1 impaction are the most common. Caries mostly found in the occlusal surface of the impacted third molar 47,8 . Most of the caries found in the third molar are classified into the advanced category 61.8.
Conclusion Caries in impacted third molar mostly found in male patient that were 26 30 in age and mostly found in third molar with mesioangular IIA classification.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Kartini
"Latar Belakang: Maloklusi adalah ketidakteraturan kesejajaran gigi dan/atau hubungan lengkung gigi dengan gigi yang tidak normal yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan ketidakpuasan estetika sampai masalah pada segi fungsional. Pasien dengan maloklusi memerlukan perawatan ortodonti salah satunya untuk memperbaiki maloklusi. Inklinasi dan angulasi gigi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodonti yang stabil dan optimal. Tujuan: Mengetahui gambaran sudut inklinasi dan angulasi gigi anterior pada pasien maloklusi skeletal kelas I pasca perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel berupa data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 96 rekam medik pasien maloklusi kelas I yang telah selesai mendapatkan perawatan ortodonti cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, didapatkan rerata sudut U1-SN sebesar 105,60° ± 5,80°, rerata sudut U1-PP sebesar 114,55° ± 6,21°, rerata sudut L1-MP sebesar 93,63° ± 7,94°, dan rerata sudut IMPA adalah sebesar 96,40° ± 7,96°. Rerata angulasi gigi 11 sebesar 89,03° ± 3,26°, rerata angulasi gigi 21 sebesar 90,35° ± 3,07°, rerata angulasi gigi 31 sebesar 89,28° ± 4,33°, dan rerata angulasi gigi 41 sebesar 90,61° ± 5,04°. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tentang Gambaran Inklinasi dan Angulasi Gigi Anterior pada Pasien Maloklusi Kelas I Pasca Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, rerata sudut inklinasi gigi anterior pasien termasuk dalam kisaran nilai normal, kecuali pada sudut IMPA. Rerata sudut angulasi gigi anterior pasien relatif tegak dan paralel.

Background: Malocclusion is the irregularity of teeth and is considered as oral health problem resulting from various etiological factors causing esthetic dissatisfaction to functional impartment. Patients with malocclusion require orthodontic treatment to correct the malocclusion. Inclination and angulation of teeth are one of the factors that influence the success of stable and optimal orthodontic treatment. Objective: This study aims to describe the inclination and angulation of anterior teeth on class I malocclusion patients after fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. Methods: Cross-sectional descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: From 96 medical records of class I malocclusion patients who have completed fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the mean U1-SN angle is 105.60° ± 5.80°, the mean U1-PP angle is 114.55°. ± 6.21°, the mean angle of L1-MP is 93.63° ± 7.94°, and the mean angle of IMPA is 96.40° ± 7.96°. The mean angulation of tooth 11 is 89.03° ± 3.26°, mean angulation of tooth 21 is 90.35° ± 3.07°, mean angulation of tooth 31 is 89.28° ± 4.33°, and mean angulation of tooth 41 is of 90.61° ± 5.04°. Conclusion: Based on research on the Inclination and Angulation of Anterior Teeth on Class I Malocclusion Patients after Fixed Orthodontic Treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the inclination of anterior teeth is within the normal range, except at the IMPA angle. The angulation of anterior teeth is relatively upright and parallel."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Margaretha Anyelir
"Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah gangguan otot dan kelainan artikular dalam fungsi komponen otot dan/atau sistem artikular yang disertai dengan tanda dan gejala klinis yang sangat bervariasi. Adanya riwayat GSTM dapat menjadi pertimbangan dalam rencana perawatan ortodonti. Tidak semua menyadari bahwa mereka memiliki GSTM yang salah satunya disebabkan oleh maloklusi, sehingga mereka datang hanya ke klinik Ortodonti hanya untuk perbaikan maloklusi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui proporsi dan distribusi
demografi pasien dengan GSTM termasuk maloklusi (hubungan rahang, overjet, overbite, hubungan molar dan kaninus) dan sudut parameter vertikal pada
sefalometri lateral di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. (2) Mengetahui hubungan GSTM dengan maloklusi serta hubungan GSTM dengan sudut parameter
skeletal. Studi deskriptif dengan desain penelitian potong lintang pada pasien tahun kunjungan 2013-2018 yang memiliki GSTM pada anamnesis dan/atau pemeriksaan fungsional. Digunakan analisis univariat menggunakan SPSS 23 untuk menggambarkan distribusi dan analisis korelasi untuk menggambarkan hubungan.
Didapatkan 98 status pasien yang mengalami GSTM. Ditemukan lebih banyak pasien perempuan daripada laki-laki dengan usia rata-rata 24,8 tahun dan
kebanyakan berprofesi sebagai karyawan swasta. Gejala GSTM yang paling sering ditemukan adalah deviasi pergerakan mandibula dan clicking. Terdapat hubungan antara GSTM dengan maloklusi skeletal kelas II dan hubungan kaninus kelas III.

Temporomandibular disorder (TMD) is a muscle disorder and articular abnormality in the functioning of the muscular components and/or articular system which is accompanied by very variable clinical signs and symptoms. A history of TMD can be considered in an orthodontic treatment plan. Not all are aware that they have TMD, one of which is caused by malocclusion, so they only come to the Orthodontics clinic only for treating malocclusion. The objectives of this study are
(1) To determine the proportion and demographic distribution of patients with GSTM including malocclusion (skeletal, overjet, overbite, molar and canine relations) and the angles of the vertical parameters in the lateral cephalometry at the orthodontic specialist clinic in Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. (2) To determine the relationship of TMD with malocclusion and the relationship of TMD with skeletal parameter angles. Descriptive study with
a cross-sectional study design in patients in the 2013-2018 visit who had TMD on history taking and/or functional examination. Univariate analysis using SPSS 23 is used to describe the distribution and correlation analysis to describe the relationship. Obtained 98 status of patients experiencing TMD. It found more female patients than men with an average age of 24.8 years and mostly work as private employees. The most common symptoms of TMD are deviation mandibular movement and clicking. There is a relationship between TMD with skeletal class II
malocclusion and class III canine relationship.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
"Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian.
Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014.
Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan.
Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9.
Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini.

Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment.
Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014.
Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need.
Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9.
Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naryndra Nastiti
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. RSKGM FKG UI merupakan penyedia layanan kesehatan khusus gigi dan mulut, salah satunya perawatan konservasi gigi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kepuasan pasien dan membandingkan tingkat kepuasan pasien di Klinik Integrasi dan Klinik Spesialis Konservasi Gigi RSKGM FKG UI. Metode: Sampel yang diambil berjumlah 100 orang dengan 50 responden di Klinik Integrasi dan 50 responden di Klinik Spesialis Konservasi Gigi yang sudah menerima perawatan konservasi gigi lebih dari dua kali, lalu diberikan kuesioner harapan dan kinerja dengan 40 pertanyaan. Hasil: Berdasarkan uji nonparametrik Chi-square didapatkan tidak ada perbedaan signifikan antara kepuasan pasien di Klinik Integrasi dan Klinik Spesialis Konservasi Gigi dinilai dari lima aspek perawatan. Kesimpulan: Kualitas pelayanan perawatan konservasi gigi dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan konservasi gigi di Klinik Integrasi dan Klinik Spesialis Konservasi Gigi RSKGM FKG UI dikategorikan baik.

ABSTRACT
Background Patient satisfaction is one of the indicators in determining health service success. RSKGM FKG UI is a dental care provider, particularly providing conservative treatment. Objective The study aims to see the level of patient satisfaction towards conservative treatment and compare the level of satisfaction in Integration Clinic and Conservative Dentistry Clinic in RSKGM FKG UI. Methods A total of 100 patients who visited more than once were given a 40 item questionnaire to assess patient 39 s expectation and to assess the quality of conservative treatment based on patient 39 s perspective. Results Result from Chi square tests had shown that no significant differences was found on patient satisfaction level between Integration Clinic and Conservative Dentistry Clinic in RSKGM FKG UI, assessed from five aspects. Conclusion The quality of conservative treatment and patients 39 satisfaction towards conservative treatment in Integration Clinic and Conservative Dentistry Clinic RSKGM FKG UI were categorized as good."
Lengkap +
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>