Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114754 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ibnu Hakam Musais
"Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013, pilkada bukan lagi pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis, sampai saat ini juga masih menimbulkan perdebatan apakah dilaksanakan secara langsung atau dapat pula melalui perwakilan. Kewenangan untuk mengadili perselisihan hasil pilkada di Indonesia telah beberapa kali berpindah dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi, lalu dikembalikan kepada Mahkamah Agung, dan terakhir secara normatif diberikan kepada badan peradilan khusus. Alih-alih menjalankan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 untuk mengatur mengenai penyelesaian perselisihan hasil pilkada, pembuat undang-undang justru mengembalikan kewenangan penyelesaian hasil pilkada untuk sementara waktu kepada Mahkamah Konstitusi. Meskipun badan peradilan khusus harus dibentuk paling lambat pada tahun 2024, sebelum dilaksanakannya pilkada serentak nasional, sampai dengan saat ini masih belum ada pembahasan serius untuk mencari format ideal penyelesaian perselisihan hasil pilkada. Terlepas dari hal tersebut, pada praktik ketatanegaraan di negara lain telah dikenal electoral court yang secara khusus mengadili perselisihan hasil pilkada. Namun demikian, pengaturannya dilandasi oleh pencantuman kewenangan lembaga tersebut pada konstitusi. Dari fakta pengalaman dalam mengadili perselisihan hasil pilkada, Mahkamah Konstitusi diakui oleh berbagai kalangan lebih baik daripada Mahkamah Agung. Untuk itu, penyelesaian perselisihan hasil pilkada sebaiknya diberikan kembali kepada Mahkamah Konstitusi.

Post-decision of the Constitutional Court Number 97/PUU-XI/2013, regional election is no longer as an election mentioned in the Article 22E of the 1945 Constitution of the Repuublic of Indonesia. Until now, debates about provisions of the Article 18 paragraph (4) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, especially about regional heads are democratically elected, should be applied by direct regional election or indirect regional election. The authority to resolving disputes over regional elections results in Indonesia has moved from Supreme Court to Constitutional Court, then returned to the Supreme Court, and finally its given to the special judicial bodies. Instead of executing the Constitutional Courts Decision Number 97/PUU-XI/2013 to regulate about institution to resolve disputes over regional election, law makers even give the authority back to the Constitutional Court, as a temporarily authority until the Special Judicial Bodies established. Although the Special Judicial Bodies should be formed before years of 2024 which is simultaneously national election are held, there are no serious discussion from the lawmakers to have an insight for an institution to resolving the disputes over regional election results. Even though, constitutional practices in other countries began to introduce electoral court as a special judicial bodies to resolving disputes over regional elections results. However, it based on the provision on their constitution. From the fact of experiences in resolving disputes over regional elections results, Constitutional Court is better than the Supreme Court was. For this reason, the authority to resolving disputes over regional elections results, is way much better if returned to the Constitutional Court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T55129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gustamar
"Pilkada Tangerang Selatan Tahun 2020 lebih menarik dibanding periode sebelumnya. Tiga pasangan calon yang berkompetisi memiliki kekuatan komposisi yang berimbang. Memiliki hubungan kerabat dengan elit utama partai dan pemerintahan ditingkat pusat maupun daerah. Persaingan yang ketat dilihat dari tingkat elektabilitas yang dilakukan lembaga survei . Kemenangan (petahana) Benyamin Davnie dan Pilar Saga Ichsan menjadi menarik ditambah keadaaan pandemi covid-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dengan jenis penelitian analitis deskriptif. Penulis menggunakan teori dan konsep modal sosial dari Bourdieu, strategi politik dari Schroder dan kampanye oleh Steinberg, Rackway, Arifin. Sidarta GM untuk menganalisis kemenangan yang diperoleh pasangan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan beberapa temuan, pertama Optimalisasi dari modal sosial dari pasangan tersebut bertambah karena dukungan modal sosial yang dimiliki Airin Rachmi Diany yaitu dalam bentuk jaringan. Kedua, Benyamin Davnie yang berada pada kekuasaan di tingkat lokal dan Pilar Saga Ichsan yang mempunyai hubungan kerabat dengan Walikota Airin Rachmi Diany bisa mengoptimalkan modal sosial yang dimilikinya dengan cara menjaga kepercayaan dan menggunakan jaringan yang telah ada. Ketiga, modal sosial dan modal ekonomi yang kuat, strategi kampanye yang efektif diaplikasikan melalui strategi politik yang tepat serta citra yang dibangun Benyamin Davnie sebagai petahana yang berkinerja baik dan Pilar Saga Ichsan sebagai tokoh muda yang mempunyai kapabilitas menjadikan pasangan tersebut memiliki pembedaan dengan pasangan yang lain yang dikemas dalam isi pesan yang berulang-ulang. Keempat, penerapan strategi politik pemenangan dalam kampanye pada masa pandemi covid-19 telah dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan sesuai Peraturan KPU, kampanye dengan pengumpulan massa dengan jumlah besar digantikan dengan memperbanyak pertemuan tatap muka. Kelima, jaringan pemenangan horizontal dianggap efektif digunakan pada masa pandemi dalam penyampaian pesan politik pada segementasi pemilihnya masing-masing karena adanya aturan pembatasan pengumpulan massa

South Tangerang Pilkada 2020 is more interesting than the previous period. The three competing pairs of candidates are seen as having a balanced compositional power. Having close relations with the main elite of the party and government at the central and regional levels. The tight competition seen from the level of electability carried out by survey institutions made the victory (incumbent) Benyamin Davnie and Pilar Saga Ichsan in the 2020 South Tangerang Pilkada interesting coupled with the Covid-19 pandemic. This research uses a qualitative approach with a case study method with a descriptive analytical research type. The author uses the theory and concept of social capital from Bourdieu, political strategy from Schroder and campaigns by Steinberg, Rackway, Arifin, Sidarta GM to analyze the pair's wins. The results showed several findings, firstly, the optimization of the social capital of the couple increased due to the support of social capital owned by Airin Rachmi Diany, namely in the form of a network. Second, Benyamin Davnie who is in power at the local level and Pilar Saga Ichsan who was a relative relationship with Mayor Airin Rachmi Diany can optimize their social capital by maintaining trust and using existing networks. Third, strong social and economic capital, effective campaign strategies applied through the right political strategy and the image built by Benyamin Davnie as a well-performing incumbent and Pilar Saga Ichsan as a young figure who has the capability to make the pair different from other couples. which is packaged in the body of a message that is repeated. Fourth, the implementation of winning political strategy in campaigns during the Covid-19 pandemic has been carried out by implementing health protocols according to KPU regulations, campaigns with large mass gathering are replaced by increasing face to face meetings. Fifth, the horizontal winning network is considered to be effectively used during tehe pandemic in delivering political messages to their respective voter segmentations because of the restrictions on mass gathering."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Suryanjari
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang partisipasi politik masyarakat Baduy berupa pemberian suara pada Pemilu Legislatif 2009. Menurut keyakinan mereka orang Baduy tidak ditugaskan mengikuti Pemilu. Dalam rangka menghormati peraturan pemerintah, mereka 3 kali mengikuti pemilu dengan peserta sedikit 3 . Pada 2009 masyarakat Baduy mengikuti Pemilu dengan jumlah peserta mencapai 21 dari Daftar Pemilih Tetap. Pertanyaan penelitian: mengapa terjadi peningkatan peserta Pemilu. Bagaimana peran calon legislatif dalam memenangkan pemilu.Penelitian ini menggunakan teori bosisme lokal John T.Sidel , teori partisipasi politik Rush dan Althoff , partisipasi politik Huntington dan Nelson , teori komunikasi tradisional Pye . Teori bosisme lokal untuk menjelaskan adanya jaringan kekuasaan politik dan ekonomi, partisipasi politik dari Rush dan Althoff untuk menjelaskan voting, dan partisipasi politik dari Huntington dan Nelson untuk menjelaskan mobilisasi, teori komunikasi tradisional untuk menjelaskan pendekatan dengan masyarakat tradisional. Metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi dan penelusuran pustaka.Hasil Penelitian: peningkatan partisipasi politik berupa pemberian suara pada Pemilu 2009 di desa Kanekes disebabkan oleh adanya persuasi yang dilakukan oleh calon legislatif partai Golkar, H.Kasmin, kepada pemerintah adat. Persuasi dilakukan dengan menggunakan komunikasi tradisional yaitu bertatap muka, komunikator adalah orang yang sudah dikenal baik sehingga komunikan percaya dengan isi pesan yang diterima. Akhirnya pemimpin adat menyetujui penyelenggaraan Pemilu di desa Kanekes dengan syarat hanya diikuti oleh warga Baduy Luar dan TPS hanya didirikan di Balai Desa sebanyak dua unit. Setelah Pemilu disetujui oleh pimpinan adat, tim sukses partai Golkar yang terdiri dari orang Baduy melakukan kampanye kepada warga dengan memanfaatkan ikatan primordial yaitu ikatan kesukuan.Kesimpulan: faktor yang menyebabkan adanya peningkatan partisipasi politik berupa pemberian suara pada H.Kasmin pada Pemilu Legislatif adalah adanya tekanan dari calon legislatif kepada pemerintah adat dan adanya kampanye dari tim sukses H.Kasmin. Pemberian suara dilakukan dengan cara memobilisir warga yang dilakukan oleh kepala desa jaro pamarentah .kata kunci : partisipasi politik, masyarakat tradisional, bosisme local

ABSTRACT
This study examines the political participation of Baduy people in the orm of voting in the 2009 Legislative Election. According to their beliefs, Baduy people are not assigned to give their vote in the election. In order to respect the government regulations, they have cast their votes 3 times with a few participants 3 . In 2009, Baduy people participated in the General Election with the number of participants reached 21 of the Permanent Voters List.Research question: Why did the number of the participants in the election increase? What was the role of legislative candidates in winning the election. This study uses the theory of local bosism John T.Sidel , political participation theory Rush and Althoff , political participation Huntington and Nelson , traditional communication theory Pye . The theory of local bosism is used to explain the existence of a network of political and economic power, political participation of Rush and Althoff is used to explain voting, and political participation from Huntington and Nelson is used to explain the mobilization, traditional communication theory is used to explain the approach with traditional society. Qualitative research methods. Data collection techniques were carried out through in-depth interviews, observation and library search.Results: The increase of political participation in voting in the 2009 elections in Kanekes village was caused by persuasion conducted by Golkar party legislative candidate H. Kasmin to the Adat Government Kepala Adat . Persuasion is done by using traditional face to face communication, done by a communicator who is well known so the communicants believed with the contents of messages they received. Finally, the Adat leaders agreed that the election was conducted in Kanekes village on condition that it was only followed by Baduy Luar residents and TPS was only established in Village Hall as many as two units. After the election was approved by the Adat leaders, the Golkar party 39;s successful team of Baduy people campaigned to the residents by using primordial ties.Conclusion: The factors that led to vote increase for H. Kasmin in Legislative Election was the pressure from the legislative candidate to Ketua Adat The Adat government and the campaign of H. Kasmin 39;s successful team. Voting was conducted by mobilizing citizens done by the village head jaro pamarentah .Keywords: political participation, traditional society, local leaders."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dinar Safa Anggraeni
"Kemenangan perempuan atas seluruh kursi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Tahun 2019 merupakan fenomena baru dalam
sejarah masyarakat Sumsel. Ini merupakan anomali di tengah budaya patriarki yang
masih melekat di Sumsel, perempuan bisa menguasai kursi DPD daerah Sumsel. Terlebih,
mereka semua merupakan wajah baru dan tidak memiliki pengalaman politik
sebelumnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui iklim politik perempuan di Sumsel,
dengan mencari tahu faktor apa yang mendukung kemenangan keempat anggota
perempuan DPD terpilih Sumsel tahun 2019. Penelitian ini menggunakan Teori Modal
Politik dari Piere Bordeu (1986) untuk mengetahui modal yang dimiliki kandidat DPD
RI terpilih daerah Sumsel. Selain itu, penelitian ini ingin mengungkap strategi pemasaran
politik keempat kandidat tersebut dengan Teori Pemasaran Politik Lees-Marshment
(2001). Penelitian ini menganalisa peningkatan peran gender dalam kehidupan sosial
politik di Sumatera Selatan. Penelitian ini menggunakan studi kasus untuk menjelaskan
kemenangan perempuan di DPD RI daerah Sumsel. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan meritrokasi atau keluarga dengan pejabat daerah dan partai politik
masih menjadi modal terbesar perempuan bisa memenangkan suara legislatif. Dalam hal
pemasaran politik, strategi Market Oriented Party (MOP) terbukti menghasilkan suara
terbanyak dalam kandidasi ini. Isu kesejahteraan perempuan, rumah tangga, kesehatan
dan anak menjadi narasi andalan yang mereka sampaikan saat berkampanye. Penelitian
ini juga menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi meningkatnya jumlah
keterpilihan perempuan di kursi legislatif di Sumsel meliputi kebijakan kuota 30 persen
untuk perempuan, meningkatnya jumlah tenaga kerja perempuan dan jumlah perempuan
yang menempuh pendididikan tinggi, serta budaya yang semakin moderat. Sehingga,
faktor yang berkontribusi atas kemenangan perempuan di kursi DPD Sumsel adalah
modal politik yang kuat dengan pejabat daerah atau partai politik, menggunakan strategi
pemasaran politik yang tepat, serta adanya peningkatan peran gender dalam kehidupan
sosial politik dan berkembangnya budaya moderat.

The victory of women overall seats in the Regional Representative Council (DPD) of the
Province of South Sumatra (Sumsel) 2019 is a new phenomenon in the history. This is an
anomaly in the midst of the patriarchal culture that is still attached to South Sumatra,
women can dominate the DPD seats in the South Sumatra region. Moreover, they were
all new faces and had no previous political experience. The research aims to examine the
political climate in Sumsel during the 2019 general elections, in particular the elected of
the four female members of the DPD in Sumsel. This work uses the Political Capital
Theory from Piere Bordeu to see the strengths of the elected DPD candidates in the
Sumsel region. This study also reveals political marketing strategies that use Lees-
Marshment's political marketing theory. This study examines the increasing gender roles
in social and political life in Sumsel. This research uses a case study to explain the
women's victory over the DPD in the South Sumatran area. The results of this study
suggest that the relationship between meritrocracy or family with regional officials and
political parties is the biggest force for women who can win legislative. In terms of
political marketing, the Market Oriented Party (MOP) strategy proved to produce the
highest number of voters in this candidacy. This research also determine factors that also
affect the number of women elected to legislative seats in Sumsel are the 30 percent quota
policy for women, the number of women workers and adult females who get high
education, also an increasingly moderate culture. So, the factors that contributed to the
victory of women in DPD seats in the South of Sumatra were political capital of political
officials or political parties, using the correct political marketing strategy, increasing
gender roles in socio-political life and growing moderation of culture"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sartika
"

Perbedaan pola migrasi antar daerah menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan, salah satunya dari sisi fasilitas serta penyediaan barang dan layanan publik. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong orang untuk melakukan migrasi. Desentralisasi merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan dan mempercepat proses pemerataan pembangunan daerah, diantaranya melalui pemilihan langsung kepala daerah (Pilkada). Kepala daerah terpilih diharapkan dapat menghasilkan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakatnya. Pada saat pelaksanaan pilkada akan ada perubahan arah kebijakan terkait fasilitas dan penyediaan barang publik dari pemerintah daerah. Hal ini akan mempengaruhi pola migrasi yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pola migrasi pada saat pelaksaan Pilkada di Indonesia menggunakan data Migrasi persemester tahun 2014-2018 dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri pada 514 kabupaten/kota. Hasil estimasi menggunakan model panel fixed effect menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan Pilkada berkorelasi negatif dengan migrasi keluar pada waktu menjelang pelaksanakan pilkada karena adanya efek antisipasi masyarakat terhadap arah kebijakan baru dari calon kepala daerah.


Differences in migration flow between regions suggest a gap in development, such as amenities and public goods provision. Indonesia has decentralized to reduce this gap, including through direct election in region level (Pilkada). The elected leader can provide public goods according to people’s needs and preferences. A change in policy direction related to amenities and the provision of public goods from local government will occur at the time of election. This influences different migration patterns. This study specifies and estimates a panel model for intermunicipal out-migration in Indonesia during the elections period using Indonesia's 514 municipal migration data between 2014 and 2018 from the Ministry of Home Affairs, we show that throughout the observed year our regression analysis demonstrates that there’s a strong lead effect of election on the size of out-migration flows. Our findings thus suggest that local election can reduce outmigration flow due to the effect of public anticipation on the new policy direction of the prospective regional head.

 

"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Syamsuri
"Tesis ini meneliti tentang permasalahan Partai Golkar pada pemilihan kepala daerah 2015 di Kabupaten Gowa. Partai Golkar merupakan partai yang terkuat di Sulawesi Selatan dengan memiliki jaringan infrastruktur yang kuat ditandai dengan penguasaannya di sebagian besar jabatan di DPRD Sulawesi Selatan dan kemenangan pasangan calon yang diusung Partai Golkar dalam pemilihan kepala daerah sejak pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2005. Menjelang Pemilihan kepala daerah 2015 terjadi konflik internal Partai Golkar dengan adanya dualisme kepengurusan di DPP yaitu kepengurusan Aburizal Bakri dan Agung Laksono. Akibatnya, Partai Golkar mengalami sejumlah permasalahan dalam Pilkada di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Kabupaten Gowa. Untuk mengalisis sejumlah permasalahan Partai Golkar, penulis menggunakan teori institusionalisasi partai politik dari Randal & Svasand, teori faksionalisme elit partai politik dari Francis Boucek dan teori oligarki dari Jeffrey Winters. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui kajian literatur, analisis dokumen serta wawancara mendalam. Temuan dari penelitian ini menunjukkan terdapat tiga permasalahan yang menyebabkan sangat lemahnya pelembagaan Partai Golkar yang berdampak terhadap hasil pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gowa. Permasalahan tersebut seperti; pertama, rekrutmen politik yang masih lemah. Proses rekrutmen Golkar dalam menentukan dan menetapkan calon kepala daerah tidak dilakukan sesuai dengan prosedur kebijakan dan aturan partai. Kedua, faksionalisme Partai Golkar yang bedampak terhadap tidak berjalannya mesin pemenangan partai secara maksimal dalam masa pemenangan kandidat akibat konflik internal dan dukungan dari kader yang terpecah. Ketiga, kepemimpinan yang personal dan oligarkis yang membuat pengambilan keputusan di partai semata-mata memberikan ruang kepada tumbuh kembangnya dinasti politik dan pertahanan jaringan kekuasaan di daerah.

This thesis examines the problems of the Golkar Party in 2015 head of regency elections in Gowa Regency. The Golkar Party is the strongest party in South Sulawesi with strong infrastructure network marked by its control in most positions in the South Sulawesi DPRD (the regional house of representative) and the victory of the candidates in the  regional head elections that was supported by the this party since direct regional elections was conducted in 2005. Closer to the regional head  election in 2015, Golkar Party faced the internal conflict with the dualism of management in the DPP (central executive board) namely the management of Aburizal Bakri and the management of Agung Laksono. As a result, the Golkar Party experienced a number of problems in the elections in the  numbers of regions in Indonesia, including Gowa Regency. To analyze the number of problems of Golkar Party, the researcher uses the theory of institutionalization of political parties from Randal & Svasand, the electoral theory of elite political parties from Francis Boucek and the oligarchic theory of Jeffrey Winters. This study uses qualitative methods, while the technique of collecting data conducted through literature review, analysis documents as well as in-depth interviews. The findings of this study indicate that there are three problems that have caused the very weak institutionalization of the Golkar Party which has an impact on the results of regional head elections in Gowa Regency. The First problem is the political recruitment is still weak. The process of Golkar recruitment in determining and assigning regional head candidates is not carried out according to party policy and rule procedures. Second, the factionalism of the Golkar Party has an impact on the failure in maximazing the the party's winning machine for its candidates due to internal conflicts and the support of cadres is divided. Third, personal and oligarchic leadership that makes decision-making in parties solely provides space for the development of political dynasties and the defense of power networks in the regions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>