Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saifullah Ma`shum
Jakarta: Kreasi Cendekia Pustaka, 2012
328.3 SAI d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rahman Alamsyah
Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, 2006
328.36 AND m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rahman Alamsyah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
328 AND m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Lidya
"Keberadaan kader Golkar wanita di DPR berhubungan erat dengan pelaksanaan fungsi rekrutmen politik Golkar. Rekrutmen politik dimaksudkan sebagai proses pencalonan kader-kader untuk menduduki jabatan politik di DPR. Seorang kader wanita dapat menjadi anggota DPR bila ia mampu menempatkan namanya di urutan posisi "nomor jadi" dalam daftar calon tetap anggota DPR.
Penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan rekrutmen politik anggota DPR Wanita Fraksi Karya Pembangunan (FKP) tahun 1992. Ada beberapa pertimbangan untuk membatasi masalah pada persoalan rekrutmen anggota DPR Wanita FKP. Pertama, jumlah anggota DPR wanita FKP selalu lebih banyak dari fraksi-fraksi lainnya. Kedua, sejak Golkar mengikuti pemilu (tahun 1971), kader wanita di FKP jumlahnya terus meningkat walaupun Golkar mengalami penurunan perolehan kursi DPR. Ketiga, Golkar memberikan perhatian serius pada masalah peningkatan peranan wanita di bidang politik yang tercantum dalam program umum Golkar sejak 1978 (hasil MUNAS II). Keempat, peningkatan jumlah kader-kader Golkar wanita di FKP pada pemilu 1992 tidak sebesar periode sebelumnya.
Dalam menghadapi pemilu 1992, Golkar melakukan beberapa perubahan. Kader-kader yang memperoleh nomor urut pertama sampai dengan nomor yang diperkirakan masuk sebagai anggota DPR kini langsung menjadi anggota DPR sehingga tidak lagi ditemui kader kader yang mengundurkan diri. Istilah Vote Getter yang selama ini dilekatkan pada kader-kader tertentu dan dipasang pada nomornomor awal di daftar caleg sekarang tidak lagi ditemukan karena semua kader yang masuk sebagai caleg tetap seluruhnya merupakan Vote Getter. Akibatnya, terjadi perubahan dalam mengisi keanggotaan MPR. Biasanya dari posisi nomor urut dapat diperkirakan kader-kader yang akan masuk sebagai anggota MPR, tetapi karena terjadi perubahan susunan nomor urut maka terdapat skala prioritas bagi kader yang akan duduk sebagai anggota MPR.
Walaupun Golkar telah mencoba meningkatkan jumlah kader wanita di FKP sebagaimana yang terjadi pada pemilu 1982 dan 1987, tetapi peningkatan itu tidak berlanjut pada pemilu berikutnya. Dalam keanggotaan DPR periode 1992-1997 prosentase pertambahan kader wanita di FKP mengalami penurunan sebesar 31,25 % dari periode sebelumnya. Pada 2 periode sebelumnya prosentase pertambahan anggota DPR wanita di FKP sebanyak 33,33% sementara pada pemilu 1992 hanya 2,08%. Rendahnya pertambahan kader wanita di FKP pada tahun 1992 tidak dapat dilepaskan dari rekrutmen politik Golkar.
Penelitian ini mencoba mengungkapkan bagaimana rekrutmen politik anggota DPR wanita FKP periode 1992-1997. Diasumsikan bahwa ada beberapa pertimbangan tertentu yang diambil Golkar dalam memberikan "nomor jadi" pada kader wanita di dalam daftar calon tetap anggota DPR pada pemilu 1992. Pertimbangan yang dianggap amat menentukan keberadaan kader wanita di DPR yaitu menyangkut kebijakan Golkar terhadap pencalonan kader wanita, pemenuhan kriteria yang ditetapkan Golkar terhadap calon anggota DPR wanita dan pertimbangan unsur primordial. Untuk menjawab permasalahan penelitian dikumpulkan 2 macam data yaitu data kepustakaan dan data lapangan. Data lapangan didapat melalui wawancara mendalam dengan para informan yang dianggap mengetahui persoalan rekrutmen kader wanita sebagai anggota DPR pada pemilu 1992 dengan menggunakan pedoman wawancara.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rekrutmen kader Golkar wanita untuk dicalonkan sebagai anggota DPR tahun 1992-1997 dilandasi oleh suatu kebijakan yang mentargetkan jumlah kader wanita sebesar 15%, walaupun kenyataannya sejak pemilu 1987 jumlah mereka di DPR telah mencapai 16,05%. Akibatnya, laju pertambahan kader wanita pada pemilu 1992 menjadi tertahan bahkan dapat dikatakan dibatasi oleh kebijakan 15%. Pertambahan 2,08% kader wanita di FKP pada tahun 1992 tidak memiliki arti bila dibandingkan dengan pertambahan yang terjadi pada periode sebelumnya yaitu 33,33%. Rekrutmen anggota DPR wanita FKP tahun 1992 secara tidak langsung ditentukan juga oleh unsur kemampuan dan pengaruh yang ditetapkan Golkar. Walaupun unsur ini dapat berdiri sendiri-sendiri namun kader wanita yang akan menduduki kursi DPR dituntut memiliki perpaduan keduanya. Mereka merupakan kader-kader yang memiliki nilai lebih sehingga dianggap istimewa. Jumlahnya amat terbatas sehingga mereka sesungguhnya hanya mewakili sekelompok kecil kaum wanita Indonesia. Secara eksplisit memang tidak dinyatakan pentingnya pertimbangan unsur primordial dalam rekrutmen kader Golkar sebagai anggota DPR, tetapi dari hasil penelitian terungkap bahwa unsur agama dan suku/daerah ternyata sangat berperan dalam penempatan seorang kader wanita terutama yang berdomisili di Jakarta untuk masuk sebagai caleg di suatu daerah pemilihan tertentu. Ini disebabkan karena unsur suku/daerah atau agama yang melekat dalam diri seseorang dapat digunakan sebagai strategi untuk mempengaruhi masyarakat dan secara politis berdampak pada perolehan suara Golkar di daerah pemilihan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T3929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Evitasari Yurika Anggraini
"Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga perwakilan rakyat mempunyai fungsi salah satunya adalah fungsi pengawasan. Dalam melaksanakan fungsi tersebut DPR diberikan hak salah satunya adalah hak interpelasi. Hak tersebut merupakan hak DPR dalam melakukan pengawasan untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka, tulisan ini akan membahas mengenai pengaturan fungsi pengawasan dan hak interpelasi DPR terhadap pemerintah di Indonesia serta pelaksanaan hak interpelasi DPR terhadap kebijakan pemerintah di Indonesia dari tahun 2004 sampai 2023. Tulisan ini dihasilkan melalui penelitian yuridis-normatif dengan metode kualitatif yang menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara komprehensif untuk menjawab permasalahan yang ada. Oleh karena itu, pengaturan hak interpelasi DPR dan fungsi pengawasan DPR sebagai wakil rakyat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang ada sebagaimana telah termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sudah banyak pelaksanaan hak interpelasi yang dilaksanakan dari tahun 2004 sampai 2023. Namun, dalam pelaksanaannya perlu ditinjau lebih lanjut lagi terutama mengenai mekanisme hak interpelasi terkait kehadiran presiden untuk memberikan jawaban interpelasi. 

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) as a people's representative institution has a function, one of which is a oversight function. In carrying out this function, the DPR is given rights, one of which is the right of interpellation. This right is the right of the DPR in carrying out supervision to request information from the government regarding important and strategic government policies that have a broad impact on the life of society, nation and state. Thus, this paper will discuss the regulation of the oversight function and the DPR's interpellation rights over the government in Indonesia as well as the implementation of the DPR's interpellation rights over government policies in Indonesia from 2004 to 2023. This paper was produced through normative-juridical research using qualitative methods that describe and analyze data obtained comprehensively to answer the existing problems. Therefore, the regulation of the DPR's right of interpellation and the supervisory function of the DPR as the representative of the people can supervise the implementation of an existing law or government policy as contained in Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. There have been many implementations of the interpellation right from from 2004 to 2023. However, in practice it needs to be reviewed further, especially regarding the mechanism for the right of interpellation related to the presence of the president to provide interpellation answers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Dwi Supriyanti
"Studi ini berfokus pada pelestarian koleksi digital di Perpustakaan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi strategi pelestarian digital, menganalisis faktor pendukung dan faktor penghambat dalam melakukan kegiatan pelestarian digital di Perpustakaan DPR RI. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara dengan informan. Hasil penelitian dapat digambarkan bahwa koleksi digital yang terdapat di Perpustakaan DPR RI itu adalah kumpulan hasil digitalisasi dan kelahiran digital. Perpustakaan DPR RI telah melakukan strategi pelestarian digital dalam melestarikan koleksi digitalnya, strategi pelestarian digital yang diterapkan di Perpustakaan DPR RI mencakup strategi pelestarian teknologi, penyegaran, dan migrasi. Adapun faktor yang dihadapi dalam pelestarian digital, file yang diawetkan terkena virus dan peretas sehingga file koleksi digital rusak, dan bahan koleksi digital hilang secara tiba-tiba dan tanpa jejak

This study focuses on the preservation of digital collections in the Library of the House of Representatives of the Republic of Indonesia (DPR RI). The purpose of this research is to identify digital preservation strategies, analyze supporting factors and inhibiting factors in carrying out digital preservation activities in the Republic of Indonesia Library of the Republic of Indonesia. This research was conducted using a qualitative approach with a case study method. The method of data collection is done by observation and interviews with informants. The results of the study can be illustrated that the digital collection contained in the Republic of Indonesia's Library of the Republic of Indonesia is a collection of digitalization and digital births. The Republic of Indonesia Library of the Republic of Indonesia has carried out a digital preservation strategy in preserving its digital collections, the digital preservation strategy adopted in the Library of the Republic of Indonesia includes the technology of preservation, refresher and migration strategies. As for the factors encountered in digital preservation, preserved files are exposed to viruses and hackers so that digital collection files are corrupted, and digital collection materials disappear suddenly and without a trace."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Mubarrod
"Upaya pemerintah menarik modal asing maupun dalam negeri, guna percepatan pembangunan dengan diusulkannya RUU Penanaman Modal pada tanggal 21 Maret 2006 kepada DPR untuk dibahas agar menjadi UU Penanaman Modal sebagai pedoman dalam berinvestasi. Namun RUU Penanaman Modal yang diusulkan pemerintah dinilai banyak pihak terlalu berhaluan liberalis sehingga banyak mendapat penolakan dari kalangan akademisi, praktisi, politisi maupun dari masyarakat namun. Fraksi DPR menilai pembahasan RUU Penanaman Modal harus tetap pada prinsip bahwa investasi harus melahirkan multiplier investasi karena dukungan kebijakan. Di sinilah tantangan terbesar RUU Penanaman Modal.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1). Pengaruh ideologi dan identitas terhadap pembuatan kebijakan khususnya dalam proses pembuatan Undang-Undang Penanaman Modal tahun 2007; (2). Pengaruh kepentingan kekuasaan dan kepentingan publik dalam proses pembuatan kebijakan Undang-Undang Penanaman Modal. Untuk mendapatkan penjelasan kedua faktor tersebut metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendalaman terhadap kontestasi ideologis dalam pembahasan RUU Penanaman Modal dengan wawancara secara mendalam terhadap pelaku pembuat kebijakan di parlemen dengan nara sumber pihak-pihak yang terlibat langsung dari pemerintah, akademisi, ketua fraksi maupun anggota fraksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah menggunakan prinsip liberal karena konteks pada saat undang-undang ini diajukan mengharuskan sebuah tatanan regulasi yang terbuka, efisien dan menyuguhkan berbagai insentif. Indonesia berada dalam posisi menarik modal asing dan bukan menolak. Banyak pasal yang diusulkan oleh pemerintah dirombak secara total di DPR karena dinilai terlalu liberal. Hal ini untuk kesinambungan bahwa tidak hanya mempromosikan hak-hak penanam modal tetapi juga fungsi, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal juga menjadi perhatian.
Fraksi-fraksi di DPR lebih memperlihatkan upaya kontrol terhadap RUU yang diajukan pemerintah agar tidak terlalu kebablasan. Dinamika pembahasan RUU PM menjadi bahasan yang sangat menarik antara paham Nasionalis dan Liberalis meskipun di akhir bahasan liberalis menjadi pemenang. Pihak nasionalis menyatakan sudah memasukkan koridor-koridor yang dapat mengontrol jalannya penanaman modal di dalam pasal-pasal UU Penanaman Modal N0 25 Tahun 2007.

The Government aimed to attract foreign capital and domestic capital in order to accelerate the development with suggessed investment bill by the government on March 21st 2006 to the Parliament to be discussed in order of issue Investment Bill as a guide to investing. However, the proposed Bill were then assessed by parties who are not entirely liberals, with many resistance from academics, practitioners, and the public. The principle that investmens should generate investment multiplier with policy support. This is the biggest challenge of Investment Bill.
This study is written to explain : (1). The effect of ideology and identity on policy-making, especially during the deliberation process of Investment Act in 2007; (2). The effect of power motivation and public interests on the policy making process of Investment Bill. In order to do so, this study elaborates ideological contestation in the discussion of Investment Bill with depth interviews with the policy makers in parliament and the government, academia, chairman of the faction and the faction members.
The study shows that the government proposed the liberal principle because the economic context at the time requires a regulatory structure that is open, efficient and offering various incentives. Indonesia was in need of foreign capital and not to refuse. Many clauses of the proposed bill were reformed totally in the Parliament because they were considered too liberal. The Parliament emphasized that the bill should not only promote the rights of investors but also functions, duties and responsibilities of Investors.
The paties behavior in the Parliament shows its control function over the bill proposed by the government so that it will not too excessively liberal and give away too much power to the market. The politics of the dliberation of the Investment bill between the Nationalists and Liberals were very interesting, even though at the end of the discussion liberals won. nationalist parties claimed that they already incorporate corridors that can control the investment in the articles of the Investment Law No. 25 of 2007.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, J.C.T.
Jakarta: Erlangga, 1977
328.014 SIM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Boboy, Max
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1994
342.05 MAX d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Rochmansyah
"Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) 1945, yang diawali dengan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Keempat, secara fundamental telah mengubah format kelembagaan negara dan pergeseran kekuasaan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia.
Perubahan yang mendasar juga menandakan terjadinya perubahan sistem kekuasaan negara yang dianut dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yaitu dari paradigma dengan sistem pembagian kekuasaan (distribution/division of powers) secara vertikal sebelum perubahan UUD 1945, menjadi sistem pemisahan kekuasaan (separation of powers) secara horizontal setelah perubahan UUD 1945. Dianutnya sistem pemisahan kekuasaan (separation of powers) yang bersifat horizontal ini sebagaimana yang tercermin dalam pandangan Jimly Asshiddiqie, ialah mempertegas kedudukan dan fungsi kekuasaan negara yang dipisah dengan menganut prinsip checks and balances yang diwujudkan ke dalam tiga cabang kekuasaan negara, yaitu kekuasaan legilatif dipegang oleh DPR, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden dan kekuasaan kehakiman dipegang oleh lembaga peradilan.
Pergeseran kekuasaan legislasi merupakan implikasi dari Perubahan UUD 1945. Pada Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 naskah asli mengamanatkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sedangkan DPR sebagai lembaga legislatif hanya diberikan hak untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang. Berdasarkan UUD 1945 ini, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif sekaligus juga memegang kekuasaan legislatif. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem yang dianut UUD 1945 ini adalah pembagian kekuasaan dan tidak menganut prinsip check and balances, karena kekuasaan Presiden sangat dominan dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan, baik dalam kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif.
Perubahan UUD 1945 telah menganut sistem pemisahan kekuasaan secara horizontal dengan prinsip check and balances, yang mendorong terjadinya pergeseran kekuasaan legislasi dari Presiden beralih kepada DPR. Dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (Perubahan) mengamanatkan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang sedangkan pada Pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa Presiden mempunyai hak mengajukan Rancangan Undang-Undang. Pergeseran kekuasaan legislasi tersebut menunjukkan adanya pemisahan kekuasaan negara secara horizontal menjadi cabang kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR sedangkan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden. Pemisahan kekuasaan negara dengan menganut prinsip check and balances menandakan adanya keseimbangan peran DPR sebagai lembaga legislatif dan Presiden pemegang kekuasaan eksekutif, sebagai lembaga negara dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>