Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bloomington: Indiana University Press, 1991
364 CRI (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anggia Putri Nilasari
2010
T 27501
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novi
"Partisipasi konflik sudah pernah dirasakan Indonesia pada 1980an sampai 1990an ketika berlangsungnya konflik di Afghanistan. Peningkatan partisipasi para militan ini terjadi pada masa Islamic State di tahun 2013. Di negara konflik tersebut, para militan belajar, berinteraksi, serta berbaur dengan ideologi kekerasan. Setelah merasa cukup dengan pengalaman yang mereka dapatkan di Suriah/Iraq, para militan  kembali ke negara asal mereka. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang tepat, agar mereka tidak menjadi virus, sumber ketakutan ditengah masyarakat. Untuk mendapatkan penanganan yang tepat, identifikasi motivasi mereka ketika pergi dan pulang adalah hal yang penting dilakukan oleh pemerintah dan lembaga terkait. Analisis konsep damai oleh peacemaking criminology merupakan kerangka untuk membentuk model penanganan alternatif returnis. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini melalui pendekatan fenomenologis interpretatif. Tujuannya untuk menafsirkan dan menguatkan kisah ‘pengalaman yang dialami’ dari narasumber, agar pengalaman mereka bisa logis dalam menginterpretasikan. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki konsep dan metode yang baku dalam penanganan returnis. Dari data Satuan Tugas FTF tahun 2014 sampai 2019, ada 126 orang yang pulang ke Indonesia dari Suriah, Iraq, dan Filipina. Banyak motivasi para militan yang pulang, mempengaruhi keamanan nasional. Ketika individu atau kelompok pulang ke Indonesia, beberapa dari mereka masih tetap radikal dan juga melakukan reradikalisasi. Pendekatan kekerasan menjadi salah satu cara untuk menangani kejahatan luar biasa ini, tapi para militan semakin kebal, Hal ini akan lebih maksimal jika disandingkan dengan pendekatan lunak yang dipadukan dengan perspektif damai untuk menangani sampai ke akar. Peacemaking criminology direkomendasikan sebagai metode dalam menangani returnis karena pendekatan ini mengedepankan enam konsep utama yakni non-kekerasan, keadilan sosial, inklusi, cara yang benar, kriteria damai yang tepat, dan pengkategorian yang penting. Hasil dari konsepsi ini akan menghasilkan model penanganan alternatif returnis dengan dengan mengedepankan humanisme, hak asasi manusia, mediasi, pengoptimalisasian proses pemahaman, dialog, dan partisipasi yang diharapkan mampu membuat returnis tidak kembali radikal serta melakukan radikalisasi.

Participation in the conflict was felt by Indonesian in the 1980s to 1990s when the conflict took place in Afghanistan. Increasing of militant participation occurred since Islamic State in 2013. In the conflict state, militants learn, interact, and blend with violent ideology. After they gained experience in Syria/Iraq, the militants returned to their countries. Therefore, proper handling is needed, so they do not become viruses and sources of fear in society. To get the proper handling, identify their motivation when they going and go back to their country by government and non-government is a must. And analysis the concept of peace by peacemaking criminology is a framework for forming an alternative model of handling returnees. Qualitative methods are using in this research through an interpretative phenomenological approach. The aim is to interpret and strengthen the experience from the interviewee, so the stories will be logical in interpretative.  Until now, Indonesia does not have a standard concept and method in handling returnees yet. Based on FTF Task Force's data from 2014 to 2019, there are 126 people were returned to Indonesia from Syria/Iraq/Philippines. Militant motivation to back to Indonesia has affected national security. When individuals or groups return to Indonesia, some of them still radical or will be radicalizing. A hard approach is a way to deal with this extraordinary crime, but the militants are increasingly immune. This will be maximum if juxtaposed with a soft approach that collaborates with a peaceful perspective to deal with the roots. Peacemaking criminology is proposed as a method for handling returnees due to this approach put forward six main concepts, non-violence, social justice, inclusion, correct means, ascertainable criteria, and the categorical imperative. The results of this conception will result in an alternative model of handling returnees by promoting humanism, human rights, mediation, optimizing the processes of understanding, dialogue, and participation which expected to make returnees become a radical and spread the radicalization. "
Depok: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Tornagogo
"ABSTRAK
Melihat kondisi Ambon pasca konflik, yang antara lain ditandai dengan lemahnya kebijakan manajemen pelayanan publik; masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik; pertumbuhan ekonomi yang belum merata; dinamika ketenagakerjaan, bursa tenaga kerja yang belum memadai; belum tuntasnya penanganan pengungsi; lemahnya proses penegakan hukum menyangkut hak-hak perdata pengungsi; masih kentalnya kondisi segregasi sosial berdasarkan garis agama; penataan kota dan pedagang kaki lima yang masih semerawut; perebutan lahan proyek yang masih tinggi; serta lemahnya akses publik terhadap kontrol pengelolaan sumber daya alam, menunjukkan bahwa penanganan konflik Ambon memang tidak berorientasi pada rekonstruksi modal sosial. Penanganan konflik yang berorientasi pada rekonstruksi modal sosial mencerminkan pada tujuan untuk kerjasama yang muncul dalam struktur sosial, norma-norma, dan otoritas dengan aturan yang diakui umum. Kondisi yang demikian berasal dari hubungan antara anggota unit sosial dan dengan demikian, eksistensinya muncul dalam tindakan nyata.
Modal sosial dalam perspektif ini adalah fungsi dari totalitas hubungan horizontal dan vertikal, formal dan informal dan jaringan dalam suatu unit sosial tertentu (kerangka kerja makro). Modal sosial dapat diakumulasikan pada tingkat yang berbeda dan dalam berbagai bentuk. Efek positif pada masyarakat hanya dapat dicapai jika tingkat mikro, meso dan makro terjadi dalam interaksi yang dinamis dan koheren, serta lingkup yang cocok.
Membangun struktur pada meso dan tingkat makro adalah tindakan yang diperlukan dalam proses rekonstruksi, tetapi tidak bisa sukses jika tidak memiliki dasar yang stabil dari tingkat mikro masing-masing pihak yang berkonflik. Tingkat mikro dari nilai-nilai bersama, sikap, hubungan, kepercayaan, dan lainlain tidak dapat diimpor, atau berubah seketika atau dipaksakan dari luar.
Dalam situasi pasca konflik, sangat tidak mungkin untuk merehabilitasi modal sosial yang sudah ada sebelumnya, oleh karena itu modal sosial yang baru perlu dibangun. Untuk mendukung pernyataan bahwa rekonstruksi muncul tergantung pada tingkat mikro, bukti-bukti yang menunjukkan bahwa ukuran dan kepadatan jaringan dan lembaga-lembaga sosial, dan sifat interaksi interpersonal, secara signifikan mempengaruhi efisiensi dan keberlanjutan program pembangunan. Pengaturan kelembagaan juga harus dipertimbangkan ketika merancang intervensi, upaya diarahkan untuk membantu orang tetap terhubung dengan partisipasi masyarakat, hubungan antara masyarakat sipil dan pemerintah, dan evolusi lembaga-lembaga demokratis

ABSTRAK
Observing the condition of Ambon postconflict, which characterized by weak public service management policies; the low participation in public service; uneven economic growth; dynamics of employment, the labor market has not been adequately; unresolved problems of refugees; lack of law enforcement regarding civil rights of refugees; still strong conditions of social segregation based on religion; arrangement of the city and street vendors are still not organized; land grabbing project is still high; as well as the lack of public access to natural resources management control, indicates that the Ambon conflict resolution is not oriented on the reconstruction of social capital. Handling conflict oriented social capital reconstruction reflects the purpose of the agreement emerged in the social structure, norms, and authority that are recognized by the general rule. Such conditions derived from the relationship between the members of a social unit, and thus existence appeared in the action.
Social capital in this perspective is a function of the totality of the relationship of horizontal and vertical, formal and informal, and social networks in a particular unit (macro framework). Social capital can be accumulated at different levels and in various forms. Positive effect on society can only be achieved if the level micro, meso, and macro occurs in a dynamic and coherent interactions, and the proper scope.
Build structures at meso and macro levels are necessary actions in the reconstruction process, but it can not be successful if it does not have a stable base of micro-level of each party to the conflict. Micro level of shared values, attitudes, relationships, trust, and others can not be imported or change instantly or imposed from outside.
In postconflict situations, to rehabilitate existing social capital is impossible, therefore, the new social capital needs to be built. To promote the statement that the reconstruction occurs depending on the micro level, evidence suggests that the size and density of the network, and social institutions, and the nature of interpersonal interaction, significantly affect the efficiency and sustainability of development programs. Institutional regulating should be considered when designing interventions, attempt directed to help people stay connected with community participation, the relationship between civil society and government, and the evolution of democratic institutions"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1898
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Akbar
"ABSTRAK<>br>
Perseteruan antar kelompok suporter sepak bola seringkali terjadi di dunia nyata bahkan dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi sudah mulai merambah ke media sosial. Cara-cara kekerasan yang ditempuh dalam mengatasi perseteruan ini mengakibatkan bergesernya perseteruan dari kekerasan fisik yang terjadi di dunia nyata menjadi kekerasan verbal dan ujaran kebencian yang marak di media sosial. Namun, pemanfaatan media sosial dapat diibaratkan seperti dua buah mata pisau, yaitu dapat berbentuk positif maupun negatif. Dengan memanfaatkan media sosial secara positif, penulis beranggapan bahwa perdamaian antar kelompok suporter sepak bola dapat diciptakan. Karakteristik media sosial, yang mampu menyebarkan infomasi secara luas dan cepat, dapat menjadi alternatif untuk mengatasi terjadinya perseteruan antar kelompok suporter sepak bola. Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan bahwa penggunaan peacemaking criminology identik dengan sistem peradilan pidana. Selain itu, penggunaan peacemaking criminology dapat berpengaruh pada penyelesaian konflik. Lebih spesifik, penulis akan menggabungkan pemanfaatan media sosial secara positif dengan peacemaking pyramid paradigm yang dicetuskan oleh John Fuller.

ABSTRACT<>br>
The clash between football team supporters happens in the real situation. Moreover, with the development of communication technology, the clash starts to happen on the social media. Supporters often express their loyalty by doing violence to other team supporters, especially physical violence. Nowadays, the physical violence in the real situation has turned into verbal violence and hate speech through social media. Those are the negative side of using social media for football team supporters. On the other hand, social media could give positive benefit as well, by taking advantage of its role in facilitating peace. Disseminating informations quickly and broadly is the character of social media that could be an alternative option of solution to the clash between football team supporters. Former researchers have explained that benefiting peacemaking criminology could possibly affect the resolution of the conflict in the clash. More Specifically, author would combine the advantage of benefiting both social media positively and peacemaking pyramid paradigm which thought by John Fuller."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Azlin Tauchid
"Penggusuran merupakan fenomena di perkotaan terkait pembangunan dalam upaya peningkatan kualitas kotadanmanusia. Didalam praktik penggusuran yang terjadi, seringkali penggusuran yang dilakukan berujung pada konflik dan luka sosial sehingga menimbulkan reaksi dari korban yang tergusur. CAP 16 Kampung merupakan salah satu bentuk reaksi dari korban penggusuran yang dilakukan dengan membangun koalisi diantara masyarakat dan menuntut agar diikut sertakannya masyarakat didalam penataan kota. Proses CAP 16 Kampung yang mengedepankan dialog dan partisipatif sejalan dengan penyelesaian dalam perspektif kritis, salah satunya Peacemaking Criminology. Dalam pendekatan perspektif Peacemaking Criminology, proses CAP 16 Kampung yang dilakukan pada kampung yang telah tergusur berjalan dengan lebih baik karena sudah terbangun empati di masyarakat karena adanya empati yang lahir dari proses menderita secara bersama-sama dan adanya afirmasi dari korban penggusuran atas nasib mereka. Pada kampung Muara Baru yang sekedar diwacanakan untuk digusur, proses CAP 16 Kampung belum berjalan dengan baik karena tidak adanya ancaman penggusuran yang nyata dan belum adanya afirmasi dari kampung tersebut karena belum terbentuk empati.

Eviction is phenomenon that happens in city livelihood related to city and human life development. In practice, eviction could lead to conflicts and social injury in which it causes reactions from the victims. CAP 16 Kampung is one of the reactions, in which the victims started a coalition to demand their participation in city development. CAP 16 Kampung process that involves dialogs and participatory actions are in line with Peacemaking Criminology perspective. From Peacemaking Criminology approach, CAP 16 Kampung in the evicted Kampung Akuarium fares much better due the already existing empathy and their affirmation actions about their shared fate as evicted victims. The other kampung, Kampung Muara Baru that yet tobe evicted doesnt have thesame degree of success because they didnt share the same threat as Akuarium did and there is no solid affirmation from them due the lacks of empathy being built."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T54601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifki Priohutomo Susetioputro
"Pembahasan mengenai konflik dalam suatu negara menjadi sering menjadi perhatian banyak pihak, karena dalam konflik yang terjadi selalu berkaitan dengan dua atau beberapa kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang melatarbelakangi konflik saat ini bisa berbentuk suku bangsa, agama atau kelas sosial dalam masyarakat. Bahkan isu konflik antar agama saat ini merebak di banyak negara di dunia, termasuk Indonesia yang diketahui memiliki pluralisme tinggi. Tulisan ini berusaha mencari dan menggambarkan kronologi terjadinya konflik antar agama di Indonesia. Contoh kasus yang menjadi pengamatan adalah konflik di Karubaga Tolikara, Papua. Yang menjadi fokus perhatian pada tulisaini tidak hanya kronologi terjadinya konflik, melainkan penanganan dan penyelesaian konflik yang berakhir damai. Penulisan ini merupakan tulisan dengan pendekatan kualitatif dengan menganalisis data sekunder yang berasal dari data pihak berwenang dan kutipan pemberitaan pada media massa. Tulisan ini menggunakan Teori Peacemaking criminology sebagai panduan analisis data.
Hasil dari analisis yang dilakukan terhadap data menunjukan bahwa konflik Tolikara diawali dengan diskriminasi kebijakan pemerintah daerah atas kebebasan beragama, hal ini diperparah dengan adanya provokasi pihak tertentu yang semakin memanaskan suasana, sehingga terjadi gesekan antara agama pada saat datangnya hari besar agama secara bersamaan. Penanganan yang dilakukan secara peacemaking menunjukan bahwa penciptaan perdamaian merupakan tanggung jawab semua elemen yang terkait dengan konflik yang terjadi, hal ini meliputi menumbuhkan toleransi pada masing-masing pribadi, pembuatan aturan yang jelas dari pemerintah yang menjaga kebebasan beragama dan bagaimana aparat keamanan bertindak cepat dan tepat saat adanya indikasi gesekan yang berpotensi konflik.

The discussion about conflict inside a country often become attention, it always linked with two or more "society". The ?society‟ could be in the form of etnics, religion, or social class. Even conflict issue between religions is spreading in many countries, including Indonesia, which known to have a very high pluralism. This writings try to look and describe the chronology of inter-religion conflict in Indonesia. The observed case was Karubaga Tolikara`s conflict (Papua). Main focus is not only the chronology but also the handling and the peaceful ending solution. It used qualitative approach with analyzing secondary data from authorities and news citation. It also used Peacemaking Kriminalogy Theory as a guide data analysis.
The results showed the Karubaga Tolikara`s conflict begun with discrimination from local government on liberty to have religion, exacerbated with provocation from certain people, complication came up on Holy Day which simultaneously with other religion. The peacemaking handling showed that creating tranquil situation is the responsible from every person that connected to the conflict, this includes making tolerance, making clear rule from local government to keep the freedom of religion and fast and effective response when the conflict or issue emerge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adler, Freda
London : McGraw-Hill, 1998
364 ADI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adler, Freda
New York: McGraw-Hill, 1991
364 ADL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vito, Gennaro F.
California: Wadsworth, 1994
364 Vit c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>