Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42664 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Luna Puspita
"Fokus dari skripsi ini adalah untuk membahas prinsip perbatasan maritime dan penerapannya pada Sengketa Laut Cina Selatan, khususnya pada batas maritim negara penuntut. Skripsi ini juga menguraikan lebih lanjut mengenai posisi Indonesia di dalam sengketa tersebut. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai Sengketa Laut Cina Selatan dan mendiskusikan lebih lanjut mengenai negara penutut yang mana yang memiliki klaim paling sah di Laut Cina Selatan.

The focus of this thesis is to discuss the maritime boundaries principle and applying the principle in the South China Sea Dispute regarding the maritime boundaries of the Claimant States. The thesis also elaborates more about Indonesia's position in the dispute. The purpose of this thesis is to give a more thorough understanding about the South China Sea Dispute, and discuss further regarding which claimant state has the most legitimate claim in the South China Sea.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Poltak Partogi, 1963-
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2020
341.44 NAI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Seto Banuwijoyo
"ABSTRAK
Sektor logistik maritim memiliki peran yang sangat penting di Indonesia karena hampir seluruh komoditi domestik dikirim melalui jalur laut. Negara Indonesia memiliki program untuk menyeimbangkan tingkat perekonomian dengan menyeimbangkan pengiriman kargo domestik antara wilayah bagian barat dan wilayah bagian timur. Karena sifat program ini non-komersil maka diperlukan suatu perancangan transportasi laut dengan tujuan minimasi biaya. Perancangan ini bertujuan menghasilkan suatu model rute pelayaran yaitu jenis LCT yang digunakan, rute yang dilewati dan jumlah kargo yang dikirim. Metode yang digunakan adalah Mixed Integer Programming dengan desain rute pelayaran adalah Butterfly Route dan disimulasikan dengan software Gurobi. Faktor yang mempengaruhi hasil perancangan adalah ketersediaan LCT, jarak antara pelabuhan dan jumlah kargo yang direncanakan

ABSTRACT
Maritime logistic sector has a important role in Indonesia, for almost all domenstic commodities shipped via maritime. Indonesia has a program to balance economic level by balancing domestic cargo shipments from westpart to the eastpart of the region. The non commercial program should be designed to planning with the aim to minimazing cost. These methode is to produce a model of the type of LCT type, shipping route, and the amount of cargo where shipping or transhipping. The methode uses Mixed Integer Programming with butterfly route design nad simulated with software Gurobi. Three main facotr where affecting the result is avaibality of the LCT, distance between the port, and cargo volume where shipped or transhipped. "
2016
T46939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richarunia Wenny Ikhtiari
"Tesis ini menganalisa mengenai kebijakan laut Indonesia apakah sudah tewujud sebagai kebijakan yang seharusnya ada untuk sebuah negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki luas perairan 2/3 dari luas daratan sekitar 5.8 juta km², dengan garis pantai sepanjang 81.000 km². Dengan adanya keistimewaan posisi dan letak strategis Indonesia di tataran dunia, laut merupakan media yang paling banyak di gunakan dalam hal lintas ekonomi maupun kapal-kapal militer, serta rentan akan isu Non-Traditional Security lainnya. Akan tetapi Indonesia, belum mampu mengatur dan mengelola keistimewaan laut tersebut dalam menghadapi isu maritime security, dikarenakan law enforcement yang belum optimal dilaksanakan, sehingga dalam kelembagaan nasional terjadi overlapping dalam menjalankan fungsi dan tugas pokok yang saling berbenturan (dijalankan secara sektoral), serta banyaknya kepentingan antar negara di wilayah Asia Tenggara dalam mengahadapi isu kelautan. Dengan demikian adanya kelemahan tersebut, Indonesia belum menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang seutuhnya dan tidak terealisasinya kebijakan laut Indonesia yang akan membawa perubahan pada pembangunan ekonomi dan pertahanan keamanan di laut. Maka, strategi keamanan maritim yang kuat tidak dapat terwujud secara kuat dan normatif.

This thesis analyzes about the ocean policy of Indonesia is already exist as a policy should be abide for an archipelagic state like Indonesia which has an area of water 2/3 of the land area about 5.8 million km², with a coastline 81,000 km². With the features and location of Indonesia's strategic position at the world level, the sea is the most widely used in cross-economically and military ships, as well as vulnerable to issues Non-Traditional Security. Indonesia, however, have not been able to organize and manage the marine privilege in the face of maritime security issues, because law enforcement is not optimal yet implemented, resulting in overlapping national institutions in carrying out the functions and main tasks are clashing (sectoral), and there are many of interests among states in Northeast Asia region to faces the maritime issue. Thus the existence of these weaknesses, Indonesia yet to make Indonesia as a maritime nation as a whole and not the realization of Indonesia's ocean policy that will bring changes in the economic development and defense and security at sea. Thus, a strong maritime security strategy can not be realized in a powerful and normative."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T29644
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Nagendra Kumar
London: Stevens and Sons, 1983
344.45 SIN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cincinnati: the Jefferson Law Book Company, Divison of Anderson Publishing Company, 2018
340 JML
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indira Biasane
"Tesis ini membahas tentang upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal melalui kerangka regional, yaitu Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region. Penelitian ini akan menggunakan studi kasus praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI), dengan latar belakang bahwa kasus praktik penangkapan ikan ilegal yang terjadi di WPPRI semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan deskriptif analisis, dimana metode akan menjelaskan permasalahan yang dianalisis melalui penjelasan hubungan kausal (sebab-akibat) antara variabel independent dan dependent melalui pengajuan hipotesis. Penelitian ini akan berusaha menjelaskan mengapa praktik penangkapan ikan ilegal masih terjadi dan bahkan meningkat di contoh kasus WPPRI, pada saat RPOA-IUU Fishing diberlakukan, yang menjadi pertanyaan dan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah RPOA-IUU Fishing belum dapat menjadi sebuah rejim perikanan yang kuat karena belum memasukkan variabel penyelesaian sengketa (settlement dispute) di dalam kesepakatannya. Apabila ada sengketa yang terjadi berhubungan dengan praktik penangkapan ikan ilegal (contohnya, tertangkapnya kapal penangkap ikan asing di suatu wilayah negara pantai), maka penyelesaian sengketa tersebut masih berada dalam kerangka hukum laut internasional atau hukum nasional negara pantai. RPOA-IUU Fishing juga belum dapat menjadi sebuah rejim yang kuat karena dalam konteks Asia Tenggara, negara-negara masih menyimpan potensi konflik mendasar, yaitu masalah delimitasi batas maritim. Sampai saat ini, beberapa negara masih mempersoalkan batas-batas negaranya yang bersinggungan dengan negara lain. Delimitasi batas maritim penting adanya mengingat batas negara sangat diperlukan dalam penetapan batas-batas perikanan suatu negara yang berkaitan dengan sumber daya perikanan yang terkandung di dalam wilayah laut tersebut. Upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal juga menemui kendalanya karena beberapa negara anggota RPOA-IUU Fishing sampai sekarang masih belum meratifikasi beberapa key instruments, seperti UNCLOS dan UN Fish Stock Agreement. Dengan belum diratifikasinya key instruments seperti diatas, maka perilaku negara-negara belum dapat diatur oleh ketetuan-ketentuan internasional.
Hasil penelitian merekomendasikan bahwa rejim RPOA-IUU Fishing perlu membuat satu konsep penyelesaian sengketa (settlement dispute) dalam kesepakatannya, karena karakteristik praktik penangkapan ikan ilegal menyimpan potensi konflik yang memerlukan sebuah konsep penyelesaian sengketa. Delimitasi batas maritime negara juga harus diselesaikan antar negara-negara yang belum menemukan kesepakatan karena mempengaruhi hak atas sumber daya perikanan yang terkandung dalam suatu perairan tersebut. Rekomendasi lain yaitu negara-negara di kawasan Asia Tenggara sepatutnya meratifikasi international key instruments yang telah diatur dalam ketentuan-ketentuan internasional, dimana dengan ratifikasi tersebut maka negara secara sadar berkomitmen dalam upaya penanggulangan praktik penangkapan ikan ilegal.

The focus of this study is the efforts on combating illegal fishing through the regional cooperation, Regional Plan of Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices, including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region. This research shall study one case which is happen in the Fisheries Management Area of Republic of Indonesia. This research will be an desctiptive-analitical research, which is using an explanation how the problem analized through independet and dependent variable with hyphotesys. This research would explain why illegal fishing still happen and even higher in Indonesian fishing area, when RPOA implemented.
The researcher found out that RPOA hasn`t be a strong fisheries regime yet because there was one variable that hasn`t accommodated yet by RPOA, which is settlement dispute variable. If there was a fisheries dispute, countries will solve these problems by using their own regulations or by using international regulation instruments. The other cause RPOA still hasn`t be a strong fisheries regime because countries over Southeast Asia still kep the potential conflict, which is the delimitation of maritime border. Delimitation of maritime border become important in order to get a border of country. The efforts of combating illegal fishing is also met difficulty when countries, nowadays, still hasn`t ratified the international key instruments.
The researcher suggest that RPOA as a fishries rezime should arrange concept of settlement dispute. Concept of settlement dispute become an important variable because the characteristic of illegal fishing itself kept an potensisl conflict. Other suggestion is the delimitation of border in the Southeast Asia and countries over Southeast Asia should ratified the international key instruments, that has been organized in international arrangements. By ratifying those insternational key instruments, countries show their commitment in efforts to combating illegal fishing in the region."
2009
T26250
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deventer, Netherlands: Kluwer Law & Taxation , 1983
343.096 HAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Virdi Lagaida Umam
"Dalam proses menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, agenda keamanan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN)—sebagai institusi internasional utama di Asia Tenggara—melibatkan negara-negara anggotanya serta negara mitra dari luar dalam kegiatan-kegiatannya. Dengan sengketa maritim yang belum terselesaikan, meningkatnya pengaruh dari negara-negara kuat di ambang perbatasannya, serta munculnya pertanyaan-pertanyaan kritis yang diarahkan pada kemampuan institusi-institusi internasional, peran ASEAN dalam dimensi keamanan maritim lantas menjadi titik kritis secara akademik dan politik. Tinjauan literatur ini bertujuan untuk menganalisis pemahaman akademis mengenai kerja sama keamanan maritim ASEAN secara kritis, serta menerapkan analisis tersebut pada konteks regional yang terus berkembang. Menggunakan 25 literatur serta metode taksonomi, artikel ini mengidentifikasi tiga titik fokus utama literatur: 1) ASEAN sebagai aktor dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan; 2) keamanan non-tradisional sebagai fokus utama keamanan maritim ASEAN; dan 3) analisis kritis mengenai kapabilitas dan agensi ASEAN sebagai institusi internasional. Tinjauan ini menemukan bahwa Tiongkok tetap menjadi faktor utama yang konstan dalam diskursus keamanan ASEAN, dan tindakannya di Laut Tiongkok Selatan menjadi tantangan keamanan utama bagi agenda keamanan ASEAN. Tinjauan ini juga menemukan bahwa diskursus akademik terpengaruh oleh interaksi antar-negara adidaya (great powers), khususnya kontestasi antara AS dan Tiongkok. Mengingat aspirasi ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya dalam menjamin perdamaian dan stabilitas kawasan, kajian literatur ini menyimpulkan bahwa ASEAN harus mengambil tindakan jika ingin mempertahankan sentralitas tersebut saat ini.

The issue of maritime security cooperation has become one of considerable importance within the changing political context of the maritime Southeast Asia region. In the process of establishing and maintaining the region’s peace and stability, the security agendas of the Association of Southeast Asian Nation—acting as Southeast Asia’s premier international institution—sees active participation by both its member states within the region as well as partners from without. But how does it fare in the face of its changing security challenges? With unresolved maritime disputes within its borders, the growing influence of international powers, and critical questions poised at the capabilities of international institutions, ASEAN’s role within the dimension of maritime security becomes a critical academic and political juncture. This literature review aims to critically analyze current academic understanding of ASEAN maritime security cooperation, applying it to the changing regional context. Using 25 relevant academic articles, this article identifies three main focal points of literature: 1) ASEAN as an actor in the South China Sea disputes’ 2) non-traditional security as the primary focus of ASEAN maritime security; and 3) critical analyses regarding ASEAN’s institutional capability and agency. It finds that China remains a constant primary factor in ASEAN’s security discourse, and its actions in the South China Sea constitutes ASEAN’s main security challenge. It also finds that the academic discourse is subject to the encroachment of great power politics, particularly the US-China contestation. Considering ASEAN’s aspirations to maintain its centrality in guaranteeing the region’s peace and stability, this literature review concludes that ASEAN must take political and academic action if it seeks to maintain its current trajectory."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>