Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44681 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Gifted visual-spatial laearners is one of categories of gifted children that has been ovelooked and under diagnosed. Linda Kreger Silverman (1995;2002) defined Gifted Visual spatial learner as those highly intelligence children (gifted) with special developmental pattern and characteristics. Their strenghts are the visual - spatial ability and gestalt cognitive style. They learn better visually that auditory. They learn all-at-once, and when they got the concept, the learning is permanent. Gifted children with visual-spatial learning style often have asynchronous developmental pattern and tend to have speech and language expressive disorder, or more commonly known as a specific Language Impairment (SLI) or Pure Dysphasic Development. These unique developmental characteristic often cause problems generally worsen without proper assistance and strategies of intervention. They also often misdiagnosed under the label of high function autism, ADHD and / or learning disabilities. A collaborative diagnostic with a long term continual observation and special approach is needed to help this population."
150 PJIP 1:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ridwan Zahdi Sjaaf
Depok: Universitas Indonesia, 1980
S2086
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fivianty Wijaya
"ABSTRAK
Perhatian pada sumber daya manusia mendukung dan mendorong diberikannya
perhatian khusus bagi anak-anak yang berbakat. Anak berbakat adalah mereka yang
karena kemampuan-kemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi.
Namun tidak semua anak berbakat dapat berprestasi setara dengan potensinya. Mereka
disebut anak berbakat yang berprestasi kurang (ABPK) atau underachiever, yaitu
seseorang yang berprestasi dibawah taraf kemampuannya. Bahkan di antara mereka
ada yang putus sekolah.
Faktor-faktor penyebab seseorang menjadi ABPK dapat ditinjau dari keadaan
kelas di sekolah, latar belakang lingkungan keluarga, dan kepribadiannya. Pada
karakteristik kepribadiannya, yang paling sering ditemukan adalah anak yang
mempunyai harga diri (self-esteem) yang rendah (Fine & Pitts, 1980, Rimm, 1983,
Whitmore, 1980 dalam Davis & Rimm, 1985). ABPK tidak percaya bahwa dirinya
mampu melaksanakan apa yang diharapkan orang tua dau guru mereka. Berkaitan
dengan hal ini, mereka mempunyai kontrol terhadap diri yang rendah. Bila gagal,
mereka akan menyalahkan kurangnya kemampuan mereka., dan bila berhasil mereka
akan mengatribusikannya sebagai keberuntungan. Berbeda dengan anak berbakat yang
berprestasi (ABP), mereka mempunyai kontrol terhadap diri secara internal. Mereka merasa bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka dan merasa
mampu mengontrol nasib sendiri (Milgrain & Milgram, 1976; Weiner, 1980 dalam
Utami Munandar, 1995).
Weiner dkk (1979) menjelaskan adanya tiga dimensi atribusi kausal yaitu
dimensi fokus (internal-eksternal), dimensi stabilitas (stabil-tidak stabil) dan dimensi
kontrolabilitas (terkontrol-tidak terkontrol). Ia juga menyatakan bahwa harapan
seseorang tentang keadaan yang akan datang dapat ditentukan oleh bagaimana
kestabilan dari atribusi kausal seseorang. Misalnya seseorang gagal dalam suatu ujian.
Bila ia mengatribusikan kegagalannya stabil, maka untuk ujian berikutnya ia akan
memperkirakan gagal lagi. Tetapi bila ia mengatribusikannya kegagalannya tidak stabil,
maka untuk ujian berikutnya ia akan mengharapkan berhasil.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah ?Bagaimana gambaran atribusi kausal
atas keberhasilan dan kegagalan dari anak berbakat yang berprestasi (ABP) dan yang
berprestasi kurang (ABPK) pada SMU Unggulan?"
Dari penelitian yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab
permasalahan yaitu Gambaran atribusi kausal atas keberhasilan dari ABP adalah
internal, tidak stabil dan terkontrol. Gambaran atribusi kausal atas keberhasilan dari
ABPK adalah internal, tidak stabil dan terkontrol. Gambaran atribusi kausal atas
kegagalan dari ABP adalah internal, tidak stabil dan terkontrol. Gambaran atribusi
kausal atas kegagalan dari ABPK adalah internal, tidak stabil dan terkontrol. Bila
dilihat kemungkinan penyebab yang dikemukakan Weiner, adalah usaha yang
dilakukan untuk tugas-tugas tertentu. Misalnya, tugas untuk nilai rapor, guru yang
memberi tugas pemarah, ada hukuman yang diberikan dan sebagainya."
1996
S2562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fahrurrozi
"ABSTRAK
Remaja berbakat intelektual membutuhkan lingkungan yang tepat agar potensi keberbakatannya dapat berkembang dengan baik. Meskipun demikian, stigma keberbakatan dapat menjadi salah satu kendala bagi remaja berbakat intelektual untuk mencapai potensi keberbakatannya secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stigma keberbakatan yang dipersepsikan remaja berbakat intelektual dan teman sebaya, penyesuaian diri yang dipersepsikan remaja berbakat intelektual, strategi social coping yang digunakan remaja berbakat intelektual, dan karakteristik remaja berbakat intelektual apa saja yang diasosiasikan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan mixed methods dengan menggunakan wawancara dan SCQ untuk memperoleh data kualitatif serta kuesioner persepsi remaja terhadap teman sebaya berbakat intelektual untuk memperoleh data kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja berbakat intelektual memandang positif bakat intelektual yang mereka miliki dan 50 partisipan menganggap bakat intelektual yang dimiliki membuat mereka merasa berbeda dengan teman-teman di kelas reguler. Di sisi lain, teman sebaya menganggap mereka lebih pintar dari teman-teman yang berada di kelas reguler dan mereka mendapatkan panggilan berupa ldquo;anak aksel rdquo; dan ldquo;anak pintar rdquo;. Selain itu, sebagian besar remaja menganggap menyesuaikan diri dengan teman-teman merupakan hal yang penting. Ada pun Minimizing focus on popularity dan helping others merupakan strategi social coping yang digunakan oleh sebagian besar remaja berbakat intelektual yang mengikuti kelas akselerasi. Selain itu, terdapat 14 karakteristik remaja berbakat intelektual yang diasosiasikan oleh teman sebaya.Remaja berbakat intelektual membutuhkan lingkungan yang tepat agar potensi keberbakatannya dapat berkembang dengan baik. Meskipun demikian, stigma keberbakatan dapat menjadi salah satu kendala bagi remaja berbakat intelektual untuk mencapai potensi keberbakatannya secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stigma keberbakatan yang dipersepsikan remaja berbakat intelektual dan teman sebaya, penyesuaian diri yang dipersepsikan remaja berbakat intelektual, strategi social coping yang digunakan remaja berbakat intelektual, dan karakteristik remaja berbakat intelektual apa saja yang diasosiasikan teman sebaya. Penelitian ini menggunakan mixed methods dengan menggunakan wawancara dan SCQ untuk memperoleh data kualitatif serta kuesioner persepsi remaja terhadap teman sebaya berbakat intelektual untuk memperoleh data kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja berbakat intelektual memandang positif bakat intelektual yang mereka miliki dan 50 partisipan menganggap bakat intelektual yang dimiliki membuat mereka merasa berbeda dengan teman-teman di kelas reguler. Di sisi lain, teman sebaya menganggap mereka lebih pintar dari teman-teman yang berada di kelas reguler dan mereka mendapatkan panggilan berupa ldquo;anak aksel rdquo; dan ldquo;anak pintar rdquo;. Selain itu, sebagian besar remaja menganggap menyesuaikan diri dengan teman-teman merupakan hal yang penting. Ada pun Minimizing focus on popularity dan helping others merupakan strategi social coping yang digunakan oleh sebagian besar remaja berbakat intelektual yang mengikuti kelas akselerasi. Selain itu, terdapat 14 karakteristik remaja berbakat intelektual yang diasosiasikan oleh teman sebaya.

ABSTRACT
Intellectually gifted adolescents need an appropriate environment in order to develop their potencies well. Nevertheless, stigma of giftedness may become an obstacle for intellectually gifted adolescents to gain optimal potencies. This study is aimed to understand stigma of giftedness perceived by intellectually gifted adolescents and their peers, conformity perceived by intellectually gifted adolescents, social coping strategies used by intellectually gifted adolescents, and intellectually gifted adolescents rsquo characteristics associated by peers. The study used mixed methods using interview and SCQ to get qualitative data and using questionnaire of adolescents rsquo perception on intellectually gifted peers to get quantitative data. The results show that intellectually gifted adolescents perceived their intellectual gifts positively and 50 from all participants perceived their intellectual gifts made them feel different from their peers in regular class. On the other side, peers perceived intellectually gifted adolescents smarter than them and intellectually gifted adolescents got calls such ldquo anak aksel rdquo and ldquo smart boy girl rdquo from their peers. Besides, most of intellectually gifted adolescents perceived conformity with their peers as an important thing. Moreover, minimizing focus on popularity and helping others are social coping strategies used by almost intellectually gifted adolescents who enrolled in acceleration program. Besides, there are 14 characteristics of intellectually gifted adolescents associated by their peers."
2017
T48769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulki
"Skripsi ini membahas tentang pemanfaatan dana bantuan oleh peserta didik SMA Negeri dari keluarga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan personal mengikuti proses pendidikan. Pendekatan penelitian adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner terhadap responden. Hasil penelitian menunjukkan, adanya variasi pemanfaatan dana bantuan oleh peserta didik sesuai dengan tujuan program untuk memenuhi kebutuhan personal di bidang pendidikan, transportasi dan konsumsi. Selain itu juga dalam temuan di lapangan terdapat peserta didik yang menggunakan dana bantuan untuk kebutuhan lainnya yang tidak termasuk tujuan program.

This thesis discusses about the utilization of funds by state high school students from poor families to fulfill personal needs following the educational process. The approach of this research is quantitative approach with descriptive type of research. The measuring instrument used is questionnaires to respondents. The results showed, there is variation in the utilization of funds by student in accordance with the objectives of the program to fulfill personal needs in education, transportation and consumption. In addition, the findings in the field there are student who use the funds for other needs that do not include the program objectives."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomlinson, Carol Ann
California: Crowin Press, 2004
371.95 DIF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sandra Mumpuni Winali
"ABSTRAK Dalam pendidikan, anak perempuan berbakat harus berjuang melewati berbagai tantangan untuk bisa mengembangkan potensi terbaiknya. Untuk itu mereka harus memiliki ketangguhan agar terus dapat maju mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tesis ini membahas mengenai pengaruh gender practice guru dan pola asuh orang tua sebagai tantangan-tantangan yang dihadapi anak perempuan berbakat, serta pengaruhnya pada ketangguhan anak perempuan berbakat. Penelitian dilakukan pada 64 anak perempuan berbakat SMP. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan studi korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua dengan pola asuh authoritarian (Sig. = 0.028) mempengaruhi adversity quotient anak perempuan berbakat. Sedangkan pola asuh authoritative, pola asuh permissive, dan gender practice guru tidak mempengaruhi adversity anak perempuan berbakat.
ABSTRACT Gifted girls must struggle through various challenges to develop their best potential in education. For this reason, they must have the strength to continue to get what they want. This thesis discusses the influence of teacher gender practice and parenting as challenges faced by gifted girls, and their influence on the resilience of gifted girls. The study was conducted on gifted girls (n=64) in junior high school. This research is a quantitative research with correlational studies. The results of the study show that parents with authoritarian parenting (Sig. = 0.028) have influence to gifted girls adversity quotient. Whereas authoritative parenting, permissive parenting, and gender teacher practice do not affect gifted girls adversity.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 16(1-3)2010 ed.khusus
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>