Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89036 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Taman Nasional Kepulauan Seribu termasuk ke dalam Kawasan Perlindungan
Laut di Indonesia dan dikelompokkan ke dalam beberapa zonasi, salah satunya
yakni zona inti. Pada tahun 2010-2012, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
menjalankan program Kampanye Pride yang bertujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat agar tidak menangkap ikan di kawasan zona inti. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dampak program terhadap perilaku nelayan setelah
dua tahun program selesai dijalankan. Skripsi ini membahas dampak Program
Kampanye Pride di Kelurahan Pulau Harapan Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu DKI Jakarta dengan menggunakan analisis metode kuantitatif terhadap 30
responden. Teori yang digunakan adalah teori dimensi-dimensi dampak oleh
Agustino yang terdiri dari dimensi pengaruh program terhadap kelompok sasaran,
keadaan program di masa kini, serta pengaruh tidak langsung program terhadap
kelompok sasaran. Simpulan yang didapatkan dari penelitian adalah Program
Kampanye Pride memberikan dampak positif terhadap perilaku masyarakat
nelayan di kelurahan Pulau Harapan., Kepulauan Seribu National Park is one of the Marine Protected Area in Indonesia
which is grouped into several zones, one of which is the core zone. In 2010-2012,
Kepulauan Seribu National Park’s Office ran Pride Campaign program that aims
to change fishermen’s behavior so they do not to catch fish in the core zone. This
study aims to determine the impact of the program on fishermen’s behavior after
two years this program is finished. This study discusses the impact of the Pride
Campaign Program at Kelurahan Pulau Harapan in Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta by using quantitative analysis method to 30 respondents. The theory used
is dimensions of the impact’s theory by Agustino which consists: the impact of a
program to target groups, present state of the program, and the indirect impact of a
program to target groups. The conclusions obtained from the research is the
Kampanye Pride program had a positive impact on fishermen’s behavior in
Kelurahan Pulau Harapan.]"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S58686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Mara Oloan
"Salah satu kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia yang kegiatan pariwisatanya berkembang cepat adalah wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu di Jakarta Utara. Sebanyak 14 dari 110 pulau-pulau kecil di wilayah ini, telah dikembangkan sebagai pulau wisata. Tingkat pertumbuhan jumlah wisatawan relatif besar, mencapai rata-rata 11,21% per tahun. Pada tahun 1993, jumlah wisatawan yang berkunjung mencapai 119.278 orang, dan 27,68% di antaranya wisatawan mancanegara. Wilayah ini khususnya perairan laut bagian utara, memiliki keanekaragaman karang yang tinggi, meliputi 67 genera dan subgenera yang mencakup paling sedikit 123 spesies karang, serta habitat penyu sisik dan hutan mangrove. Sehingga bagian wilayah tersebut yang mencakup 108.000 Ha perairan laut dan 72 pulau, ditetapkan sebagai Taman Nasional Laut (TNL) Kepulauan Seribu, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 dan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982. Pembagian zona TNL Kepulauan Seribu ditetapkan kemudian melalui Surat Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986, serta dipertegas lagi di dalam Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) Kecamatan Keputauan Seribu Tahun 1985-2005 (Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1987). Ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika sangat tinggi, sehingga menjadi atraksi penting bagi jenis pariwisata yang berorientasi kepada 3 S (Sea, Sun, Sand).. Pengembangan pulau sebagai pulau wisata dilakukan dengan pembangunan prasarana, fasilitas peristirahatan dan rekreasi serta fasilitas pendukungnya di pulau tersebut. Pulau-pulau di Kepulauan Seribu sendiri, terbentuk dari pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang.
Pulau merupakan sebuah lingkungan khusus yang berbeda dari lingkungan daratan luas apalagi kontinental. Pulau kecil (small island), memiliki sumber daya alam (lahan, air tanah, flora dan fauna) sangat terbatas, rasio yang tinggi antara panjang keliling pantai dan luas tanah, areal tanah relatif sempit, daerah tangkapan air hujan kecil, proporsi air hujan dan material tanah (soil) yang hilang tererosi ke laut umumnya besar, kapasitas air tawar sangat terbatas dan rawan kekeringan, spesies endemik lebih tinggi dibanding daratan luas apalagi kontinental, dan secara terns menerus terbuka terhadap aksi gelombang laut pada semua sisi.
Pulau karang, memiliki ekosistem yang sederhana. Letaknya rendah, tanah dasarnya terdiri atas endapan karang, fertilitas tanah rendah, tidak memiliki air permukaan, air tanah sangat terbatas dan mudah habis. Karena tanahnya banyak pori, perembesan air dari permukaan sangat cepat sehingga cadangan air tanah sangat mudah terkontaminasi. Lingkungannya bersifat mudah luka (vulnerable) dan rapuh (fragile), dan kemudahlukaan serta kerapuhan lingkungan tersebut berkaitan erat dengan kecilnya ukuran pulau. Mudahnya keseimbangan ekologi lingkungan pulau terganggu, membuat pulau terlalu kecil untuk dikembangkan sebagai basis bagi aktivitas berskala besar, serta memerlukan cara pengelolaan yang diserasikan dengan karakteristik lingkungan. Sehingga pulau kecil, merupakan sebuah kasus khusus di dalam pembangunan.
Mengingat Kepulauan Seribu relatif dekat dari Kota Jakarta, pariwisata di kawasan ini akan terns meningkat, yang diimplementasikan dalam bentuk pengembangan pulau-pulau lain menjadi pulau wisata, peningkatan intensitas bangunan pada pulau-pulau wisata yang ada, serta peningkatan aktivitas wisata itu sendiri, yang kesemuanya akan mendorong pengubahan lingkungan pulau yang semakin besar disertai peningkatan tekanan dan dampak terhadap lingkungan pulau. Usaha pariwisata merupakan kegiatan ekonomi yang berorientasi kepada keuntungan, sehingga sangat mementingkan omzet usaha, yang dengan demikian cenderung mengikuti perkembangan permintaan pasar dengan peningkatan kapasitas fasilitas pariwisata. Di lain pihak, kelangsungan usaha pariwisata tersebut sangat dipengaruhi oleh kelestarian lingkungan yang justru menjadi asset pariwisata itu sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian: seberapa besar kegiatan pariwisata yang telah dikembangkan di pulau-pulau wisata di Kepulauan Seribu dikaitkan dengan daya dukung lingkungan pulau, bagaimana pola pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, serta bagaimana seharusnya pengelolaan lingkungan dilakukan sesuai dengan tuntutan karakteristik lingkungan pulau-pulau wisata tersebut.
Dibanding pulau-pulau wisata di luar kawasan TNL Kepulauan Seribu, pulau-pulau wisata yang berada di dalam kawasan TNL Kepulauan Seribu lebih representatif sebagai kawasan wisata bahari karena memiliki kualitas lingkungan lebih baik (terutama perairan dan biota lautnya) sehingga atraksi wisata bahari yang tersedia lebih lengkap. Di samping itu, sehubungan dengan fungsinya sebagai daerah konservasi, tuntutan terhadap upaya pelestarian lingkungannya lebih tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada pulau-pulau wisata yang berada di dalam Zona Pemanfaatan kawasan TNL. Kepulauan Seribu, yang memang diperuntukkan bagi pengembangan pariwisata secara intensif. Dari 6 pulau yang telah dikembangkan sebagai pulau wisata di zona tersebut, dipilih 3 (tiga) pulau sebagai obyek penelitian, yaitu Pulau-pulau Putri, Petondan Barat, dan Macan Besar.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan berupa penerapan pengertian "Pengelolaan Lingkungan" menurut definisi yang tercantum di dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yaitu, pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu di dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan lingkungan hidup. Sehingga di dalam penelitian ini, pengelolaan lingkungan pulau wisata disebut di atas ditinjau dari aspek-aspek pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, pengendalian, dan pengembangan lingkungan. Pertanyaaan penelitian mengenai besaran kegiatan pariwisata yang telah dikembangkan pada pulau-pulau wisata, dilihat dari segi besaran-besaran pemanfaatan areal daratan pulau, kapasitas fasilitas peristirahatan, dan kepadatan wisatawan.
Penelitian pengelolaan lingkungan pada pulau-pulau wisata ini, dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasikan komponen-komponen lingkungan atau aktivitas yang berkenaan dengan setiap aspek pengelolaan lingkungan. Baru kemudian dari setiap komponen lingkungan/aktivitas tersebut, ditetapkan indikator dan variabelnya masing-masing. Dari identifikasi tersebut, ternyata, ketujuh aspek pengelolaan lingkungan, memiliki sebanyak 33 indikator, dan keseluruhannya terdiri atas 92 variabel. Berdasarkan daftar variabel tersebut kemudian diinventarisasi data yang diperlukan untuk setiap variabel.
Penelitian bersifat deskriptif ini tergolong sebagai penelitian survei (nonexprimental). Informasi dan data dikumpulkan secara sistematis dan bertahap, mulai dari studi kepustakaan, survei instansional untuk memperoleh data sekunder, kemudian observasi lapangan, serta dilanjutkan dengan pencarian data primer secara terinci. Data primer diperoleh melalui data kuesioner dari para pengelola pulau, wawancara mendalam dengan para manajer dan staf di pulau, serta penelitian dan pengukuran komponen-komponen panting lingkungan pulau di lapangan. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Juni - Juli 1994.
Data ketiga pulau yang menjadi obyek penelitian, disusun dalam bentuk tabel dan sebagian dilengkapi peta, untuk menggambarkan kondisi dari masing-masing pulau untuk setiap variabel. Analisisnya diungkapkan secara deskriptif, berurutan menurut ketujuh aspek pengelolaan lingkungan, sekaligus untuk ketiga pulau.
Untuk menafsirkan hasil analisis pengelolaan lingkungan di ketiga pulau, maka kondisi masing-masing pulau untuk setiap variabel dari ke 92 variabel diletakkan dalam kontinum dari setiap variabel tersebut, masing-masing dengan skala yang sesuai, untuk kemudian, dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Skala dari kontinum variabel ditetapkan berdasarkan batasan-batasan dari peraturan yang ada, teori, dan jarak perbedaan kondisi masing-masing ketiga pulau untuk variabel yang bersangkutan. Berdasarkan posisinya di dalam skala kontinum, kondisi masing-masing pulau untuk setiap variabel dinyatakan dalam nilai kualitatif, dengan 2 gradasi nilai (misal "Tidak Sesuai" dan "Sesuai"), 3 gradasi nilai (misaI "Kecil", "Sedang", "Besar"), atau 5 gradasi ("Sangat Kecil", "Kecil", "Sedang", "Besar", "Sangat Besar"). Penggunaan 2, 3 atau 5 gradasi nilai kualitatif, ditentukan berdasarkan jumlah skala dari kontinum masing-masing variabel. Nilai kualitatif tersebut kemudian ditetapkan nilai kuantitatifnya, berupa nilai nominal dari 1 sampai 5. Nilai tertinggi (5) diberikan kepada nilai kualitatif paling sesuai dengan tuntutan karakteristik lingkungan pulau, dan nilai terendah (1) diberikan kepada nilai kualitatif paling tidak sesuai dengan tuntutan karakteristik lingkungan pulau wisata.
Dengan asumsi bahwa bobot nilai dari setiap variabel sama, maka jumlah nilai kuantitatif maupun nilai rata-rata setiap pulau untuk setiap aspek pengelolaan, dapat dihitung. Begitu pula nilai total pengelolaan lingkungan secara keseluruhan pada masing-masing pulau, serta nilai rata-rata dari ketujuh aspek pengelolaan lingkungan. Untuk membedakan status nilai pengelolaan lingkungan dari ketiga pulau, maka terhadap nilai rata-rata dari semua variabel dari setiap aspek pengelolaan maupun nilai rata-rata dari ke 92 variabel pengelolaan lingkungan, dilakukan kategorisasi sebagai berikut:
Nilai rata-rata 1, kategori Sangat Buruk.
Nilai rata-rata 2, kategori Buruk.
Niiai rata-rata 3, kategori Sedang.
Nilai rata-rata 4, kategori Baik.
Nilai rata-rata 5, kategori Sangat Baik.
Berdasarkan nilai kualitatif dan nilai kuantitatif yang diperoleh masing-masing pulau, maka besaran kegiatan pariwisata yang telah dikembangkan di setiap pulau, dapat dinilai secara jelas khususnya dikaitkan dengan ambang batas yang diperkenankan sesuai tuntutan karakteristik lingkungan pulau wisata. Begitu pula kesesuaian dan ketidaksesuaian dari pola pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan pada masing-masing ketiga pulau wisata tersebut, baik menurut ketujuh aspek pengelolaan maupun terperinci menurut variabel pengelolaan lingkungan. Dari hasil identifikasi atas ketidaksesuaian dan kesesuaian pengelolaan lingkungan pulau-pulau tersebut, dapat diketahui bagaimana seharusnya pengelolaan lingkungan pulau wisata dilakukan, sesuai dengan tuntutan karakteristik lingkungan pulau wisata. Selain itu, bertolak dari kondisi masing-masing pulau untuk setiap variabel, dibandingkan dengan kondisi yang seharusnya, dapat dikemukakan saran-saran perbaikan pengelolaan lingkungan, baik pengelolaan lingkungan kawasan taman nasionai laut secara umum, begitu pula pengelolaan lingkungan masing-masing pulau.
Sesuai hasil penilaian dengan tata cara dikemukakan di atas, maka terhadap ketiga pertanyaan penelitian dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan secara ringkas sebagai berikut:
1. Besaran kegiatan pariwisata yang telah dikembangkan pada pulau-pulau wisata. Dari segi intensitas bangunan dan kemampuan suplai air tanah dangkal setempat, pengembangan pariwisata di Pulau-pulau Putri, Petondan Barat dan Macan Besar sudah mencapai Batas maksimum daya dukung lingkungan, walaupun dari segi kepadatan wisatawan masih relatif rendah. OIeh karena itu, peningkatan jumlah wisatawan masih dimungkinkan, namun harus didukung oleh suplai air bersih dari sumber lain;
2. Pola pengelolaan lingkungan pulau-pulau wisata di kawasan TNL Kepulauan Seribu.
Dari penilaian terhadap ke 92 variabel pengelolaan lingkungan pulau wisata, diperoleh kesimpulan bahwa nilai pengelolaan lingkungan PuIau Putri memperoleh kategori Sedang dengan nilai rata-rata 3,62, dan Pulau Petondan Barat memperoleh kategori Sedang dengan nilai rata-rata 3,40, sedangkan Pulau Macan Besar memperoleh kategori Buruk dengan nilai rata-rata 2,46.
Keberhasilan Pulau Putri mencapai nilai rata-rata 3,62, terutama diperoleh dari kategori baik pada aspek penataan lingkungan (dengan nilai rata-rata 4,29) dan aspek pemeliharaan lingkungan (nilai rata-rata 4,09), serta kategori Sedang pada aspek pemanfaatan lingkungan (nilai rata-rata 3,91).
Pulau Petondan Barat memperoleh kategori Baik{ pada aspek pemanfaatan lingkungan (nilai rata-rata 4,27) dan aspek penataan lingkungan (nilai rata-rata 4,00), serta kategori Sedang pada aspek pemeliharaan lingkungan (nilai rata-rata 3,86).
Sedangkan Pulau Macan Besar hanya memperoleh kategori Sedang pada aspek pemanfaatan lingkungan (nilai rata-rata 3,18), aspek pemeliharaan lingkungan (nilai rata-rata 3,04), dan aspek pengawasan lingkungan (nilai rata-rata 3,00). Pada keempat aspek pengelolaan lainnya, memperoleh kategori Buruk.
Dari identifikasi terhadap nilai yang diperoleh masing-masing pulau untuk setiap variabel dari ke 92 variabel, maka jumlah variabel yang bernilai masih kurang dari 3 (belum mencapai kategori Sedang) pada masing-masing pulau adalah sebagai berikut:
Pulau Putri, sebanyak 19 variabel;
Pulau Petondan, sebanyak 29 variabel;
Pulau Macan Besar, sebanyak 55 variabel.
3. Pengelolaan lingkungan yang sesuai bagi pulau wisata
Pengelolaan lingkungan pulau wisata, sebagaimana dikemukakan sebelumnya dinilai dari ke 92 variabel. Karena itu, pengelolaan lingkungan yang sesuai bagi pulau wisata, didasarkan kepada rumusan tuntutan karakteristik lingkungan pulau wisata terhadap setiap variabel dari masing-masing ketujuh aspek pengelolaan lingkungan. Berdasarkan rumusan tersebut dikemukakan bagaimana pengelolaan lingkungan yang sesuai bagi pulau wisata, yang dirinci masing-masing untuk aspek pemanfaatan lingkungan, penataan lingkungan, pemeliharaan lingkungan, pemulihan lingkungan, pengawasan lingkungan, pengendalian lingkungan, dan pengembangan lingkungan.
Di dalam penelitian ini juga diperoleh temuan-temuan lain yang menyangkut pengelolaan kawasan taman nasional laut dan komponen-komponen lingkungan pulau bersifat strategis. Berdasarkan temuan-temuan ini, serta hasil penilaian terhadap ke 92 variabel pada masing-masing pulau, dirumuskan implikasinya terhadap kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, meliputi:
1. Kebijaksanaan pengelolaan kawasan taman nasional laut dan pembangunan pulau wisata; Kebijaksanaan terhadap pulau-pulau yang telah dikembangkan sebagai pulau wisata;
2. Kebijaksanaan terhadap pulau-pulau yang telah dikembangkan sebagai pulau wisata
3. Pengembangan peraturan yang. sudah ada (Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penataan dan Pengelolaan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Utara).
Selain itu, berdasarkan identifikasi terhadap variabel-variabel yang masih bernilai kurang dari 3 (tiga) pada masing-masing pulau, maka dikemukakan saran-saran perbaikan pengelolaan lingkungan, yang spesifik untuk masing-masing pulau serta saran-saran perbaikan pengelolaan lingkungan yang berlaku untuk ketiga pulau.
Terakhir dikemukakan saran tentang penelitian lanjutan yang perlu dilakukan berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan pulau wisata yang tidak bisa dijangkau oleh penelitian ini, yaitu:
1. Neraca air dan alternative pengembangan sumber air bersih di pulau-pulau wisata, pengolahan air asin, serta persyaratan minimal proses pengolahan air buangannya;
2. Jenis-jenis flora spesies pulau paling sesuai untuk diprioritaskan pengembangannya di pulau-pulau wisata untuk kepentingan pemeliharaan kelestarian lingkungan pulau sekaligus keperluan fungsi pulau sebagai obyek wisata.

One of Indonesian small island areas that have rapid growth in tourism is KepuIauan Seribu area, located in northern Jakarta. At present, 14 of 110 small islands in Kepulauan Seribu area have been developed as resort islands, with the growth of visitors about 11.21% per year. In 1993, the amount of visitors was 119,278 persons, and 27.68% of them are international tourists. This area -- especially the northern area -- has high diversity of coral, consists of 67 genera and subgenera with 123 coral species, turtles habitat, and mangrove ecosystem. The northern area that covered 108,000 Ha marine area and 72 islands, has determined as Kepulauan Seribu Marine National Park by the Decree of Agriculture Minister Number 527IKpts1Um/7/1982, and Statement Letter of Agriculture Minister Number 736IMentan/X11982. Later the zone of this marine national park is determined in the Decree of Director of National Park and Forestry Resort Number 02NIITN-211986, and reconfirmed in the District Plan of Kecamatan Kepulauan Seribu 1985 - 2005 (Regional Regulation of DKI Jakarta Number 311987). Coral reef ecosystems with its high aesthetic value become the most attractive and valuable things in "3S" oriented tourism sector (Sea, Sun, Sand). The development of an island to be a resort island, implemented by construction the infrastructures, provide accommodation and recreation facilities and also supporting facilities for the island. Historically, islands in Kepulauan Seribu, were formed by the growth and development of coral reef.
An island has unique environment, that different from large area and continent. Small island has limited resources such as: land, groundwater, flora and fauna, high ratio between the length of the coast lines and the square of the land, the area is very limited, small catchments area, the proportion of rainfall and eroted soil that bring to the sea is high, endemic species, and continually are opened to the wave action at all sites.
Coral island has a simple ecosystem. Located in low area, the basement consist of coral cays with low fertility level, has no surface water, limited groundwater that wiped out easily and high risk of contamination by pollutant because of porous soil. The environment of coral island is vulnerable and fragile. These conditions are relates directly to the size of the island. The delicate ecological balance, makes small island only has little possibility to be improved as a center for large scale activities. To change ordinary small island to be a resort island with common plan is not possible to be implemented. There for, small island is a special case in development and need special management based on the characteristic of its environment.
Considering the location of the area that relatively closed to the city of Jakarta, the development of tourism sector in Kepulauan Seribu will continue to increase. The increasing of tourism will be implemented on the development the other islands to be resort island, increasing the intensity of the building construction on existing resort island, and also improve tourist activities. These will encourage rapid changing of the island environmental and followed by increasing of pressures and impacts to the environment of island. Basically, tourism sector is a commercial activity with profit orientation, by enlarging tourism activity, so that tend to fulfill the demand on tourism sector by extending capacity of the facilities in the resort island. In the contrary, the sustainability of this business is very much affected by the conservation of natural environment, which has role as the tourism asset itself.
The objective of this research is to answer the following questions: how far the tourism activities have been developed in the resort island of Kepulauan Seribu Area, how is the existing environmental management on each island resort, and how is the management of the island environment should be implemented that suitable to the characteristic of the island environment.
Resort islands in the boundary of Kepulauan Seribu National Marine Park, are more representative as marine tourism than those islands resorts out of boundary, due to better environmental quality (especially for their seas and coral reef ecosystems). Therefore they able to provide more attractive and complete activities. Relate to its function as the conservation area, the requirement on the effort for the conservation of Kepulauan Seribu Marine National Park area is high. Therefore, this research was focussed in the resort island located in Tourism Development Zone of Kepulauan Seribu Marine National Park, which planned for intensive use for tourism. From 6 islands which have developed as resort island in that zone, 3 islands were chosen as the object of this research, i.e.: Putri Island, Petondan Barat Island, and Macan Besar Island.
This research was done with an approach on the application of the concept on environmental management based on the definition of Act Number 411982 about The Basics Provision for Environmental Management (Undang Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup). That Act defined that Environmental Management is an integrated effort on the utilization, planning, preservation, restoration, controlling, provision, and enhancement of the environment. So in this research, the environmental management of Resort Island will be focused only on the seven aspects of environmental management.
This research was started by indentifying environmental elements or activities that were exposured to each aspect of the enviromental management started this research. Then, indicators and variables from each environmental elements or activities were defined one by one. Actually, seven aspects of environmental management consist of 33 indicators, and as the whole there are 92 variables. As the next step is listing needed data based on the variables.
This descriptive research is classified as a survey research (non - experimental). All information and data were collected systematically and gradually, started from library studies, institutional surveys to get secondary data, and field observation. Then looking for primary data followed it. Primary data were gained from questionnaires, depth interview with managers and staffs in Resort Island, surveys and measurement of many important elements of island environmental in the fields. Field surveys were doing in June through July 1994.
The data of three islands that have been collected was compiled and written to tables and many of them also completed by maps to explain the present condition of each island for each variable. The analysis was elaborated descriptively based on the sequence of the seven aspects of environmental management of the three islands.
To interpret the results of the environmental management analysis of these three islands, the condition of 92 variables for each island, was placed in the continuum of each variable with appropriate scale, and then was measured by qualitative and quantitative value. The determination on the scale of each variables continuum is based on the restriction of the existing regulation, theory, and differences of existing condition for each variable for each island. Based on the position in the continuum scale, the condition of the variable for each island was stated in qualitative value, in 2 grade values (example: "Unsuitable" and "Suitable"), 3 grade values (example: small, medium, large), or 5 grade values (example: very small, small, medium, large, very large). The use of 2, 3, or 5 grade of qualitative value is counted based on the total scale of the continuum of each variable. That qualitative value, then, was transferred to quantitative value, with nominal value, from 1 to 5. The highest score (5) was given to qualitative value that most suitable to the characteristics requirement of island environment, and the lowest score (1) was given to qualitative value that most unsuitable to the characteristics requirement of island environment.
By assuming that each variable has equal weight, the total of quantitative value and the average of these scores for each island in each aspect of environmental management, was counted. And for the average and total scores of seven aspects of environmental management for each island.
To distinguish the status of the value of environmental management of those three island resorts, the average score of variables included in each aspect of environmental management and average score of the 92 variables of environmental management, are categorized as follows:
- Average score 1, categorized as Very Bad; - Average score 2, categorized as Bad;
- Average score 3, categorized as Moderate; - Average score 4 categorized as Good;
- Average score 5, categorized as Very Good;
Based on qualitative and quantitative value that obtained for each island, the quantity of tourist activities that have developed in each island, could be remarked clearly, especially thing that related with the maximum limit available to the characteristic requirements of island environment. By the same way, the suitable and unsuitable of environmental management that has been carried out in each island, either to the seven aspects of environmental management or to the detailed variables of environmental management could be remarked. Resorts Island based on the characteristic requirements of island environment, could be settled up. Beside that, with reference to existing condition of each island according to each variable, compared to the desired condition, recommendations for the improvement of environmental management, can be highlighted, either environmental management to national marine park area in generally or environmental management to each resort island.
Based on the assessment using the procedure written previously, for three research question stated in beginning of this report, could be concluded as follows:
1. The quantity of tourism activities that have been developed in the resort islands of Kepulauan Seribu especially in Kepulauan Seribu National Marine Park: In the side of building intensity and the ability of groundwater supply, the development of tourism in the three islands have reached to the maximum of the environmental carrying capacity. But in the side of tourist density, is still low. Therefore, increasing the amount of tourists is still available, but must be supported by supply of fresh water from the other sources.
2. Existing environmental management in resort islands of KepuIauan Seribu National Marine Park. By assessing to 92 variables of environmental management in resort island, it can be concluded that the score of environmental management in Putri Island reach the moderate category with average score of 3.62. The same category reached by Petodan Barat Island with average score of 3.40. Macan Besar Island only gets bad category with average score of 2.46.
The successful of Putri Island gets average score 3.62, because the island has good category in environmental planning (average score 4.29), environmental preservation (average score 4.09), and moderate category in environmental utilization (average score3.91).
Petondan Barat Island gets good category in environmental utilization (average score 4.27), environmental planning (average score 4.00), and medium category in environmental preservation (average score 3.86).
Macan Besar Island gets medium category in environmental utilization (average score 3.18), environmental preservation (average score 3.04), and environmental controlling (average score 3.00). For another four aspects, gets only bad category.
From the identification on the score for each island on the 92 variables, the amount of variables that have score less than 3 (have not reached moderate category) in each island, were as follows:
Putri Island, in 19 variables;
Petondan Barat Island, in 29 variables;
Macan Besar Island, in 55 variables.
3. The Appropriate Environmental Management in Resort Island.
Environmental management in Resort Island as explained formerly, was assessed from the 92 variables. Therefore, the appropriate environmental management in resort islands is based on the formulation of characteristic requirements of resort island environment due to each variable of the seven aspects of environmental management. Based on that formulation, the environmental management that appropriate to be carried out in resort islands can be elaborated individually' for the utilization, planning, preservation, restoration, controlling, provision, and the enhancement of environment.
The research also gets the other findings related to the management of national marine park area and strategic component of environmental island. Based on these findings, and the results of the assessment on 92 variables in each island, the implication to the policy for environmental management can be formulated, that covered:
1. Policy on the management of national marine park area and resort island development;
2. Improving existing regulation (DKI Jakarta Regulation Number 111 1992). Based on identification for variables that get score less than 3 in each island, improvement of environmental management can be stated, either specific for each island or for the three islands.
At last, it was proposed the recommendation to do further research related to the effort for environmental sustainability of resort island that can not be touched in this research.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Dewanto
"Tesis ini membahas pengembangan wisata bahari di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu melalui suatu kajian berbasis scenario planning. Skenario digunakan dalam rangka mengelola kondisi yang tidak pasti di masa depan. Sehingga strategi yang digunakan menjadi lebih efektif, efisien, dan berdaya guna. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan postpositivism. Hasil penelitian menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun brand image di wisata bahari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, agar wisata bahari di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bernilai jual tinggi dan meningkat secara signifikan sebagai salah satu destinasi wisata potensial yang dimiliki oleh Provinsi DKI Jakarta.

This thesis discusses the development of marine tourism in Kepulauan Seribu District Administration based on scenario planning. The scenario is used to manage indefinite condition in the future. With the result that strategy which is used more effective, efficient, and valuable. This research uses qualitative postpostivism approach. The researcher suggests the government administration of DKI Jakarta to build brand image for marine tourism in Kepulauan Seribu District Administration. Through this strategy, marine tourism in Kepulauan Seribu District Administration will increase and valuable precious. As one of the potential tourism destination owned by DKI Jakarta Provincial.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai struktur komunitas diatom di Pulau Penjaliran
Timur dan Teluk Jakarta telah dilakukan masing-masing pada bulan Juni
2007 dan Maret 2008. Sampel diambil secara horizontal dari 10 stasiun di
sekeliling perairan Pulau Penjaliran Timur dan 6 muara sungai di Teluk
Jakarta. Hasil identifikasi sampel fitoplankton berupa 57 jenis diatom dari
perairan Pulau Penjaliran Timur dan 30 jenis dari Teluk Jakarta. Kepadatan
diatom di Pulau Penjaliran Timur berkisar antara 24.232--127.079 plankter/m3
yang didominasi oleh Coscinodiscus sp. dan Rhizosolenia alata. Kepadatan
diatom di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 15.148--854.192 plankter/m3
yang didominasi oleh Skeletonema costatum. Indeks kekayaan, kemerataan,
dan keanekaragaman jenis diatom di perairan Pulau Penjaliran Timur lebih
tinggi dibandingkan Teluk Jakarta. Skeletonema costatum tidak terdapat
pada perairan Pulau Penjaliran Timur, namun sangat mendominasi di Teluk
Jakarta. Berdasarkan struktur komunitas, jenis Skeletonema costatum
diduga merupakan jenis spesifik pada perairan tercemar sehingga dapat
digunakan sebagai indikator kerusakan lingkungan perairan."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Syukur
"Fokus penelitian ini adalah meneliti tentang isteri-isteri yang ditinggal suami yang bekerja sebagai nelayan samudera selama 3 s/d 4 bulan melaut, di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan seribu Provinsi DKI Jakarta, faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap kemandirian kehidupan istri-istri tersebut saat suami mereka pergi ke laut? serta sejauh mana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam kehidupan para isteri tersebut. Kemudian penelitian ini juga melihat bagaiamana proses interaksi antara aktor para istri dengan masyarakat dalam struktur sosial masyarakat, saat istri-istri tersebut menjalankan kehidupannya.
Pola-pola pembagian kerja secara umum yang terjadi pada keluarga batih, pada keluarga nelayan ini tidak berlaku, semua itu terjadi oleh karena pekerjaan suami sebagai nelayan samudera, mengharuskan isteri berperan menggantikan posisi suaminya dalam berbagai persoalan hidup yang dihadapinya. Seperti persoalan ekonomi kebutuhan hidup sehari-hari, pengasuhan anak dan pendidikan anak, serta persoalan-persoalan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.
Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah Kualitatif-Deskriptif, yaitu jenis penelitian yang akan menggambarkan/mendeskripsikan fenomena sosial. Fenomena yang dimaksud dalam hal ini, adalah fenomena kehidupan perempuan sebagai kepala keluarga dalam waktu tertentu (3 s/d 4 bulan). Penelitian ini juga menggunakan pendekatan studi kasus, pendekatan ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang kehidupan istri-istri yang ditinggal suami mereka yang bekerja sebagai nelayan samudera dalam jangka waktu relatif panjang. Adapun data lapangan yang dipergunakan dalam penelitian ini, berupa wawancara (pedoman wawancara terbuka), dan pengamatan yang mendalam terhadap informan utama.
Berdasarkan data primer dan data sekunder serta telaah kepustakaan terhadap beberapa literatur yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang didapat; Pertama kemandirian yang dilakukan para isteri nelayan samudera didorong oleh pendapatan suami yang serba tidak cukup, artinya pendapatan suami mereka yang bekerja selama 4 bulan di laut, tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya untuk waktu tersebut. Kedua kemandirian yang terjadi juga didukung oleh budaya setempat yang menganggap kegiatan yang dilakukan oleh isteri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti berjualan keliling disekitar Pulau Tidung, mencari remis, mencari kayu bakar, kuli nyuci, kuli gosok atau membantu di rumah orang, tidak bertentangan dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di kelurahan Pulau Tidung.
Untuk membantu menganalisa terhadap kasus ini, penelitian ini menggunakan pendekatan Struktural Fungsionalnya Talcott Parsons. Meski Parsons tidak secara langsung menyinggung masalah perempuan, namun dia membahasnya dengan empat fungsi penting untuk semua sistem "tindakan" yang kemudian terkenal dengan skema AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latency), Pola AGIL yang dipergunakan ini mampu menolong para isteri, yang secara umum dalam penelitian digambarkan sebagai sosok yang mampu bertahan dan mempertahankan hidupnya dengan cara ber-adaptasi (Adaptasion=A) dengan keadaan dan situasi yang dihadapinya, dengan caranya sendiri tentunya. Dampaknya dapat terlihat dalam kehidupannya yang serba kekurangan, dia mampu membuat hidup dirinya dan keluarganya yang ditinggalkan oleh suaminya yang bekerja sebagai nelayan, mampu di hadapinya, tentunya dengan cara-caranya sendiri (Goal=G), untuk keperluan itu para isteri juga melakukan kerjasama dengan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya (Latency=L), sehingga terjalin hubungan yang baik antara isteri dengan masyarakat yang sudah pasti, hal tersebut sejalan dengan aturan dan norma yang berlaku di masyarakat (Integration=I)."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariana Nur Rahimah
"Nudibranchia Famili Phyllidiidae merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Nudibranchia Famili Phyllidiidae memangsa spons Halichondrida untuk mengambil dan mengakumulasi senyawa metabolit sekunder dari mangsanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi spons mangsa Phyllidiella nigra dan melakukan analisa hubungan pemangsaan Phyllidiella nigra terhadap spons mangsanya. Pengamatan dilakukan di lapangan dengan pengamatan secara langsung dan analisa hubungan pemangsaan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode teknik kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis dilakukan dengan membandingkan senyawa dari ekstrak Phyllidiella nigra dan spons mangsa yang muncul pada pelat KLT.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa nudibranchia Phyllidiella nigra merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Hal tersebut terbukti dengan terlihatnya penjuluran bulbus faring dari mulut Phyllidiella nigra dan tanda bekas pemangsaan pada spons mangsa. Hasil analisa di laboratorium juga memperkuat bukti pemangsaan terlihat dari hasil KLT yang menunjukkan adanya kesamaan senyawa antara Phyllidiella nigra dan spons mangsa.

Nudibranchia Famili Phyllidiidae merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Nudibranchia Famili Phyllidiidae memangsa spons Halichondrida untuk mengambil dan mengakumulasi senyawa metabolit sekunder dari mangsanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi spons mangsa Phyllidiella nigra dan melakukan analisa hubungan pemangsaan Phyllidiella nigra terhadap spons mangsanya. Pengamatan dilakukan di lapangan dengan pengamatan secara langsung dan analisa hubungan pemangsaan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode teknik kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis dilakukan dengan membandingkan senyawa dari ekstrak Phyllidiella nigra dan spons mangsa yang muncul pada pelat KLT.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa nudibranchia Phyllidiella nigra merupakan pemangsa spons Ordo Halichondrida. Hal tersebut terbukti dengan terlihatnya penjuluran bulbus faring dari mulut Phyllidiella nigra dan tanda bekas pemangsaan pada spons mangsa. Hasil analisa di laboratorium juga memperkuat bukti pemangsaan terlihat dari hasil KLT yang menunjukkan adanya kesamaan senyawa antara Phyllidiella nigra dan spons mangsa.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Djuniarti
"Penelitian ekperimental untuk menguji aktifitas antifeedant ekstrak metanol Archaster typicus terhadap ikan karang telah dilakukan di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel diekstrak dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Uji antifeedant dilakukan dengan mengaitkan pakan buatan yang mengandung ekstrak metanol Archaster typicus pada konsentrasi fisiologis (0,0245 g/ml), jeli, makanan ikan, dan pewarna makanan menggunakan peniti pada tali propilen. Pakan tersebut kemudian diuji di terumbu buatan pada kedalaman 3 m dan diamati jumlah pakan yang dimakan dan tidak oleh ikan karang. Analisis chi kuadrat pada tingkat kepercayaan 0,01 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara dimakan dan tidak dimakannya pakan perlakuan terhadap penambahan ekstrak metanol Archaster typicus. Penelitian menunjukkan ekstrak metanol Archaster typicus positif memiliki aktivitas antifeedant terhadap ikan karang dan hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya kandungan saponin pada ekstrak metanol Archaster typicus.

To investigate antifeedant activity of methanol extract of Archaster typicus against reef fishes a field experiment was conducted at Pramuka Island Watery, Seribu Island, DKI Jakarta. Archaster typicus samples were extracted using maceration method while taking methanol as the solvent. The antifeedant assay was conducted by attaching the artificial food that contains methanol extract of Archaster typicus at natural concentration (0.0245 g/ml), jelly, fish food, and food dye, using safety pins to propylene ropes. After that, the artificial food was observed at artificial reef in 3 m depth. The amount of artificial food eaten and left by reef fishes was also observed. Chi square analysis for α (p) = 0.01 revealed that there is correlation between eaten and not eaten of treat food to addition of methanol extract of Archaster typicus. That means methanol extract of Archaster typicus has antifeedant activity againts reef fishes. That was beyond saponin content in the extract."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Satrio Utomo
"Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu bentuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan, tidak diberi makanan atau minuman tambahan apapun sejak lahir sampai usia 6 bulan. Capaian ASI eksklusif di Propinsi DKI Jakarta tahun 2009 mencapai 58,7%. Sedangkan capaian cakupan perilaku pemberian ASI eksklusif pada bayi di Kepulauan Seribu pada tahun 2009 sebesar 46%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pemberian ASI eksklusif dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Pulau Untung Jawa tahun 2011.
Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan respondennya seluruh populasi ibu-ibu yang memiliki bayi umur 6-18 bulan sebanyak 35 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, kemudian dianalisa menggunakan chi-square dan multivariat (regresi logistik ganda).
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada variabel yang dominan dan berhubungan dengan perilaku pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan. Adanya faktor lain yang mempengaruhi ibu khususnya peran aktif dari kader-kader PKK dan seluruh jajaran Pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Seribu serta tingginya kepedulian masyarakatnya.
Dengan penelitian ini maka disarankan bagi Kementerian Kesehatan untuk membuat kebijakan serta pelatihan pemberdayaan masyarakat terus menerus khususnya bagi kader-kader kesehatan dan petugas kesehatan agar perilaku pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan semakin meningkat.

The exclusive breastfeeding is the one of the clean living and healthy behaviors (PHBS). It is defined as to give breastfeeding only to the babies, without giving any additional foods or beverages from birth until age 6 months. The achievement of the exclusive breastfeeding in the DKI Jakarta and Kepulauan Seribu had reached 58.7% and 46% in 2009.
The objective of this study is to determine the behavior of exclusive breastfeeding and factors associated with exclusive breastfeeding behavior in the Kepulauan Untung Jawa Village in 2011.
The methods of this study is used a quantitative data research by using questionnaires. It collects 35 respondents which are the entire population of mothers who had babies aged 6-18 months. Then the data will be analysed by chi-square and multivariate analysis (multiple logistic regression).
The findings showed that there is no significant variable related with exclusive breastfeeding behaviors of 0-6 month's babies. But there are other factors that related to breastfeeding in particular such as the active role of PKK cadres, the community, and all levels of government in The Kepulauan Seribu Districts.
The suggestion from this study is that the Ministry of Health should develop policies and training for community empowerment, especially to strengthen the health cadres and health workers to improve the number of exclusive breastfeeding.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30114
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Aisyiah Alwie
"[Telah dilakukan penelitian deteksi gen alkana monooksigenase (alkB) pada bakteri laut di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian bertujuan untuk memperoleh isolat bakteri yang membawa gen alkB dari perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian dilakukan selama 5 bulan sejak bulan Februari 2015 sampai bulan Mei 2015 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) pada 81 isolat yang telah diremajakan. Isolat bakteri diremajakan menggunakan medium marine agar (MA) dengan metode kuadran streak. Hasil deteksi mendapatkan satu isolat yang membawa gen alkB yaitu isolat nomor 71. Hasil amplifikasi isolat 71 menghasilkan pita DNA dengan ukuran 550 pb. Pita DNA dengan panjang 550 pb merupakan gen alkB. Hasil dari sekuensing menunjukkan bahwa Isolat 71 adalah dari spesies Bordetella sp.
;Detection gene alkane monooxygenases (alkB) from marine bacteria in Pari Island Kepulauan Seribu, Jakartahas been researched. The research aims to obtain bacterial isolates that carry the gene alkBin Pari Island Kepulauan Seribu, Jakarta. The study was conducted during the five months from February 2015 to May 2015 with a method of Polymerase Chain Reaction (PCR) from 81 isolates that have been rejuvenated. Bacterial isolates rejuvenated using marine medium agar (MA) with the quadrant streak method. Obtain detection results of the isolates that carry the gene which isolates number 71. alkB amplification results of 71 isolates produce ribbon DNA with size 550 bp. DNA tape with a length of 550 bp is alkB gene.The results of sequencing showed that the isolate 71 is Bordetella sp.
;Detection gene alkane monooxygenases (alkB) from marine bacteria in Pari Island Kepulauan Seribu, Jakartahas been researched. The research aims to obtain bacterial isolates that carry the gene alkBin Pari Island Kepulauan Seribu, Jakarta. The study was conducted during the five months from February 2015 to May 2015 with a method of Polymerase Chain Reaction (PCR) from 81 isolates that have been rejuvenated. Bacterial isolates rejuvenated using marine medium agar (MA) with the quadrant streak method. Obtain detection results of the isolates that carry the gene which isolates number 71. alkB amplification results of 71 isolates produce ribbon DNA with size 550 bp. DNA tape with a length of 550 bp is alkB gene.The results of sequencing showed that the isolate 71 is Bordetella sp.
, Detection gene alkane monooxygenases (alkB) from marine bacteria in Pari Island Kepulauan Seribu, Jakartahas been researched. The research aims to obtain bacterial isolates that carry the gene alkBin Pari Island Kepulauan Seribu, Jakarta. The study was conducted during the five months from February 2015 to May 2015 with a method of Polymerase Chain Reaction (PCR) from 81 isolates that have been rejuvenated. Bacterial isolates rejuvenated using marine medium agar (MA) with the quadrant streak method. Obtain detection results of the isolates that carry the gene which isolates number 71. alkB amplification results of 71 isolates produce ribbon DNA with size 550 bp. DNA tape with a length of 550 bp is alkB gene.The results of sequencing showed that the isolate 71 is Bordetella sp.
]"
Universitas Indonesia, 2015
S60819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Farah Dhiba
"Penelitian yang bertujuan untuk menguji aktivitas antifeedant fraksi air ekstrak Capillaster sentosus telah dilakukan pada tanggal 16 sampai 22 April 2016 di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sampel Capillaster sentosus diekstrak dengan metanol dan menghasilkan persentase ekstrak kasar sebesar 3,0%. Ekstrak selanjutnya difraksinasi dengan pelarut akuades, n-heksan dan etil asetat untuk mendapatkan fraksi air seberat 25,7 gram dengan konsentrasi fisiologis 25,4 mg/mL. Uji antifeedant dilakukan dengan menggunakan pakan perlakuan yang mengandung fraksi air ekstrak Capillaster sentosus, serta pakan tanpa fraksi air ekstrak Capillaster sentosus sebagai kontrol, dalam bentuk kubus jeli 1 cm3 yang dikaitkan pada tali pancing. Pakan tersebut kemudian diujikan pada ikan di terumbu karang dengan kedalaman 3--4 meter dan dihitung jumlah pakan yang dimakan dan tidak. Hasil uji statistik Chi-kuadrat pada taraf signifikasi (α) 0,01 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian pakan perlakuan pada ketidaksukaan makan ikan. Berdasarkan hal tersebut maka fraksi air ekstrak Capillaster sentosus positif memiliki aktivitas antifeedant terhadap ikan karang.

To investigate the antifeedant activity of water fraction extract of Capillaster sentosus against reef fishes, a field experiment was conducted on April, 16th to 22nd 2016 at Pramuka Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Capillaster sentosus samples were extracted with methanol to yield crude extract of 3,0%. The extract was further fractionated with aquades, n-hexane and ethyl acetate to obtain 25,7 gram water fraction of which the physiological concentration is 25,4 mg/mL. The antifeedant assay was conducted by using artificial foods that contained the water fraction of Capillaster sentosus’s extract and the control food, of each in 1 cm3 jelly cubes that were tieded to fishing lines. The foods were subjected to coral reefs fishes at depth of 3--4 m and the amount of food eaten and not eaten by reef fishes was recorded. Chi-square analysis (α= 0,01) revealed that there is treatment effect on the feeding preferences of reef fishes. This means that the water fraction of Capillaster sentosus’s extract has an antifeedant activity against reef fishes."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>