Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margareth Mutiara Tri Jojor
"ABSTRAK
Perjanjian perkawinan harus dicatatkan dalam Akta Perkawinan. Namun, terdapat
beberapa pihak yang terlambat mendaftarkannya. Skripsi ini membahas Penetapan
Nomor 52/Pdt.P/2011/PN.Ska. yang dalam pertimbangannya tertulis bahwa
kelalaian pendaftaran Perjanjian Perkawinan menyebabkan perkawinan antara
Budi Santoso dan Lily Tjokrosusantodianggap tanpa adanya Perjanjian
Perkawinan. Dengan metode deskriptif analitis, aturan mengenai Perjanjian
Perkawinan ditinjau untuk mengetahui status kepemilikan harta bersama yang
diperoleh sebelum Perjanjian Perkawinan dianggap berlaku berdasarkan
Penetapan itu. Dari penelitian ini disimpukan bahwa Perjanjian Perkawinan diatur
dalam Pasal 139 – 179 KUH Perdata dan Pasal 29 UU Nomor 1 Tahun 1974 dan
status kepemilikan harta bersama milik Budi dan Lily mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku bukan pada Akta Perjanjian Perkawinan No. 1.

ABSTRACT
Prenuptial Agreement must be registered in the Deed of Marriage. However,there
are several parties who are late to register it. This thesis discussed the Court
OrderNumber 52/Pdt. P/2011/PN.Skawhich in its judgment states that the
negligence in registration led to the absence of the Prenuptial Agreement in the
marriage between Budi Santoso and Lily Tjokrosusanto. With the descriptive
research analytical methods, rules about Prenuptial Agreement is reviewed to find
out the status of the possesion of marital community of property acquired before
the Prenuptial Agreement is considered valid upon the Court OrderNumber
52/Pdt. P/2011/PN.Ska. From this research, it can be concluded that Prenuptial
Agreementis regulated in Article 139 up to Article 179 of the Civil Code and
Article 29 Law Number 1 of 1974 and the status of marital communityof property
is based on the regulations instead of the Deed of Prenuptial Agreement Number
1."
Universitas Indonesia, 2014
S54982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boby Rachman Gumay
"Perkawinan menurut KUHPerdata hanya dipandang dari segi keperdataannya saja. Berbeda dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang memandang perkawinan dari ikatan lahir batin, yang tidak hanya mencakup ikatan secara fisik dan batiniyah, namun juga ikatan dalam harta benda. Terkait ikatan harta benda tersebut, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengatur bahwa diperbolehkannya suami istri untuk membuat perjanjian perkawinan atas harta benda dalam perkawinan. Sehingga, apabila terjadi perceraian, maka perjanjian perkawinan yang telah dibuat akan berdampak pada perikatan yang timbul dari perjanjian tersebut mengenai pembagian harta benda perkawinan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, tulisan dalam skripsi ini menunjukkan adanya prosedur pembuatan dan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian perkawinan yang terlebih dahulu harus dilakukan oleh suami istri; dan implikasi terhadap perjanjian perkawinan terhadap harta benda perkawinan apabila terjadi perceraian adalah telah memiliki kedudukan hukum selama perjanjian tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Sebagai contoh, mereka dapat mengadakan pisah harta sama sekali, pisah harta secara terbatas, pemisahan aset-aset tertentu, percampuran harta bulat, campur hasil pendapatan, persatuan untung rugi.

Marriage in accordance with The Civil Code is only being regarded in terms of civilization. Unlike The Law No. 1 of 1974 that views the marriage of the spiritual and physical bond, that includes not only physical and spiritual bonds but also the prenuptial bonds. Related to the prenuptial bonds, The Law No. 1 of 1974 regulates that husband and wife are allowed to arrange a prenuptial agreement in their marriage. Thus, in the event of divorce appears in their marriage, the prenuptial agreement that has been made will give an implication to the prenuptial in the marriage. By using normative methods, this mini thesis study shows that there are several procedures and requirements that should be conducted to make a legal prenuptial agreement; and the implication of the prenuptial agreement in the event of divorce appears is the prenuptial agreement has its own legal position in the course of the agreement?s clause is not permissible if it is prohibited by the law, or if it violates good conduct, or public order. In example, they can arrange a completely separated of assets, separately limited of assets, separation of custom assets, completely interfusion of assets, interfusion of incomes, coalition of benefits and loss"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelealu, Cinthya Melissa Vina
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Yang menjadi permasalahan adalah apakah perjanjian kawin yang tidak didaftarkan berlaku efektif kepada pihak ketiga dan bagaimanakah kedudukan harta benda dalam perkawinan tersebut apabila perjanjian kawin yang dibuat tidak didaftarkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam penulisan ini. Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dan mengikat kedua belah pihak dan calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah dalam harta perkawinan dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Tidak hanya harta perkawinan, hutang - hutang yang timbul sepanjang perkawinan juga sering dipermasalahkan apalagi jika perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga.Tentunya pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti harus dibuat dengan akta notaris dan harus didaftarkan. Undang - Undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan haruslah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Penulis dalam penulisan ini mencoba menganalisa perjanjian kawin yang tidak didaftarkan apakah dapat melindungi kepentingan pihak ketiga atau dianggap tidak berlaku sama sekali untuk pihak ketiga serta kedudukan harta benda dalam perkawinan itu sendiri apakah berlaku harta bersama atau berlaku pemisahan harta seperti yang tercantum dalam Perjanjian Perkawinan. Pihak Ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena Perjanjian Perkawinan dianggap tidak berlaku kepada pihak ketiga apabila tidak diaftarkan. Harta Benda dalam perkawinan dianggap tidak ada pemisahan harta dalam perkawinan tersebut. Pendaftaran perjanjian perkawinan dianggap syarat mutlak sehingga notaris juga bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak sebelum pembuatan perjanjian mengenai akibat - akibat yang akan timbul jika perjanjian perkawinan tidak didaftarkan. Penulis ini menyarankan agar notaris memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu kepada klien yang akan membuat perjanjian kawin.

This research talking about prenuptial agreements that not been registered. The problems are whether the unregistered prenuptial agreements can be effective to third party and how the marital property position in unregistered prenuptial agreements. Juridical normative approach was used as method in this research. Prenuptial agreements is a contract entered into prior to marriage by the people intending to marry or contract with each other. Many problems occurs in divorce events, especially about marital property and financial rights. That is why prenuptial agreements is needed, to establishes the property and financial rights of each spouse and also third party, in the event of divorce.Prenuptial agreements should be made with notary deed to be registered. According to laws, prenuptial agreements should be registered to local district court.In this research, writer want to analyze the absent of prenuptial agreements, whether it can protect the third party's interests and also determine how property is handled during marriage based on marital agreement.Third party will be disadvantaged if prenuptials agreement is not been registered because marital agreement considered not valid to third party. It also affect to marital property where it can be considered no separation of property in that marriage. Thus, prenuptial agreement is a must before marriage and notary has responsibility to explain to both parties, the result that can be happened if the prenuptial agreements not been registered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ridzka Maheswari Djasmine
"Dengan adanya pembatalan perkawinan menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana kedudukan hukum perjanjian perkawinan terhadap pembatalan perkawinan di Indonesia serta akibat yang ditimbulkan terhadap para pihak dan pihak ketiga. Akibat pembatalan perkawinan yang mengakibatkan dibatalkannya perjanjian perkawinan di antara para pihak dalam perjanjian perkawinan pisah harta sama sekali adalah harta tetap menjadi milik masing-masing, dalam perjanjian perkawinan persekutuan untung dan rugi adalah pembagian untung dan rugi di antara para pihak berakhir, sedangkan dalam perjanjian perkawinan persekutuan hasil dan pendapatan adalah pembagian untung atau hasil dan pendapatan di antara para pihak berakhir. Apabila selama perkawinan dengan perjanjian perkawinan persekutuan untung dan rugi atau perjanjian perkawinan persekutuan hasil dan pendapatan terdapat harta yang dibuat atau dibeli atas nama bersama, maka pembagiannya dibagi dua di antara para pihak sesuai kesepakatan. Pihak ketiga tidak menanggung konsekuensi dari dibatalkannya perkawinan yang turut serta membatalkan perjanjian perkawinan di antara para pihak, sehingga perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan pihak ketiga masih tetap berlaku. Terhadap harta yang dibeli atas nama bersama, setelah putusan pembatalan perkawinan dijatuhkan dengan alasan pembatalan perkawinan itu bukan karena masih ada perkawinan terdahulu (bukan karena suami melangsungkan perkawinan lagi dengan wanita lain tanpa adanya persetujuan istri atau istri-istri), sebaiknya para pihak atas kesepakatan bersama langsung menentukan siapa pihak yang akan bertanggung jawab atas harta tersebut (dijadikan harta atas nama salah satu pihak). Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak ketiga terkait siapa pihak yang harus dimintakan pertanggungjawabannya berkenaan dengan status kepemilikan harta tersebut.

With the existence of marriage annulment, it raises questions about the legal position of the prenuptial agreement on the annulment of marriage in Indonesia along with the consequences it has on the spouses and third parties involved. Consequences of the marriage annulment which results in the cancellation of the prenuptial agreement: in a full separation of property, properties remains as the property of each spouse; in a profit and loss partnership, the profit and loss sharing between the parties ends; whereas in a result and income partnership, the distribution of profits or income between the parties ends. During a marriage which has a profit and loss partnership prenuptial agreement or an income and profit partnership agreement, if there are assets made or purchased in a joint name, then the distribution is divided between the parties according to the agreement. The third party does not bear the consequences of the annulment of the marriage which also involves canceling the prenuptial agreement between the parties, so that the previously made agreement with the third party are still valid. To assets purchased in a joint name, after the court decision to annul the marriage on the grounds that it was not because there was still a previous marriage (not because the husband had remarried with another woman without the consent of the wife or the wives), it is best if the parties have a mutual agreement in regard to directly determine the party responsible for the assets (made assets on behalf of one of the parties). This aims to provide legal security to third parties regarding who the party should be held accountable for regarding the ownership status of the property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yotia Jericho Urbanus
"Penulisan ini membahas mengenai kabsahan hukum penggunaan dokumen elektronik dan video conference pada pembuatan akta perjanjian pra nikah oleh Notaris dalam masa Pandemi Covid-19. Akta perjanjian pra nikah merupakan suatu akta yang berisikan suatu perjanjian yang diadakan oleh bakal/calon suami istri dalam mengatur harta benda atau kekayaan sebagai akibat dari perkawinan yang dilaksanakan. Akta perjanjian pra nikah yang dibuat oleh Notaris merupakan suatu akta autentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa suatu akta perjanjian pra nikah dapat dikatakan sebagai suatu akta autentik apabila memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut. Adanya Pandemi Covid-19 yang memaksa setiap masyarakat untuk menjaga jarak guna mengurangi penyebaran Covid-19, menyebabkan diperlukannya suatu kunci permasalahan bagi Notaris dalam hal terhambatnya pembuatan akta autentik yang diakibatkan oleh pandemic yang sedang berlangsung. Pada awalnya penggunaan dokumen elektronik dan video conference dianggap sebagai jawaban bagi Notaris dalam hal pembuatan akta autentik khususnya akta perjanjian pra nikah pada saat Pandemi Covid-19. Namun demikian Pasal 1868 KUHPerdata menjadi penghalang bagi penggunaan dokumen elektronik dan video conference pada pembuatan akta perjanjian pra nikah oleh Notaris dalam masa Pandemi Covid-19. Hal tersebut dikarenakan konsep menghadap dengan menggunakan video conference dan dokumen elektronik tidak dapat disamakan dengan hadir secara fisik sebagaimana dijelaskan dalam pasal tersebut.

This writing discusses the validity for the use of electronic documents and video conferencing on making a pre-marriage agreement deed by a notary during the Covid-19 pandemic. The pre-marriage agreement deed is a deed that contains an agreement made by a future husband/wife in regulating property or assets as a result of the marriage being carried out. The pre-marriage agreement deed made by a notary is an authentic deed. According to Article 1868 of the Civil Code, an authentic deed is a deed made in a form determined by law or before a public official who has the authority to do so at the place where the deed was made up. This gives an indication that a pre-marriage agreement deed can be said to be an authentic deed if it meets the requirements as described in the article. The existence of the Covid-19 Pandemic which forces every community to maintain a distance to reduce the spread of Covid-19, causes the need for a key problem for Notaries in terms of obstruction in making authentic deeds caused by the ongoing pandemic. Initially, the use of electronic documents and video conferencing was considered as an answer for the notary in terms of making authentic deeds, especially the pre-marriage agreement deed during the Covid-19 Pandemic. However, Article 1868 of the Civil Code is an obstacle to the use of electronic documents and video conferencing in making pre-marriage agreement deeds by notaries during the Covid-19 pandemic. This is because the concept of being present using video conferencing and electronic documents cannot be equated with being physically present as explained in the article."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardie Hudianto
"Tesis ini membahas mengenai kesepakatan bersama (perjanjian) pra perceraian. Perjanjian ini belum diatur didalam hukum perkawinan di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menyarankan Undang-undang Perkawinan Nomor: 1 Tahun 1974 perlu di amandemen karena sudah tidak mengakomodir kepentingan masyarakat; Perlunya dibuat sebuah Memory of Understanding (MoU) antara Pemerintah (diwakili oleh Kementrian Hukum dan HAM), Ikatan Notaris Indonesia, dan Mahkamah Agung sebagai peraturan pelaksana sementara, menunggu peraturan perundang-undangan dibuat; Perlu adanya kesepahaman di kalangan Notaris terkait dengan bentuk, jenis akta, moralitas dan etik bagi Notaris yang membuat kesepakatan bersama (perjanjian) pra perceraian ini.

The focus of this study is mutual consent (agreement) pre divorce. This agreement hasn't been regulate by Indonesian matrimonial regulation. This research is explanatory prescriptive. The researcher suggest that Indonesian matrimonial regulation Number: 1 year 1974 need to be amendment because it can't accommodate the citizen stipulation; Memory of Understanding between The Government (represent by Ministry of Law and Human Rights), Indonesian Notary Organization, and The Supreme Court is needed as a transitory regulation; There is need to be an understanding in the Indonesian Notary Community regarding the outline, the type of the agreement, morality and ethical conduct of the notary that construct mutual consent (agreement) pre divorce.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yelfi Syukria
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum terhadap perjanjian kawin yang dibuat oleh pasangan suami istri dalam perkawinan ulang mereka. Perjanjian kawin selama ini dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, padahal perjanjian kawin tersebut sebenarnya memiliki banyak manfaat terutama bagi kalangan pebisnis yang punya kecendrungan memiliki banyak utang dari satu atau lebih kreditor dan bisa beresiko dipailitkan. Bentuk Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif dimana penelitian ini menelaah perjanjian kawin dan kepailitan dari sudut norma hukum tertulis atau asas-asas hukum positif. Tipologi Penelitian dari sudut tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian problem identification , dimana permasalahan yang ada diklasifikasi sehingga memudahkan dalam proses analisa dan pengambilan kesimpulan. Dalam perkembangannya, keluar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang diumumkan pada tanggal 27 Oktober 2016. Dengan adanya putusan MK ini, berarti memberi kesempatan yang sangat luas bagi pasangan suami istri yang telah menikah tanpa perjanjian kawin untuk bisa memiliki perjanjian kawin kedepannya. Oleh karena itu, tidak perlu lagi dilakukan perceraian dan perkawinan ulang seperti fenomena yang dipaparkan dalam Tesis ini sebelum keluarnya putusan MK tersebut.

ABSTRACT
This research is aimed to find out about legal implication towards prenup agreement which is made in their arranged re marriage. In our culture, prenup agreement is considered as a taboo and should not be done by couple who intended to marry, even though prenup agreement offers many advantages especially for businessman who intend to have more than one creditor while conducting their business, and increase their possibility to go default. This research is conducted in Normative approach by asses prenup agreement and insolvency from law norm perspective and principle. once it is conducted, this type of research is classified into problem identification research, where the existed problem is classified in analytical process and conclusion making. In recent development, Constitutional Court decision 69 PUU XIII 2015 which declared on 27 October 2015, gives a rather broad opportunity for the couple to create prenup agreement after they are married, something that is not allowed before this decision exist thus, made arranged re marriage preceded by arranged divorce which explained in this research, no longer necessary. "
2016
T46992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Ferissy
"Menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur bahwa perjanjian perkawinan dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan oleh pasangan calon suami isteri. Akan tetapi karena kurangnya pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai pembuatan perjanjian perkawinan, maka banyak pasangan suami isteri yang membuat perjanjian perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan dengan alasan permohonan perlindungan Hukum terhadap harta pribadi masing-masing terkait resiko tanggung jawab pekerjaan atau berakhirnya perkawinan karena suatu perceraian. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian analitis deskriptif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder, yaitu
data yang berupa studi kepustakaan dan studi terhadap penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan Hakim dalam menetapkan Penetapan Pengadilan tersebut, mengingat bahwa permohonan Penetapan perjanjian perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan bertentangan dengan ketentuan pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dari hasil penelitian ini penulis mengambil kesimpulan bahwa Pasal 29 Undang-Undang Nomor 01 Tahun 1974 adalah satu-satunya peraturan yang berlaku di Indonesia yang mengatur mengenai pembuatan perjanjian perkawinan, namun atas dasar-dasar pertimbangan hukum Hakim yang penulis uraikan dalam penelitian ini maka Hakim mengabulkan permohonan pasangan suami isteri Junaida dan Kazuo Sawachi dalam Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim.,
dan setelah tanggal ditetapkannya maka penetapan Pengadilan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam menjalankan pemisahan harta bersama di dalam perkawinan mereka

Under the terms of Article 29 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 on Marriage, it is stipulated that a prenuptial agreement shall be made on or before the performance of the marriage by the bride and groom. However, because of the lack of public knowledge regarding the creation of a prenuptial agreement, many married couples in Indonesia enter into a prenuptial agreement after the marriage takes place on the grounds of legal protection of each of their personal properties associated with occupational responsibility risks or the dissolution of a marriage by divorce. In this study, the author used the juridical normative research method with the descriptive analytical research type. The data used is secondary data, i.e. data in the form of literature studies and studies on the Court Order of the East Jakarta District Court No. 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim. This study was conducted to determine and analyze the basis of the judges' considerations in determining the aforementioned Court Oder, given that the petition of the Court Order to legitimize the prenuptial agreement after the officiation of the marriage was contrary to the provisions of Article 29, paragraph (1) of Law Number 01 Year 1974 on Marriage. From the result of this research, the author concludes that Article 29 of Law Number 1 of 1974 is the only rule in Indonesia that regulates the creation of prenuptial agreements. Nevertheless, on the grounds of the legal considerations of the judge that the author describes in this research, the judge granted the request of the couple Junaida and Kazuo Sawachi through East Jakarta District Court Order Number 2173/Pdt.P/2012/PNJkt.Tim., and after the date of its enactment, the aforementioned court order may be used as a legal basis in the dividing of the joint property in their marriage."
2016
T46468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nataya Fariza
"Membina sebuah rumah tangga memang tidak semudah membalikkan tangan, pasti selalu ada konflik yang timbul terutama masalah harta kekayaan dalam perkawinan. Apabila sebelum melangsungkan perkawinan suami isteri tidak membuat perjanjian kawin, maka harta bawaan dan harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta persatuan bulat. Kemudian selama perkawinan berlangsung, terjadi sesuatu hal misal suami boros dan berkelakukan tidak baik yang mengakibatkan harta bersama akan habis, maka isteri dapat mengajukan tuntutan pemisahan harta kekayaan ke Pengadilan Negeri, karena perjanjian kawin sudah tidak dapat lagi dibuat setelah perkawinan berlangsung. Dari keadaan tersebut di atas, maka yang jadi permasalahan penelitian ini yaitu bagaimanakah akibat hukum dari pemisahan harta kekayaan yang dilakukan berdasarkan perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dan bagaimana secara yuridis pertimbangan Hakim mengenai pemisahan harta kekayaan dalam perkawinan sebagaimana ternyata dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2901 K/Pdt/2012 tanggal 9 Desember 2013. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana penulis dalam meneliti mengacu pada aturanaturan hukum yang ada. Maka ditemukan jawabannya bahwa akibat hukum yang timbul sebagaimana ternyata dalam kasus yang diteliti yaitu tidak dapat diadakan pemisahan karena isteri tidak memenuhi Pasal 186 BW, sehingga objek sengketa tetap menjadi harta bersama suami dan isteri. Untuk perjanjian pisah harta yang telah dibuat dihadapan Notaris menjadi batal demi hukum karena mengandung cacat yuridis dan bertentangan dengan undang-undang. Dan Putusan Mahkamah Agung sudah tepat dan telah sesuai dengan Pasal 119 BW, karena antara suami dan isteri tersebut tetap terjadi persatuan harta bulat. Sedangkan penerapan Pasal 29 ayat (4) Undang-undang Perkawinan dalam pertimbangan Hakim dianggap kurang tepat karena tidak terjadi perubahan perjanjian kawin.

Fostering a household is not as easy as turning the hand, there is always a conflict triggered by wealth in marriage. If spouse did not make a prenuptial agreement, separation asset and any asset they acquire during the course of their marriage would be community asset. Furthermore, during the marriage takes place, if there is something happen e.g. the husband is extravagant and does not have good manner which is caused community asset would be lost, the wife could propose a claim for asset separation to District Court, because prenuptial agreement could no longer be made after marriage took place. According to that circumstances, the consent of this research is how the legal consequences of the assets separation that is performed by prenuptial agreement made after marriage and how the juridical considerations of the Judge regarding separation assets in marriage, as it turns out in the Supreme Court Verdict No. 2901 K / Pdt / 2012 dated December 9, 2013. By using a normative juridical research method, the author in researching refers to rules of existing law. Then found the answer that the legal consequences arising in this case study that the separation cannot be held because the wife does not comply with Article 186 BW, then the object of dispute remain the property of the husband and wife. And the prenuptial agreement that has been made before a Notary cancelled and void because of flawed juridical and contrary to law. And Supreme Court decisions were appropriate and in accordance with Article 119 of the BW, as between husband and wife are still having community assets. While the application of Article 29 paragraph (4) of the Law of Marriage in consideration of Judges considered less appropriate because there is no change in prenuptial agreement."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochilla Shakina
"ABSTRAK
Perjanjian kawin merupakan perjanjian yang dilakukan oleh calon suami dan calon isteri sebelum melangsungkan perkawinan.Substansi dari perjanjian perkawinan salah satunya dapat berupapengaturan harta perkawinan.Perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Pernikahan. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana ketentuan mengenai perjanjian perkawinan menurut peraturan perundang-undangan serta bagaimana penyelesaian sengketa harta benda perkawinan yang memakai nama bersama yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1358K/Pdt/2012 . Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam ketentuan perundang-undangan tidak diatur secara rinci tentang definisi dan isi mengenai perjanjian kawin. Ketentuan perundang-undangan yang berisi tentang perjanjian kawin terdapat dalam Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam sengketa harta perkawinan yang memakai nama bersama yang berkaitan dengan perjanjian kawin tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan bahwa Saudari Budiati sebagai pihak yang berhak atas harta benda objek sengketa karena Saudari Budiati dapat menunjukkan bahwa seluruh harta benda objek sengketa adalah hasil pembeliannya. Namun seharusnya Saudara Ruddy Tri Santoso juga berhak atas seluruh harta benda objek sengketa karena nama Saudara Ruddy Tri Santoso tercantum di dalam bukti kepemilikan seluruh harta benda objek sengketa. Kata Kunci : perjanjian kawin, harta perkawinan, nama bersama.

ABSTRACT
Prenuptial agreement is an agreement made by a prospective husband and a future wife before marriage. The substance of the prenuptial agreement may be the arrangement of marriage property. The prenuptial agreement is made in writing and authorized by the Registrar. The issues discussed are how the provisions concerning prenuptial agreement under the laws and regulations on how to settle dispute on joint matrimony that use share name in connection with a prenuptial agreement analysis of Supreme Court Decision Number 1358K Pdt 2012 . This research is a normative juridical research with analytical descriptive research type. Based on the results of the study can be concluded that in the provisions of legislation is not regulated in detail about the definition and contents of the prenuptial agreement. The provisions of legislation containing the marriage agreement are contained in Article 139 of the Civil Code and Article 29 of Act Number 1 1974 regarding Marriage. In a dispute on joint matrimony that use share name in connection with a prenuptial agreement the Supreme Court of Justice of the Republic of Indonesia declares that Budiati as the party entitled to the property of the disputed object because Budiati can show that all property of the disputed object is the result of her purchase. However, Ruddy Tri Santoso should also be entitled to the entire property of the disputed object because the name of Ruddy Tri Santoso is contained in the proof of ownership of all objects of disputed property. Keywords Prenuptial agreement, joint matrimony, share name. "
2018
T49699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>