Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6612 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wright, Edward F.
"Patient interview -- Review of the "initial patient questionnaire" -- Clinical examination -- Imaging -- TMD diagnostic categories -- Contributing factors -- TMD secondary to trauma -- TMD secondary to dental treatment -- Lateral pterygoid myospasm -- Acute TMJ disc displacement without reduction -- TMJ dislocation -- Stabilization appliance -- Anterior positioning appliance -- Self-management therapy -- Physical medicine -- Cognitive-behavioral intervention -- Pharmacological management -- Other dental procedures -- Integrating multidisciplinary therapies"
Ames, Iowa: Wiley Blackwell, 2010
R 617.522 WRI m (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Okeson, Jeffrey P
St. Louis, Mo.: Elsevier, 2013
617.643 OKE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nandya Wintasari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Inklinasi eminensia artikularis merupakan struktur yang paling cepat mengalami degenerasi akibat beban oklusi yang berat. Perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri lebih banyak ditemui pada individu dengan Temporomandibular disorders TMD . Jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism juga dapat mempengaruhi perbedaan inklinasi eminensia artikularis. Sehingga, perlu diteliti hubungan antara diagnosis TMD, jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Tujuan: Menganalisis hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Metode: Desain penelitian potong lintang dengan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan DC-TMD, serta foto radiograf transkranial pada 70 subjek 14 pria, 56 wanita , usia 20 tahun ke atas. Uji One-way ANOVA digunakan untuk menganalisis hubungan diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri. Uji t tidak berpasangan digunakan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism terhadap perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia, kondisi oklusi, kehilangan gigi dan kebiasaan sleep bruxism terhadap diagnosis TMD. Uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri.Hasil: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri p=0,001 . Dengan hasil post hoc bermakna pada kelompok gangguan sendi p=0,042 dan gangguan kombinasi p=0,000 . Jenis kelamin dan usia mempengaruhi diagnosis TMD p=0,009 dan p=0,029 . Uji multivariat menunjukkan bahwa variabel diagnosis TMD merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Kesimpulan: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Diagnosis TMD dengan gangguan intra artikular dan otot mempunyai risiko terjadinya perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri sebesar 9,75 kali dibandingkan TMD dengan gangguan otot.Kata kunci: perbedaan eminensia artikularis, inklinasi, TMD, transkranial

ABSTRACT
Background Articular eminence is the most rapidly degenerating structure due to heavy occlusion loads. Asymmetrical articular eminence is more common in individuals with Temporomandibular disorders TMD . It is also associated with gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism. Therefore, further research is required to analyze the relationship between TMD diagnoses, gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism with asymmetrical articular eminence.Objective To analyze the association between TMD diagnoses and asymmetrical articular eminence.Method This research implemented a cross sectional study in diagnosis process using DC TMD protocol and transcranial radiographs of 70 subjects 14 male, 56 female aged 20 years and older. One way ANOVA was used to determine the association between TMD diagnoses to asymmetrical articular eminence. Independent t test was used to determine the association between gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism to asymmetrical articular eminence. Chi square test was used to determine the influence of gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism in association to TMD diagnoses. Logistic regression multivariate test was used to determine which factors are the most influential to asymmetrical articular eminence.Result TMD diagnoses had a significant association with asymmetrical articular eminence p 0,001 . Post hoc result showed significant values in intra articular disorder p 0,042 , and combination disorder p 0,000 . Gender and age were associated with TMD diagnoses p 0,009 and p 0,029 . Based on multivariate test, TMD diagnoses was the most influential factor to asymmetrical articular eminence, with OR value of 9,75 for intraarticular disorder and OR value of 4,13 for muscle disorder.Conclusion TMD diagnoses were significantly associated with asymmetrical articular eminence. TMD with intraarticular and muscle disorder is 9,75 times more likely to cause asymmetrical articular eminence compared to TMD with muscle disorder. Keywords asymmetrical articular eminence, inclination, TMD, transcranial"
Depok: 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Adriani Putri
"[Salah satu gejala TMD dapat berupa keterbatasan gerak mandibula yang antara lain dapat dilihat melalui besar pembukaan mulut. Telah terdapat penelitian tentang besar pembukaan mulut di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan besar pembukaan mulut dengan TMD di Indonesia. Penelitian menggunakan metode potong lintang pada 223 mahasiswa UI berusia 17-22 tahun. Subjek mengisi kuesioner Indeks Diagnostik-TMD dan diukur besar pembukaan mulutnya. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan bermakna pada rata-rata besar pembukaan mulut subjek TMD dan non-TMD (p=0,005). Ditemukan hubungan antara besar pembukaan mulut dengan Temporomandibular Disorders di Indonesia.;One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia, One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Madina F. KH.
"Latar Belakang: Temporomandibular disorders (TMD) memiliki prevalensi yang bervariasi antara 45% hingga 88% di berbagai tempat di dunia. Beberapa gejalanya berupa sakit dan kesulitan membuka mulut. Gejala ini dapat mengganggu pola makan dan pada akhirnya mengganggu status nutrisi individu penderita TMD. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada individu dengan dan tanpa TMD. Metode: Penelitian dengan desain cross-sectional dilakukan dengan partisipan 100 orang penduduk Desa Klecoregonang, Pati, Jawa Tengah. Variabel yang diteliti yaitu status TMD, IMT, asupan nutrisi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi. Pengambilan data dilakukan sepanjang bulan November 2020. Partisipan diwawancarai untuk mengisi kuesioner ID-TMD sebagai alat skrining TMD dan kuesioner food frequency questionnaire (FFQ) untuk mengukur asupan nutrisi. Partisipan juga diukur tinggi dan berat badannya untuk menghitung IMT. Selain itu, data usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan jumlah pengeluaran per bulan juga dicatat sebagai data sosiodemografis. Hasil: Analisis data menggunakan uji komparatif kategorik tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan IMT pada partisipan dengan dan tanpa TMD (p = 0,933). Variabel confounding yang menujukkan perbedaan nilai secara statistik pada partisipan dengan dan tanpa TMD adalah asupan nutrisi (p = 0,003), usia (p = 0,025), dan tingkat ekonomi (p = 0,01). Lebih lanjut, tidak ada perbedaan IMT antar kategori asupan nutrisi (p=0,454). Kesimpulan: tidak terdapat perbedaan IMT pada partisipan dengan dan tanpa TMD.

Background: Temporomandibular disorders (TMD) occurrence ranged between 45%- 88% in various part of the world. Some of the symptoms include pain and mouth opening difficulty. These symptoms can interfere with eating patterns and ultimately disrupt the nutritional status of individuals with TMD. Aim of this study is to compare the differences in Body Mass Index (BMI) in individuals with and without TMD. Methods: This study is a cross-sectional study with 100 participants from Klecoregonang Village, Pati, Central Java. Data collection was carried out throughout November 2020. The variables studied were TMD status as dependent variable, BMI as independent variable, and the confounding variable were nutritional intake, age, gender, education level, and economic level. Participants were interviewed to fill out ID-TMD questionnaire as TMD screening tool and Food Frequency Questionnaire (FFQ) to measure nutritional intake. Participants were also measured for height and weight to calculate BMI. In addition, data about age, gender, education level, and monthly expenditure were also recorded as sociodemographic data. Results: Data analysis using unpaired categoric comparative test showed no difference in BMI between participants with and without TMD. The confounding variables that showed statistically different values for paricipants with and without TMD is nutritional intake (p = 0,003), age (p = 0,025), and economic level (p = 0,01). Furthermore, there was no difference in BMI between nutritional intake categories (p=0,454). Conclusion: there is no difference in BMI between participants with and without TMD."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Pragustine
"ABSTRAK
Latar Belakang: Temporomandibular disorders TMD adalah gangguan yang bersifat multifaktorial dan keluhan yang seringkali ditemukan adalah nyeri di daerah orofasial, keterbatasan buka mulut dan bunyi sendi. Keluhan tersebut seringkali mengganggu aktivitas sehari-hari pasien sehingga semakin banyak pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan. Aktivitas pasien mempengaruhi kualitas hidupnya, sehingga perlu dilakukan analisis hubungan TMD dengan kualitas hidup dinilai menggunakan kuesioner OHIP-TMDs-ID. Tujuan: Menganalisis hubungan TMD dengan kualitas hidup, menganalisis hubungan antara faktor sosiodemografis, status stres emosional, status kebiasaan buruk dan jumlah kehilangan gigi dengan kualitas hidup. Metode: Desain potong lintang. Hubungan TMD, faktor sosiodemografis, status stres emosional, status kebiasaan buruk dan jumlah kehilangan gigi dengan kualitas hidup dianalisis dengan uji t tidak berpasangan sedangkan untuk hubungan kelompok diagnosis TMD dan kelompok usia dengan kualitas hidup dengan uji ANOVA satu arah. Hasil: Dari uji yang dilakukan terlihat bahwa terdapat hubungan antara TMD dengan kualitas hidup p0,05 . Kesimpulan: Kualitas hidup pasien TMD lebih rendah dibandingkan dengan pasien non TMD. ABSTRACT Background Temporomandibular disorders TMD is a multifactorial etiologic disorders and mostly patients complain about orofacial pain, limited opening and clicking or crepitation. Sometimes those complaints are affecting their daily activities so patients tried to seek treatments. Patients rsquo daily activities affected their quality of life so we needed to analyze the relationship between TMD and quality of life based on OHIP TMDs ID. Objective to analyze the relationships between TMD, sociodemographic factors, emotional stress, bad habit and number of tooth loss with quality of life. Method This research used a cross sectional design. The relationship between TMD, sociodemographic factors, emotional stress status, bad habit status and number of tooth loss with quality of life were analyzed using unpaired t test while for the relationship between diagnostic group of TMD and age group with quality of life used one way ANOVA. Results There is a relationship between TMD and TMD rsquo s group diagnose with quality of life p"
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Masticatory system is a complex functional unit of the body primarily responsible for mastication, speech and deglutition process. Temporomandibular disorders (TMD) is used to describe all functional disturbances of the masticatory system. The etiology of TMD is multifactorial, such as occlusal disharmony and emotional stress. The relationship between occlusion and TMD has been highly debated in dentistry, one of the occlusal factors is the occlusal schemes. Occlusal schemes are defined as bilateral canine guidance, unilateral canine guidance, group function, and balanced occlusion. However, studies about the relationship of occlusal schemes and the occurrence of the TMD are still limited and remained controversial. Objective: To investigate the relationship of occlusal schemes with the occurrence of TMD. Methods: A cross-sectional study was conducted at the Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. A total of 127,\ students were included in this study. Subjects were examined based on Clinical Helkimo Index and divided into TMD and non-TMD groups. Subjects were categorized as non-TMD group if the value of clinical Helkimo index was 0 and as TMD group when the value ranged between1-25. Results: Balanced occlusion schemes has a greater risk of TMD occurrence with odds ratio value of 5.6 and 95% confidence interval of 1.188 to 26.331 (p=0.021). Conclusion: Balanced occlusion has asignificant relationship with the occurence of TMD."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Agus Wirawan
"ABSTRAK
Pada saat menyanyi, setiap penyanyi memiliki kebiasaan atau ciri tertentu, misalnya
duduk, memiringkan kepala ke satu sisi, dll yang dapat disebabkan karena rasa
nyaman atau karena ada gangguan. Kebiasaan atau ciri menyanyi yang disebabkan
adanya gangguan dapat mengakibatkan perubahan pada postur kranioservikal
sehingga terjadi hiperaktifitas otot-otot mastikasi yang dapat merupakan salah satu
etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Gangguan sendi
temporomandibula atau temporomandibular disorder (TMD) merupakan hal yang
sering dijumpai di masyarakat. Etiologi TMD bersifat multifaktorial antara lain postur
kranioservikal yang kurang baik, gangguan otot, dll. Penelitian ini bertujuan
menganalisis hubungan antara postur kranioservikal dan durasi menyanyi pada
penyanyi terhadap terjadinya TMD. Desain penelitian adalah analitik observasional
case-control terhadap 40 penyanyi yang mengalami keluhan TMD. Diagnosis TMD
ditegakkan dengan Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders
(RDC), sedangkan analisis postur kranioservikal digunakan radiografi sefalometri
untuk memperoleh sudut NSL/OPT. Dengani RDC, 24 penyanyi termasuk dalam
kategori TMD, dan 16 penyanyi non TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak
terdapat perbedaan postur kranioservikal antara penyanyi dengan TMD dan non
TMD dengan nilai p = 0,084. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara
durasi menyanyi dan TMD pada penyanyi dengan nilai p = 0,000. Semakin panjang
durasi menyanyi dalam satu hari, semakin besar kemungkinan penyanyi mengalami
gangguan sendi temporomandibula.

ABSTRACT
While singing, every singer has a different style, like singing while sitting, singing
while tilting head to one side, etc. These behaviors, whether caused by habit or
discomfort, may change craniocervical posture, which then may trigger mastication
muscles hyperactivity. This is one possible etiology for temporomandibular disorder.
Temporomandibular Disorder (TMD) is a common disorder caused by a variety of
factors such as bad craniocervical posture, or muscle disorder, etc. The purpose of
this study was to analyze the relationships among TMD, craniocervical posture, and
duration of singing. This observational case-control study was done with 40 singers
with TMD symptoms. TMD was diagnosed based on Research Diagnostic Criteria for
Temporomandibular Disorders (RDC). Radiographic cephalometry was taken for
craniocervical posture analysis of NSL/OPT angle. By RDC, the singers were
classified to 24 singers with TMD and 16 singers without TMD. This study found no
difference for craniocervical posture in singers with TMD and without TMD (p =
0,084). However, there was a significant relationship between duration of singing
and TMD (p = 0,000). The longer the duration of singing in a day, the bigger the
likelihood to develop TMD."
2013
T34998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delphia Aisyah Kristiyady
"Latar Belakang: Gangguan sendi temporomandibula memiliki etiologi yang kompleks dan multifaktorial, salah satunya adalah stres. Pada masa pandemi COVID-19 stres mahasiswa meningkat karena adanya perubahan sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi daring. Penelitian mengenai hubungan stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula belum pernah dikaji sebelumnya.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula, mengetahui hubungan gangguan sendi temporomandibula dengan jenis kelamin selama pembelajaran daring, dan mengetahui hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan durasi, dan frekuensi pembelajaran daring.
Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan pada 351 mahasiswa Universitas Indonesia. Partisipan penelitian diberikan dua buah kuesioner, yaitu Perceived Stress Scale (PSS) versi bahasa Indonesia untuk mengukur stres dan Temporomandibular Disorders Diagnostic Index (TMD-DI) untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula.
Hasil Penelitian: Uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat hubungan antara stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula (p<0.05). Uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan jenis kelamin selama pembelajaran daring (p>0.05). Uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan durasi dan frekuensi pembelajaran daring (p>0.05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula.

Background: Temporomandibular disorders has complex and multifactorial etiology, particularly stress. During pandemic COVID-19 student stress has increased by changes in learning system from face-to-face into e-learning. The study to analyze the relationship between student stress during e-learning and temporomandibular disorders never been conducted.
Objectives: This study aimed to assess the relationship of student stress during e-learning and temporomandibular disorders, analyze the relationship between temporomandibular disorders and gender during e-learning, and analyze the relationship between temporomandibular disorders with duration and frequency of e-learning.
Methods: The number of 351 students of Universitas Indonesia participated in this cross- sectional study. Each participant is given two questionnaires. Perceived Stress Scale (PSS) Indonesian version to assess stress and TMD-DI to assess temporomandibular disorders.
Result: The Mann-Whitney test showed there was a relationship between student stress during e-learning learning and temporomandibular disorders (p<0.05). Chi- square test showed there was no relationship between temporomandibular disorders and gender during e-learning (p>0.05). Chi-square test showed there was no relationship between temporomandibular disorders with duration and frequency of e-learning (p> 0.05).
Conclusions: There was a relationship between student stress during e-learning and temporomandibular disorders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Margaretha Anyelir
"Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah gangguan otot dan kelainan artikular dalam fungsi komponen otot dan/atau sistem artikular yang disertai dengan tanda dan gejala klinis yang sangat bervariasi. Adanya riwayat GSTM dapat menjadi pertimbangan dalam rencana perawatan ortodonti. Tidak semua menyadari bahwa mereka memiliki GSTM yang salah satunya disebabkan oleh maloklusi, sehingga mereka datang hanya ke klinik Ortodonti hanya untuk perbaikan maloklusi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui proporsi dan distribusi
demografi pasien dengan GSTM termasuk maloklusi (hubungan rahang, overjet, overbite, hubungan molar dan kaninus) dan sudut parameter vertikal pada
sefalometri lateral di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. (2) Mengetahui hubungan GSTM dengan maloklusi serta hubungan GSTM dengan sudut parameter
skeletal. Studi deskriptif dengan desain penelitian potong lintang pada pasien tahun kunjungan 2013-2018 yang memiliki GSTM pada anamnesis dan/atau pemeriksaan fungsional. Digunakan analisis univariat menggunakan SPSS 23 untuk menggambarkan distribusi dan analisis korelasi untuk menggambarkan hubungan.
Didapatkan 98 status pasien yang mengalami GSTM. Ditemukan lebih banyak pasien perempuan daripada laki-laki dengan usia rata-rata 24,8 tahun dan
kebanyakan berprofesi sebagai karyawan swasta. Gejala GSTM yang paling sering ditemukan adalah deviasi pergerakan mandibula dan clicking. Terdapat hubungan antara GSTM dengan maloklusi skeletal kelas II dan hubungan kaninus kelas III.

Temporomandibular disorder (TMD) is a muscle disorder and articular abnormality in the functioning of the muscular components and/or articular system which is accompanied by very variable clinical signs and symptoms. A history of TMD can be considered in an orthodontic treatment plan. Not all are aware that they have TMD, one of which is caused by malocclusion, so they only come to the Orthodontics clinic only for treating malocclusion. The objectives of this study are
(1) To determine the proportion and demographic distribution of patients with GSTM including malocclusion (skeletal, overjet, overbite, molar and canine relations) and the angles of the vertical parameters in the lateral cephalometry at the orthodontic specialist clinic in Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. (2) To determine the relationship of TMD with malocclusion and the relationship of TMD with skeletal parameter angles. Descriptive study with
a cross-sectional study design in patients in the 2013-2018 visit who had TMD on history taking and/or functional examination. Univariate analysis using SPSS 23 is used to describe the distribution and correlation analysis to describe the relationship. Obtained 98 status of patients experiencing TMD. It found more female patients than men with an average age of 24.8 years and mostly work as private employees. The most common symptoms of TMD are deviation mandibular movement and clicking. There is a relationship between TMD with skeletal class II
malocclusion and class III canine relationship.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>