Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10120 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Adverse reactions to medicines continue to present a considerable burden on healthcare, causing considerable morbidity and mortality. As well as knowing about the benefits of medicines, healthcare professionals need to understand the problem of adverse drug reactions and be aware of how they can be prevented and managed."
London: Pharmaceutical press, 2006
615.704 2 ADV (1);615.704 2 ADV (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Fitri Chairunnisa
"Doksorubisin merupakan salah satu terapi antikanker yang termasuk golongan antrasiklin, memiliki aktivitas klinis pada penyakit kanker payudara. Doksorubisin dapat menimbulkan efek kardiotoksik akibat pembentukan doksorubisinol selaku metabolit utamanya. Salah satu metode biosampling terbaru yaitu volumetric absorptive microsampling memiliki berbagai kelebihan yaitu pengambilan darah secara finger prick, tidak dipengaruhi oleh hematokrit, dan dapat disimpan dalam suhu ruang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis doksorubisin dan mengetahui reaksi obat merugikan kemoterapi berbasis doksorubisin. Nilai multiple reaction monitoring (MRM) diatur pada m/z 544,22>396,9 untuk doksorubisin; m/z 546,22>398,9 untuk doksorubisinol; dan m/z 528,5>362,95 untuk daunorubisin. Nilai LLOQ yang diperoleh adalah 8 ng/mL untuk doksorubisin dan 3 ng/mL untuk doksorubisinol dengan linearitas 0,9904 untuk doksorubisin dan 0,9902 untuk doksorubisinol. Hasil analisis mendapatkan rentang kadar terukur untuk doksorubisin sebesar 9,47 – 87,84 ng/mL serta rentang kadar terukur untuk doksorubisinol sebesar 4,24 – 54,02 ng/mL. Dosis kumulatif doksorubisin pada pasien sebesar 47,93 – 346,09 mg/m2, hal ini menunjukkan bahwa risiko seluruh pasien terkena kardiomiopati di bawah angka kejadian 4%. Pasien yang mengalami penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri setelah kemoterapi doksorubisin terdiri dari penurunan fraksi ejeksi <10% dan ada 3 pasien yang mengalami penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri >10%. Alopesia merupakan reaksi obat merugikan subjektif yang paling banyak dirasakan pasien diikuti dengan mual dan muntah. Hasil uji hubungan menunjukkan adanya tidak signifikan antara kadar doksorubisin dan doksorubisinol terhadap reaksi obat merugikan pada pasien kanker payudara. Terdapat hubungan signifikan pada kadar doksorubisin terhadap dosis kumulatif dan waktu pengambilan sampel pasien.

Doxorubicin is an anticancer therapy belonging to the anthracycline class, which has clinical activity in breast cancer. Doxorubicin can cause cardiotoxic effects due to the formation of doxorubicinol as its main metabolite. One of the newest biosampling methods, namely Volumetric Absorptive microsampling, has many advantages, namely blood collection by finger prick, not affected by hematocrit, and can be stored at room temperature. This study aims to analyze doxorubicin and determine the adverse drug reactions of doxorubicin-based chemotherapy. The multiple reaction monitoring (MRM) value is set at m/z 544.22> 396.9 for doxorubicin; m/z 546.22>398.9 for doxorubicinol; and m/z 528.5>362.95 for daunorubicin. The LLOQ values ​​obtained were 8 ng/mL for doxorubicin and 3 ng/mL for doxorubicinol with a linearity of 0.9904 for doxorubicin and 0.9902 for doxorubicinol. The results of the analysis showed that the measured concentration range for doxorubicin was 9.47 – 87.84 ng/mL and the measured concentration range for doxorubicin was 4.24 – 54.02 ng/mL. The cumulative dose of doxorubicin in patients was 47.93 – 346.09 mg/m2, this shows that the risk of all patient developing cardiomyopathy is below the incidence rate of 4%. Patients who experienced a decrease in left ventricular ejection fraction after doxorubicin chemotherapy consisted of a decrease in ejection fraction <10% and there were 3 patients who experienced a decrease in left ventricular ejection fraction >10%. Alopecia is the most common subjective adverse drug reaction experienced by patients, followed by nausea and vomiting. The results of the relationship test showed that there was no significant relationship between doxorubicin and doxorubicinol levels on adverse drug reactions in breast cancer patients. There is a significant relationship between doxorubicin levels and cumulative dose and patient sampling time.xv,"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindi Fantika
"Pemilihan dan manajemen pemasok menjadi salah satu aspek kritis dalam proses pembuatan obat agar dapat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan dalam CPOB di mana industri farmasi dapat menjamin keamaan pasien, memberikan produk yang bermutu dan efektif, serta dapat memenuhi permintaan persediaan obat oleh konsumen. Setiap permintaan akan material atau layanan dari pemasok perlu dilakukan proses seleksi dan kualifikasi terhadap pemasok. Dalam melakukan proses seleksi kualifikasi pemasok perlu juga dilakukan proses penilaian risiko (risk assessment). Risk assessment menyeluruh diperlukan untuk memastikan pengendalian risiko yang efektif. Laporan tugas khusus ini memaparkan proses pengimplementasian supplier risk assessment terhadap vendor-vendor yang telah disetujui di PT. Takeda Indonesia berdasarkan pedoman pada SOP (Standard Operating Procedure) yang masih efektif di PT. Takeda Indonesia Bekasi tentang manajemen kualitas untuk pemasok yag berperan dalam proses CPOB dan CDOB. Dari total 106 vendor yang ada di Approved Vendor List dan Approved Vendor List for Non Raw Material-related vendor diperoleh sebanyak 6 vendor termasuk ke dalam kategori risiko 1, 30 vendor merupakan kategori risiko 2, 44 vendor tergolong kategori risiko 3, dan sejumlah 26 vendor adalah kategori risiko 4.

Supplier selection and management is one of the critical aspects in the drug manufacturing process so that it can meet the quality standards set in GMP where the pharmaceutical industry can guarantee patient safety, provide quality and effective products, and be able to meet consumer demand for drug supplies. Every request for materials or services from a supplier requires a selection and qualification process for the supplier. In carrying out the supplier qualification selection process, it is also necessary to carry out a risk assessment process. A thorough risk assessment is required to ensure effective risk control. This report described the supplier risk assessment implementation process for approved vendors at PT. Takeda Indonesia based on the guidelines on SOP (Standard Operating Procedure) which was effective at PT. Takeda Indonesia Bekasi regarding quality management for suppliers in GMP and GDP processes. From a total of 106 vendors on the Approved Vendor List and Approved Vendor List for Non Raw Material-related vendors, 6 vendors were included in risk category 1, 30 vendors were in risk category 2, 44 vendors were in risk category 3, and a total of 26 vendors is risk category 4."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Zhafirah Rahmita
"Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sudah resisten terhadap obat lini pertama. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia karena penularannya sangat cepat dan morbiditasnya cukup tinggi. Banyaknya obat yang digunakan dalam pengobatan TB RO menyebabkan kemungkinan munculnya reaksi obat tidak diinginkan (ROTD). ROTD dapat menjadi salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan pasien dan pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara ROTD dengan kepatuhan dan hasil pengobatan TB RO. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan data dari rekam medis pasien di RS UI periode 1 April 2022–28 Februari 2023. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Dari 65 pasien ditemukan pasien yang mengalami ROTD sebanyak 62 pasien yang didominasi oleh pasien laki-laki, usia produktif, tidak memiliki penyakit penyerta, serta pasien yang menggunakan paduan pengobatan jangka panjang. Hasil Uji Chi Square untuk ROTD dengan kepatuhan menunjukkan nilai p=0.373 (p>0.05) dan untuk ROTD dengan hasil pengobatan didapatkan nilai p=0.120 (p>0.05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara ROTD dengan kepatuhan dan hasil pengobatan pasien tuberkulosis resisten obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia.

Drug Resistant Tuberculosis is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis which is resistant to the first-line drugs. This disease is still a health problem worldwide because of its fast transmission and high morbidity rate. The large number of drugs used to treat Drug Resistant Tuberculosis causes the possibility of Adverse Drug Reactions (ADRs). ADRs can be one of the factors causing patient non-compliance and can ultimately affect treatment outcomes. This study aimed to analyze the relationship between ADRs with adherence and treatment results of Drug Resistant Tuberculosis. The research design used was cross sectional with medical record data of Drug Resistant Tuberculosis patients at University Indonesia Hospital from April 1, 2022, until February 28, 2023. Data analysis used the Chi Square test. From 65 patients, 62 patients with ADRs were found, dominated by male patients, adult patients with no comorbidities, and patients who used long-term combination medication. The results of the Chi Square Test ADRs with adherence showed a value of p=0.373 (p>0.05) and for ROTD with treatment results obtained p=0.120 (p>0.05). From this study, it can be concluded that there is no relationship between ADRs with Adherence and Treatment Result of Drug Resistant Tuberculosis Patients at University of Indonesia Hospital."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasna Pramita
"Latar Belakang: Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) dapat memengaruhi tatalaksana infeksi TB. Hal ini berdampak pada bukan hanya morbiditas dan mortalitas tapi juga resistensi kuman. Untuk itu, proporsi CADR dan faktor-faktor yang berhubungan pada penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) perlu ditentukan demi tatalaksana pasien yang komprehensif.
Tujuan: Mengetahui gambaran kejadian CADR terkait pemberian OAT dalam bentuk proporsi, analisis peran faktor pejamu yang berkaitan dengan kejadian tersebut, dan OAT yang paling sering menimbulkan CADR. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan rekam medik pasien Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama 1 Januari 2014
hingga 30 Juni 2015. Sampel diperoleh dengan metode konsekutif yang diseleksi berdasarkan kriteria penelitian. Data kemudian dianalisis untuk menilai hubungan antara CADR dengan usia, jenis kelamin, status HIV, status gizi, dan riwayatmlkojuujhjh Adverse Drug Reaction (ADR). Hasil: Proporsi CADR pada pemberian OAT mencapai angka 5,5%. Dari kelima variabel independen, variabel usia (RR=6,510; IK95% 2,036-20,819 p=0,008) dan riwayat ADR (RR=5,174; IK95% 1,500-17,838; p=0,009) berpengaruh terhadap kejadian CADR. OAT yang paling sering menyebabkan kejadian CADR adalah
rifampisin. Analisis Cochran Mantel-Haenszel menunjukkan bahwa risiko relatif terjadinya CADR untuk faktor usia adalah 7,267 (IK95% 2,093-25,235 p <0,001) dan risiko relatif terjadinya CADR untuk faktor riwayat ADR adalah 5,880 (IK95% 1,552-22,273 p=0,003). Simpulan: Proporsi kejadian CADR setelah pemberian OAT adalah 5,5%. Variabel usia dan riwayat ADR bermakna secara statistik dan klinis terhadap kejadian CADR. Rifampisin adalah OAT tersering yang menimbulkan CADR.

Background: Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) affected the therapy of TB, which impacted not only its morbidity and mortality but also its resistance. Therefore, the incidence of CADR and the factors associated during the
administration of Anti Tuberculosis Drugs (ATDs) needed to be determined in order to achieve comprehensive treatment.
Objective: To know CADR events on ATD administration by finding the incidence, analyzing the host factors associated with those events, and searching the most common ATD that caused CADR. Methods: This study used retrospective cohort by accessing medical record registered in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 1st 2014 until June 30th 2015. Samples were collected consecutively, selected by certain criteria. The data were then analyzed to determine the association between CADR and age, sex, HIV infection, nutritional status, and history of Adverse Drug Reaction (ADR). Results: The incidence of CADR after the administration of ATD was 5.5%. Among the five variables, age (RR=6.510; 95%CI 2.036-20.819, p=0.008) and past history of ADR (RR=5.174; 95%CI 1.500-17.838; p=0.009) were statistically and clinically correlated to CADR. The most frequent drug that triggered CADR was rifampicin. Cochran Mantel-Haenszel showed that the relative risk of CADR according to age was 7,267 (IK95% 2,093-25,235 p <0,001), while the relative
risk according to the past history of ADR was 5,880 (IK95% 1,552-22,273 p=0,003). Conclusions: The incidence of CADR after ATDs administration was 5.5%. Age and past history of ADR were significantly associated with CADR. The most common ATD causing CADR was rifampicin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murniati
"Latar Belakang:Tuberkulosis resisten obat (TB-RO) merupakan ancaman bagi seluruh dunia termasuk Indonesia, karena memerlukan waktu lama dan biaya yang besar dalam mengobati penyakit tersebut meskipun telah ditangani dengan baik. Data penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa terdapat kekambuhan TB-RO, tapi datanya sangat terbatas. Di Indonesia belum ada data tentang angka kekambuhan TB-RO.
Tujuan: Mengevaluasi pasien TB resisten obat (TB-RO) pasca pengobatan yang datang kontrol pada bulan ke 6, 12, 18, dan 24 di RSUP Persabatan Jakarta.
Metode: Penelitian menggunakan desain penelitian potong lintang terhadap pasien TB-RO yang telah dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap yang datang kontrol di poli MDR RSUP Persahatan Jakarta mulai bulan April 2017 sampai Desember 2017. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan foto toraks dan biakan sputum. Mencatat data pengobatan dan hasil-hasil pemeriksaan terkait data yang diperlukan dalam dalam rekam medis pasien.
Hasil: Didapatkan 60 subjek penelitian dengan rerata usia 42,3 + 12,5 tahun, berjenis kelamin laki-laki 31 (51,7%) dan perempuan 29 (48,3%), dengan rerata IMT 21,75+ 4,34. Dari hasil foto toraks didapatkan gambaran dominan lesi luas dan hasil kultur sputum semua pasien yang diteliti tidak ditemukan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Kesimpulan: Tidak ditemukan kekambuhan pada pasien TB resisten obat yang yang telah dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap yang datang kontrol pasca pengobatan di RSUP Persahabatan Jakarta.

Objective: This study aimed to evaluate DR-TB patients which was biannually performed for two-years (e.g. at the 6th, 12th, 18th, and 24th mos) after treatment completion.
Methods: This cross-sectional study involved DR-TB patients completing their treatment at Persahabatan General Hospital Jakarta, Indonesia, between April and December 2017. The post-treatment evaluation during the 6th, 12th, 18th, and 24th mos included clinical, chest x-ray (CXR) and sputum culture examination.
Results: Sixty patients were observed in this study, 31 (51.7%) were males and 29 (48.3%) were females. The mean age was 42.3+12.5 yo and the mean body mass index was 21.75+4.34. Fourty nine (81.7%) patients showed extensive lesions per CXR and none of the patient showed Mycobacterium tuberculosis growth per sputum culture.
Conclusion: There was no recurrence of DR-TB from patients completing their treatment at Persahabatan General Hospital Jakarta, Indonesia during two-years post-treatment evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"This practice-oriented handbook surveys current knowledge on the prediction and prevention of adverse drug reactions related to off-target activity of small molecule drugs. It is unique in collating the current approaches into a single source, and includes several highly instructive case studies that may be used as guidelines on how to improve drug development projects. With its large section on ADME-related effects, this is key knowledge for every drug developer."
Weinheim, Germany: Wiley-Vch, 2008
e20375710
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Shafa Aldora
"Liver injury didefinisikan sebagai kenaikan konsentrasi enzim hati yang sering diukur, termasuk aminotransferase [aspartat aminotransferase (AST), alanin aminotransferase (ALT)], alkalin fosfatase (ALP), atau γ-glutamyl transpeptidase. Drug-induced liver injury (DILI) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bahaya tak terduga pada hati yang disebabkan oleh obat yang umum digunakan. Penelitian cross-sectional retrospektif ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi kejadian DILI dan golongan obat yang berpotensi menyebabkan kejadian DILI pada pasien rawat inap ICU dan non-ICU Rumah Sakit Universitas Indonesia Tahun 2021. Analisis DILI dilakukan dengan menggunakan algoritma Naranjo. Pada penelitian ini, prevalensi DILI pada pasien rawat inap di RSUI tahun 2021 sebesar 35,83% dari pasien dengan diagnosis liver injury saat masuk rawat inap dan selama perawatan, sedangkan prevalensi DILI pada seluruh pasien rawat inap ICU dan non-ICU di RSUI tahun 2021 adalah sebesar 1,01%. Sebanyak 1 pasien (2,13%) termasuk dalam kejadian dapat terjadi DILI (probable) dan 42 pasien (89,36%) kejadian belum pasti terjadi DILI (possible). Golongan obat yang ditemukan berpotensi menimbulkan DILI adalah antibiotik (31,58%), agen kardiovaskular (24,21%), analgesik (14,74%), antitukak (11,58%), antivirus (8,42%), antiemetik (8,42%), dan antidiabetes (1,05%). Pada penelitian ini, DILI banyak ditemukan pada pasien laki-laki, berumur 18-59 tahun, memiliki BMI gemuk (≥25,1), dan memiliki jumlah masalah kesehatan ≥2. Hasil menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, BMI, dan jumlah masalah kesehatan dengan DILI. Dapat disimpulkan bahwa DILI merupakan salah satu penyebab utama dari liver injury di RSUI sehingga diperlukannya monitoring dan penilaian DILI secara berkala.

Liver injury is defined as elevations in the concentration of frequently measured liver enzymes, including aminotransferase [aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT)], alkaline phosphatase (ALP), or γ-glutamyl transpeptidase. Drug-induced liver injury (DILI) is a term used to describe unexpected harm to the liver caused by commonly described drugs. This retrospective cross-sectional study was conducted to analyze the prevalence of DILI and the categories of drugs that have the potential to caused DILI in ICU and non-ICU inpatients at University of Indonesia hospital in 2021. DILI analysis was performed using Naranjo algorithm. According to this research, the prevalence of DILI in inpatients at RSUI in 2021 was 35.83% of patients diagnosed with liver injury on admission and during treatment in the hospital, while the prevalence of DILI in all inpatients at RSUI in 2021 was 1.01%. In which, 1 patient (2.13%) was assessed as a probable DILI event, and 42 patients (89.36%) were assessed as possible DILI event. Antibiotics (31.58%), cardiovascular agents (24.21%), analgesics (14.74%), anti-ulcers (11.58%), antivirals (8.42%), antiemetics (8.42%), and antidiabetics (1,05%) were the major categories of drugs with the potential of causing DILI. In this study, most cases of DILI occurred in men gender, age 18-59 years, with obese BMI (≥25.1), and patients with health issues ≥2. The analysis showed there was no significant relationship between gender, age, BMI, and number of health problems with DILI. It can be concluded that DILI is one of the main causes of liver injury at RSUI in which regular monitoring and assessment of DILI is deemed to be necessary."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>