Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52483 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Latar Belakang: Xanthorrhizol dalam minyak atsiri temulawak memiliki efek
antibakteri dan minyak atsiri tersebut berpotensi sebagai bahan dasar antibakteri
dalam sediaan obat kumur. Tujuan: menguji efek antibakteri minyak astiri
temulawak terhadap Streptococcus mutans. Metode: S. mutans ATCC 25175
dibiakkan dalam medium cair TYS20B selama 3 x 24 jam dipaparkan dengan
delapan konsentrasi minyak atsiri yang berbeda selama 24 dan 48 jam dan
menguji efek antibakteri dengan metode dilusi. Hasil: kadar hambat minimum
minyak atsiri temulawak terlihat pada konsentrasi 35% sedangkan kadar bunuh
minimum pada konsentrasi 50%. Kesimpulan: minyak atsiri temulawak memiliki
efek antibakteri terhadap S. mutans., Background: Xanthorrhizol contained in Curcuma xanthorrhiza Roxb essential
oil.has an antibacterial effect and its essential oil is potentially to be an
antibacterial basic ingredients in mouthwash. Objective: to analyze the
antibacterial effect in Curcuma xanthorrhiza Roxb. essential oils is tested to
Streptococcus mutans. Method: S.mutans ATCC 25175 are cultured in TYS20B
broth medium for 3 x 24 hours. An antibacterial activity tested by dilution
method. Results: the MIC of essential oil was seen in 35% where the MBC was
50%. Conclusion: essential oils Curcuma xanthorrhiza Roxb. has antibacterial
effect against S. mutan.]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Busri
"Latar belakang: Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap Streptococcus mutans 25% dan 15% terhadap Streptococcus sanguinis single species (in vitro). Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguinis saling berkompetisi untuk memperoleh nutrisi.
Tujuan: Menganalisis efek antibakteri ekstrak etanol temulawak terhadap dual species Streptococcus in vitro.
Metode: Uji antibakteri dengan metode perhitungan koloni dan kuantifikasi dengan Real-time PCR. Analisis data menggunakan Kruskal Wallis, Mann-Whitney dan Unpaired T-test.
Hasil: KHM ekstrak etanol temulawak terhadap dual species Streptococcus 0,2% dan KBM 10%. Di dalam biofilm dual species Streptococcus, proporsi S.mutans lebih tinggi daripada S. sanguinis (p<0.05).
Simpulan: Konsentrasi efektif ekstrak etanol temulawak sebagai antibakteri terhadap S.mutans dan S.sanguinis dalam dual species lebih rendah dari pada terhadap kedua bakteri tersebut sebagai single species. Di dalam biofilm dual species, S. sanguinis lebih sensitif terhadap ekstrak temulawak daripada S.mutans.

Background: Minimal Bactericidal Concentration (MBC) of Java turmeric (Curcuma xanthorriza Roxb.) ethanol extract against Streptococcus mutans is 25% and 15% against Streptococcus sanguinis. In dental biofilm S.mutans and S.sanguinis competes each other to obtain nutrients.
Objectives: Analize the antibacterial effect of Java tumeric ethanol extract (MIC and MBC) against dual species Streptococcus in vitro.
Methods: Antibacteria activity of the extract was analyzed by measuring the growth of the bacteria after being exposed to the extract by counting colony formation and by quantifying the existing bacterial cell number using real-time PCR. Statistic analysis using Kruskal Wallis, Mann Whitney test and Unpaired t-test.
Results: The MIC of the extract was 0,2% and the MBC was 10%. After exposure of the extract to the dual species biofilm, the growth of S.mutans was higher than S.sanguinis (p<0,05).
Conclutions: Java tumeric ethanol extract is more effective against S.mutans and S.sanguinis as dual species Streptococcus than as single species. S.sanguinis is more sensitive to Java tumeric ethanol extract than S. mutans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Georgius Argahananda Andika
"Minuman kefir merupakan suatu produk fermentasi yang dapat dibuat secara mudah dan murah. Minuman kefir dikenal luas sebagai suatu minuman probiotik. Pembuatan kefir dapat dilakukan dengan menggunakan baik susu sapi maupun susu kambing. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri dari kefir susu sapi dan susu kambing, serta mengisolasi bakteri lactobacilli yang berperan. Aktivitas antibakteri dari kefir diuji berdasarkan perbedaan pada jenis susu yang digunakan dan lama waktu fermentasi. Isolasi dan karakterisasi isolat dilakukan berdasarkan Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria. Kefir dibuat dengan menginokulasikan 5% (w/v) granula kefir lokal ke dalam 50 mL susu sapi atau kambing yang telah dipasteurisasi. Fermentasi dilakukan selama 3, 4, dan 5 hari untuk kedua jenis susu. Uji antibakteri dari kefir dilakukan dengan metode difusi menggunakan silinder (cylinder diffusion method) terhadap 5 bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus NBRC 100910, Pseudomonas aeruginosa DRK 9.1, Eschericia coli NBRC 3301, Bacillus subtilis NBRC 13719 dan Kocuria rhizophila NBRC 12708. Pengukuran nilai pH kefir dilakukan dengan pH meter dan nilai total asam kefir dengan metode titrasi. Hasil uji aktivitas antibakteri dari kefir susu sapi maupun susu kambing menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap kelima bakteri uji. Secara umum kefir susu sapi menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih kecil dari kefir susu kambing, baik dari hasil fermentasi dengan lama waktu 3, 4, maupun 5 hari. Selanjutnya, aktivitas antibakteri yang paling optimal secara umum diperoleh pada kefir dengan lama fermentasi 4 hari baik untuk kefir susu sapi maupun susu kambing. Sebanyak 9 isolat bakteri berhasil diisolasi. Seluruhnya menunjukkan karakteristik bakteri yang berasal dari kelompok lactobacilli.

Kefir is a fermented beverage that can be made easily and cheaply. Kefir is widely known as a probiotic beverage. The production of kefir can be done using either cow milk or goat milk. This study aims to examine the antibacterial activity of cow milk and goat milk kefir, as well as to isolate responsible lactobacilli bacteria. The antibacterial activity of kefir is examined based on differences in type of milk used and fermentation time. The isolation and characterization of isolates is done according to Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria. The kefirs are made by inoculating 5% (w/v) local kefir grains into 50 mL pasteurized cow milk or goat milk. Fermentation was carried out for 3, 4, and 5 days for both types of milk. The antibacterial test of kefirs was carried out using diffusion method utilizing cylinders (cylinder diffusion method) against 5 test bacteria, namely Staphylococcus aureus NBRC 100910, Pseudomonas aeruginosa DRK 9.1, Eschericia coli NBRC 3301, Bacillus subtilis NBRC 13719 and Kocuria rhizophila NBRC 12708. The measurement of kefir pH values was performed using pH meter and kefir total acidities by using titration method. Antibacterial activity test results from either cow milk or goat milk kefir showed the presence of antibacterial activity against five test bacteria. In general, cow milk kefir showed lower antibacterial activity than goat milk kefir in fermentation times of either 3, 4, or 5 days. Furthermore, the most optimal antibacterial activity was generally obtained in kefirs with a fermentation time of 4 days for both cow milk and goat milk kefir. A total of 9 bacterial isolates were successfully isolated. All of which shows the characteristics of bacteria from the lactobacilli group."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Firsta Rahmi
"Latar Belakang: Salah satu sifat material restorasi yang sangat dibutuhkan dalam mencegah karies sekunder adalah sifat anti bakteri. Material yang mempunyai sifat anti bakteri lebih tinggi akan memiliki kemampuan pencegahan perkembangan biofilm yang lebih baik. Diantara berbagai jenis material restorasi yang berkembang di pasaran, Semen Ionomer Kaca (SIK) memiliki sifat anti bakteri yang paling baik. Hal ini dikarenakan SIK memiliki kemampuan pelepasan fluor. Dalam perkembangannya, Shofu Inc. memperkenalkan sebuah material bernama Giomer. Giomer merupakan material yang memiliki kemampuan pelepasan fluor. Giomer akan menciptakan fase glass-ionomer yang stabil, kemudian menginduksi reaksi asam basa antara fluor dan asam polikarboksilat dalam air yang dikembangkan sebagai filler Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG). Tujuan: Melihat pengaruh perbedaan kandungan fluor terhadap Pembentukan biofilm bakteri antara SIK dan Giomer. Metode: Sebanyak 32 sampel dipersiapkan dengan ukuran Ø 7 mm dan tinggi 2 mm, terdiri dari 16 sampel kelompok SIK dan 16 sampel kelompok Giomer yang kemudian akan didiamkan selama 3 hari dengan kultur bakteri Streptococcus mutans di dalam suhu 37oC. Bakteri akan dihitung menggunakan Colony Forming Unit dan gambaran permukaan material diamati menggunakan Scanning Electron Microscope serta analisis elemen yang terdapat di dalamnya menggunakan analisis EDX. Hasil: Hasil pengujian didapatkan bahwa biofilm bakteri yang pada permukaan Giomer lebih tinggi daripada biofilm bakteri pada SIK, meskipun tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0.05). Terdapat banyak kesamaan antara elemen yang terkandung dalam SIK dan Giomer diantaranya ion C, O, F, Na, Al, Si, P dan Ca.

Background: One of the properties of restorative materials that is needed to prevent secondary caries is anti bacterial properties. Materials that have higher anti bacterial properties will be better in preventing the growth of biofilms. Among the various types of restorative materials, Glass Ionomer Cements have the best anti bacterial properties. This is due to GIC has the good ability in fluoride release. In its development, Shofu Inc. introducing a material called Giomer. Giomer is a material that has ability in fluoride release. Giomer will form a stable glass-ionomer phase, then induce an acid-base reaction between fluoride and polycarboxylic acid that is developed as a Pre-Reacted Glass-Ionomer (PRG) fillers. Objective: To see the effect of differences in fluoride amount on formation of bacterial biofilm between Glass Ionomer Cement and Giomer. Methods: A total of 32 samples were prepared with the size of 7 mm in diameters and 2 mm in height. The samples consist of 16 of GIC samples, and 16 of Giomer. Both materials then allowed to incubated for 3 days with Streptococcus mutans culture at 37oC. Bacteria will be counted using Colony Forming Unit, observation material surface using Scanning Electron Microscope and element analysis provided using EDX. Results: The results showed that the bacterial biofilm on Giomer surface was higher than GIC, although there is no significant difference. There are many similarities between the elements contained in GIC and Giomer including ion C, O, F, Na, Al, Si, P and Ca."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Ervintari
"Temulawak (Curuma xanthorrizaRoxb.) telah terbukti memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans (S. mutans) dan Streptococcus sanguinis(S. sanguinis) single species. S. mutans dan S. sanguinissaling berkompetisi dalam biofilm.
Tujuan: Menganalisis pengaruh ekstrak etanol temulawak terhadap viabilitas dual speciesS. mutans dan S. sanguinis pada fase pembentukan biofilm yang berbeda.
Metode: Model biofilm S. mutans dan S. sanguinis diinkubasi selama 20 jam (fase akumulasi aktif) dan 24 jam (fase maturasi) pada suhu 37oC. Kedua model biofilm dipaparkan ekstrak etanol temulawak dengan konsentrasi 0,2%-25%, klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif, dan kultur bakteri tanpa intervensi sebagai kontrol negatif. Viabilitas bakteri dianalisis menggunakan uji MTT.
Hasil: Ekstrak etanol temulawak menurunkan viabilitas S. mutans dan S. sanguinis secara signifikan (p<0,05) mulai konsentrasi 0,2%. Viabilitas bakteri pada biofilm dual species Streptococccus fase akumulasi aktif lebih rendah dibandingkan fase maturasi. Efek antibakteri ekstrak etanol temulawak setara dengan klorheksidin 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak dapat menurunkan viabilitas S. mutans dan S. sanguinis pada biofilm. Efek ekstrak etanol temulawak efektif pada fase akumulasi aktif.

Curuma xanthorriza (C. Xanthorrhiza) Roxb. extract had been reportedto have antibacterial effect against Streptococcus mutans (S. mutans) and Streptococcus sanguinis (S. sanguinis)single species. S. mutans and S. sanguinis are competing in the biofilm.
Objective: To analyze the effect of C. xanthorrhiza extract onthe viability of dual species S. mutans and S. sanguinis in differrent stages of biofilm formation.
Methods: S. mutans and S. sanguinis in dual species model biofilm was incubated for 20 hours and 24 hours at 37oC and exposed by 0.2%-25% C. xanthorrhiza ethanol extract, 0.2 % Chlorhexidine as a positive control, and bacterial culture only as a negative control. The viability of the bacteria was analyzed using the MTT assay.
Results: The java turmeric ethanol extract decreased the S. mutans and S. sanguinis viability significantly (p<0.05 ) started from concentrations 0.2%. The viability of bacteria in dual species biofilms Streptococccus in the active accumulation phase is lower than in the maturation phase. The antibacterial effect of C. xanthorrhiza ethanol extract is equivalent to 0.2% Chlorhexidine.
Conclusion: The C. xanthorrhiza ethanol extract can reduce the viability of S. mutans and S. sanguinis in the biofilm. The effectivity of C. xanthorrhiza ethanol extract is higher in the active accumulation phase.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thohir Perdana Putra
"Salah satu hal mendasar yang mempengaruhi kerasionalan penggunaan antibakteri adalah pengetahuan. Guru SMA sebagai masyarakat berpendidikan tinggi dan bertugas mencerdaskan generasi muda diharapkan dapat ikut berperan dalam penggunaan antibakteri yang tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai faktorfaktor yang mempengaruhi pengetahuan dan pola penggunaan antibakteri oleh guru SMA Negeri di Kota Depok. Desain penelitian adalah potong lintang dan pengambilan data melalui kuesioner yang telah diuji validitas dan realibilitasnya. Kuesioner terdiri dari indikator untuk menilai pengetahuan, penggunaan dan data demografi pasien. Pengumpulan data dilakukan dari Maret-April 2013 secara consecutive sampling. Populasi adalah seluruh guru yang mengajar SMA Negeri di Kota Depok, sampel adalah guru yang menggunakan antibakteri dalam tiga bulan terakhir. Jumlah sampel adalah 106 orang.
Hasil analisis data memperlihatkan bahwa 42,45% guru memiliki pengetahuan yang cukup mengenai antibakteri. Selain itu diketahui sebanyak 60% guru memiliki pola penggunaan antibakteri yang sesuai. Hasil analisis memperlihatkan bahwa tempat mengajar (p=0,018), jenis kelamin (p=0,042) dan usia (p=0,049) memiliki hubungan bermakna dengan pengetahuan, tetapi tidak memiliki hubungan bermakna dengan pola penggunaan antibakteri oleh guru.

One of the fundamental things that affect the rational use of antibacterial is knowledge. Public high school teachers as a highly educated society and have duty to develop the young generation is expected to be able to play a role in the rational use of antibacterial.
The purposes of this research were to assess the factors that affect knowledge level and patterns of antibacterials use by public high school teachers in Depok City. The research design is cross sectional study and taking data by questionnaire which has been tested for validity and reliability. Questionnaire consists of indicators to assess knowledge, use and patient demographic data. Data collection was conducted on the samples from March- April 2013. Population is teachers who taught in public high school in Depok City, samples are teachers who use antibacterial in the last three months. The sampling technique used was consecutive sampling. The numbers of samples were 106 teachers.
The results showed that 42.45% of teachers had medium knowledge of antibacterial. On the other hand, 60% teachers had appropriate patterns of antibacterial use. The other results showed that places of teaching (p=0,018), gender (p=0,042) and age (p=0,049) had a significant relation with the knowledge level, but did not had a significant relation with the pattern of antibacterial use.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handoko Tirta
"Xanthorrhizol yang di isolasi dari Temulawak dapat mempertahankan pH model biofilm in vitro selama 4 jam. Diketahui KBM ekstrak Temulawak terhadap S. mutans 25%.
Tujuan : Menganalisis efek ekstrak Temulawak 25% terhadap demineralisasi email yang terpapar biofilm S.mutans.
Metode : Model biofilm diperoleh dengan mengkultur S.mutans yang sudah ditanam dalam TYS broth selama 24 jam pada 6 well ?plate yang telah dilapisi pelikel. Ekstrak Temulawak dipaparkan pada model biofilm pada berbagai durasi antara 1-48 jam. Pengukuran pH menggunakan pH universal indicator. Model biofilm juga ditumbuhkan pada permukaan sample gigi. Pemaparan Ekstrak Temulawak dilakukan pada jam ke 16-20. Uji kekerasan mikro menggunakan indenter Knoop sebelum dan sesudah perlakuan.
Hasil : Sampai dengan jam ke 4, pH model biofilm yang terpapar Ekstrak Temulawak 25% tidak mengalami penurunan pH. Tidak terlihat efek Ekstrak Temulawak terhadap kekerasan permukaan email.
Kesimpulan : Ekstrak Temulawak 25% mampu menghambat penurunan pH biofilm, tetapi tidak berpengaruh terhadap demineralisasi email.

Xanthorrhizol isolated from Java turmeric is able to maintain the pH of biofilm model in vitro for 4 hours. It was known that MBC of Java turmeric extract was 25%.
Purpose: To analyse the effect of 25% Java turmeric extract on email demineralization exposed to S. mutans biofilm.
Methods: Biofilm model was obtained by culturizing S. mutans which was cultured on TYS Broth during 24 hours on 6 well- plates which was layered by pellicle. Java turmeric Extract was added to biofilm model at various duration between 1-48 hours. pH measurement using pH universal indicator. Biofilm model was also cultured at tooth sample surface. Java turmeric extract was added at 16-20 hours. Micro hardness test was conducted using Knoop indenter before and after the intervention.
Result : After 4 hours, the pH of biofilm model which was exposed to Java turmeric 25% was not decreasing. No difference was found on the enamel micro hardness between experiment and control groups.
Conclusion : Java turmeric 25% is able to prevent reduction of biofilm pH, but does not have effect on enamel demineralization.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31042
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fidhianissa
"Temulawak diharapkan mampu mencegah pembentukkan biofilm S.mutans dan A.actinomycetemcomitans penyebab karies dan penyakit periodontal.
Tujuan: menganalisis perbandingan massa single dan dual species biofilm S.mutans dan A.actinomycetemcomitans setelah pemaparan ekstrak etanol temulawak.
Metode: Suspensi bakteri S.mutans dan A.actinomycetemcomitans dalam media BHI yang diperkaya sukrosa 0,2% dipaparkan ekstrak etanol temulawak, diinkubasi selama 18 jam dan dianalisis menggunakan uji crystal violet.
Hasil: Ekstrak tersebut mampu mencegah pembentukkan massa biofilm single species S.mutans dan dual species S.mutans dan A.actinomycetemcomitans, jika dibandingkan dengan single species biofilm A.actinomycetemcomitans.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak lebih efektif mencegah pembentukkan massa biofilm single species S.mutans dan dual species S.mutans dan A.actinomycetemcomitans.

Curcuma xanthorrhiza is expected to prevent biofilm formation of S.mutans and A.actinomycetemcomitans that cause caries and periodontal disease.
Aim: to analyze the mass ratio of single and dual-species S.mutans and A.actinomycetemcomitans biofilm after being exposured to Curcuma xanthorrhiza ethanol extract (Xan).
Methods: Bacteria suspension in BHI medium enriched with 0,2% of succrose was exposed to the Xan, incubated for 18 hours and analyzed using Crystal Violet assay.
Result: The Xan is able to prevent biofilm formation of single-species S.mutans and dual-species S.mutans and A.actinomycetemcomitans, compared to single-species A.actinomycetemcomitans.
Conclusion: Xan is more effective preventing biofilm formation of single-species S.mutans and dual-species S.mutans and A.actinomycetemcomitans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmawati Caesaria
"Latar belakang : Semen dikalsium silikat campuran kalsium cangkang telur dan silika sekam padi (C2S CS) mempunyai sifat hidrofilik dan dapat bereaksi dengan air atau cairan pada suhu ruang/suhu tubuh. Semen dikalsium silikat apabila berekasi dengan air antara lain akan menghasilkan senyawa kalsium hidroksida. Dalam mekanisme antibakteri dari semen dikalsium silikat, ion hidroksil yang dilepaskan oleh kalsium hidroksida akan meningkatkan pH, menyebabkan terjadinya kerusakan membran sitoplasma bakteri, denaturasi protein dan kerusakan pada DNA bakteri 
Tujuan: Mengetahui kemampuan antibakteri dari semen C2S CS yang dilarutkan dengan berbagai konsentrasi (1:1, 1:2 dan 1:4) terhadap viabilitas biofilm S. mutans.
Metode: Terdapat 4 kelompok penelitian yang terdiri dari 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok Kontrol negatif. Menggunakan metode mikrodilusi, 3 kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak semen C2S CS berbagai konsentrasi (1:1, 1:2 dan 1:4) lalu dipaparkan dengan biofilm S.mutans ATCC 25175. Kemudian ditentukan viabilitasnya melalui microplate reader dengan Panjang gelombang 570 nm dan juga pembacaaan visual. Nilai MIC ditentukan apabila terdapat penurunan pertumbuhan bakteri 
Hasil: terdapat perbedaan signifikan yang terjadi antara kelompok perlakuan dan kontrol (p< 0.05). viabilitas bakteri terendah pada konsentrasi 1:1 yaitu 18,92% dan tertinggai pada konsentrasi 1:4 46,52%. Nilai MIC didapatkan pada konsentrasi ekstrak 1:1, dengan penurunan jumlah viabilitas biofilm bakteri S mutans sebesar 81,1%. 
Kesimpulan: Konsentrasi ekstrak semen C2S CS yang secara signifikan mampu menurunkan viabilitas biofilm S.mutans adalah Konsentrasi 1:1.

Background : Cement dicalcium silicate a mixture of eggshell calcium and rice husk silica (C2S CS) has hydrophilic properties and can react with water or liquids at room temperature/body temperature. When dicalcium silicate cement reacts with water, among others, it will produce calcium hydroxide compounds. In the antibacterial mechanism of dicalcium silicate cement, hydroxyl ions released by calcium hydroxide will increase the pH, causing damage to the bacterial cytoplasmic membrane, protein denaturation and damage to bacterial DNA. 
Objective: To determine the antibacterial ability of C2S CS cement dissolved in various concentrations (1: 1, 1:2 and 1:4) on the biofilm viability of S. mutans. 
Methods: There were 4 groups consisting of 3 treatment groups and 1 negative control group. Using the microdilution method, 3 treatment groups consisting of C2S CS cement extracts of various concentrations (1:1, 1:2 and 1:4) were then exposed to S. mutans biofilm. Then the viability was determined through a microplate reader with a wavelength of 570 nm and visual reading. The MIC value was determined if there was a decrease in bacterial growth 80% compared to the control. 
Results: there were significant differences between the treatment and control groups (p < 0.05). The lowest bacterial viability was at a concentration of 1:1, namely 18.92% and the highest at a concentration of 1:4 46.52%. The MIC value was obtained at a concentration of 1:1 extract, with a decrease in the number of S. mutansbiofilm viability by 81.1%. 
Conclusion: The concentration of C2S CS cement extract which significantly reduced the viability of S. mutans biofilm was a concentration of 1:1.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Royan Diana
"Temulawak memiliki efek antibakteri. S. mutans dan A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri penyebab karies dan penyakit periodontal. Tujuan: Membandingkan efek ekstrak etanol temulawak terhadap viabilitas biofilm S. mutans dan A actinomycetemcomitans single dan dual species dalam berbagai fase pembentukan. Metode: Model biofilm diinkubasi selama 4 jam, 12 jam, dan 24 jam, kemudian dipapar ekstrak etanol temulawak 0,5%-25%. Hasil: Viabilitas biofilm single species S. mutans lebih rendah (p<0,05) dibanding kelompok biofilm lain. Tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara viabilitas biofilm single species A. actinomycetemcomitans dan biofilm dual species. Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak lebih efektif menurunkan viabilitas biofilm single species S. mutans.

Curcuma xanthorrhiza has antibacterial property. S. mutans and A. actinomycetemcomitans cause caries and periodontal disease. Aim: Comparing Curcuma xanthrorrhiza ethanol extract?s to the viability of S. mutans and single and dual-species A. actinomycetemcomitans biofilm in different formation phases. Methods: Biofilm models were incubated for 4, 12, and 24 hours, then exposed to 0.5%-25% Curcuma xanthorrhiza extract. Result: Single species S. mutans biofilm?s viability was significantly lower than other biofilm groups (p<0.05). Viability of single-species and dual-species A. actinomycetemcomitans biofilm showed no significant difference (p>0.05). Conclusion: Curcuma xanthorrhiza ethanol extract is more effective in decreasing the single-species S. mutans biofilm?s viability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>