Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87186 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan No. 32 tahun 2004 telah memberikan kewenangan penuh kepada pemerintahan provinsi dan kabupaten atau kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku kecuali empat hal yaitu pertahanan, politik luar negri, kebijakan moneter, dan kebijakan fiskal..."
JBB 2 (2011) (2)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Act No. 22 year of 1999 and Act No. 32 year of 2004 have given full authority on local government officer at level of province,regency and town to run and manage the local government affairss autonomoustly except for four things as defence,foreign,affairs,monetary policy,and fiscal policy...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Act No. 22 year of 1999 and act No. 32 year of 2004 have given full authority on local government officer at level of provine, regency and town to run and manage th elocal government affairs a autono ausmoly exprt for four thing as as defence,... "
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S9959
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisya Pratiwi
2009
S3601
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Fachrizal
"Hampir sepanjang PJP I hingga saat ini tercatat peranan bantuan luar negeri cukup penting. Ketergantungan Indonesia pada bantuan luar negeri semakin meningkat semenjak terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah kembali menyebabkan kesulitan keuangan yang sangat berat bagi Indonesia sehingga, Pemerintah menjadi sangat bergantung pada bantuan luar negeri. Turunnya kemampuan sektor-sektor produksi sehingga roda perekonomian mengalami kemacetan, menyebabkan krisis yang terjadi semakin memposisikan Indonesia dalam berbagai masalah yang dilematis yang semula berawal dari krisis keuangan, kemudian berkembang semakin kompleks menjadi krisis multi dimensi.
Bergantinya rezim pemerintahan di Indonesia telah memuluskan pelaksanaan reformasi diberbagai bidang. Reformasi telah memberikan banyak perubahan dalam wacana kebijakan Pemerintahan Indonesia. Salah satu akibat langsung perubahan tersebut yang dirasakan seluruh Indonesia khususnya bagi daerah adalah dengan diberikannya otonomi penuh kepada daerah dengan meluncurnya UU NO. 22 tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Dengan ditetapkannya kedua undang-undang tersebut telah memberikan suasana baru yang mewarnai pola kebijakan dan peta penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah.
Sejalan dengan bergulimya otonomi daerah maka, Pemerintah Daerah mau tidak mau harus mulai membenahi sistem/ struktur pemerintahannya untuk menuju kemandirian, di samping itu juga berupaya memberdayakan SDA dan SDM yang ada. Namun perubahan ini tidak dengan mudah berjalan lancar, sedikit banyaknya akan menemui masalah. Salah satu contohnya adalah adanya pengalihan pegawai pusat ke daerah yang banyak memberikan dampak pada kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam mata anggaran belanja daerah.
Berkaitan dengan pembangunan daerah pada masa otonomi berjalan, maka daerah dimungkinkan untuk mencari pinjaman baik, domestik maupun luar negri sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999.
Sehubungan dengan terbukannya peluang daerah tersebut untuk memperoleh pinjaman, maka pemerintah telah mengeluarkan satu peraturan yaitu Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah yang mengatur mengenai mekanisme pinjaman, prosedur pinjaman, dan ketentuan lainnya bagi pemerintah daerah. Peraturan tersebut disusun dalam rangka pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 berfungsi sebagai petunjuk bagi daerah untuk memperoleh pinjaman.
Bila membaca isi dari Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tersebut, ternyata, dapat menjadi suatu pembahasan yang menarik untuk diamati serta dikaji. Tesis ini mencoba untuk melihat sejauh mana PP No. 107 tahun 2000 yang disusun sedemikian rupa dapat menfasilitasi pemerintah daerah untuk memperoleh pinjaman luar negri.
Kebutuhan akan pinjaman oleh pemerintah daerah itu sendiri pada dasamya dimanfaatkan bagi pembangunan daerah untuk kepentingan masyarakat banyak. Dalam perkembangannya, sesuai dengan diberikannya otonomi kepada daerah maka, untuk melaksanakan pembangunan tampaknya daerah sudah harus mengupayakan sendiri pembangunannya begitu pula dengan anggarannya. Dengan berlakunya UU No. 25 tahun 1999 maka subsidi daerah otonom (SDO) dan instruksi presiden (INPRES) telah dihapus, dan sebagai penggantinya dialokasikannya dana alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (OAK).
Dengan adanya otonomi penuh maka, daerah harus berupaya untuk menggali potensi yang dimilikinya dan mengatur diri sendiri, namun, disadari bahwa kemampuan dan potensi daerah diIndonesia berbeda-beda.
Perbedaan inilah yang harus ditangani dengan bijaksana untuk menghindari kecemburuan antar daerah. Bagi daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar maka sudah barang tentu dapat dipastikan daerah tersebut dapat lebih maju ketimbang daerah yang potensi alamnya kurang. Kemampuan penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah juga menjadi tolok ukur suatu daerah untuk dapat memperoleh pinjaman. Di samping kemampuan dalam penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah, pemerintah melalui PP 107 tahun 2000 juga telah menetapkan ketentuan bahwa daerah dapat melakukan pinjaman dengan prosedur persetujuan yang berjenjang yakni persetujuan dari DPRD untuk tingkat daerah dan kemudian persetujuan Menteri Keuangan untuk tingkat pusat, dan persetujuan itu pun dapat diberikan sepanjang memenuhi ketentuan .
Tesis ini sebenamya bertujuan untuk melihat sejauh mana kemungkinan daerah dapat memperoleh pinjaman baik domestik maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Secara prinsip, ketentuan yang ada dalam PP 107 tahun 2000 sebenamya cukup memadai dalam menata prosedur pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman. Namun, saat ini beberapa faktor-faktor baik ekstemal maupun internal ternyata dapat menjadi penghambat bagi pemerintah daerah dalam memperoleh pinjaman luar negeri.
Tampaknya pemerintah daerah hingga saat ini dan untuk dua tahun kedepan atau lebih, tampaknya masih sulit untuk memperoleh pinjaman luar negeri. Lalu apakah ini berarti dimasa mendatang pinjaman luar negeri oleh pemerintah daerah tidak atau dapat dilakukan? Jawaban atas pertanyaan ini sedikit banyaknya dicoba dijelaskan dalam tesis ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Subki
"Prasarana jalan mempunyai peranan sangat penting dalam mendukung produksi dengan mendistribusikan baik sarana produksi maupun hasil produksi dari pusat produksi pertanian, industri, kehutanan, pertambangan dan pariwisata menuju daerah-daerah pemasarannya, yang secara keseluruhan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan lebih mendasar lagi adalah berbagai kebutuhan manusia dalam kehidupannya, pemenuhannya sebagian besar difasilitasi dengan keberadaan jalan. Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka pembangunan dan pemeliharaan prasarana jalan hendaknya dilaksanakan secara terus menerus. Hanya saja permasalahannya adalah jumlah panjang jalan yang harus ditangani tidak seimbang dengan jumlah anggaran yang tersedia. Akibat kendala demikian kondisi jalan terancam mengalami penurunan dari tahun ke tahun sehingga diperlukan biaya tambahan untuk mempertahankan fungsi jalan tersebut. Menghadapi kendala keterbatasan sumber dana Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan jalan menempuh langkah kebijaksanaan dengan menggunakan pinjaman dana bersumber dari luar negeri, diantaranya berasal dari: Bank Dunia (World bank), Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Jepang (JBIC) serta dana pinjaman melalui kerjasama bilateral lainnya. Namun dengan langkah kebijakan ini nyatanya didalam implementasi penanganannya muncul berbagai permasalahan. Salah satu permasalahan yang timbul adalah terjadinya pembengkakan biaya dari alokasi dana yang telah ditetapkan sebelumnya (DIPA). Kondisi demikian tidak saja dapat mengakibatkan melesetnya pencapaian target yang diharapkan, akan tetapi juga dapat mengganggu kinerja program penanganan jalan secara keseluruhan. Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah mengidentifikasi terjadinya pembengkakan biaya terhadap owner?s pada pelaksanaan proyek prasarana jalan sumber dana Pinjaman Luar Negeri. Pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan survey dan studi kasus terhadap pelaksanaan proyek prasarana jalan di Pulau Jawa pada program Road Rehabilitation Sector Project (RRSP) ADB Loan No. 1798-INO, serta wawancara kepada para pakar untuk mendapatkan bobot tingkat kepentingan antara Frekuensi Kejadian dan Tingkat Pengaruh atas terjadinya risiko tersebut. Sehingga diperoleh faktor risiko dominan yang paling berpengaruh. Methode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan perubahan kondisi lapangan pada masa konstruksi serta mutu dari aspek perencanaan merupakan sumber penyebab utama atas membengkaknya biaya Proyek Prasarana Jalan.

Road infrastructure has an important function in increasing production. Road is an important facility to distribute agriculture, manufacture, forestry and mining production from their production area to the market, it also can boost the tourism developing. In addition, the road infrastructure enhances economic growth and balances more development. Further more, road infrastructure can fulfil the needs of the society in their life. In order to fulfil many necessary needs for the human, both road infrastructure building and maintenance must be conducted continuously. The problem is that total road length which should be built is not financed with sufficient budget. This may cause the decreased infrastructure quality or condition year by year. To maintain the road infrastructure condition more budget must be spent. To overcome the insufficiency of financial resources, Directorate General of Highways Ministry of Public Works as a responsible institution in building road infrastructure has made the policy of finding financial resources from foreign countries or institution such as World Bank, Asian Development Bank, JBIC from Japan, and from other bilateral cooperations. In the implementation of this policy some problems are identified. One of the problems as the real cost is over the budget planned or projected previously on DIPA. This may end to the failure of not only target but also goal achievement which can also bother infrastructure management program performance as a whole. The thesis goal is to identify overspending cost against the owner?s fund, in conducting Road Infrastructure Project using foreign financial loan. The approach to achieve the goal is to conduct surveys and case study upon road infrastructure project in Java Island upon Road Rehabilitation Sector Project (RRSP) ADB Loan No. 1798-INO, and assessment of importance between case frequency and impact level upon risk of the case using AHP method. By doing that influence can be identified the dominant risks which have great. The outcome shows that condition changes in project site of construction period and quality of design aspects are major causes of overspending budget of road infrastructure project."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T21274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juari
"Penelitian yang berjudul Implikasi Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri Terhadap Commitment Fee dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Studi Kasus Proyek Pinjaman Luar Negeri dari Asian Development Bank dan World Bank bertujuan untuk melacak sejauh mana keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri menjadi penyebab besarnya jumlah commitment fee.
Metoda analisis yang digunakan adalah dengan analisis kualitatif dalam bentuk paparan untuk mengetahui implikasi keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri terhadap besarnya jumlah commitment fee. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah commitment fee, dalam bentuk data cross section.
Sebagai sample penelitian adalah berbagai pinjaman dari Asian Development Bank dan World Bank yang sudah selesai pelaksanaannya sekitar tahun 2002. Data commitment fee diperoleh dari Direktorat Urusan Luar Negeri Bank Indonesia sementara data lainnya yang terkait dengan pelaksanaan pinjaman diperoleh dari Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri-Bappenas yang juga dilakukan verivikasl dengan data dari Asian Development Bank dan World Bank.
Keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri mempunyai lmplikasi terhadap meningkatnya jumlah commitment fee, balk pinjaman dari Asian Development Bank yang relatif bersifat liner maupun pinjaman dari World Bank yang ralatif cenderung bersifat ekponennsial. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kebijakan masing-masing lender dalam penetuan dasar penghitungan commitment fee.
Fungsi commitment fee dipengaruhi oleh besarnya pinjaman (Pin), besarnya pencairan pinjaman saat perpanjangan (Disext), dan variabel dummy berupa lender (LD), dengan daya penjelas sebesar 62,5%. Sedangkan 37,5% sisanya yang tidal( dapat dijelaskan, kemungkinan disebabkan oleh penggunaan data statis sehingga tidak menampung dinamika data antar waktu, dan adanya variabel-variabel yang mempunyai hubungan positif dengan besarnya jumlah commitment fee, namun tidak siknifikan.
Berdasarkan hasil peneltian tersebut di atas, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data cross section dan data time series atau data panel agar dapat menemukan model yang lebih bagus. Terkait dengan rekomendasi kebijakan, berdasarkan hasil analisa yang didasarkan oleh cara penghitungan beban commitment fee disarankan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pagu/kuota pinjaman dari ADB dibandingkan dengan WB. Atau dengan kata lain melakukan pengalihan pinjaman baru dari WB kepada ADB."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Bharata
"Bahasa yang hidup manapun tentu mengalami perubahan yang memang mtangkin tidak nampak kepada pemakai-pemakai bahasa itu sendiri di dalam waktu yang pendek, tetapi secara kumulatif dan dalam waktu cukup lama akan terlibat denoan jelasnya perubahan itu. (Samsuri, Analisis Bahasa. 1987:50). Demikian pula halnya dengan bahasa Jepang, yang juga mengalami perubahan dari japan ke jaman. Salah satu perubahan dalam bahasa Jepang adalah munculnya kata pinjaman (loanwords), yang di dalam bahasa Jepang disebut gairaigo. Kata pinjaman adalah kata dari bahasa asing yang telah mengalami penyesuaian dalam bahasa nasional. Kata pinjaman muncul sebagai salah satu akibat dari adanya hubungan antara satu masyarakat bahasa dengan masyarakat bahasa lain. Menurut Komisi Pene1iti Bahasa Nasional Jepang (Koko go Singikai) yang dimaksud dengan kata pinjaman umumnya adalah kata-kata yang berasal dari Barat (Eropa-Amerika) yang masuk ke Jepang setelah akhir jaman Muromachi. Kango juga merupakan kata yang berasal dari negara asing (Cina), meskipun demikian tidak termasuk sebagai kata pinjaman karena Kango telah ada sejak jaman dahulu. Kata dari bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Jepang selain mengalami penyesuaian dalam bahasa Jepang, juga dapat mempengaruhi sistem bahasa Jepang itu sendiri. Menurut Ohso, kata pinjaman seringkali membawa bunyi bunyi baru dari bentuk-bentuk baru, namun banyak kasus dimana bunyi-bunyi bahasa asinq tersebut dirubah agar sesuai dengan sistem bunyi bahasa yang dimasukinya. Dan penyesuaian tersebut bersifat sangat teratur. Masyarakat tidak dengan begitu saja menggantikan bunyi-bunyi baru tersebut dengan segmen-segmen bahasanya yang arbitrer, (Ohso, 1973:1). Pendapat Ohso ini sejalan dengan prinsip peminjaman kata yang dikemukakan oleh Hyman seperti yang dikutip olehnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S13931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Putri Sakina
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S14629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>