Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111612 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nia Aryani Rahmaniawati
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T41468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Isnaini Lestari
"Pembiayaan kesehatan dalam era otonomi sangat tergantung pada komitmen daerah, khususnya pembiayaan yang bersumber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan, mutu dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah.
Tersedianya data pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting dengan adanya kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan program kesehatan di daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Tangerang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi biaya kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun perkapita, sumber pembiayaan, bagaimana peruntukan dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran dan antar program, serta diketahuinya resource gap dalam pembiayaan program prioritas.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tangerang pada Dinas Kesehatan dan instansi terkait yang menjadi Finance Intermediares pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA).
Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi tahun anggaran 2003, hasil analisis menunjukan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah alokasi tahun anggaran 2003 adalah Rp. 80.960.838.900 dan 64.17% nya bersumber dari APBD, sedangkan pembiayaan kesehatan perkapita adalah Rp. 26.744/kapital tahun.
Dilihat dari peruntukannva, balk pembiayaan di Kabupaten, Dinas Kesehatan dan RSU, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional. Proporsi belanja investasi dan pemeliharaan di Kabupaten maupun di Dinas Kesehatan hampir berimbang, sedangkan di RSU alokasi belanja pemeliharaan sangat kecil, bahkan pemeliharaan gedung dan pelatihan tidak dianggarkan.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp. 41.174/ kapital tahun) maka dibandingkan alokasi dana yang tersedia terdapat resource gap sebesar Rp. 43.683.563.300.
Disamping itu dari perhitungan input cost untuk 2 program prioritas, tidak didapatkan resource gap untuk P2TB Paru dan terdapat resource gap sebesar Rp. 11.180.000 untuk penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue). Namun, bila biaya personel, gaji dan investasi dimasukkan dalam perhitungan, resource gap ternyata cukup tinggi. Kesulitan dalam perhitungan resource gap adalah dalam upaya mencocokkan Komponen Biaya dari dana yang tersedia dibandingkan kebutuhan dana.
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan kesehatan perkapita bagi penduduk Tangerang dan memperkecil resource gap perlu dipertimbangkan efisiensi internal, realokasi antar unit pengguna dan program atau mobilisasi dana dengan mekanisme penyesuaian tarif pelayanan di Instansi Pemerintah dengan melihat kemampuan masyarakat membayar (ATP).
Daftar Bacaan : 30 (1990 - 2003)

Analysis of The Government Expenditures for Health in Tangerang District, Fiscal Year 2003. (A District Health Account Approach)Health financing in the era of regional autonomy strongly depends on the commitment of regional governments, in particular the government resources. The regional health financing system needs to be evaluated and developed so that the main issues concerning regional health financing, such as mobilization of funds, allocation of funds, and financial efficiency, could be well implemented to ensure the equity, quality and sustainability of the region's health development.
The availability of health financing data becomes very important with the decentralization of health services, to facilitate the process of policy making and strategic planning of regional health financing.
The analysis of the government expenditures for Health in Tangerang District has never been analyzed before, this research is a mean to find out the budget allocation for Health in one fiscal year totally and per capita, the sources of funds, the proportion of uses of fund within health programs, uses of fund by type of expenditures and line items, and to identify the resource gaps in the financing of priority health programs.
This research is carried out in the District Health Office of Tangerang District and other related institution, as finance intermediaries for government contribution for health. This study used a District Health Account approach.
Analysis of health financing is carried out from the data of fiscal year 2003. Analysis shows that the total source of government health expenditure in fiscal year 2003 amounts to Rp. 80.960.838.900,- with 64.17 % originating from the regional budget of Tangerang District, whilst the per capita health expenditure is Rp. 26.744,-per capita per year.
As judged by the usage of funds allocated to the District Health Office and the Regional Public Hospital, the proportion of funds used for public service exceeds that used for staff needs, with the greatest proportion of funds allocated for operational expenses. The proportion of funds for investment and maintenance in the Regional Health Service is almost equal, whilst the allocation of funds for maintenance in the Regional Public Hospital is minimal, even funds for the maintenance of buildings and training programs are not allocated.
Compared to World Bank estimated figure (health expenditure should be Rp.41.174 per capita per year) there is a resource gap of Rp. 43.683.563.300 per year.
Besides, from the calculation of input cost of two priority programs, there is no resource gap for the Tuberculosis Eradication Program and Rp. 11.180.000 for the Control of Dengue Hemorrhagic Fever Program. However, if we include the investment and salary, the resource gap will be quite high. We found difficulties in matching the line item of the fund available (DHA) and fund needed (input cost).
To fulfill the total requirement of per capita health needs of the population of Tangerang District and to minimize the resource gaps, the author suggests the need to improve internal efficiency financing, inter-program reallocation of funds, the reassessment of health services costs and tariffs, and the improvement of health services quality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwansyah
"Dibandingkan dengan negara tetangga dilingkunganAsia Tenggara, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih relative kecil. Sebelum krisis, biaya kesehatan adalah sekitar 2,5 % GDP atau sekitar $ 12.00 per kapita per tahun. Jumlah tersebut menurun drastis menjadi rata-rata dibawah $ 1.00 atau dibawah Rp.10.000; /capital tahun karena adanya krisis yang berkepanjangan ditambah dengan inflasi biaya kesehatan yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya di Kabupaten Lampung Selatan untuk periode tahun 2003. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan yang meliputi Dinas Kesehatan, RSU Kalianda, BKKBN, Dinas PU, Badan PMD, yang kesemuanya yang bersumber dari sektor publik dan memakai dasar alokasi. Pengumpulan data dilakukan dengan kajian dokumen dan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih.
Studi ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran pembiayaan sektor kesehatan adalah sebesar Rp. 41.857,38 atau US $ 4.87 per kapita per tahun. Angka dinilai cukup karena sudah memenuhi standard per kapita dari Bank Dunia sebesar Rp.41.174,-
Walaupun jumlahnya sudah besar, tetapi alokasi dana belum mengacu pada program prioritas, yakni zona pantai sehat, peningkatan mutu pelayanan kesehatan, dan peningkatan manajemen pelayanan. Hal ini terbukti dari minimnya alokasi dana untuk program-program tersebut, dibandingkan dengan program lain yang tidak menjadi prioritas. Disamping itu juga peruntukkan alokasi dana untuk program dimaksud kurang mendukung untuk keberhasilan suatu program. Lebih banyak ditemukan mata anggaran yang bersifat umum, belum spesifik untuk menjangkau sasaran program yang diharapkan.
Dari wawancara mendalam didapat informasi bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas untuk mendapat prioritas perolehan dana-APBD. Sedangkan dari hasil perhitungan pembiayaan diperoleh bahwa sektor kesehatan mendapat alokasi dana 6,12% dari APBD, masih lebih rendah dari alokasi dana beberapa sektor lain.
Sebagai kesimpulan bahwa dari analisis kecukupan, alokasi dana sudah memadai karena sudah memenuhi standard Bank Dunia. Namun dari analisis terhadap program prioritas, alokasi anggarannya tidak sesuai dengan besarnya proporsi yang ditetapkan untuk suatu program prioritas.
Disarankan agar dalam menyusun perencanaan anggaran, menyesuaikan dengan program prioritas yang telah disusun, dengan cara meningkatkan alokasi pembiayaannya, disamping juga jenis kegiatan, sifat program, dan mata anggaran harus lebih menyentuh kepentingan rakyat.
Daftar bacaan : 32 (1977-2002)

Compared to neighbor countries within South East Asia, health financing in Indonesia is relatively still little. Prior to crisis, the GDP share for health is about 2.5% or about $ 12.00 per capita per year. This amount was drastically reduced to average below $ 1.00 or below Rp 10,000 per capita per year due to prolonging crisis and added by high inflation rate of health cost.
This research aims at getting a description of map of health financing of government institutions based on sources and its allocation in the District of Lampung Selatan for the period of 2003. The scope of research is including District Health Office, General Hospital Kalianda, Family Planning, Civil Work Office, and Community Empowerment Board; which is all fund are from public sector and is using allocation based method. Data collected by literature review and in-depth interview with selected informer.
This study shows that budget allocation for health sector is about Rp 41.857,38 or US$ 4.87 per capita per year. This figure is adequate and met with the standard per capita from the World Bank at Rp 41.174.
Although the amount of allocation is big, however the allocation is not line with program priority such as healthy beach zone, and improvement quality and management of health service. This evidence can be seen from the low amount of budget allocation compared to program, which is not a priority. Beside that, the purpose of allocated fund for program is not directly support the success of program. Mostly found that budget line is still using general category and not yet specifically to reach to the expected target program.
From in depth interview shows that health sector is priority to get government allocation fund. Meanwhile from computation shows that health sector get only 6.12% of total government allocation fund, and this figure is still below other sectors.
As conclusion, from the viewpoint of adequacy, budget allocation is met to the standard of the World Bank. However, from the viewpoint of program priority, budget allocation is not inline with the proportion of predetermined program priority.
Suggested that in the process of budget planning has to follow program priority that is predetermined before, increasing the allocation of budget, variety of activities, type of program, and budget lines has to fulfill the need of people.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Sunarjat
"Dalarn era desentralisasi, bidang kesehatan menjadi sepenuhnya kewenangan dan tanggung jawab Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pembangunannya untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya. Sebagai konsekwensinya pemerintah Kabupaten/Kota harus menyusun kebijakan dalam upaya pembangunan kesehatan, termasuk di dalamnya kebijakan pembiayaan kesehatan yang bersurnber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan. mutu, efisiensi dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah. Tersedianya data tentang pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi proses pembuatan keputusan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan kesehatan daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan yang bersumber pemerintah di Kota Sukabumi sceura lengkap. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi pembiayaan kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun per kapita, sumber pernbiayaan, dan bagaimana peruntukannya dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran, sub mata anggaran, unit pengelola, unit pengguna, program dan jenis biaya serta alokasi pembiayaan untuk program-program essensial. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Sukabumi pada Dinas Kesehatan, RSUD dan instansi terkait yang menjadi pengelola pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA). Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi pembiayaan tahun anggaran 2006.
Hasil analisis menunjukkan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Sukabumi adalah sebesar Rp 71410_033,100,- dan Rp 58.866.442.000,- (78,04%) bersumber dari APBD. Pembiayaan kesehatan per kapita (gaji/tunjangan, investasi, dan pemeliharaan tidak dihitung) adalah sebesar Rp 155.920,- Dilihat dari peruntukannya, alokasi pernbiayaan di Kota Sukabumi, Dinas Kesehatan dan RSUD, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur, kecuali di RSUD antara belanja aparatur dan publik hampir seimbang, sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional Proporsi belanja investasi lebih besar dari belanja pemeliharaan. Proporsi pembiayaan kesehatan bersumber APED mencapai 17,00% dari total APED Kota Sukabumi.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp 41.17 / kapita/tahun), maka alokasi pembiayaan kesehatan di Kota Sukabumi sudah memenuhi ketentuan tersebut. Sementara itu untuk membiayai program-program essensial di Dinas Kesehatan, baru mencapai 6,74% dari total annum Dinas Kesehatan atau 15,74 % dari kebutuhan sesuai estimasi Bank Dunia. Untuk memenuhi laiteria pemerataan, mutu, efi.siensi dart kesinambungan pembangunan kesehatan di Kota Sukabumi, diperlukan analisis lebih lanjut terutama untuk mengetahui alokasi pada mata anggaran dan sub mata anggaran apa saja, agar indikator outcome, benefit, impact program dapat tercapai.

In decentralization era, health department becomes an authority and responsible for district/city fully in implementing development to improve public health level in their area. As consequence, district/city government must arrange a policy to develop health, included health cost policy which comes from government. Health cost system at district mast be developed in order main issue on health cost of district, such as mobilization, allocation, and cost efficiency can implement well so it can guarantee a generalization, quality, efficiency, and continuity of district health development. Applying data of health cost becomes a most important thing because it can affect a policy making process to determine policy and cost strategy of district health program.
Until now, it has not been conducted a health cost analysis yet which comes from government of Sukabumi completely. Therefore, this study is conducted to know how much health cost allocation for one year totally or each capita, cost resource, and how its function if it is seen from outcome type, line item, budget, sub budget, organizer unit, user unit, program and cost type and cost allocation for essential programs. This study was conducted at Health Service, RSUD and related instance in Sukabumi which became a health cost organizer which came from government. This study used a District Health Account (DHA) method. Health cost analysis used a cost allocation data on budget period of 2006.
Analysis result indicated that health cost totally which comes from government of Sukabumi are 75.410.033.100 rupiah and 58.866442.000 rupiahs (78,04%) come from APED. Health cost every capita are 155.920,- rupiahs (salary/subsidy, infestation and conservancy are not accounted). If it was seen from its function, cost allocation at Health Service and RSUD of Sukabumi, proportion of public outcome is bigger than government officer outcome, except proportion of government officer outcome and public outcome at RSUD are balance, most of them is allocated for operational outcome. Proportion of infestation outcome is bigger than conservancy outcome. Proportion of health cost which comes from 'APBD is 17,00% of APED in Sukabumi totally.
By using an estimation rate of World Bank (health cost is 41.171 every capita/every year), so health cost allocation of Sukabumi is out of rule. While for essential programs cost at Health Service, there are 6,74% of total budget at Health Service or 15,74% of the needs based on World Bank estimation. It is important a further analysis to fulfil/ criterion of generalization, quality, efficiency and health development continuity in Sukabumi especially for knowing budget and sub budget allocation so program indicators of outcome, benefit, and their impact can reach.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misman
"Di Provinsi Jambi dibeberapa Kabupaten/Kota malaria masih merupakan permasalahan kronis. Di Kota Jambi angka AMT tahun 2004-2006 masib diatas toleransi Nasional dan pencapaian clan indikator SPM masih dibawah target. Program pemberantasan malaria mernpakan salah satu pelayanan esensiai yang dalam pelaksanaanya hams disubsidi (sebagian atau seluruhnya) oleh pemerintah. Denga.n adanya otonoun daerah anggaran bidang kesehatan masingmasing daerah sangat tergantung pada komitmen Pemerintah Daerah, kecuali dilakukan advokasi yang efektif dengan didasarkan pada informasi keuangan yang akurat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi peta pembiayaan yang bersumber dari pemerintah yang dialokaslkan untuk program pemberantasan malaria Tabun Anggaran 2004-2006 berdasarkan sumber, alokasi pemanfaatanrrya dan komitmen pejabat terkait Berta resource gap antara perhitungan estimasi kebutuhan program berdasarkan costing KW-SPM dengan ketersediaan dana. Ruang lingkup penelitian adalah pembiayaan program pemberantasan malaria yang bersumber pemerintah di Dinas Kesehatan Kota Jambi tahun 2004-2006. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh meialui wawancara mendalam dengan pejabat terkait, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen keuangan.
Hasil analisis pembiayaan program pemberantasan malaria diperoleh gambaran bahwa pembiayaan program pemberantasan malaria tahun 2004-2006 semakin meningkat dari Rp 41,6 juta - Rp.I4,8 miliar (Program Kelambunisasi). Total pembiayaan diluar program kelambunisasi lzanya nark dan Rp. 41,6 juta menjadi Rp 214,8 juta. Pembiayaan yang bersumber dari APBD Kota meningkat, sedangkan pembiayaan yang bersumber APBD Provinsi tidak ada, pembiayaan bersumber APBN mulai ada di th 2005. Sementara pada tahun 2006 pembiayaan yang terbesar dari BLNIHibah yang mencapai 14,8 miliar hal ini karena adanya program kelambunisasi. Berdasarkan eleman kegiatan hampir setiap tahun alokasi terbesar untuk kegiatan freedmen yang sebagian besar berupa obat. Berdasarkan fumgsi program hampir setiap tahun alokasi untuk kuraiif yang sebagian besar berupa obat, sedangkan kegiatan preventif pada tahun 2006 mempunyai alokasi terbesar karena adanya program kelambunisasi. Berdasarkan mata anggaran hampir setiap tahun belanja operasional obat yang terbesar sedangkan belanja perjalanan mendapat alokasi yang terendah. Tabun 2006 belanja investasi mempunyai alokasi terbesar_ Berdasarkan perhihmgan esfimasi KW-SPM malaria dan ketersediaan alokasi dana di tahun 2006 terdapat resource gap sebesar 46% atau Rp.253.885.035, Jika di luar perhitungan gaji personil program kesenjangannya sebesar 33,3% atau Rp.312.872.831.
Dari basil wawancara mendalam dengan pejabat terkait diperoleh gambaran bahwa sektor kesehatan merupakan salah satu prioritas pembangunan di Kota Jambi. Demikian pula dengan permasalahan malaria merupakan permasalahan kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat.
Pemeriatah daerah perlu meningkatkan alokasi anggaran program pemberantasan malaria sesuai kebutuhan program dengan melakukan mobilisasi dana dari berbagai somber dengan mempertimbangkan kemampuan APBD Kota. Hal ini perlu ditunjang dengan upaya advokasi yang lebih efektif dari Dinas Kesehatan Kota Jambi serta melakukan koordinasi pada sektor-sektor yang terkait didalam program pemberantasan malaria. Dalam penyusunan anggaran program pemberantasan malaria perlu memperhatikan kebijakan dari gerakan Gebrak Malaria serta memperhatikan kesenambungan anggaran.

Malaria is a chronic problem in same district micifalities in province of Jambi. ANII rate is above national tolerance and SPM indicator is under target at period of 2004-2006. Malaria eradication program is one of essential service which must be subsided by government (a half or all of them) on implementation. The presence of district autonomy of health budget for each district is depend on district government commitment, except if it has been done an effective advocation based on an accurate financial information.
This study purpose is getting information about financial planning based on government which allocated for Malaria eradication program at period of 2004-2006 based on source, used allocation and commitment from authority government and resource gap between estimated calculation of program need based on KW-SPM costing of fund.
This study covered cost of Malaria eradication program of government funding District Health Office of Jambi at period of 2004-2006. This study used primary and secondary data. Primary data was collected from in-depth interview with stakeholder and secondary data was collected from financial document. From the cost analysis of Malaria eradication program was obtained an illustration that cost analysis of Malaria eradication program at period of 2004-2006 went up from 41,6 million rupiahs until 14,8 billion rupiahs because kelambunisasi program. Total cost out of Kelambunisasi program went up from 41,6 billion rupiahs until 214,8 billion rupiahs. There is not fend from Province budget, with contribution from central government begins in 2005. While the biggest cost of BLN/donation is 14,8 billion because of Kelambunisasi program. Based on activity element, the biggest allocation for treatment activity every year is medicine. According to program function., the biggest allocation for curative every year is medicine, white preventive activity in 2006 has a big allocation because of Kelambunisasi program. Based on budget, operational cost of medicine gets the biggest allocation, while traveling purchase of medicine gets the lowest allocation every year. Investation cost gets the biggest allocation in 2006. Based on KW-SPM Malaria estimation calculated and fund allocation in 2006 got 46% resource gap or 254 million rupiahs. Out of calculation of program personal salary, the different is 33,3% or 313 million rupiahs.
From in-depth interview result with stakeholder got art illustration that health sector is one of development priority in Jambi Problem of Malaria also need right handling and more attention.
It was suggested to district government to improve an estimated allocation of Malaria eradication program based on program need by mobilizing funds from various sources considering district capacity of budget. It is important to give support by advocation effort effectively from District Health Office of Jambi and coordination with other sectors on Malaria eradication program. It is important to give attention of policy from Gebrak Malaria movement and giving more attention of fund sustainability on fund arrangement of Malaria eradication program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T19097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sunarjadi
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang menyeluruh, bermutu, terjangkau oleh masyarakat dan sebagai motor pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Mutu pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dirasakan masih belum memadai. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain standar pelayanan dan pembiayaan. Sampai saat ini biaya pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas sangat min:m sehingga op rasional Puskesmas masih banyak mendapat subsidi baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kecukupan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Puskesmas Baradatu Kabupaten Way Kanan pada tahun 2006. Ruang lingkup penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Baradatu Kabupaten Way Kanan dengan membatasi area penclitian pada pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah dari berbagai tingkatan yang dialokasikan dan dikelola oleh Puskesmas Baradatu yang ditelusuri pada tahw1 anggaran 2006. Desain penelitian yang dipergunakan adalah penelitian operasional. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari alokasi anggaran tahun 2006 dan diambil dari doktllllen di masing•masing instansi pengelola serta data sasaran dan cakupan program di Puskesmas Baradatu. Analisis pencapaian program pelayanan kesehatan di Puskesmas Baradatu dilakukan dengan mengacu pada indikator Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. Pencapaian program pelayanan kesehatan Puskesmas Baradatu rendah yaitu baru 57,8% indikator program prioritas SPM yang sudah dijalankan sesuai dan melebihi target.
Pembiayaan kesehatan pemerintah tahun 2006 sebesar Rp.l.292.814.897,­dimana 85,57% dari APBD Kabupnten Way Kanan dan 14,43% dari APBN. Anggaran APBD Kabupaten Way Kanan 84,49% berasal dari DASK Puskesmas Baradatu sedangkan 15,51% berasal dari DASK Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan. Estimasi pembiayaan kesehatan sebesar Rp. 35.316,- atau US$ 3,85 per kapita pertahun. Perkiraan kebutuhan biaya operasional pelayanan kesehatan berdasarkan pencapaian program prioritas SPM Puskesmas Baradatu tahun 2006, sebesar Rp.377.427.084,-. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan obat membutuhkan biaya operasional t rbesar. Total kebutuhan pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah sebesar Rp.1.410.507.627,- Kesenjangan yang terjadi sebesar Rp.l17.692.730,- disebabkan kekurangan biaya operasional anggaran bersurnber APBD Kabupaten Way Kanan sebesar 10,64%. Keadaan ini menyebabkan rendahnya pencapaian program prioritas SPM Puskesrnas Baradatu tahun 2006.
Disarankan agar penyusunan perencanaan anggaran berdasarkan Standar Pelayanan Minimal, dengan mengalokasikan pembiayaan secara efektif dan efisien. Untuk mengatasi keterbatasan anggaran pernerintah dilakukan upaya rnenaikkan anggaran secara bertahap dari tahun ke tahun disesuaikan dengan kecenderungan kenaikan pemerintah hingga kebutuhan tersebut masih dapat ditanggung oleh daerah.

The Community Health Center (CHC)/Puskesmas have a main task to conduct the basic health services comprehensively, qualified, and affordable by the community, and act as the motor of the health development of its work area. However, the quality of the basic health services is still far from expectation. There are a lot of factors that affected, such as: the standard of the services and its cost Until this day, the cost for health services, especially at puskesmas is very low. Therefore, the operational cost of the puskesmas still have subsidized from the central and provincial government.
The study has a purpose on describing the appropriate health cost that resourced from the government, at Baradatu Puskesmas of the District of Way Kanan in the year of 2006. The study is carried out in the area of working of the puskesmas with a limitation of The analysis of target program achievement of the health services at Baradatu Puskesmas is obtaining by referring the indicators of Minimum Standard of Health Services (MSHS). It is found that the coverage of health services program at Baradatu Puskesmas is still low, i.e. only 57.8%, but indicators on priority program of MSHS that have been applied are appropriate and over the target.
Government health cost in 2006 is about 1,292,814,817,00 rupiah (one billion and two hundred ninety two million eight hundred fourteen thousand and eight hundred seventeen rupiah), where 85.5% of it is from the Provincial Budget and Expenditure (APBD) and 14.43% is from the Central Budget and Expenditure (APBN). The APBD of the District of Way Kanan is 84.49% from the DASK Puskesmas Baradatu, and its 15.51% is from the DASK of the District Health Authority of Way Kanan. It is estimated that the health cost at the District of Way Kanan is about 35,316 rupiah or$ 3.85 per-capita per­ year. Estimation for cost health services operational need based on program achievement on MSHS priority of Baradatu Puskesmas in the year of 2006 is around 377,427,084 rupiah. The implementation of the basic health services and medication need a considerable operational cost. The total needed on health services that resourced from the government is 1,410,507,627 rupiah. The disparity produced is 117,692,730 rupiah, caused by 10.46% of the shortage of operational budget from APBD resourced from the District of Way Kanan. The situation that lead to the low on target achieved by program priority of MSHS at Baradatu Puskesmas in 2006.
It is suggested that planning arrangement for budget based on MSHS, should be allocated efficiently and effectively. To deal with the limitation of the government budget, an increasing the budget year by year should be attempted in corresponds with the elevation on government budget Therefore, the cost needed can be managed by the district.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T29180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisfarwati Volini
"Biaya kesehatan di Kota Depok dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya, akan tetapi analisis tentang pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Pemerintah untuk tahun 2003 ini belum pernah dilakukan. Analisis tentang hal ini dipandang perlu untuk melihat kecukupan alokasi dana kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peta pembiayaan sektor kesehatan melalui institusi pemerintah menurut sumber dan alokasinya. Ruang lingkup penelitian dilakukan di Kota Depok meliputi Dinas Kesehatan, Dinas Bangunan dan FKDS (Forum Kota Depok Sehat), seiuruh instansi ini mendapatkan alokasi dana yang bersumber dari sektor publik. Pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen dan wawancara mendalam dengan informan dari dinas yang bersangkutan dengan sektor kesehatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total anggaran untuk pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kota Depok untuk tahun 2003 adalah sebesar Rp 25.947.807.423,- atau sebesar 3.8% dari total APBD Kota Depok, dengan alokasi biaya kesehatan per kapita per tahun sebesar Rp 20.804,- atau S 2.3. Angka ini dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Depok meskipun masih dibawah anjuran WHO maupun angka rata-rata nasional.
Biaya kesehatan di Kota Depok belum dapat terserap dengan baik akibat kurangnya kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia di instansi kesehatan. Apabila alokasi dana kesehatan ini ditingkatkanpun maka pembiayaan kesehatan tidak secara langsung memperbaiki karena perlu didukung oleh SDM yang mampu mengelola secara tepat guna.
Saran untuk Pemerintah Daerah Kota Depok yaitu: Pertama, mempertimbangkan pengelolaan dana kesehatan dengan menggunakan sistem JPKM (Jaminan Penyelenggaraan Kesehatan Masyarakat) khususnya bagi penduduk miskin. Kedua, meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia agar dana kesehatan dapat dikelola dengan baik menuju Depok Sehat 2006."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13164
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuz Rabbaniyah
"Pada tahun 2015 terdapat 71 kasus gizi buruk yang terjadi di Kota Bogor. Pada tahun 2016 menurun menjadi 65 kasus gizi buruk dan terdapat 522 kasus balita dibawah garis merah (BGM). Pada tahun 2017 kasus gizi buruk di Kota Bogor 63 kasus, tetapi pada kasus balita dibawah garis merah menurun menjadi 370 kasus. Anggaran kesehatan Kota Bogor mengalami penurunan dari tahun 2015-2017. Anggaran kesehatan Kota Bogor terus menurun dari tahun 2015 hingga tahun 2017.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pembiayaan program perbaikan gizi bersumber publik di Kota Bogor pada tahun 2015-2017.
Pada penelitian ini dilakukan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode crossectional yaitu dengan cara membandingkan besaran pembiayaan kesehatan program perbaikan gizi di Kota Bogor pada tahun 2015-2017 dengan pendekatan District Health Account (DHA).
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa biaya untuk program perbaikan gizi di Kota Bogor meningkat setiap tahunnya, sumber pembiayaan paling besar berasal dari APBD Kota Bogor. Berdasarkan analisis seluruh dimensi biaya program perbaikan gizi di Kota Bogor paling besar digunakan untuk kegiatan pemberian PMT.

In 2016 decreased to 65 cases of malnutrition and there were 522 cases of children under five under the red line (BGM). In 2017 cases of malnutrition in Bogor City 63 cases, but in ix cases of children under five under the red line decreased to 370 cases. Bogor City's health budget has decreased from 2015-2017. Bogor City health budget continues to decline from 2015 to 2017.
The purpose of this study is to analyze the financing of publicly sourced nutrition improvement programs in Bogor City in 2015-2017.
In this study a quantitative descriptive approach was conducted using a cross-sectional method by comparing the amount of health financing for nutrition improvement programs in Bogor City in 2015-2017 with the District Health Account (DHA) approach.
The results of this study found that the cost for nutrition improvement programs in Bogor City increased every year, the largest source of funding came from the Bogor City Budget. Based on the analysis of all dimensions of the cost of nutrition improvement programs in the city of Bogor, the largest is used for PMT giving activities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T54959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsi Risalma Puteri
"Sebagian besar upaya pelayanan kesehatan menggunakan obat dan biaya obat bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Sumber Pembiayaan obat di Kabupaten Lima Puluh Kota berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten, Pemerintah pusat dan Propinsi. Penghitungan alokasi DAK bukan berdasarkan pada rencana kebutuhan obat yang rill, tetapi dengan biaya minimal obat perkapita seluruh penduduk ditambah jumlah penduduk miskin. Dari Pemerintah Pusat dan Propinsi alokasi anggaran tersebut tidak dirinci. Penelitian ini bertujuan menganalisis pembiayaan obat Pelayanan Kesehatan Dasar dan obat program di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jenis penelitian merupakan penelitian operasional dengan pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dengan wawancara pada Instalasi Farmasi Kabupaten dan Dinas Kesehatan. Hasil penelitian dari data tahun 2011 -2013 bahwa tren pembiayaan obat dan penggunaan obat meningkat seiring dengan meningkatnya jenis penggunaan obat dan kategori pasien yang memiliki Jaminan Kesehatan. Kenaikan biaya penggunaan obat dari tahun 2011 ? 2013 sebesar 11,82% menjadi 47,76%. Metode penghitungan estimasi biaya rencana kebutuhan obat PKD dan Program berdasarkan metode konsumsi.

Mostly the efforts health services using the drugs and the cost of drugs sizeable portion of all healthcare costs. Sources of financing medicines i Lima Puluh Kota Regency comes from the Special Allocation Fund (DAK), budget income and Expenditure the District (APBD), the Central Government and provinces Government. Calculating the allocation of DAK is not based on the needs of the drug plan rill, but with a minimal fee per-capita drug the whole population plus the number of poor population. From the Central Government and the province Government of the budget allocation is not specified. This research aims to analyze the financing of Basic health care drugs and medication program in Lima Puluh Kota Regency. This type of research is operational research with quantitative and qualitative data collection with interviews on the installation Pharmacy and health service District. The result of the research of the data of year 2011-2013 that the trend financing that drugs and drug use increase along with the increasing use of drugs and categories of patients who have health insurance. Rising costs of drugs use from 2011 to 2013 amounting to 11,82% to becomes 47,76%. Method of calculating the estimasted cost of the plan need drugs PKD and drugs program based n the consumption method.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Satiasari
"Berdasarkan SK Gub DKI Jakarta No. 2086 tahun 2006, 44 Puskesmas di Provinsi DK] Jakarta ditetapkan menjadi unit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daelah ( PPK BLUD ) secara bertahap.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamharan realisasi anggaran kesehatan bersumber pemerintah provinsi di 42 puskesmas DKI Jakarta untuk periode tahun 2007-2009 paska menerapkan PPK BLUD. Desain penelitian adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan puskesmas tahun 2007- 2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi anggaran di Puskesmas DKI Jakarta dari tahun 2007 sampai dengan 2009 cenderung meningkat yaitu Rp l7b.l66.506.28l (2007) , Rp 242.295.485.|2l (2008) dan Rp 247.076.8l0.111 (2009). Biaya perkapita berkisar dari USS 2 ( Jakarta Barat ) - USS 4,6 ( Jakarta Pusat ). Total pendapatan BLUD Puskesmasjuga menunjukkan peningkatan yaitu Rp 57.24l.949.0l7,- (2007), Rp 59.779.032.965 ,- (2008) dan Rp 65.745.497.256,- (2009). Realisasi anggaran rata-rata pertahun pada periode 2007-2009 untuk : upaya wajib 80%, program pzioritas 8l,08%. Berdasarkan sifat plogram : Kuratif 58%, preventif 2l%, promotif 0.98%. Berdasarkan jenis kegiatan : UK? 58%, UKM sebesar 22 %, Manajemen 13% dan investasi 6%. Berdasarkan kelompok belanja : BOP 85%. adum 8,56% , modal 5,76%. CRR 46,97%.

Under Decree of the Governor of DKI Jakarta Province No. 2086 ln 2006, 44 health centers in Jakarta Province enacted into units that implement the Financial Management Pattems Regional Public Service Board gradually.
This research aims to reveal the health budget comcs in 42 health centers of the provincial govemment of DKI Jakarta for the period 2007-2009 afler applying Financial Management Panems Regional Public Service Board. The study design is descriptive. Data collected is secondary data derived from the consolidated financial health centers in 2007-2009.
The results showed that the realization of budget in Jakarta Health Center from 2007 to 2009 tended to increase the l76,l66,506,28l IDR (2007), 242,295,481 121 IDR (2008) and 247,076,8l0,l ll IDR (2009). Per capita costs ranged fiom U.S. S 2 (West Jakarta) - U.S. S 4.6 (Central Jakarta). Total revenues Regional Public Service Board PHC also showed an increase of 57,24I,949,0l7 IDR (2007), 59,779,032,965 IDR (2008) and 6S,745,497,256 IDR (2009). Total expenditure per year on average for the period 2007-2009: the effort required 80% 8l.08% priority programs. Based on the nature of the program : Curative 58%, 21% preventive, promotive 0.98%. Based on the types of activities: UKP 58%, 22% SME, investment Management l3% and 6%. Based on expenditure groups: BOP 85%, ADUM 8.56%, 5.76% of capital. CRR 46.97% .
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34405
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>