Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Nasution, Latif
"ABSTRAK
Kepadatan penduduk biasanya menciptakan sejumlah masalah, struktur penduduk kualitas penduduk antara lain masalah sosial, ekonomi, infra struktur kota dan lingkungan hidup. Semakin padat senakin menimbulkan masalah tersendiri baik kualitas enduduk maupun persebarannya. Persebaran yang tidak merata terkonsentrasi di Kotamadya Medan, mengakibatkan daerah perkotaan menjadi padat timbui daerah kumuh fburuk), Luas pemukiman kumuh di Medan 4.l94,07 Ha.
Pemukiman kumuh di Medan agaknya berbeda dengan kota-kota lain seperta. Jakarta, penduduk daerah kumuh Jakarta tinggal di Daerah Gubuk Liar (DGL) dan Daerah Belum Tertata (DBT), itu artinya penduduk nenggnrnp tanah bukan miliknya. Sementara di Medan khususnya penduduk pemukiman kumuh Tegal Sari I umumnya adalah pemilik tanah dan rumah yang mereka diami.
Masalah yang dihadapi penduduk pemukinan kumuh pada daerah Penelitian ada1ah.a) Penduduk yang bermukim di daaerah kumuh tercemar oleh limbah rumahtangga, kotoran , sampah dan bau b) Penduduk daérah kunuh banyak menggunakan air sumur sebagai air minum, c) Lingkungan kumuh dapat mempengaruhi kesehatan dan kualitas aif sumur.Penyakit-penyakit yang berhubungan kiman kumuh yang tidak terorganisir. Penyakit-penyakit yang banyak diderita penduduk umumnya adalah penyakit Yang berhubungan dengan air, udara dan kotoran. Berdasarkan hasil analisis risiko relatif diketahui: a) penyakit infeksi kulit, 0,69 kali lebih besar di lingkungan kumuh 8 dibandingkan dengan lingkungan baik 6, b) Penyakit ISPA 1,09 kali lebih besar di lingkungan kumuh 8 dibandingkan dengan lingkungan baik 6, c) Penyakit demam tifus 1,16 kali lebih besar di lingkungan B dibandingkan lingkungan baik 6, d) Penvakit diare 1,15 kali lebih besar di lingkungan 8 dibandingkan dengan lingkungan baik 6.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah rumahtangga, sampah, jamban dan air sumur terhadap kesehatan penduduk. Berdasarkan hasil pengamatan dan telaah pustaka yang berkaitan dengan air, pencenaran limbah rumah tangga udara dan kotoran pada daerah kumuh dapatlah disusun
hipotesis sebagai berikut :
1. Air limbah rumahtangga, jamban dan tempat pembuangan sampah yang tidak terorganisir dengan baik mempengaruhi kesehatan penduduk;
2. Sistem saluran linbah rumahtangga, tangki septik/peresapan dan tempat pembuangan sampah yang tidak diorganisir dengan baik mempengaruhi kualitas air sumur penduduk.

Population density usually creates several problems, such as social, economic, urban infra structure and environment. Increasing population density cause problems, population quality and its distribution. Unevenly
distributed population which is concentrated in municipality of Medan caused a densely populated area in the urban, a slum environment. The slum environment in Medan covers 4,194.07 Ha.
The slum environment in Medan is a bit different from those of in other city such as Jakarta. The Jakarta's people of slum environment live in
illegal area (DSL) and unmanaged area (DHT), which means that they cultivate land which is not belong to them. Meanwhile, in Medan, especially people in Tegal Sari I slum environment are owners of their land and houses.
Problems faced by people of the slum environment associated people in slum environment related to garbage, excreta, and domestic sewage, b) Many people in slum environment, used the wells water as drink water, c) It is regarded that the slum environment could influent the health condition of the people and the well's water quality. Usually water and air borne diseases that polluted by excretes, diseases suffered by the population are "related to water, air, and excreta, Based on the result relative risk analysis: a) skin infection diseases. which is 0.69 times larger in slum environment 8 than environment 6. b) Acute respiratory tract infection (ISPA) is 1.09 times larger in slum environment B than environment 6. c) Typhoid fever 1.16 times larger in slum environment B than environment 6. d)Diarrhea is 1.15 times than in slum environment B than environment 6.
The objective of this research is to identify the influence of domestic waste, garbage, closet, and wells toward the people's health. Based on the result of observation and bibliography research concerned with the water related deseases, air pollution and excreta in the slum environment, the following hyphotesis is proposed: 1. Unorganized domestic waste, closet and garbage disposal influence the population health; 2. Unorganized domestic sewage system, septic tank and garbage disposal influence the
quality of water and wells water."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haswinar Arifin
"Tesis ini mengenai kehidupan Orang miskin, khususnya tentang potensi dan kemampuan Orang miskin untuk melakukan kegiatan pemenuhan kebutuhan yang dapat meningkatkan taraf hidupnya sehingga dapat keluar dari kondisi miskinnya.
Di dalam antropologi, Oscar Lewis merupakan salah satu tokoh yang banyak mengkaji masalah kemiski.nan. Kajiannya menghasilkan konsep kebudayaan kemiskinan, yaitu suatu sistem yang terdiri dari serangkaian cara atau disai untuk hidup dan seperangkat pemenuhan terhadap masalah-masalah kehidupan dan karenanya mempunyai fungsi yang bersifat adaptif bagi pemiliknya (Lewis, 1975:392). Karena bersifat adaptif, menurut Lewis kebudayaan kemiskinan cenderung untuk dipelihara dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses sosialisasi di dalam keluarga. Walaupun bersifat adaptif untuk menghadapi kondisi kemiskinan, kebudayaan kemiskinan juga menyebabkan para pelaku yang menggunakannya sulit keluar dari kemiskinannya karena cara-cara hidup tersebut (seperti sikap fatalistik, kebiasaan berhutang, kehidupan komuniti yang tidak teratur (disorganized), misalnya) menghambat terjadinya mobilitas ekonomi di dalam kehidupan pars pemiliknya.
Walaupun demikian, pendapatya itu mendapatkan banyak kritik. Dari berbagai hasil penelitian yang mengkaji kehidupan Orang miskin di sektor informal, misalnya, dapat dilihat bahwa pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Temuan-temuan penelitian tentang kehidupan warga kota yang melakukan kegiatan ekonomi informal memperlihatkan bahwa peningkatan taraf hidup bisa terjadi walaupun tadinya mereka hidup di dalam kemiskinan yang lebih kurang sama dengan apa yang digambarkan oleh Oscar Lewis.
Pertanyaan yang ingin dijawab dalam tesis ini adalah mengapa dan bagaimana peningkatan taraf hidup itu bisa terjadi di dalam kehidupan Orang miskin ? Tesis yang dikemukakan di dalam tulisan ini adalah bahwa peningkatan taraf hidup Orang miskin merupakan suatu proses yang dimungkinkan karena di dalam dan di sekitar pemukiman kumuh terdapat peluang-peluang untuk memperoleh sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan dan mengembangkan kegiatan yang mendatangkan penghasilan. Peningkatan taraf hidup dapat dicapai oleh warga miskin yang hanya menggunakan kebudayaan kemiskinan sebagai pedoman hidup yang bersifat situasional dan yang memiliki tingkat pencapaian (creed for achievement) yang kuat untuk memperbaiki kehidupannya. Melalui keterlibatannya di dalam pranata-pranata ekonomi yang berpedoman pada kebudayaan anti kemiskinan, warga miskin yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk mempelajari cara-cara kerja yang efisien dan cara-cara mengakumulasi keuntungan untuk modal usaha, sehingga mereka mampu meningkatkan taraf hidupnya dan keluar dari kemiskinannya."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Betty Lisbet Pagawak
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas Pola Perilaku Komunitas Lokal yang berada di bantaran sungai dan
bantaran rel kereta api. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku komunitas
lokal, kondisi eksisting dan sanitasi dasar rumah yang berada di 2 (dua) daerah pemukiman
kumuh di bantaran sungai Ciliwung dan di bantaran rel kereta api Bukit Duri, Tebet.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.
Pertumbuhan penduduk dan migrasi desa - kota yang terus meningkat pada sebuah kota
memicu timbulnya arus urbanisasi yang akhirnya menimbulkan suatu permasalahan pada
sektor permukiman dan ketersediaan lahan. Keadaan tersebut memicu tumbuhnya
permukiman kumuh dan liar di bantaran sungai dan bantaran rel kereta api. Wilayah
permukiman di bantaran sungai dan rel menjadikan permasalahan tersendiri seperti banjir di
pemukiman; penggunaan sungai untuk tempat mandi cuci, buang air besar dan juga
pembuangan sampah domestik rumah tangga; pola tatanan rumah yang tidak teratur dengan
jenis bangunan yang bervariasi mulai dari gubuk dan semi permanen. Walau dengan kondisi
perumahan yang sedemikian, warga masih tetap bertahan dan tinggal di permukiman
tersebut. Hal ini disebabkan karena, banyak tersedia tempat kerja di sektor informal dekat
dengan hunian mereka dan juga mereka sering mendapatkan manfaat atau bantuan dari
kondisi kekumuhan tersebut.
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam sektor informal menciptakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan tempat tinggal. Pada penelitian ini ditemukan perbedaan pola
perilaku yang terdapat pada masing-masing lokasi berdasarkan kondisi fisik dan sanitasi.
Bantaran sungai menjadi tempat berkumpul, mengobrol serta duduk-duduk bersantai,
sedangkan kegiatan serupa tidak dapat dilakukan dengan santai oleh warga di bantaran rel
kereta api. Warga di bantaran sungai dan bantaran rel kereta api pada umumnya bekerja di sektor
informal namun warga di bantaran rel ada yang bekerja sebagai pengemis dan pemulung.
Warga di bantaran sungai Ciliwung menempati rumah permanen dan semi permanen
sementara rumah di bantaran rel kereta api pada umumnya adalah semi permanen dan gubuk.
Mereka yang tinggal dibantaran sungai dan bantaran rel kereta api umumnya menyadari dan
merasa khawatir terhadap penggusuran yang mungkin dilakukan oleh petugas Satpol PP.
Namun demikian warga yang tinggal di bantaran rel kereta api lebih siap dan mau menerima
perlakuan tersebut.
Warga di bantaran sungai Ciliwung menikmati keberadaan MCK di sungai, dan mereka
bebas melakukan interaksi sosial antara satu dengan lainnya sementara warga di bantaran rel
memanfaatkan MCK umum milik PT KAI dan milik Manajemen Pasar Pagi untuk
melakukan aktivitas serupa.
Air sungai yang mengalir dan pepohonan hijau tumbuh disekitar bantaran sungai
menimbulkan suasana yang nyaman dan santai dikalangan warga/penghuni. Sementara
kondisi di bantaran rel kereta api selalu penuh dengan kebisingan dan tidak senyaman seperti
suasana di bantaran sungai. Interaksi sosial di dibantaran rel kereta api berlangsung
seperlunya saja, kurang akrab dan tidak santai.

ABSTRACT
This thesis discusses about a daily behavior pattern of Local Community located in the banks
of the river and the bank of railway. The purpose of this study is to know behavior pattern of
the existing condition and the basic sanitary of the local community located on the bank of
river and on the bank of railway. This study uses the qualitative method. This study was
conducted in 2 (two) slum residences on the bank of Ciliwung River and on bank of railway
in Bukit Duri Tebet.
The growth of population and rural ? urban migration create some problems in settlement and
land availability in urban area. This condition triggered the slum and illegal settlements on
the bank of the river and on the bank of the railway. Those settlements have specific
problems such as flooding in the settlements, using river for bathing, washing, defecation and
domestic waste disposal. Though they live in that condition they can still survive because
there are many availability of informal sector workplaces close to those settlements and they
can get some benefits and funding due to that ?slummy? condition.
A series activities done in informal sector creates interaction with their settlement
environment. This study found that there are some differences of behavior pattern between
those two locations based on physical condition and sanitary condition. The bank of the river
becomes the place for talking, sitting and resting among community, while the community in
the banks of railway do those similar activities just for necesarry situation because they
should aware for almost every five minutes due to the train traffic and its noise. The
community in the bank of railway also should aware of the eviction by Satpol PP (the city
police). The community in the bank of the river has permanent and semi permanent houses
while the community the banks of railway generally live in semi permanent houses and huts. The community in the banks of the river and railway generally work in informal sector but
some of the community in the banks of railway work as beggars and scavengers. Regarding
activities of MCK (Bathing, Washing, and Defecation) the community in the river prefer to
use the river of Ciliwung, because they can use it for social interactions among them while
the citizen the bank of railway prefer to use railway and some public MCKs belongs to PT
KAI and the Morning Marjet Management.
The atmosphere along the river which is shown by the flowing water and trees around it
poses a comfortable and relaxed situation for interaction among the community while the
conditions on the banks of the railway is always full of noise and not as comfortable as on the
banks of the river. Furthermore the community on the banks of railway should stay alert for
the possibility of eviction by the local government., This thesis discusses about a daily behavior pattern of Local Community located in the banks
of the river and the bank of railway. The purpose of this study is to know behavior pattern of
the existing condition and the basic sanitary of the local community located on the bank of
river and on the bank of railway. This study uses the qualitative method. This study was
conducted in 2 (two) slum residences on the bank of Ciliwung River and on bank of railway
in Bukit Duri Tebet.
The growth of population and rural – urban migration create some problems in settlement and
land availability in urban area. This condition triggered the slum and illegal settlements on
the bank of the river and on the bank of the railway. Those settlements have specific
problems such as flooding in the settlements, using river for bathing, washing, defecation and
domestic waste disposal. Though they live in that condition they can still survive because
there are many availability of informal sector workplaces close to those settlements and they
can get some benefits and funding due to that “slummy” condition.
A series activities done in informal sector creates interaction with their settlement
environment. This study found that there are some differences of behavior pattern between
those two locations based on physical condition and sanitary condition. The bank of the river
becomes the place for talking, sitting and resting among community, while the community in
the banks of railway do those similar activities just for necesarry situation because they
should aware for almost every five minutes due to the train traffic and its noise. The
community in the bank of railway also should aware of the eviction by Satpol PP (the city
police). The community in the bank of the river has permanent and semi permanent houses
while the community the banks of railway generally live in semi permanent houses and huts. The community in the banks of the river and railway generally work in informal sector but
some of the community in the banks of railway work as beggars and scavengers. Regarding
activities of MCK (Bathing, Washing, and Defecation) the community in the river prefer to
use the river of Ciliwung, because they can use it for social interactions among them while
the citizen the bank of railway prefer to use railway and some public MCKs belongs to PT
KAI and the Morning Marjet Management.
The atmosphere along the river which is shown by the flowing water and trees around it
poses a comfortable and relaxed situation for interaction among the community while the
conditions on the banks of the railway is always full of noise and not as comfortable as on the
banks of the river. Furthermore the community on the banks of railway should stay alert for
the possibility of eviction by the local government.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahru Banu
"Dalam usaha menyelesaikan masalah permukiman kumuh, Dinas Perumahan DKI Jakarta menggunakan pendekatan pembangunan yang bertumpu pada komunitas. Pendekatan tersebut dilakukan dengan melakukan perbaikan permukiman kumuh dalam skala lokal dengan melibatkan anggota komunitas dalam prosesnya. Pendekatan tersebut meningkatkan potensi masyarakat untuk mencapai lingkungan permukiman berkelanjutan yang dikelola oleh warganya sendiri. Tugu Selatan merupakan salah satu kawasan yang menjadi target dan telah mengalami perbaikan permukiman sejak tahun 2006.
Skripsi ini mengungkap realisasi pelaksanaan perbaikan permukiman di Tugu Selatan dengan berlandaskan rangkaian konsep pendekatan yang bertumpu pada komunitas, dan menganalisis kesesuaian antara wacana pembangunan yang bertumpu pada komunitas dan pelaksanaannya dalam menyelesaikan masalah permukiman kumuh. Melalui partisipasi masyarakat, skripsi ini mengidentifikasi masih adanya jurang antara wacana dan pelaksanaan tersebut. Dengan demikian, skripsi ini menghasilkan gagasan yang dapat dikembangkan dalam dunia Arsitektur dan Desain Lingkungan dalam menjembatani wacana dan pelaksanaan sebuah gagasan atau konsep melalui rancangan.

In an effort to solve the problem of slums, Housing Authority of DKI Jakarta employed community-based development as an approach. The approach was done by improving the slums area in local scale by involving community members in the process. The approach increases the potential of the society to achieve sustainable settlements that are managed by its own people. Tugu Selatan is one of the areas that is targeted and have experienced the improvement program since 2006.
This thesis reveals the practice of the settlement improvement in Tugu Selatan based upon a series of concepts of community-based approach. It analyzes the suitability between the theory of community-based development and its practice in solving the problem of slums. By employing participatory approach, it identifies the persistence of the gap between the theory and the practice. Thus, this thesis generates ideas that can be developed in the world of Architecture and Environmental Design in bridging the theory and practice of an idea or concept through design.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S52272
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhidayat Nugroho
"ABSTRAK
Perkembangan kota di Jakarta semakin lama semakin tidak terkendali. Penduduk yang semakin padat menyebabkan kebutuhan rumah tinggal semakin meningkat. Hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan tanah untuk membangun unit hunian sehingga menyebabkan permasalahan perkotaan seperti munculnya permukiman kumuh, permukiman kampung kota dan perkembangan kota yang tidak sesuai masterplan kota. Pemerintah dan pakar perkotaan mempunyai solusi mengatasi masalah perkotaan tersebut dengan cara membangun bangunan vertikal dalam bentuk rumah susun dan kampung vertikal. Skripsi ini membahas apakah kampung vertikal dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan perkotaan di Jakarta terutama dalam konteks relokasi kampung kota. Hasil observasi didapatkan bahwa kampung vertikal dapat dijadikan alternatif relokasi kampung kota jika pemerintah memperhatikan aspek arsitektural dan non-arsitektural dalam perancangan kampung vertikal secara seimbang dan beriringan.

ABSTRAK
The development of the city in Jakarta was increasingly uncontrollable. The population which is progressively crowded lead to an increasing needs of residential houses. It is not commensurate with the availability of land to build residential units, so that causing urban problems, such as the appearance of slums, kampung kota settlement, and the development of the city that do not appropriate with the masterplan of the city. The government and the urban experts have a solution to overcome this problems by constructing urban vertical building in the forms of flats and vertical kampong. This study aims to discuss whether vertical kampong can be an alternative solution to exceed urban problems in Jakarta, especially in the context of the relocation of the kampung kota. The observation result shows that vertical kampong relocation can be an alternative if the government notices the architectural and non-architectural aspects in design of a vertical kampong in balance and concomitantly.
"
2016
S64183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Yulia Iriani
"Perkembangan Kota Semarang sebagai kota metropolitan, memiliki luas wilayah 373,67 km2, dengan kualitas infrastruktur perkotaan yang semakin baik menjadi daya tarik urbanisasi timbulnya kawasan kampung kota hingga meliputi 42 titik. Kondisi ini memerlukan penanganan dari berbagai sektor diantaranya aspek perizinan. Permasalahan perizinan disebabkan oleh birokrasi, waktu penyelesaian dan biaya yang murah. Adapun permasalahan kawasan kumuh karena faktor pertambahan penduduk dan urbanisasi akibat migran ke kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, juga pembiaran dari pemerintah daerah akibat pengendalian bidang perizinan masih kurang teraplikasikan dengan baik. Metode penelitian secara deskriptif, analisis
kualitatif melalui pendekatan metode yuridis empirik atau sociolegal, yaitu kajian peraturan dan kebijakan yang berhubungan dengan reformasi perizinan dalam bentuk pelayanan melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), meliputi 23 jenis. Dampak penerapan reformasi perizinan 68% berpengaruh terhadap pengendalian permukiman kumuh, hal ini dibuktikan dengan penertiban yang dilaksanakan pemerintah Kota Semarang dalam mendukung program pemerintah melalui ketegasan Penertiban bangunan liar, sehingga lokasi kumuh kondisi tahun 2015 berkurang 14% menjadi 28 titik kekumuhan."
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum , 2017
690 MBA 52:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Laily Kurniasari
"ABSTRAK
Peningkatan penduduk kota telah menimbulkan berbagai dampak. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya permintaan rumah layak huni, namun peningkatan ini tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah lahan di kota. Keterbatasan lahan di kota mengakibatkan harga lahan menjadi tinggi dan tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Mereka menempati lahan dengan peruntukan bukan untuk permukiman seperti bantaran sungai, rel kereta api dan mengakibatkan kekumuhan pada kawasan perkotaan. Kondisi kumuh terjadi di Kelurahan Kotabaru Kota Serang. Berbagai upaya penanganan permukiman kumuh telah lama dilakukan, namun kenyataannya secara keseluruhan program penanganan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan hasilnya belum menunjukkan perubahan yang signifikan dalam membantu penataan dan perbaikan permukiman kumuh. Untuk mengetahui penanganan permukiman kumuh yang tepat maka perlu dilakukan identifikasi tingkat kekumuhan berdasarkan karakteristik lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakatnya; menganalisis tingkat partisipasi masyarakat; dan menyusun konsep penanganan permukiman kumuh dengan pendekatan partisipasi masyarakat.Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode campuran untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa strata kekumuhan di permukiman Kotabaru terdiri dari kumuh sedang RW 1 dan RW 2 dan kumuh berat RW 3 dan RW 5 . Partisipasi masyarakat di Kelurahan Kotabaru pada tingkatan sedang dan rendah. Tingkat partisipasi rendah yaitu di RW 5 dan tingkat partisipasi sedang di RW 1,2, dan 3. Tingkat kekumuhan yang berbeda membutuhkan penanganan yang berbeda pula, untuk wilayah kumuh sedang, penanganan melalui peremajaan dengan land sharing. Untuk wilayah kumuh berat penanganan melalui pembangunan rumah susun.

ABSTRACT
The increase in the urban population has led to various impacts. One consequence is the increasing demand for appropriate housing, but this increase is not offset by an increase in the amount of land in the city. Limitations of land in the city resulted in land prices high and not affordable by low income people. They occupied the land with the designation not to settlements such as riverbanks, railroad tracks and lead to slums in urban areas. Rundown condition occurs in Sub Kotabaru city of Serang. Various efforts to address the slum has long been done, but in fact the overall program management of slums that have been implemented the results have not shown significant changes in assisting the structuring and slum upgrading. To determine the proper handling of slums it is necessary to identify the level of squalor by environmental characteristics, economic, and social communities analyze the level of public participation and draft handling of slums with community participation approach. This study used a qualitative approach with a mix of methods to collect qualitative and quantitative data. The results of the study explained that the strata of untidiness in Kotabaru consists of slum settlements being RW 1 and RW 2 and seedy weight RW 3 and RW 5 . Community participation in the Village Kotabaru in moderate and low. The participation rate is low on RW 5 and RW participation rate was at 1, 2, and 3. squalor different level requires different handling, anyway, to the slums being, handling through rejuvenation with land sharing. To the slums of heavy handling through the construction of flats. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Munhaji
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>