Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150442 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Wahjosumidjo
Jakarta: Rajawali, 2012
371.2 WAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chyntia Aryanti Mayadewi
"Perkembangan kognitif anak pra-sekolah merupakan faktor penting yang dapat menentukan kemampuan kognitifnya di kemudian hari. Namun berbagai penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat anak yang mengalami keterlambatan perkembangan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perkembangan kognitif serta hubungannya terhadap status gizi (TB/U & IMT/U), riwayat berat badan lahir dan stimulasi psikososial pada anak pra-sekolah (usia 5-6) tahun di Kecamatan Duren Sawit & Kramat Jati, Jakarta Timur. Pada penelitian ini digunakan analisis kuantitatif dengan desain potong lintang dan metode analisis korelasi. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan kognitif anak dinilai baik (n = 71). Terdapat  korelasi yang bermakna antara hubungan perkembangan kognitif dan TB/U & berat badan lahir (p = 0,001; 0,02). Tingkat pendapatan ditemukan bermakna pada kelompok responden berpendapatan menengah-tinggi dalam hubungan antara perkembangan kognitif dan status gizi TB/U & berat badan lahir. Hasil analisis lebih lanjut dengan regresi linear multivariat menunjukkan bahwa status gizi TB/U merupakan faktor dominan yang berkontribusi terhadap tingkat perkembangan kognitif sebesar 68% (R2 = 0,68; sig = 0,001).

Cognitive development in pre-school children is known to be important factor that contributes to later cognitive function in school-age. Previous studies found that there were numbers of children not fulfilling their cognitive development. This research focus on the cognitive development and its correlation to nutritional status (HAZ & BAZ), birth weight and psychosocial stimulation on 71 pre-school children (5-6 y.o) in Duren Sawit & Kramat Jati districts, Jakarta Timur. We implemented quantitative analysis with crosssectional design study and correlation analysis method. Univariate analysis showed that the cognitive development is mostly good (n = 71). We investigated that there was significant correlation between cognitive development and on BAZ & birth weight (p = 0,001; 0,02). Level of income is shown to be significant among averagehigh income group in the correlation of cognitive development and BAZ & birth weight. Further analysis used multivariate linear regression showed that BAZ was the dominant factors that contributes cognitive development level for 68% (R2 = 0,68; sig = 0,001)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Depdikbud, 1987
R 373.24 Ind p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
"Maslach memandang burnout sebagai sindrom psikologis yang meliputi tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment (Maslach, 1982; 1993). Dimensi kelelahan emosional mencerminkan terkurasnya sumber-sumber diri sehingga individu tidak mampu memberikan pelayanan dengan baik. Kemudian dimensi depersonalisasi ditandai oleh kecenderungan individu bersikap negatif dan sinis terhadap penerima pelayanan. Sedangkan dimensi low personal accomplishment mengacu pada penilaian negatif terhadap kinerja diri.
Fenomena burnout umumnya dialami oleh profesional yang bekerja di bidang pelayanan sosial. Maslach (1993) serta Pines dan Aronson (1993) berpendapat bahwa para profesional di sektor pelayanan sosial selalu dituntut untuk memberikan pelayanan dengan baik. Hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan yang bersifat asimetris menyebabkan pemberi pelayanan dituntut secara kontinyu memperhatikan kesejahteraan penerima pelayanan. Padahal selama proses pemberian pelayanan mereka menghadapi situasi yang kompleks sehingga rentan terhadap emosi negatif. Situasi yang kompleks tersebut misalnya penerima pelayanan yang tidak kooperatif, beban kerja, konflik dengan rekan kerja, sampai masalah birokrasi. Dengan berjalannya waktu energi pemberi pelayanan akan terkuras sehingga berkembanglah fenomena burnout.
Dalam memahami proses burnout memang tidak terlepas dari teori stres umum (Chemiss, 1980). Ia menjelaskan Iebih lanjut, burnout diawali oleh adanya persepsi individu terhadap tuntutan pekerjaan yang berlebihan (stres). Kemudian individu berupaya mengatasi ketidaknyamanan akibat stres (coping). Ketika upaya mengatasi pemwasalahan selalu menemui kegagalan, individu menjadi tidak berdaya. Ketidakberdayaan tersebut menyebabkan individu menggunakan mekanisme pertahanan intrapsikis seperti menjaga jarak dari klien serta memperlakukan mereka secara sinis. Simtom-simtom tersebut mencerminkan individu mengalami burnout.
Peneliti tertarik untuk melihat burnout pada guru SLB tuna ganda, yaitu individu yang mengajar siswa yang memiliki Iebih dari satu kelainan. Dawson dkk., (dalam Stieler, 1994) mengatakan bahwa guru SLB tuna ganda rentan terhadap timbulnya frustrasi karena menghadapi karakteristik siswa yang tidak responsif, labil secara emosi, dan daya tangkap siswa sangat terbatas. Kondisi ini menuntut perhatian dan pelayanan guru terus menerus secara individual. Selain itu tugas-tugas guru SLB tuna ganda pun beragam, selain melayani siswa secara individual, mereka juga memodifikasi perilaku siswa, menjalin kerjasama dengan orangtua dan profesional lain, serta menyelesaikan tugas-tugas tambahan lain. Dengan beragamnya tuntutan yang dihadapi guru SLB tuna ganda maka dengan berjalannya waktu, rnereka rentan terhadap burnout. Dengan demikian permasalahan yang ingin diteliti adalah bagaimanakah gambaran burnout yang dialami guru SLB tuna ganda pada dimensi kelelahan emosional, depersonalisasi, dan low personal accomplishment? Faktor-faktor apa sajakah yang merupakan sumber burnout?, serta bagaimanakah proses berkembangnya burnout yang dialami oleh guru SLB tuna ganda?
Melalui wawancara mendalam diperoleh hasil sebagai berikut gambaran dimensi kelelahan emosionai ditandai dengan perasaan frustrasi, lelah secara psikologis, jenuh, dan tidak berdaya yang bersifat kronis. Kemudian gambaran dimensi depersonalisasi yang tercermin dari informan adalah kehilangan idealisme terhadap siswa, sikap apatis untuk menerapkan metode Iain, malas mengajar, serta perilaku mudah membentak siswa. Adapun dimensi low personal accomplishment yang dialami informan meliputi perasaan gagal sebagai guru, meragukan kompetensi diri, merasa tidak berharga, tidak ada keinginan untuk mengembangkan potensi diri di pekerjaan, tidak memiliki target (kecuali demi meraih kepangkatan), serta perasaan putus asa terhadap pekerjaannya.
Adapun sumber-sumber burnout yang diperoleh dari penelitian ini meliputi empat matra yaitu keterlibatan dengan siswa, lingkungan kerja, individu, dan keluarga. Matra keterlibatan dengan siswa tuna ganda yaitu perasaan jenuh. kesal, dan Ielah menghadapi perubahan pada siswa yang sangat Iambat karena karakteristik siswa tuna ganda yang keterbelakangan mental, daya tangkap terbatas, labil secara emosi, serta tidak mampu menolong diri. Kondisi tersebut selalu menuntut kesabaran dan kompetensi guru untuk mengulang-ulang pelajaran dalam jangka waktu yang Iama. Sedangkan matra lingkungan kerja sebagai sumber burnout meliputi beban kerja secara kuantitas dan kualitas, konflik dengan rekan, kontrol yang rendah terhadap pekerjaan, konflik peran, ambiguitas peran, jalur komunikasi dari atas tidak jelas, sikap orangtua tidak kooperatif, serta dukungan sosial yang tidak dirasakan dari rekan dan atasan. Adapun matra individu yang merupakan sumber burnout adalah harapan yang tidak realistis terhadap siswa, konsep diri yang tergolong rendah, sikap tertutup, penekanan keberhasilan pada hasil akhir, locus of control cenderung eksternal, kurang gigih dalam berusaha, dan penghayatan terhadap makna kerja untuk mencapai kemapanan secara materi. Sedangkan matra keluarga yaitu konflik peran pada wanita bekerja.
Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa burnout yang dialami informan berkembang karena strategi coping yang tidak adekuat dalam menghadapi permasalahan siswa dan permasalahan lain di tempat kerja. Informan menggunakan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional (emotion-regulating function), seperti penghindaran terhadap masalah, penyangkalan terhadap masalah, maupun upaya melupakan permasalahan. Penggunaan strategi coping tersebut disebabkan oieh kegagalan berulang kali dalam mengembangkan siswa. Ada sejumlah faktor internal dan eksternal yang turut mempengaruhi kegagalan dalam mengembangkan siswa. Faktor eksternal meliputi karakteristik psikologis siswa tuna ganda dan sikap orangtua yang tidak kooperatif. Sedangkan faktor internal yang turut andil menyebabkan kegagaian dalam mengembangkan siswa meliputi: harapan yang tidak realistis terhadap siswa, locus of control cenderung eksternal, ragu terhadap kompetensi diri dan kurang gigih dalam berusaha. Penggunaan strategi coping yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan emosional memang adaptif untuk jangka pendek. Namun jika berlangsung lama, ternyata tidak efektif. Permasalahan yang dihadapi informan tetap muncul karena karakteristik siswa tuna ganda yang dihadapi informan merupakan stressor yang kronis. Dengan bertambahnya waktu energi informan terfokus untuk mengatasi pemasalahan yang tidak kunjung dapat diatasi sehingga semakin lama menguras sumber-sumber diri informan. Pada akhirnya informan mengalami humour, yaitu kelelahan emosional. Kemudian keIelahan emosional tersebut menyebabkan perkembangan depersonalisasi dan low personal accomplishment.
Penelitian ini juga mendapatkan informan yang tidak mengalami burnout. Proses yang dialami informan yang tidak mengalami burnout yaitu mereka menggunakan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masaIah. Hal ini tampak dari membuat program yang disesuaikan dengan kemampuan siswa, berkonsultasi dengan rekan, pakar, dan atasan mengenai masalah pekerjaan, selalu mencoba metode secara konsisten, membuat suasana belajar yang berbeda, serta mengisi hidup secara variatif. Penggunaan strategi coping tersebut dilakukan setelah informan dapat 'menerima keterbatasan siswa tuna ganda apa adanya'. Selanjutnya penggunaan strategi coping yang mengarah pada pemecahan masalah menyebabkan informan meraih keberhasilan dalam mengembangkan siswa setahap demi setahap. Keberhasilan yang diraih secara bertahap tersebut mengembangkan sense of personal accomplishment.
Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga perlu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya dengan menggunakan desain korelasional maupun penelitian longitudinal untuk memahami keterkaitan antara sumber burnout, burnout, dan dampak dari burnout di Indonesia. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan lain seperti pendekatan organisasional terhadap burnout. Sedangkan saran metodologis untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan triangulasi metodologis. Adapun saran praktis untuk informan yang mengalami burnout yaitu konseling karir untuk menetapkan harapan yang realistis serta menyadari kekuatan dan keterbatasan diri. Selain itu pemberian pelatihan seperti pelatihan keterampilan sosial dan pelatihan strategi coping yang adaptif, akan membantu informan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan mengatasi masalah. Pihak sekolah sebaiknya membentuk support group untuk mengembangkan dukungan sosial antara sesama guru maupun guru dengan orangtua siswa."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2656
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalsum Puha
"Tesis ini menganalisi kepengawasan mutu pendidikan pada bidang akademik oleh pengawas sekolah pada pada SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 di Kota Ternate, hal ini sangat penting dan strategis karena penulis banyak analisisanalisis tentang mutu pendidikan tetapi khusus mengenai kepengawasan mutu pendidikan di Provinsi Maluku Utara masih langka. Disamping itu untuk melihat sejauh mana peran kepengawasan terhadap mutu pendidikan khususnya pengawasan akademik yang telah dicapai dan faktor-faktor yang masih menjadi penghambat dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada bidang akademik tersebut. Teori yang digunakan adalah teori kepengawasan dari Fremont E. Kant dan James E. Rozenzweig, Hadibroto dan Tani Handoko dan teori hakikat kepengawasan dari Ofsted . Tesis ini menggunakan pendektan kualitatif diskriptif dengan metode pengumpulan data secara wawancara mendalam, observasi, serta kajian dokumen.
Hasil analisis diperoleh diperoleh bahwa pengawasan standar isi dilakukan sekali setahun bahkan kadang tidak dilakukan. Pengawasan standar proses dilakukan dengan tujuan guru dapat profesional melakukan pembelajaran yang berkualitas. Pengawasan dilakukan dengan baik dan ditemukan pada sekolah unggulan pun masih terdapat banyak guru yang tidak melakukan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses. Pengawasan standar kompetensi kelulusan tidak dilakukan oleh pengawas akademik sehingga kelulusan siswa masih didominasi oleh aspek kecerdasan dibandingkan aspek kepribadian dan akhlak mulia. Pengawasan standar penilaian dilakukan pada upaya mencapai nilai ketuntasan minimal belum menegaskan pada penilaian yang sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas akademik di SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 Ternate belum secara optimal menerapkan prinsip-prinsip pengawasan akademik.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah dalam melaksanakan kepengawasan mutu, perlu perhatian serius untuk peningkatan kompetensi pengawas disamping sosialisasi kepada kepala sekolah, agar terbangun kesamaan persepsi serta adanya pola komunikasi yang baik antara Pengawas dan Dinas Pendidikan.

This research analyzes Supervisory of academic education quality at Public Senior High School number 1 and public vocational school number 1 Supervisor in Ternate. It is very important and strategic because the writer analyzes education quality, but it focuses specially about Supervisory of education quality in Maluku Utara Province which is still unknown. Besides, this research investigates how far Supervisory role towards education quality especially academic Supervisory that has been achieved and investigate obstacle factors in enhancing education quality in academic part. The theories applied in this research are Supervisory theory by Fremont E. Kant and James E. Rozenzweig, Hadibroto and Tani Handoko and supervission fundamental by Ofsted. This research applied descriptive qualitative approach by applying data collecting method through indepth interview, observation,document study.
Analysis result indicates that content standard Supervisory is conducted once a year and even it is non conducted. Process standard Supervisory is carried out to make teachers become professional to do qualified learning. Supervisory has been conducted well and it is found that in qualified school there are still teachers do not conduct learning which goes with process standard. Supervisor does not conduct graduate standard Supervisory, therefore students? achievement is dominated by cognitive aspect rather than personality and attitude aspect. Assessment standard Supervisory is conducted to achieve minimal mastery learning. However, It does not go with the assessment which is suitable with assessment principles. In carrying out academic Supervisory at Public Senior High School number 1 and public vocational school number 1 in Ternate, supervisor does not implement the principles of academic Supervisory optimally.
This research recommend that in carrying out quality Supervisory, it needs a serious concern to enhance supervisor competency and do socialization to principals to build the same perception and good communication pattern between supervisor and education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Bafadal
Jakarta: Bumi Aksara, 2005
371.2 IBR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lasfitri
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi sekolah anak berusia sekolah SLTP (13-15 tahun) dan SLTA (16-18 tahun) serta menganalisis apakah terjadi perbedaan partisipasi sekolah anak yang berusia sekolah SLTP dan SLTA antara daerah perkotaan dengan perdesaan di Provinsi Jambi. Penelitian ini menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS Panel Triwulan III Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik (model logit) dengan alat analisis yang dipakai untuk mengolah data yaitu Program SPSS 16.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa partisipasi sekolah anak usia 13-15 tahun dipengaruhi oleh banyaknya anggota rumah tangga, jenis kelamin anak, tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu. Sedangkan partisipasi sekolah anak usia 16-18 tahun dipengaruhi oleh banyaknya anggota rumah tangga, tempat tinggal (desa-kota), jenis kelamin anak, tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu.
Secara statistik daerah tempat tinggal (kota-desa) berpengaruh signifikan terhadap peluang bersekolah bagi anak usia 16-18 tahun. Secara umum permasalahan tidak sekolah lebih banyak dijumpai di daerah perdesaan. Sedangkan di daerah perkotaan, masalah tidak sekolah relatif lebih kecil. Terjadi perbedaan partisipasi sekolah anak usia 16-18 tahun (jenjang SLTA) antara daerah perkotaan dengan perdesaan. Hal ini memperlihatkan terjadinya disparitas pendidikan antara daerah perdesaan dengan perkotaan pada jenjang pendidikan SLTA.

The purpose of this study was to analyze the factors that affect school participation of junior high school-aged children (13-15 years) and senior (16-18 years) and to analyze whether there are differences in the participation of school children aged between junior and senior high school urban areas with rural areas in the province of Jambi. This study uses the data of National Socioeconomic Survey (Susenas) BPS Panel Third Quarter 2012. This study uses logistic regression (logit models) with the analytical tools used to process the data that program SPSS 16.
The estimation results indicate that the participation of school children aged 13-15 years are affected by the number of household members, sex of child, education level of father and education level of mother. While the participation of school children aged 16-18 years are affected by the number of household members, place of residence (rural-urban), sex of the child, education level of father and education level of mother.
Statistically area of residence (urban-rural) significantly affects schooling opportunities for children aged 16-18 years. In general, schools are not the problem more prevalent in rural areas. Whereas in urban areas, the problem is not the school is relatively small. There is a difference in school participation of 16-18 year olds (high school level) between urban and rural areas. This shows the disparity of education between rural and urban areas at high school education level.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T35189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eri Vidiyanto
"ABSTRAK
Quality of School Life (QSL) adalah kesejahteraan dan kepuasan peserta didik
secara umum pada kehidupan di sekolahnya, dipandang dari pengalaman positif
dan negatif mereka di sekolah dan aktivitasnya di sekolah (Linnakyla, 1996). QSL
merupakan salah satu bentuk dari persepsi sosial. Sebagaimana dikatakan oleh
Baron dan Byrne (2000) bahwa persepsi sosial merupakan proses yang terjadi
manakala seseorang berusaha untuk mengetahui dan memahami orang lain atau
situasi, maka dalam QSL hendak dilihat bagaimana peserta didik mempersepsi
kehidupan di sekolahnya. Menurut William dan Batten (dalam Mok & Flynn,
1997) dalam QSL terkandung 7 dimensi yang terkait dengan kepuasan peserta
didik terhadap sekolahnya, yaitu kepuasan peserta didik secara umum terhadap
sekolahnya, perasaan negatif peserta didik terhadap sekolahnya (karena samasama
membahas tentang perasaan peserta didik maka oleh peneliti kedua dimensi
ini digabungkan dalam dimensi perasaan-perasaan peserta didik selama di
sekolah), dimensi hubungan dengan guru, sense of achievement di sekolah,
peluang (opporiunily) peserta didik menghadapi masa depan, pembentukan
identi.tas peserta didik di sekolah, serta harga diri dan status peserta didik di
sekolah.
Pada penelitian ini, hendak dilihat bagaimana persepsi QSL antara peserta
didik yang berasal dari SMU di daerah rural dan urban Bekasi karena
sebagaimana prinsip reciprocal determinism yang diutarakan oleh Bandura
(dalam Hall & Lindzey, 1985) bahwa perilaku manusia selalu berhubungan
dengan lingkungan dan proses persepsinya. Sehingga dari penelitian ini dapat
diketahui apakah ada persamaan atau perbedaan persepsi terhadap QSL antara
peserta didik di rural dan urban serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
persamaan maupun perbedaan tersebut. Penelitian ini menjadi penting karena
persepsi peserta didik terhadap sekolah akan berpengaruh terhadap tingkat
kenyamanan selama berada di sekolahnya yang kelak akan berimbas pada hasil
prestasi belajarnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengambilan
data melalui wawancara. Wawancara dilakukan terhadap 4 subyek yaitu 2 subyek
berasal dari SMU di daerah rural dan 2 subyek dari SMU di daerah urban Bekasi.
Subyek diambil dari peserta didik SMA dikarenakan ketika SMA, seseorang
mulai memasuki masa remaja akhir dimana perubahan emosinya semakin
meninggi seiring perubahan pada fisik dan psikologisnya (Hurlock, 1992),
tekanan peer group-nya pun semakin besar (Papalia, Olds & Feldman, 2001),
serta mulai dituntut untuk mempersiapkan karir dan vikasionalnya (Havighurst
dalam Sukadji, 2000).
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada beberapa persamaan dan tidak
ditemukan perbedaan yang cukup besar mengenai gambaran QSL antara peserta
didik SMU yang berada di daerah rural dan urban Bekasi. Persamaan utama yang
dijumpai diantaranya, keempat subyek sama-sama merasa nyaman di sekolah
dikarenakan dapat berinteraksi dengan teman-teman dan merasa tidak puas
dengan fasilitas yang tersedia di sekolahnya, hal ini terkait dengan aspek dalam
QSL yaitu pembentukan identitas peserta didik di sekolah dan aspek perasaanperasaan
peserta didik selama berada di sekolah. Persamaan lainnya adalah samasama
menilai kepuasan terhadap aspek hubungan dengan guru berdasarkan
potensi dan kepribadian guru. Selain itu, terkait dengan dimensi peluang
(opportunily) peserta didik menghadapi masa depan, semua subyek menyatakan
bahwa sekolah belum memberikan bekal yang cukup untuk menghadapi masa
depan.
Berdasarkan penelitian ini dapat diajukan beberapa saran guna memperbaiki
penelitian selanjutnya, diantaranya melengkapi pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini dengan metode kuantitatif agar dapat diperoleh gambaran QSL dari
peserta didik secara menyeluruh. Selain itu, perlu juga ditambahkan data dari
significant others serta penentuan lokasi rural yang masih belum banyak terkena
imbas modernisasi agar terlihat perbedaannya. Kemampuan peneliti dalam
menggali dan mengolah data pun perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan
kredibilitas penelitian. Adapun saran praktis yang dapat peneliti sampaikan
diantaranya; sekolah hendaknya mampu mengefektifkan peran bimbingan
konseling (BK) guna membantu peserta didik mengarahkan karir dan
vokasionalnya, guru pun hendaknya mampu menjalin komunikasi yang baik serta
memberikan teladan pada peserta didik. Selain itu, pihak sekolah diharap dapat
menyertakan peserta didik dalam penetapan suatu kebijakan lokal di sekolah dan
mampu pula mengusahakan kelengkapan sarana dan prasarana sehingga aktivitas
belajar mengajar dapat berjalan optimal."
2004
S3446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>