Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
JSEPU 2:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menerapkan program/instrumen dari Kemenrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal di daerah miskin yang belum bisa berjalan adalah belum terbentuknya dan belum berperannya kelembagaan masyarakat dalam hal ini KPP-SB yang dibentuk dari Organusasu Masyarakat Stemepat yang mana kelembagaan ini sangat mendukung pembangunan daerah baik di bidang ekonomi, infrastruktur, untuk itu perlu adanya partisipasi masyarakat pada proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi."
360 JHMTS 1:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tunas Dwidharto
"Wawasan Nusantara pada awalnya merupakan konsep hukum laut tentang wilayah perairan negara Republik Indonesia yang pada intinya menetapkan keutuhan wilayah territorial sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara pulau-pulau dan perairan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam perkembangan politik ketatanegaraan konsep Wawasan Nusantara berkembang secara luas sebagai nilai doktrin dan dijadikan Wawasan Nasional sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenal diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam berbagai aspek penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna memenuhi kesejahteraan dan keamanannya.
Secara Yuridis dan Ketatanegaraan Wawasan Nusantara telah ditetapkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1973 dan berlanjut pada GBHN 1998, ditegaskan bahwa Wawasan Nusantara sebagai wawasan dalam pencapaian, tujuan pembangunan nasional mencakup : perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial budaya, satu kesatuan ekonomi dan satu kesatuan pertahanan keamanan.
Oleh karena itu, Wawasan Nusantara perlu diimplementasi dalam sistem pemerintahan dengan memperhatikan aspirasi dan perkembangan politik, paradigma desentralisasi, demokratisasi serta keadilan sosial yang menjadi tuntutan rakyat diberbagai bidang kehidupan, termasuk dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang desentralisasi dengan otonomi yang luas dan nyata kepada daerah.
Selama kurun waktu diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah pelaksanaan Otonomi Daerah tidak berjalan seperti yang diharapkan di daerah dan lebih bersifat sentralistik daripada desentralisasi, serta membatasi demokratisasi di daerah karena kuatnya pengaruh (dominasi) pusat terhadap daerah sehingga menimbulkan ketergantungan daerah terhadap pusat dan terjadi hubungan pemerintah yang tidak kondusif terutama dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah secara proporsional dan adil.
Untuk mendorong daerah lebih mampu dan mandiri sebenarnya telah diambil kebijakan dengan penetapan model percontohan otonomi daerah yang semula diharapkan mempunyai "Spin of Effects" yang dapat dikembangkan keberhasilannya sesuai dengan kondisi dan karakteristik alamiah dan sosial daerah. Namun kebijakan pemerintah ini tidak berjalan dengan baik karena tidak didukung "Political Will" dan komitmen yang kuat dan Pemerintah Pusat.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi arus balik pemerintahan sesuai era desentralisasi, maka Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kota I Kabupaten harus melakukan Reformasi dibidang kelembagaan dengan melakukan Restrukturisasi, Reorganisasi dan Refungsionalisasi Pemerintahan Daerah.
Dalam penelitian ini akan diteliti persoalan implementasi Wawasan Nusantara dalam pelaksanaan otonomi derah terutama mengenai pembangunan lembaga pemerintah daerah Kabupaten Banyumas pada waktu berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hubungan pusat dan daerah serta penerapan Wawasan Nusantara dalam pembangunan lembaga di era Reformasi dengan pendekatan yang komprehensip atau pendekatan Ketahanan Nasional (Asta Gatra) dengan mengkaji aspek-aspek alamiah dan sosial serta lingkungan Strategi yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah.
Metode penelitian dalam penulisan tesis ini adalah metode kualitatif dengan melakukan wawancara dengan pejabat ditingkat pusat, provinsi dan Kabupaten Banyumas yang sangat berkompeten dengan pengambilan kebijakan dalam pembangunan lembaga, pengamatan di lapangan (observasi) dengan didukung Study Kepustakaan dan peraturan perundangan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa meskipun Wawasan Nusantara telah dijadikan Wawasan Nasional sebagai Wawasan dalam pencapaian tujuan pembangunan sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial budaya dan satu kesatuan pertahanan keamanan belum sepenuhnya diimplementasikan dalam kebijakan pemerintahan daerah terutama dalam pembangunan lembaga yang harus memberikan peluang, dorongan, kreativitas dan partisipasi masyarakat di Kabupaten, meskipun secara Implicit penerapan Wawasan Nusantara telah sebagian dilaksanakan dengan mengedepankan wacana kesatuan dan persatuan dalam pengambilan keputusan atau penerapan kebijakan pemerintah.
Dengan analisis atau pendekatan aspek alamiah (Tri Gatra) dan aspek sosial (Panca Gatra) memperlihatkan bahwa pelaksanaan otonomi daerah pada Kabupaten sangat strategic dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju penguatan kondisi Kabupaten Banyumas.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten merupakan Reformasi dan pemberdayaan kelembagaan (organisasi) pemerintah daerah sebagai alat dan wadah untuk menggerakkan pemerintahan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan demokratisasi dan keadilan sesuai aspirasi masyarakat daerah. Dilain pihak dengan pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan nyata dengan pemberian kewenanganlurusan kepada Kabupaten Banyumas membawa implikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggungjawab, pembiayaan (anggaran) dalam rangka pemberian pelayanan dan tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin besar.
Selanjutnya untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten diperiukan persamaan persepsi dari aparatur pemerintah pusat dan daerah dengan dilandasi komitmen dan kemauan politik yang kuat (Political Will) sekaligus, mengantisipasi dan merespon tuntutan dan dinamika pembangunan dan aspirasi rakyat yang terus berkembang.
Wawasan nusantara sebagai dokrin, nilai dan pedoman dalam implementasi sistem pemerintahan dan otonomi daerah sebagai sub sistemnya hendaknya selalu diaktualisasikan sesuai dengan dinamika dan peradigma dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan karakteristik bangsa Indonesia yang bersifat majemuk dengan mengakui Kebhineka Tunggal Ikaan bangsa Indonesia tidak bersifat seragam (Uniform) tetapi mengedepankan kesatuan (unity), untuk mencapai tujuan kesejallteraan dan keamanan yang pada gilirannya memperkuat ketahanan daerah, regional dan nasional dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T1517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Akil Fariabi
"ABSTRAK
Pada bulan september 2015, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XII
yang mana salah satu poin kebijakannya mengatur terkait dengan deregulasi 28 peraturan
yang disesuaikan dalam rangka meningkatkan kualitas koperasi dan UMKM. Dari 28
peraturan menteri dirampingkan menjadi 16 permen yang salah satunya ialah Peraturan
Menteri No. 10 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Koperasi. Peraturan ini terbit demi
terciptanya kepastian hukum, tertib administrasi, penguatan peran notaris, penggunaan media
elektronik, serta penarikan wewenang pengesahan, perubahan, serta pembubaran koperasi
oleh kementerian. Disatu sisi terbitnya peraturan ini memberikan kemudahan terhadap
koperasi dengan sistem Online serta memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha
koperasi seperti diperjelasnya terkait dengan ketentuan jangka waktu dalam beberapa
rumusan pasal yang ada. Namun disisi lain, Terdapat pasal yang bertentangan dengan
ketentuan diatasnya, pengaturan yang tidak jelas, serta beban pelaku usaha bertambah dengan
diharuskannya mempersiapkan SDM yang memahami ITE. Penelitian ini bersifat yuridis
normatif, melalui wawancara kepada informan dan studi dokumen untuk dapat memberikan
gambaran terhadap permasalahan yang diteliti.

ABSTRACT
In september 2015, the government enacted the Economic Policy Package Volume XII in
which one of the policy points regulate related to the deregulation of the 28 rules which are
adjusted in order to improve the quality of cooperatives and small medium entreprises. From
28 ministerial regulations were trimmed to 16 ministerial regulations. Which one of the
deregulated regulation is regarding the cooperative institutions. This regulation is published
in order to create legal certainty, good administration, strengthening the role of the notary, the
use of electronic media, as well as the withdrawal of approval authority, changes, and
dissolution of the cooperative by the ministry. The publication of this regulation provide
convenience to the cooperative with Online systems and providing legal certainty for
cooperative businesses such as clarity regarding provisions period in some of the formulation
of the articles. On the other hand, there are several articles that are contrary to the provisions
above, the regulation is not clear, and the burden of cooperative businesses is increased by
the must to understand regarding information and electronic transaction. This research is
normative juridical research, through interviews with informants and document to provide a
picture of the problems researched."
2017
S65984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenandar S. Soeparno
"Sebagai akibat Krisis Moneter yang terjadi dibeberapa negara tetangga telah mengakibatkan terjadinya Krisis Ekonomi di Indonesia yang berkepanjangan serta telah berlangsung lebih dari dua tahun. Dampak krisis ekonomi telah mengakibatkan terjadinya kebangkrutan pada sejumlah perusahaan di Indonesia.
Pada hakekatnya perusahaan adalah sebuah organisasi menjalankan aktivitas usahanya untuk mendapatkan penghasilan guna kepentingan dan existensi seluruh anggotanya (baik pemegang saham, karyawan serta lingkungan dimana perusahaan tersebut berada), oleh karena itu bagaimanapun beratnya, harus diusahakan agar perusahaan harus tetap survive.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengamati dan melakukan analisis terhadap langkah yang dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang jasa rekayasa dan konstruksi dalam upayanya keluar dari situasi krisis yang melanda perusahaan sebagai akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Fokus penelitian diarahkan kepada kinerja keuangan dan non keuangan perusahaan dengan memanfaatkan data yang diperoleh melalui serangkaian observasi lapangan, wawancara serta pengumpulan data primer perusahaan. Untuk melakukan analisis terhadap upaya strategis yang dilakukan perusahaan terhadap pinjaman dipergunakan teori Restrukturisasi Pinjaman sedangkan untuk kinerja keuangan perusahaan mempergunakan metode Rational Goal Model dengan analisis rasio. Selanjutnya untuk menganalisis kinerja non keuangan perusahaan menggunakan pendekatan Balance Score Card.
Dari hasil penelitian terhadap seluruh upaya perusahaan bisa disimpulkan bahwa upaya mengatasi keadaan krisis dengan melakukan efisiensi biaya serta mencari alternatif pendapatan, bisa dianggap cukup berhasil terbukti perusahaan tetap eksis, serta membaiknya kondisi keuangan perusahaan. Justru pada masa krisis perusahaan bisa melakukan tindakan-tindakan perbaikan.
Sekalipun demikian dilihat dari kinerja perusahaan secara keseluruhan terbukti semua hal yang telah dilakukan perusahaan dimasa lalu masih perlu dilakukan penyempumaan agar mencapai kinerja perusahaan yang lebih baik. Hal ini tercermin dan hasil penelitian terhadap kinerja perusahaan dengan metode Balance Score Card sekalipun berhasil mendapatkan skor keseluruhan 69 ( enam puluh sembilan ) tingkat kualifikasi perusahaan "baik" tetapi tetap harus ditingkatkan.
Suatu hal yang harus dilakukan perusahaan di masa depan adalah melakukan perbaikan internal dengan meningkatkan kompetensi melalui proses pendidikan dan latihan, mempertahankan hubungan dengan pelanggan maupun pemasok dan secara bertahap memperbaiki struktur keuangan perusahaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Thomas Sunaryo
"Setiap bangsa dan negara, termasuk bangsa Indonesia, mempunyai cita-cita untuk mencapai tujuan nasionalnya. Upaya untuk mencapai tujuan nasional itu selalu terkait dengan aspek kesejahteraan dan keamanan. Di Indonesia, upaya untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945, dilaksanakan melalui pembangunan nasional secara terus menerus, menyeluruh, terarah dan terpadu, bertahap serta berencana.
Disadari bahwa pembangunan nasional, disamping telah menghasilkan kemajuan di berbagai sektor kehidupan masyarakat, juga membawa dampak ikutan antara lain semakin kompleks dan beragamnya masalah dan bentuk kejahatan, yang pada gilirannya apabila tidak ditangani secara baik akan menghambat pembangunan itu sendiri, dan melemahkan ketahanan nasional.
Sebagai negara berdasarkan hukum (rechtsstaat), salah satu upaya yang dilakukan oleh negara untuk mencegah dan menanggulangi kriminalitas, lebih jauh untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, adalah membina para pelanggar hokum yang oleh pengadilan dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara, di Lembaga Pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan narapidana yang berlaku dewasa ini, secara konsepsual dan historis sangatlah berbeda dengan apa yang berlaku dalam sistem kepenjaraan dimasa lampau yang tujuannya adalah penjeraan atau pembalasan terhadap para pelaku tindak pidana.
Dalam sistem pemasyarakatan, penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan. Tujuan itu telah berkembang menjadi perlindungan hukum, baik kepada masyarakat (pihak yang dirugikan) maupun kepada pelaku tindak pidana (pihak yang merugikan), agar keduanya tidak melakukan tindakan hukum sendiri-sendiri. Berangkat dari upaya perlindungan hukum, maka pelaku tindak pidana dalam menjalani pidananya, juga mendapat perlakuan yang manusiawi, mendapat jaminan hukum yang memadai."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahyuti
"Pemberdayaan petani selama ini terbatas hanya menggunakan organisasi formal sebagai satu satunya strategi namun dianggap telah menggunakan pendekatan kelembagaan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi dan menerapkan beberapa metode pengumpulan data secara sekaligus baik wawancara observasi visual maupun studi dokumen dan artefak yang dilakukan di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
Penelitian menggunakan konsep dan teori dari pemahaman Kelembagaan Baru New Institutionalism dimana dilakukan pengkonsepan baru berkenaan dengan konsep ldquo lembaga rdquo dan ldquo organisasi rdquo. Dari pengumpulan informasi di lapang secara umum petani lebih mengandalkan relasi relasi individual dalam pengorganisasian dirinya dengan lebih mengandalkan pada basis komunitas dan mekanisme pasar.
Berdasarkan analisis kelembagaan petani menjalankan usaha pertaniannya melalui pedoman norma dan regulasi dengan melakukan pemaknaan aktif terhadapnya. Petani menjalin relasi relasi sosial dengan berbagai pihak dengan berpedoman kepada panduan normatif komunitas norma ekonomi dalam pasar dan relasi dengan petugas pemerintah. Organisasi formal hanyalah salah satu sumber daya bagi petani yang bersama sama unsur unsur dalam lembaga dijadikan sebagai peluang pedoman serta batasan untuk berperilaku sehari hari dalam menjalankan usaha pertaniannya.

Formal organization is the main strategy for farmer empowerment but is considered as institutional approach. This is the ethnographic research and apply multiple methods of data collection in the Subdistrict Ciawi District of Bogor.
The research uses the concepts and theories of New Institutionalism where made the new concept of institution and organization. From the collection of information in the field farmers generally rely more on individual relationships itself with a greater reliance on community basis and the market mechanism.
Based on the institutional analysis farmer use regulatory and norms as guidelines and meaning active to their agribussiness activities Individual relationships is the main social relation with other farmers where the norms as guedilines in community market and with government officials Formal organization is just a resource for farmers who together elements within the institution as opportunities guidelines and restrictions for the day to day behavior in agribussiness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runturambi, Arthur Josias Simon
"Hasil penelitian ini merupakan studi etnografi yang penulis lakukan selama tiga tahun di Lapas Bogor. Tujuan penelitian ini secara khusus untuk menambah pengertian tentang keberadaan masyarakat di balik tembok penjara dari pengalaman narapidana yang berdiam serta petugas yang bekerja dalam Lapas. Penelitian dilandasi pemikiran antropologis bahwa Lapas adalah semi autonomous social field (SASF) sehingga memungkinkan teknik-teknik penelitian dan observasi etnografis diterapkan dalam Lapas.
Fokus utama penelitian adalah memahami keberlangsungan budaya penjara di Lapas. Penulis meneliti realitas kehidupan sehari-hari di Lapas dengan berpartisipasi secara langsung, melalui interaksi intens, mengamati aktivitas, perilaku, menelusuri kesepakatan yang ditemui di lapangan. Realitas ini menjadi gambaran budaya penjara, sekaligus memperlihatkan cara pandang yang berbeda dalam memahami budaya penjara di Lapas.
Telaah pustaka secara garis besar mengurai budaya penjara sebagai upaya menghadapi berbagai keterbatasan dan deprivasi dalam lembaga. Selanjutnya hasil telusuran lapangan menunjukkan keterbatasan dan deprivasi muncul sebagai tafsir aktor bukan lembaga, yang muncul dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan informal yang berlaku sesuai konteks tertentu. Budaya penjara tidak hanya mempersoalkan kesepakatan-kesepakatan (informal) tapi bagaimana kesepakatan-kesepakatan tersebut dipertahankan para aktor dalam kehidupan rutinitas seharihari, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan.
Analisis penelitian memperlihatkan peran aktor dan konteks menampilkan budaya penjara di Lapas berlangsung dinamis, tidak statis. Dinamis karena perubahan memandang budaya penjara dari pemahaman budaya sistemik kearah aktor dan konteks. Analisis penelitian menggarisbawahi budaya penjara tidak lagi mengikuti bingkai institusi atau lembaga, tapi menekankan sisi individu atau aktor yang berperan memelihara berbagai kesepakatan informal berdasar konteks-konteks tertentu.

The result of this research forms an ethnographic study the writer has studied for three years in the correctional institutions (Lapas) in Bogor. The purpose of this research is especially to increase understanding about the existence of the community behind the wall of the prison, the experience of the prisoners, working along with officals in the institution. This research is based on anthropological thinking that the institution (Lapas) is a semi autonomous social fiels (SASF), so that technical and ethnographic observation could be applied in the institution.
The principal research are to appreciate the facts of the prison`s culture in the institution. The writer has examined carefully the way of living day by day directly by participating interaction intense, by monitoring their behaviour, by following the reach of agreement, found in the field. This realization becomes at the same time prison illustration that shows the difference to understand the prison`s culture in the institution.
The study of the devining manual in general explains the prison`s culture as an effort in facing various involvements and deprivations in the institution. Futhermore the result in the investigation field, shows the limit and deprivation that appears as an interpretation actor, not the institution, that appears in informal agreements that occur according certain contexts. The prison`s culture not only discuss informal agreement, but how the agreements can be maintained by the actors in everyday`s life utilization, in fulfilling the needs and self-interests.
The analytical research shows the actor`s role and contexts to bring forward prison`s culture in the institution goes on dynamic, not static. Dynamic because of the change of view of the prison`s culture from the systemic culture to the actor`s direction and contexts. The analytical research underlines that prison`s culture doesn`t follow the institution`s frame or organization, but emphasized the individual side or actor who has taken a role to take care in various informal agreements in accordance with certain contexts."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
D1287
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>