Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6922 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Peer to peer adalah sebuah teknologi pertukaran informasi elektronik secara timbal balik antara pengguna internet dengan menghubungkan secara langsung dua komputer dalam jaringan internet sehingga para penggunanya dapat berkomunikasi satu dengan yang lain tanpa harus melalu server central..."
JHB 24 : 1 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fauzia Handrianti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh model bisnis yang di gunakan oleh pelaku bisnis dalam industri teknologi finansial. Analisis di lihat dari elemenelemen yang tergabung dalam ekosistem fintech beserta kunci penggerak nya. Produk yang di tawarkan, permintaan pelanggan, hambatan masuk, percepatan teknologi, serta modal pendanaan usaha juga termasuk ke dalam bagian dari penelitian.

This study aims to analyze the influence of bussiness models that are used by peer to peer lending businesses in financial technology fintech. The analysis is viewed from the element of fintech ecosystem along with its driving key firms. Offered products, customer demands, barriers to entry, pace of acceleration technology, and funding of the bussiness are also included inside the part of research.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friedman P., D.
"Perkembangan teknologi digital dari masa ke masa semakin maju. Hal ini diawali dengan munculnya perangkat yang dikenal dengan Komputer. Yang perkembangannya makin meningkat dengan adanya layanan internet, dimana setiap orang dapat memperoleh informasi, data-data, program-program, maupun lainnya sesuai kebutuhan setiap orang yang berbeda-beda. Tetapi dengan munculnya teknologi internet ini, ada pula yang menyalahgunakan layanan internet untuk melakukan pelanggaran karya cipta khususnya di bidang Hak Cipta musik/lagu. Seperti halnya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan Napster. Napster merupakan pelaku pelanggaran karya cipta musik/lagu via internet, dimana Napster menyediakan teknologi peer-to-peer yang mana para pemakai Napster dapat mengambil, menukar, mereproduksi, mendistribusikan karya cipta orang lain tanpa suatu lisensi dari pencipta atau produser rekaman untuk satu kepentingan komersial tanpa membayar royalti kepada Pencipta atau Produser Rekaman dan tanpa mencantumkan pelanggaran-pelanggaran Hak Cipta di dalam sistemnya. Oleh karena itu di dalam penulisan ini, bagaimana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta menganalisa putusan kasus Napster atas pelanggaran karya cipta musik/lagu yang berdampak kerugian dari pihak perusahaan rekaman maupun kepada Pemegang Hak Cipta."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eri Kurniawan
"ABSTRAK
Peningkatan besaran bandwidth dan komunikasi internet telah menstimulasi pengguna internet untuk menggunakan Peer-to-Peer (P2P) sebagai media pertukaran data. P2P memberikan mekanisme yang memudahkan pengguna untuk berkomunikasi secara langsung (point-to-point) tanpa intervensi server khusus. Saat ini aplikasi P2P
tidak terbatas hanya pada pertukaran file, namun dapat juga diaplikasikan pada perpustakaan digital (PD). Beberapa aplikasi PD berbasis P2P antara lain Freelib, P2PDL, Bricks dan P2P4DL.
Pencarian dokumen pada jaringan P2P dengan arsitektur terdistribusi sangat mengandalkan koneksi antar peer. Salah satu teknik pencarian yang umum digunakan adalah melalui pengiriman kueri secara broadcast kepada peer tetangga. Sayangnya cara ini kurang efisien karena berpotensi meningkatkan kepadatan lalulintas jaringan. Selain
permasalahan efisiensi, permasalahan lain yang dihadapi aplikasi PD adalah rendahnya kredibilitas PD dalam pertukaran data. Rendahnya kredibilitas sebuah PD dapat dilihat dari kualitas servis yang diberikan pada PD lain. Kualitas servis dapat diukur dari empat aspek yaitu kecepatan akses, jumlah koleksi, kualitas dokumen dan jumlah interasi.
Semakin tinggi nilai keempat aspek, maka kualitas servis semakin baik. Namun tidak mudah untuk mengetahui kualitas servis masing-masing PD. Sebuah PD dapat saja memberikan respon tidak jujur mengenai nilai kualitas yang dimiliki PD lain. Hal ini terjadi dikarenakan PD yang tergabung dalam jaringan P2P tidak selamanya baik. Pada penelitian ini penulis mengusulkan sebuah metode untuk menyelesaikan permasalahan diatas. Metode ini penulis beri nama jaris. Jaris melakukan pencarian berdasarkan kemiripan antar PD pada cache cluster dan kemiripan kueri pada cache kueri untuk meningkatkan relevansi hasil pencarian dokumen dan menurunkan jumlah pesan yang dikirim. Selain itu jaris menggunakan mekanisme polling yang
menggabungkan nilai QoS lokal dan global untuk meningkatkan kualitas transaksi. Pada tahap ujicoba metode jaris dibandingkan dengan metode pembanding random voting. Kedua metode tersebut disimulasikan dengan mengunakan simulator P2P dan melibatkan dokumen teks sebanyak 10.000 dokumen unik. Berdasarkan hasil percobaan,aris dapat meningkatkan jumlah kejadian transaksi dengan PD berkualitas baik hingga 3-10 persen dan menurunkan jumlah kejadian transaksi dengan PD yang bersifat malicious hingga 4-7 persen. Kemudian dari sisi jumlah hop dan jumlah pesan, Jaris
dapat menekan rata-rata hop lebih rendah hingga 0.11 poin dan jumlah pesan yang lebih sedikit saat memasuki transaksi yang ke-6000 pada skenario satu dan transaksi ke-7500 pada skenario dua."
2007
T-581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vlachou, Akrivi, editor
"This book present a scalable framework that relies on data summaries that are distributed and maintained as multidimensional routing indices. Different types of data summaries enable efficient processing of a variety of advanced query operators."
New York: Springer, 2012
e20407615
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachmaninda
"Peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk praktik pemberian pinjaman uang antara individu dimana peminjam dan pemberi pinjaman dipertemukan melalui platform yang diberikan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Prakteknya, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan bisnis peer-to-peer lending di Indonesia. Pertama adalah pemodal, kedua peminjam, dan ketiga adalah perusahaan peer-to-peer lending sebagai perantara. Pada praktek pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending, para pihak tidak bertatap muka secara langsung, melainkan bertemu dalam dunia maya melalui suatu media, yaitu platform yang disediakan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Bagaimanakah pengawasan dari pihak OJK selaku otoritas yang berwenang terhadap adanya pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending? Perlu adanya aturan yang dapat mengakomodir penerapan prinsip kehati-hatian dan pengawasan, khususnya mengenai produk perjanjian pinjam-meminjam karena hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang diundangkan terkait permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) belum dilakukan secara optimal oleh pihak OJK. Hal ini membuat setiap perusahaan peer-to-peer lending ini mempunyai mekanismenya sendiri dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, fungsi pengawasan oleh OJK belum cukup dilakukan khususnya terkait dengan produk yang dimiliki oleh perusahaan peer-to-peer lending.

Peer-to-peer lending is a loan activity between two parties which borrower and lender summoned by a platform that provided by peer-to-peer lending company. In fact, there are three parties that included in peer-to-peer lending business in Indonesia. First party is lender, second party is borrower, and third party is peer-topeer lending company as a connector. In loan activity based on peer-to-peer lending, each party no need to meet directly, but only virtually through a platform that provided by peer-to-peer lending company. How is OJK's supervision as the authorized authority on the existence of lending-based peer-to-peer lending? We need a regulations which can accommodate the implementation of prudential principle and surveillance especially on loan agreement enforcement is urgently needed because recently, there is no special regulation announced yet that manage about that issue. The research method of this thesis is a descriptive analytic through juridical normative. This research is literature review priority used the secondary data. The obtained data analyzed with normative qualitative method later. The effectivity of regulation about the implementation of prudential principle on loan based on information technology (peer-to-peer lending) by OJK is not good enough. This problem can make every peer-to-peer lending company create their own regulation in implementation of prudential principle. Besides, surveillance.function that held by OJK is not quite enough, especially about peer-to-peer lending company products.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Raditianto
"Financial Technology Fintech) adalah bidang bisnis dalam industri start-up yang memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan layanan keuangan dan membuatnya lebih efisien. Fintech memiliki bermacam bentuk salah satunya Peer to Peer Lending, yaitu layanan yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman secara online melalui sebuah platform berbasis Sistem Elektronik. Di Indonesia, Peer to peer lending dikenal dengan sebutan  Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Pengenalan platform P2P lending di Indonesia telah meningkatkan dampak besar sehingga LPMUBTI membutuhkan kejelasan atas peraturan bagi Pengguna LPMUBTI baik dari segi pengelolaan dana maupun pengelolaan data Pengguna LPMUBTI. Oleh sebab itu, tesis ini hendak menganalisis mengenai pengaturan perlindungan hukum bagi pengguna LPMUBTI.  Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pengguna yang terdapat pada POJK 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI, Pedoman Perilaku Aftech dan AFPI maupun peraturan lainnya terkait penyelenggaraan teknologi informasi mengenai pengelolaan data dan pengelolaan dana masih dirasa merugikan pengguna. Penagihan terhadap penerima pinjaman yang dilakukan  menggunakan ancaman dan intimidasi kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam perjanjian tersebut, dan belum ada jaminan bagi pemberi dana ketika memasukkan dananya ke LPMUBTI. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan pengaturan tambahan mengenai perlindungan pengguna LPMUBTI baik terhadap dana yang diterima maupun  agar pengguna dalam sektor LPMBUTI lebih terlindungi.

Financial Technology (Fintech) is a business in the start-up industry that uses technology to improve financial services and make it more efficient. Fintech has various forms, one of which is Peer to Peer Lending, which is a service that brings together Loan Providers and Loan Recipients online through an Electronic System-based platform. In Indonesia, Peer to peer lending is known as the Information Technology-based Money Lending and Borrowing Service (LPMUBTI). The introduction of the P2P lending platform in Indonesia has greatly increased the impact so that LPMUBTI requires clarity on the rules for LPMUBTI Users both in terms of fund management and management of LPMUBTI User data. Therefore, this thesis is about analyzing legal protection arrangements for LPMUBTI users. This research shows that legal protection for users contained in POJK 77/POJK.01/2016 concerning LPMUBTI, the Aftech and AFPI Code of Conduct and other regulations related to the implementation of information technology regarding data management and fund management is still detrimental to users. Billing of recipients of loans made using threats and intimidation to unauthorized parties in the agreement, and there is no guarantee for funders when entering their funds into LPMUBTI. Based on this, additional arrangements are needed regarding the protection of LPMUBTI users both for funds received and for users in the LPMBUTI sector to be better protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Nur Happyani
"Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi korelasi peer to peer lending terhadap kredit perbankan dengan metode pooled least square periode 2017-2019. Hasil menunjukkan bahwa dalam Model agregat, kredit berkorelasi positif terhadap P2P lending dan GDP serta berkorelasi negatif terhadap suku bunga kredit sesuai dengan hipotesis penelitian. Secara umum, diantara tiga sektor utama kredit yang diamati dalam penelitian, pinjaman P2P dan suku bunga berpengaruh paling besar pada kredit sektor pertanian. Dan GDP berpengaruh paling besar pada kredit sektor industri pengolahan

This study aims to identify the correlation between peer to peer lending and bank credit using the pooled least square method for the 2017-2019 period. The results show that in the aggregate model, credit has a positive correlation to P2P lending and GDP and has a negative correlation with credit interest rates according to the research hypothesis. In general, among the three main credit sectors observed in the study, P2P lending and interest rates have the greatest influence on agricultural sector credit. And GDP has the greatest influence on credit in the manufacturing sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Ika Pratiwi
"Berdasarkan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU HPP”) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 (“PMK 69”), Penyelenggara Peer to Peer (“P2P") Lending mempunyai kewajiban baru sebagai “pihak lain” untuk melakukan pemotongan PPh atas pembayaran bunga dari borrower kepada lender, sehingga terdapat  tambahan administrasi pajak yang sebelumnya belum pernah ada. PMK 69 juga memberikan penegasan bahwa jasa pinjam meminjam dalam platform P2P Lending merupakan objek PPN, sehingga penyelenggara P2P Lending mempunyai kewajiban untuk melakukan pemungutan PPN. Atas kewajiban perpajakan diatas perlu dilakukan kajian apakah PMK 69 telah telah memenuhi asas-asas perpajakan, terutama dalam administrasi pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah pelaksanaan kewajiban perpajakan P2P Lending sudah memenuhi prinsip ease of administration dan four maxim, sehingga dapat memberikan masukan kepada DJP untuk mengupdate kebijakan perpajakan pada industri P2P Lending di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus dilakukan di Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yang merupakan organisasi yang mewadahi Penyelenggara P2P Lending yang terdaftar di OJK. Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap, pengumpulan data melalui kuesioner kepada penyelenggara P2P Lending dan melalui wawancara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Pemotongan Pajak Bunga telah memenuhi prinsip certainty, simplicity, convenience, efficiency dan equality, namun masih terdapat catatan hal-hal yang perlu diperbaiki dari segi regulasi oleh DJP dan dari sisi administratif oleh Penyelenggara P2P Lending.

Based on the HPP Law and Minister of Finance Regulation Number 69/PMK.03/2022 (“PMK 69”), P2P Lending Operators (platform) have a new obligation as “other parties” to perform withholding income tax on interest payments from borrowers to lenders, so that there is an additional tax administrative of withholding income tax which has never been done before. PMK 69 also confirms that lending and borrowing services on the P2P Lending platform are VAT objects, therefore P2P Lending organizers have an obligation to collect VAT. Regarding the tax obligations above, it is necessary to study whether PMK 69 has fulfilled the principles of taxation, especially in the administration of implementing tax obligations.The aim of this research is to evaluate whether the implementation of P2P Lending tax obligations meets the principles of ease of administration and the four maxims, so that it can provide input to the DJP to update tax policies in the P2P Lending industry in Indonesia. This research uses a qualitative method with a case study approach. The case study was conducted at the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI), which is an organization that accommodates P2P Lending operators which registered with the OJK. This research was carried out in 2 stages, data collection through questionnaires to P2P Lending organizers and through qualitative interviews. The aim of this research is to provide an overview of whether the implementation of P2P Lending tax obligations has fulfilled the principles of ease of administration and the four maxims, so that it can provide input to the DJP to update tax policies in P2P Lending industry in Indonesia. The results of this research show that the implementation of Withholing tax on interest has fulfilled the principles of certainty, simplicity, convenience, efficiency and equality, however there are still notes of things that need to be improved from a regulatory perspective by the DJP and from an administrative perspective by P2P Lending operator."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>