Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16931 dokumen yang sesuai dengan query
cover
KAJ 16:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Puput Ristyastuti
"Transformasi organisasi pemerintahan yang mengedepankan demokrasi tidak bisa terlepas dari tuntutan keterbukaan informasi publik serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Maka untuk memastikan akuntabilitas dan kredibilitas lembaga publik dalam menyediakan informasi dan dokumen yang dibutuhkan oleh publik, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengikat seluruh badan publik meliputi Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, termasuk penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kontradiksi antara konsepsi akuntabilitas Keterbukaan Informasi Publik dengan konsepsi kerahasiaan infromasi intelijen negara, khususnya di Badan Intelijen Negara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori efektivitas prinsip good governance dalam implementasi keterbukaan publik oleh Febrianingsih (2012:150) yang meliputi prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain analisis deskriptif analitik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Hasil penelitian menyatakan bahwa Badan Intelijen Negara telah mengimplementasikan keterbukaan informasi publik dengan membuat kelengkapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang meliputi, struktur PPID, Standar Operasional Prosedur (SOP), Aplikasi PPID, serta Daftar Informasi Publik (DIP). Selanjutnya, Badan Intelijen Negara juga telah menerapkan Pasal 17 UU KIP tentang Informasi yang Dikecualikan. Penelitian menemukan adanya kontradiksi antara keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan informasi intelijen, terutama dalam penilaian monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat terhadap penyelenggara intelijen negara yang menyatakan kurang informatif bahkan tidak informatif. Selain itu, kontradiksi terdapat pada kesalahan paradigma publik terkait keterbukaan informasi publik di lembaga intelijen. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu, terdapat kontradiksi antara akuntabilitas keterbukaan informasi publik dengan kerahasiaan intelijen negara, sehingga penyelenggara intelijen negara, khususnya Badan Intelijen Negara tidak mungkin menjadi lembaga yang informatif sesuai dengan tujuan UU KIP karena tetap harus berpedoman pada kerahasiaan informasi intelijen.

Government organizations transform that promote democracy cannot be separated from the demands for public information disclosure and the realization of good governance. So to ensure the accountability and credibility of public institutions in providing information and documents needed by the public, the government has issued UU No. 14 Tahun 2008 concerning Disclosure of Public Information which binds all public agencies including executive, legislative and judicial institutions, including state intelligence administrators especially State Intelligence Agency. This study aims to prove the contradiction between the conception of accountability for Public Information Disclosure and the conception of the secrecy of state intelligence information, especially in the State Intelligence Agency. The theory used in this study is the theory of the effectiveness of good governance principles in the implementation of public disclosure by Febrianingsih (2012: 150) which includes the principles of accountability, transparency, and participation. This research uses qualitative methods with analytical descriptive analysis design. Data collection techniques were carried out by interviews, documentation, and literature studies. The results of the study stated that the State Intelligence Agency had implemented public information disclosure by making the completeness of the Information Management and Documentation Officer (PPID) which included the PPID structure, Standard Operating Procedures (SOP), PPID Applications, and the Public Information List (DIP). Furthermore, the State Intelligence Agency must also implement Pasal 17 UU KIP concerning Exempted Information. The study found a contradiction between the disclosure of public information and the confidentiality of intelligence information, especially in the monitoring and evaluation assessment conducted by the Central Information Commission on state intelligence administrators who stated that they were not informative or even uninformative. In addition, there is a contradiction in the misunderstanding of the public paradigm regarding the disclosure of public information in intelligence agencies. The conclusion of this study is that the implementation of information disclosure is contradictory to the principle of secrecy of state intelligence, so that state intelligence administrators, especially the State Intelligence Agency, are unlikely to become institutions with informative assessments because they must still be guided by the confidentiality of intelligence information."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicky Fachrizal
"ABSTRAK
Tesis ini mendeskripsikan diskursus pandangan politik, antara; kelompok yang
menginginkan penguatan peran negara yang tercermin di dalam peran organisasi
intelijen dan jaminan perlindungan kebebasan warga negara; mengkaji reformasi
intelijen dalam kerangka negara hukum demokratis di Negara Indonesia; serta
menganalisa wewenang khusus yang ada pada Badan Intelijen Negara (BIN) yang
sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum demokratis. Penelitian tesis ini
mengunakan metode penelitan yuridis-normatif dengan pendekatan perundangundangan,
konsep, sejarah, dan analisi hal ini sejalan dengan karakter dari ilmu
hukum, yakni preskriptif. Penelitian tesis ini juga memperoleh data berdasarkan
studi lapangan serta studi kepustkaan. Hasil dari penelitian tesis ini menyarankan
untuk (i) melindungi kebebasan warga negara tanpa mengurangi peran intelijen
negara dalam menunjang pencapaian kepentingan nasional dan menegakkan
keamanan nasional, diperlukan suatu pengawasan berlapis yang melibatkan
mekanisme internal organisasi intelijen, lembaga eksekutif, lembaga legislatif,
lembaga yudikatif, auditor negara (BPK), lembaga independen negara (KPK), dan
dari masyarakat (media massa serta lembaga swadaya masyarakat), (ii) disamping
itu juga diperlukan diferensiasi struktur dan spesialisasi fungsi dari organisasi
intelijen agar intelijen dapat bekerja secara efektif di dalam negara hukum
demokratis, (iii) selanjutnya diperlukan Undang-Undang Keamanan Nasional
sebagai payung hukum bagi kegiatan aktor keamanan di Indonesia termasuk
intelijen, dan Undang-Undang Penyadapan untuk melindungi hak privasi setiap
warga negara.

Abstract
This thesis describes the discourse of political views, including: the groups who
want a strengthening the role of state that is reflected in the role of intelligence
organizations and the guarantee of freedom of citizens; assess the intelligence
reform within the framework of a democratic constitutional state in Indonesia, as
well as analyzing existing special authority on Intelligence State Agency (BIN) in
accordance with the principles of a democratic constitutional state. This thesis
research using normative-juridical research methods, approach to legislation, the
concept, history, and this analysis is in line with the character of legal science,
which is prescriptive. This thesis study also obtained data based on field studies
and literature studies. The results of this thesis research is (i) suggested to protect
the freedom of citizens without reducing the role of intelligence in supporting the
achievement of national interest and upholding national security requires; a
multilayered oversight mechanism involving internal intelligence organization,
the executive, legislature, judiciary, the state auditor (BPK), an independent state
agency (KPK), and from the public (mass media and non-governmental
organizations), (ii) as it also required the differentiation of specialized structures
and functions of intelligence for intelligence organizations to work effectively in
the democratic constitutional state, (iii) then required The National Security Act
as a legal umbrella for the activities of security actors in Indonesia, including
intelligence, and Interception Communication Act to protect the privacy rights of
every citizen."
2012
T31860
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Ungkapan penulis kemiliteran di Tiongkok (Cina) kira-kira 500 tahun SM di atas menyiratkan peran penting intelijen (mata-mata) bagi seorang raja ketika akan mengambil keputusan penting dalam mengendalikan urusan pemerintahan atau seorang jenderal perang untuk memenangkan peperangan. ...."
IKI 2:10 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riand Samudro
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan menjelaskan kondisi asimetri informasi beserta implikasinya dalam information sharing intelijen pada kasus Teror Sarinah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber praktisi dan akademisi, serta studi dokumen yang berkaitan dengan Teror Sarinah. Hasil penelitian ini menyimpulkan dua hal dari pertanyaan penelitian. Berdasarkan pertanyaan pertama, kondisi asimetri informasi intelijen terbukti telah terjadi dalam information sharing kontra terorisme pada kasus Teror Sarinah yang didasarkan atas terpenuhinya tiga unsur yaitu adanya ketimpangan penguasaan informasi, pertukaran informasi yang tidak optimal, dan kesepakatan pendapat dari para instansi terkait, bahwa informasi intelijen yang berasal dari information sharing tidak efektif. Kemudian berdasarkan pertanyaan kedua, asimetri informasi intelijen dalam information sharing kontra terorisme pada kasus Teror Sarinah, terbukti memiliki implikasi negatif yang berakhir pada kegagalan antisipasi Teror Sarinah. Implikasi tersebut digambarkan dalam tiga kondisi. Pertama, asimetri informasi berimplikasi pada munculnya keraguan atau menurunnya tingkat kepercayaan diantara sesama instansi penyelenggara kontra terorisme, kedua kecenderungan instansi untuk bekerja secara sendiri-sendiri/individualistik dalam mengatasi aksi teror, dan yang terakhir lemahnya koordinasi diantara penyelenggara intelijen. Temuan menarik dan Saran dijelaskan pada bagian akhir tesis ini.

ABSTRACT
This research explains the asymmetry conditions in intelligence sharing information and their negative implications in Sarinah Bombing Case. In terms of collecting data through qualitative method, this research uses the result of interview process with practitioners and academics, and study literature related to Sarinah Bombing Case. The results of this study conclude two things from the research question. First, the asymmetry condition of intelligence information proved to have occurred in the information sharing of counter terrorism in Sarinah terror case. It came from the fulfillment of three indicators, such as the unequal information gap, the non optimal condition of information exchange, and the opinion's agreement from relevant institutions. It shows that the intelligence information derived from ineffective information sharing. Second, intelligence information asymmetry in information sharing on counterterrorism in the Sarinah terror case created negative implications that ended in the failure anticipation of Sarinah Bombing. The implications are illustrated in three conditions, which are 1 the information asymmetry has implications for the emergence of trust levels among counter terrorism organizing agencies 2 there are tendencies from agencies to work individually in overcoming acts of terror 3 there is a lack coordination among intelligence operators. Interesting Findings and Suggestions are explained at the end of this research."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Widjajanto
Jakarta: PACIVIS UI, 2008
355.34 AND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Centre for the Study of Intelligence and Counterintelligence (CSICI),
340 IKI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Agustanto
"Program komputer atau software sebagai suatu hasil karya intelektual diakui sebagai sebuah karya hak cipta baik pada Konvensi Bern, WIPO Copyright Treaty maupun oleh Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. Sebelum suatu program komputer tercipta maka didahului dengan perancangan instruksi-instruksi untuk menjalankan program. Instruksi-instruksi tersebut dikenal sebagai kode sumber yang kemudian kode sumber itu diubah ke dalam bahasa mesin yang disebut sebagai kode objek. Jika kode sumber ini sudah diubah ke dalam kode objek maka program dapat menjalankan perintah yang diinstruksikan. Karena kode sumber seringkali memuat informasi-informasi dan metode-metode yang tidak diketahui oleh umum dan memiliki nilai komersial maka seringkali kode sumber dirahasiakan. Inti kerahasian dari kode sumber itu adalah bahwa kode sumber itu sendiri memiliki kualitas untuk dirahasiakan. Namun, kerahasiaan kode sumber tidaklah bersifat mutlak. Kode sumber dapat dibuka apabila terjadi kondisikondisi pada pihak pembuat yang merugikan kepentingan umum (kepentingan konsumen). Salah satu mekanisme untuk menjembatani hal tersebut adalah dengan penggunaan source code escrow agreement. Pada program komputer yang dijual di pasaran, pengguna hanya dapat mengetahui kode objeknya saja sedangkan untuk dapat mengetahui kode sumbernya haruslah melakukan metode rekayasa ulang terhadap program komputer tersebut. Hak cipta tidak melindungi ide terhadap suatu ciptaan sehingga proses rekayasa ulang guna mempelajari dan mendapatkan ilmu pengetahuan dibalik suatu program komputer merupakan perbuatan yang dapat dibenarkan asalkan tetap memperhatikan kepentingan yang wajar dari pencipta dan/atau pemegang hak cipta. Demikianpula berdasarkan rahasia dagang, rekayasa ulang tidak termasuk perbuatan yang melanggar perlindungan rahasia dagang. Namun, pada proses rekayasa ulang terdapat tahapan dekompilasi dimana seringkali dilakukan pembongkaran terhadap sarana kontrol teknologi yang terdapat pada program komputer. Pembongkaran tersebut merupakan hal yang dilarang menurut Undang-Undang Hak Cipta Indonesia dan Digital Millenium Copyright Act Amerika Serikat. Apabila seluruh pembongkaran sarana kontrol teknologi dilarang maka hal itu dapat menghambat rekayasa ulang dan membatasi kebebasan masyarakat untuk mempelajari dan memperoleh ilmu pengetahuan dibalik suatu program komputer. Sebagai tolok ukur untuk menilai kasus rekayasa ulang, Amerika Serikat memakai pedoman doktrin fair use yaitu : sifat karya yang dilindungi oleh hak cipta; jumlah dan signifikansi bagian yang digunakan; tujuan dan karakter penggunaan dan; pengaruh penggunaan terhadap pasar. Sedangkan Indonesia tidak menganut doktrin tersebut sehingga akan terjadi kesulitan pembuktian apabila terjadi kasus rekayasa ulang di Indonesia.

Computer programs or software as a result of intellectual work is recognized as a work of copyright in both the Berne Convention, WIPO Copyright Treaty nor by the Copyright Act of Indonesia. Before a computer program created it precede the drafting instructions to run the program. These instructions are known as source code is then the source code is converted into machine language is called object code. If the source code has been converted into object code, the program can run the command instructed. Because the source code often contains information and methods that are not publicly known and has commercial value, source code is often to be kept secret. The core confidentiality of the source code is that the source code itself has the quality to be kept secret. However, the confidentiality of source code is not absolute. The source code can be opened in case the conditions on the manufacturer who harm the public interest (the interests of consumers). One of mechanism for bridging this is to use source code escrow agreement. In the computer program which sell on the market, the user can only know the object code, while to be able to find the source code must perform reverse engineering methods to the computer programs. Copyright does not protect the idea of a creation, so that the reverse engineering process in order to learn and get the science behind a computer program is an act which can be justified as long as reasonable taking into account the interests of creators and / or copyright holder. Based on trade secrets, reverse engineering does not extend to acts which violate trade secret protection. However, the reverse engineering process stages of decompilation where there is often carried out the demolition of technological control tool contained in a computer program. The demolition is prohibited under the Copyright Act of Indonesia and the Digital Millenium Copyright Act, the United States. If the entire demolition of technological control tool is prohibited then it can impede and restrict the reverse engineering and the freedom of community to learn and acquire the science behind a computer program. As a benchmark to assess the case of reverse engineering, the United States to use the doctrine of fair use guidelines that : Purpose of the use; Effect of the Value of the copyrighted work; Nature of the Copyrighted work ; Amount and Substantiability of the portion used in reation to the entire work. While Indonesia is not use the doctrine so that it would occur the difficulty of proof in case of reverse engineering in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baron John Senjaya Putra
"Satuan Intelkam ditingkat Pokes merupakan salah satu fungsi pendukung pelaksanaan tugas operasional satuan Salah satu tugasnya adalah deteksi sumber-sumber kerawanan sehingga dapat memberikan informasi pada unsur pimpinan tentang situasi dan kondisi kerawanan pada tahap awal kejadian sebagai bahan masukan, evaluasi dan saran, serta pedoman dalam pengambilan keputusan untuk menentukan arah kebijakan pimpinan secara teknis maupun strategis operasional kepolisian.
Namun perkembangan lebih lanjut menuntut fungsi dan peranannya tidak hanya sekedar menyampaikan informasi, masukan dan saran kepada pimpinan saja, namun juga menawarkan suatu alternatif solusi.Permasaiahan dalam penelitian ini adalah : a. Pemahaman personel intelijen dalam proses penyajian dan pelaporan informasi intelijen kepada pimpinan dan satuan lain. b. Kemampuan personel intelijen dalam pelaksanaan tugas mentransformasikan informasi intelijen. c. Pola sistem informasi intelijen dapat berjalan secara efektif, efisien dan bermanfaat dengan mengacu pada pola investigasi berbasis Ipoleksosbudhankam dibandingkan dengan pola unit kasus per kasus di Polres Metropolitan Jakarta Pusat.
Adapun tujuan penelitian ini adalah : a. Mengetahui pemahaman personel dalam proses penyajian dan pelaporan informasi intelijen kepada pimpinan dan satuan lain. b. Mengetahui kemampuan personel intelijen dalam pelaksanaan tugas mentransformasikan informasi. c. Mengetahui, membandingkan dan mengevaluasi pola sistem informasi yang mengacu pada gala investigasi berbasis Ipoleksosbudhankam dan pola unit kasus per kasus.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode diskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi berperan (partisipan observation); instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah lembar observasi dan pendapat wawancara. Sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis domain, analisis taksonomi.
Oleh sebab itu penulis mengusulkan suatu sistem informasi intelijen yang dire-apkan mampu meminimalisasi ketidakmampuan personel satuan Intelkam dalam transformasi informasi ke satuan lain Basil penelitian bahwa kebijakan pemberdayaan anggota Intelkam dalam upaya deteksi sumber-sumber kerawanan di Polres Metropolitan Jakarta Pusat belum berjalan secara optimal dan cenderung masih bersifat formalitas bagi oganisasi. Walaupun demikian pelaksanaan secara informal dengan cara lisan sudah berlangsung. Beberapa kendala yang diidentifikasi sebagai masalah antara lain kurangnya bobot I kualitas informasi intelijen, kurangnya dukungan dan Satuan Operasional Kepolisian, masih adanya pembiasan informasi dilingkungan internal Organisasi Polri akibat kurang efektifaya komunikasi serta perbedaan persepsi, arus pelaporan informasi yang kurang tepat sasaran, serta sifat informasi yang formal untuk disampaikan dalam bentuk tertulis."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18363
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali A. Wibisono
Jakarta: Pacivis University of Indonesia, 2006
355.343 2 ALI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>