Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114065 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Suharto
"Keadaan pergerakan nasional pada tahun 1930-an berbeda dengan keadaan sebelumnya. Keadaan tersebut terutama disebabkan oleh sikap pemerintah kolonial yang sangat menakan gerakan nasional, khusunya gerakan yang menganut azas perjuangan non-koperasi. PNI yang didirikan pada tahun 1927, pada tahun 1931 pecah menjadi Partindo yang dipimpin oleh Sukarno dan PNI Baru yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Baik Partindo maupun PNI-Baru dinilai pemerintah, membahayakan. Ditekanlah kedua partai itu melalui berbagai cara, seperti pembatasan kebebasan berbicara dalam rapat-rapat, dilaksanakannya hak luar biasa Gubernur Jenderal yaitu exorbitantrechten, dan adanya larangan untuk mengadakan rapat dan berkumpul yang berlaku di seluruh Indonesia.
Dengan dilaksanakannya berbagai senjata itu, maka keadaan gerakan non-koperatif (Partindo dan PNI-Baru), menjadi tidak berdaya. Akhirnya, Partindo pada bulan Nopember 1930 dibubarkan oleh pengurusnya. Dengan pembubaran Partindo, sedangkan PNI-Baru lumpuh, maka macetlah gerakan non-koperatif. Kandasnya gerakan nonkoperatif menimbulkan pemikiran baru yaitu agar azas perjuangan non-koperasi diganti dengan azas koperasi. Akhirnya, pada tanggal 23 Mei 1937 di Jakarta didirikan partai baru yang koperatif dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo bertujuan kemerdekaan politik, ekonomi, dan sosial, yang hendak dicapai dengan berjuang baik di luar maupun di dalam dewan-dewan.
Walaupun Gerindo koperasi, namun pemerintah masih mencurigainya. Beberapa rapat untuk mendirikan cabang Gerindo dibubarkan oleh pemerintah karena berbagai macam alasan. Sebagian besar bekas anggota Partindo masuk dalam partai ini. Cabang-cabangnya tersebar hampir merata di seluruh Indonesia.
Aktivitas Gerindo dipusatkan pada bidang politik, karena menurutnya kemenangan di bidang ini merupakan jalan utama untuk mencapai kemerdekaan di bidang lainnya. Namun demikian, bidang ekonomi tidak dilupakan karena menurut Gerindo bahwa susunan ekonomi yang baik akan berpengaruh terhadap bidang politik dan sosial. Kegiatan di bidang politik di antaranya ialah sikapnya terhadap Petrisi Sutarjo yang mendukung sebagian isinya; masuk dan aktifnya Gerindo dalam Gapi yang dibentuk tahun 1939; keinginannya untuk membentuk suatu Front Demokrasi guna menghadapi kemungkinan menjalarnya perang ke Indonesia.
Kegiatan di bidang ekonomi yaitu didirikannya perkumpulan yang bernama Penuntun Ekonomi Rakyat Indonrsia (PERI) yang bertujuan untuk memperbaiki perekonomian rakyat Indonesia. Di bidang sosial Gerindo membantu sekolah-sekolah nasional dan melakukan pemberantasan buta huruf. Di bidang kepemudaan Gerindo mendirikan perkumpulan pemuda bernama Barisan Pemuda Gerindo. Setelah Jepang menduduki Indonesia, perjuangannya terhenti karena Gerindo dan partai-partai politik lainnya dibubarkan oleh Jepang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Mulyani Supriatin
"Tulisan ini membahasa nasionalisme yang tergambarkan dalam novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Masalah menarik yang diangkat dalam tulisan ini adalah nasionalisme seperti apa yang terungkap dalam novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Tujuan penulisan adalah untuk mengungkap nasionalisme yang terdapat dalam novel Siti Nurbaya karya Marah rusli. Hasil pembahasan Hasil pembahasan menunjukkan bahwa nasionalisme yang muncul dalam novel ini adalah pembelaan orang-orang Minang terhadap masyrakat dan Tanah Minang sebagai pribumi atau sebagai pihak dikuasai ketika beradapan dengan pemerintah kolonial sebagai penguasa."
Bandung: ITB (Institut Teknologi Bandung), 2010
495 JUSOS 9:19 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Kezya Artamevia
"Rasa nasionalisme yang dipercayai Han Yong-un, seorang penyair serta tokoh kemerdekaan Korea, tidak berpusat pada kebencian terhadap pemerintah kolonial Jepang melainkan pada refleksi diri masyarakat Korea. Nilai nasionalisme Han Yong-un dapat dilihat pada puisinya yang berjudul 님의 침묵 (Nimui Chimmuk), puisi representatif dalam antologi puisi Nimui Chimmuk yang mengawali ketenaran Han Yong-un dalam dunia sastra. Penelitian ini menganalisis pandangan Han Yong-un mengenai nasionalisme yang digambarkan pada puisi Nimui Chimmuk berdasarkan perjalanan hidupnya sebagai patriot kemerdekaan Korea. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode pengumpulan data studi pustaka yang dijabarkan dalam bentuk deskriptif. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah dengan membaca dan menganalisis puisi Nimui Chimmuk dengan teori semiotika Riffaterre untuk memahami lebih dalam tentang makna dan simbol yang terdapat di dalam puisi. Makna dan simbol tersebut dianalisis dengan mengaitkannya pada latar belakang Han Yong-un sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan Korea. Penelitian ini menyimpulkan bahwa nasionalisme yang digambarkan dalam puisi Nimui Chimmuk berbeda dengan nasionalisme pada umumnya. Puisi ini mendefinisikan nasionalisme dengan ketegaran dan penguatan diri masyarakat Korea. Berbeda dengan pandangan umum, Han Yong-un memandang nasionalisme bukan dengan perlawanan secara fisik.

The sense of nationalism believed by Han Yong-un, a poet and Korean independence figure, was not centered on hatred of the Japanese colonial government but on the self-reflection of Korean society. The value of Han Yong-un's nationalism can be seen in his poem entitled 님의 침묵 (Nimui Chimmuk), a representative poem in the poetry anthology Nimui Chimmuk which started Han Yong-un's fame in the literary world. This study analyzes Han Yong-un's view of nationalism described in poetry Nimui Chimmuk based on his life journey as a patriot of Korean independence. The research method used is a qualitative method with a literature study data collection method described in descriptive form. The research procedure was carried out by reading and analyzing the poetry Nimui Chimmuk with Riffaterre's semiotic theory to understand more deeply about the meanings and symbols contained in the poem. The meanings and symbols are analyzed by relating them to the background of Han Yong-un as a figure in the Korean independence struggle. This study concludes that the nationalism described in poetry Nimui Chimmuk is different from nationalism in general. This poem defines nationalism by the obstinacy and self-strengthening of Korean society. Contrary to popular opinion, Han Yong-un views nationalism not with physical resistance."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LP3ES, 2003
320.54 ANA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Minal Aidin A. Rahiem
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Makalah ini membahas mengenai peran nasionalisme dan keadilan sosial di Indonesia dalam menghadapi eksploitasi di sector ekonomi. Makalah ini berkosentrasi membahas cara meningkatkan peranan masyarakat untuk kerjasaa dan menciptakan keadilan sosial."
630 WKUPJ 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The discourse of cosmopolitanism and nationalism reflects the tension of the flow of globalization in the process of uniting and separating, in the commitment to facilitating and abrupt cancelation. The paper uses the arguments posed by Charles Taylor to suggest a new alternative to analyze, and to respond to the phenomenon of globalization. The four topics of the discussion are pluralism, autonomy vs. authenticity, neutrality on the part of the state, and authenticity as a new component in liberalism."
JUETIKA
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Binsar Antoni
"ABSTRAK
Artikel yang berjudul 'Ambiguitas Diferensiasi Agama dan Negara di Indonesia' ini fokus membahas mengenai bagaimana hubungan agama dan negara yang tidak saling menaklukkan. Pertama-tama dipaparkan mengenai riset-riset mutakhir mengenai hubungan agama dan negara, dan dasar teori yang mendasarinya, kemudian dipaparkan teori diferensiasi agama dan negara sebagai jalan tengah terbaik dari hubungan agama dan negara yang tidak saling menaklukkan. Setelah itu dipaparkan konsep diferensiasi agama dan negara menurut Pancasila, dan ambiguitas yang terjadi terhadap kebijakan diferensiasi agama dan negara di Indonesia. Tulisan ini menemukan bahwa pembedaan agama dan negara menurut Pancasila memiliki dasar teori yang kuat, dan relevan untuk Indonesia. Hanya saja ambiguitas diferensiasi agama dan negara itu masih terjadi diskriminasi terhadap agama tertentu, dan masih berlangsung."
Jakarta: Reformed Center for Religion and Society (RCRS), Pusat Pengkajian Reformed bagi Agama dan Masyarakat, 2018
200 SODE 5:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>