Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135518 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rozi Aryadi
"ABSTRAK
Kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup yang memudahkan manusia untuk beraktivitas seperti jembatan, pelabuhan, rumah, jalan dan bangunan lainnya semakin diperlukan. Keseluruhan bangunan tersebut menggunakan konstruksi beton bertulang, yang kekuatannya ditentukan tidak hanya oleh mutu beton itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi fisik di sekitar bangunan tersebut. Pencemaran air, tanah dan udara di daerah Jakarta sudah semakin buruk, terutama pencemaran air laut akibat produksi limbah yang semakin meningkat. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kekuatan struktur dan umur bangunan. Unsur kimia pada air laut yang tercemar tersebut secara teoritis mendukung terjadinya korosi pada tulangan beton bertulang.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan teori bahwa kemungkinan terjadinya korosi dipengaruhi oleh mutu beton; kecepatan korosi dipengaruhi oleh pencemaran air laut yang semakin tinggi di sekitar tulangan beton bertulang; dan semakin rendah mutu _tulangan beton, semakin cepat terjadinya korosi.
Pembuktian hipotesa yang ada tersebut akan dibuktikan dengan menggunakan metode immersi dan metode polarisasi, yang sesuai dengan standar ASTM. Hasil yang diperoleh dengan penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan selama 34 hari pada air bersih sebesar 7,62 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 41 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 5,45 mpy. Sedangkan melalui penggunaan metode immersi menunjukkan bahwa laju korosi pada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan selama 60 hari pada air bersih sebesar 5,15 mpy lebih cepat daripada tulangan besi ST 60 yang dicelupkan pada air laut dengan nilai 3,09 mpy. Sedangkan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air bersih, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 2,039 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 1,229 mpy. Dan hasil yang ditunjukkan pada pengujian dengan menggunakan metode polarisasi yang dicelupkan pada air laut, yaitu laju korosi pada tulangan besi ST 41 sebesar 7,482367 lebih cepat dibandingkan dengan tulangan besi ST 60 yaitu 3,876433 mpy.

"
2001
S34800
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Sutan LMH
"Electrically plating or electroplating is one method used to beautify looks fine and also to improve the mechanical properties of the metal.
The teksperiment is performed by preparing specimens have been measured with different variations in time for electroplating with a current of 10 amperes at 12 Volts. The results show that the corrosion test specimen electroplating results with the arrest ofO 1889847379 mpy 40 minutes, 30 minutes ofO. 1771731918mpy, 20 minutes by 0.1417385534 mpy, and without coating 0.93298832 mpy. Judging from the results on each specimen corrossion the safest coating coalings with detention is 20 minutes and is the fastest corroded specimens without coating. Hardware test results from each specimen tested showed rising violence in the area coated by electroplating. The test results showed a thick layer on the detention of 40 minutes is the result of sed,memory layers thicker than the initial 30 minutes and 20 minutes."
Universitas HKBP Nonmensen, 2016
050 VISI 24:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Refai Muslih
"Studi tentang laju korosi pada baja tahan karat SUS304 dalam lingkungan air laut buatan yang dipengaruhi oleh tegangan sisa yang diukur menggunakan difraksi sinar-X metode cos- α. Korosi dalam banyak hal tidak dikehendaki. Kualitas dan penampilan benda akan berubah menurun karenanya. Salah satu pemicu korosi adalah tegangan sisa yang ada di permukaan bahan. Penelitian ini menampilkan hubungan antara tegangan sisa permukaan dengan laju korosinya. Pada penelitian ini digunakan baja tahan karat SUS 304 sebagai sampel dan air laut buatan yaitu larutan NaCl 3,5% sebagai elektrolitnya. Komposisi unsur dan fasa dari sampel didapat dengan uji Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan X-ray Diffraction (XRD). Topografi permukaan sampel diamati dengan mikroskop optik dan Atomic Force Microscope (AFM). Pengukuran tegangan sisa dilakukan pada setiap proses yang dilalui oleh sampel. Sampel uji tarik sebanyak 9 buah dipersiapkan dari pelat setebal 6 mm yang dipotong dengan wirecut. Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa diberikan kepada sampel dengan suhu 600 ℃ selama 1 jam dan didinginkan secara alami. Permukaan sampel dihaluskan dengan amplas sampai grit 2000. Sampel-sampel dikelompokkan menjadi 3 group dan kemudian dilakukan penarikan dengan regangan (strain, ε) sebesar 1%, 2% dan 3% secara berurutan. Tegangan sisa rata-rata pada sampel setelah perlakuan panas adalah -47 MPa. Tegangan total pada sampel yang telah dideformasi 1, 2 dan 3% berturut turut adalah 295, 315 dan 328 MPa. Perendaman sampel di dalam air laut buatan selama 48 jam tidak banyak mengubah karakter permukaanya. Hal ini diperoleh dari data EIS dimana tidak dijumpai adanya semicircle yang utuh dari seluruh sampel yang digunakan. Sirkuit ekivalen yang terdeteksi adalah hambatan elektrolit (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) dan lapisan pasif permukaan sampel (CPE2) beserta dengan hambatannya berturut-turut R2 dan R3. Pengukuran potensiodinamik menunjukkan penurunan potensial korosi dari -151 mV menjadi -290mV untuk sampel tanpa deformasi dan terdeformasi 3% secara berurutan. Arus korosi meningkat seiring dengan peningkatan derajat deformasi. Dari data-data hasil eksperimen telah didapat hubungan yang jelas antara laju korosi dengan tegangan sisa permukaan yang diukur dengan metode cos-⍺.

Study of the corrosion rate of SUS304 stainless steel in an artificial seawater environment affected by residual stresses measured using X-ray diffraction cos-α method. Corrosion is in most cases undesirable. The quality and appearance of objects will change and decrease because of it. One of the triggers of corrosion is the residual stress on the surface of the material. This research shows the relationship between surface residual stress and corrosion rate. In this study, stainless steel SUS 304 was used as the test object and artificial seawater as electrolyte, namely 3.5% NaCl solution. The elemental composition and phase of the sample were obtained from Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and X-ray Diffraction (XRD) tests. The surface topography of the sample was observed with an optical microscope and Atomic Force Microscope (AFM). Residual stress measurements are carried out at each process that the sample goes through. Nine pieces of tensile test samples were prepared from a 6 mm thick plate which was cut with a wirecut. Heat treatment to remove residual stress was given to the samples at 600 ℃ for 1 hour and naturally cooled. The surface of the sample was ground with sandpaper to 2000 grit. The samples were grouped into 3 groups and then drawn with strains of 1%, 2% and 3% respectively. The average residual stress in the sample after heat treatment is -47 MPa. The total stress in the 1, 2 and 3% deformed samples were 295, 315 and 328 MPa, respectively. The immersion of the sample in artificial seawater for 48 hours did not change the surface character much. It was obtained from the EIS data where there was no intact semicircle of all the samples used. The equivalent circuits detected were the electrolytic resistance (R1), constant phase element (CPE) double layer (CPE1) and the sample surface passive layer (CPE2) along with their respective resistances R2 and R3. Potentiodynamic measurements showed a decrease in corrosion potential from -151 mV to - 290mV for 3% deformed and undeformed samples, respectively. The corrosion current increases as the degree of deformation increases. From the experimental data, a clear relationship has been obtained between the corrosion rate and the surface residual stress as measured by the cos-⍺ method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Alif Zharfan Athallah Mz
"Umumnya kabel tembaga yang biasa dijumpai pada kehidupan sehari-hari, namun ada jenis kabel yang lain biasa digunakan yaitu berbahan dasar Al 6061. Pada kali ini digunakannya penambahan logam tanah jarang berupa Lanthanum dan Samarium. Kemudian akan dibandingkan keefektifannya menggunakan pengujian LPR, Konduktivitas Listrik, dan SEM berikut EDX. Ditujukan dengan hasil uji yang memiliki sifat korosi yang lebih baik dan konduktivitas yang tinggi Pada penelitian ini menggunakan logam tanah jarang sebagai grain refinement yaitu berupa Lanthanum dan Samarium. Menggunakan sebanyak 5 sampel yaitu, 0.5% La; 0,5% Sm ; 0,25% La + 0,25% Sm, Paduan Al 6061 tanpa tambahan La & Sm tanpa dicor ulang, dan paduan Al 6061 yang dilakukan cor ulang. Didapat hasil dari penelitian kali ini, pada paduan Al-0,5 La paling tinggi konduktivitasnya sebesar 2.084.866,323 S/m dibandingkan dengan paduan lain termasuk pada paduan Al 6061 murni yang tidak ditambahkan logam tanah jarang. Pada laju korosi yang terendah pada paduan Al- 0,5 Sm, dimana diperoleh nilai laju korosinya adalah sebesar 0,0013 mm/tahun dibandingkan dengan paduan lain termasuk pada paduan Al 6061 murni yang tidak ditambahkan logam tanah jarang.

Generally, copper cables are commonly found in everyday life, but there is another type of cable that is commonly used, namely made from Al 6061. At this time, the addition of rare earth metals in the form of Lanthanum and Samarium was used. Then it will be compared its effectiveness using LPR, Electrical Conductivity, and SEM tests following EDX. Aimed at the test results that have better corrosion properties and high concentration In this study using rare earth metals as grain refiners, namely in the form of Lanthanum and Samarium. Using as many as 5 samples, namely 0.5% La; 0.5% Sm ; 0.25% La + 0.25% Sm, Al 6061 alloy without additional La & Sm without being recorched, and Al 6061 alloy re-cast. The results obtained from this research, in Al-0.5 La alloys, the highest conductivity was 2.084.866,323 S/m compared to other alloys including pure Al 6061 alloys which were not added rare earth element. At the lowest corrosion rate in Al-0.5 Sm alloy, where the corrosion rate value is obtained is 0.0013mm/year compared to other alloys including pure Al 6061 alloys which were not added rare earth metals.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Riswanto
"Semua material berbahan dasar logam dapat mengalami degradasi material dan degradasi material memiliki banyak jenis, salah satunya korosi yang berbentuk sumuran. Studi pengaruh posisi penempatan coupon test terhadap pembentukkan korosi sumuran pada UNS 30400, UNS 20100, dan AISI 1015 dilakukan dengan menggunakan reaktor mekanik dalam media NaCl 3,5% teraerasi dengan posisi kupon arah jam 12, jam 9 dan jam 6 jika direpresentasikan pada jaringan pipa. Pengaruh laju aliran terhadap pembentukkan korosi sumuran telah banyak diteliti, dimana didapat bahwa korosi sumuran dapat tumbuh pada jenis aliran laminar maupun aliran turbulen. Serta memiliki kecepatan alir kritis untuk pertumbuhan korosi sumuran dengan kecepatan 1,5 m/s. Bentuk-bentuk korosi yang terjadi dianalisa dengan menggunakan mikroskop optik dan menggunakan metode pengurangan berat. Dari karakterisasi ini diperoleh bahwa posisi penempatan kupon dan laju alir mempengaruhi bentuk korosi sumuran yang terjadi, sehingga hasil dapat merepresentasikan bagian dalam pipa yang paling berbahaya jika terjadi korosi sumuran.

Degradation occur in every metal based material, one of the degradation is pitting corrosion. Influence of coupon test position with formation of pitting corrosion at UNS 30400, UNS 20100, and AISI 1015 done by mechanics reactor in aerated 3,5% sodium chloride represented an internal pipeline position with 6 o’clock, 9 o’clock, and 12 o’clock position. There are many researchs about influence of fluid flow to pitting corrosion formation, it shows that pitting corrosion happened in every flow regime either in laminar flow or turbulent and has a critical velocity for stable pit growth is 1,5 m/s. In this research, form of pitting corosion examine by optical microscope and weight loss method. From this characterization informed that position of coupon test and fluid flow influence the pit form, so this result can represent the most severe position for pitting corrosion inside the pipe."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44262
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suherman
"Boom merupakan komponen utama excavator yang dominan mengalami pembebanan, fungsi boom pada excavator merupakan arm atau tangan yang berfungsi untuk mengangkat atau menekan beban, karena fungsi tersebut sering terjadi kegagalan berupa crack pada boom. Kualitas material yang digunakan merupakan faktor penting dari kegagalan boom. Laju korosi yang disebabkan oleh buruknya kualitas permukaan merupakan faktor yang dapat menurunkan ketangguhan material boom. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa laju korosi yang disebabkan oleh kualitas permukaan material. Laju korosi dari sampel dengan permukaan yang bagus dan sampel yang memiliki cacat permukaan berupa goresan/scratch dan berlubang/pitted dianalisa dengan metode elektrokimia. Produk korosi yang terdapat pada masing ? masing sampel dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan XRD, struktur mikro dianalisa dan dibandingkan dengan menggunakan SEM untuk mengkonfirmasi secara visual laju dan produk korosi pada sampel. Uji sifat mekanis sampel dengan kualitas yang baik dibandingkan dengan uji sifat mekanis material yang telah terkorosi, uji kekerasan pada masing ? masing sampel dianalisa dengan menggunakan metode kekerasan Vickers. Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan laju korosi pada masing ? masing sampel, terdapat produk korosi pada masing ? masing sampel dengan peresentasi fraksi massa yang berbeda. Tampilan butir pada mikro struktur yang berbeda juga terlihat pada masing ? masing sampel disebabkan oleh adanya produk korosi dan tingkat dominasi dari produk korosi. Dari hasil penelitian juga ditemukan penurunan nilai yield strength dari sampel yang mengalami korosi.

Boom is a major component of the dominant experience of loading excavator, boom on the excavator function is an arm or hand that serves to elevate or depress the load, since these functions often occur in the form of crack failure on the boom. The quality of materials used is an important factor of the failure of the boom. The rate of corrosion caused by poor surface quality is a factor that can lower the boom material toughness. This research was conducted by analyzing the corrosion rate caused by the quality of the material surface. Corrosion rate of the sample with a good surface and samples have surface defects such as scratches / scratch and perforated / pitted analyzed by electrochemical methods. Corrosion products contained on each sample is analyzed qualitatively and quantitatively by using XRD, microstructure was analyzed and compared using SEM to visually confirm the rate and corrosion products on the sample. Test mechanical properties of samples with good quality compared to test the mechanical properties of the material that has been corroded, hardness test on each sample was analyzed by using the method of Vickers hardness. The results showed differences in the rate of corrosion on each - each sample, there is a corrosion product on each presented a sample with different mass fractions. Display items on different micro-structures are also visible on each sample is caused by the presence of corrosion products and the degree of dominance of the corrosion products. From the results of the study also found a decrease in the value of the yield strength of the samples were subject to corrosion."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Badra Pitaloka
"Fiber Reinforced Plastic (FRP) sudah banyak digunakan di berbagai bidang, seperti konstruksi bangunan, industri perkapalan, dan berbagai saluran pipa (pipeline). Penggunaan FRP sebagai bahan konstruksi di industri seperti tangki penyimpan, pipa, dan lain-lain sudah mulai berkembang. Sebagai bahan yang lebih tahan korosif dibandingkan dengan logam, maka FRP berpotensi untuk dipakai sebagai bahan konstruksi tangki penampung zat-zat kimia korosif, seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida, yang pada saat ini masih banyak menggunakan logam.
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap korosi glass fiber-reinforced unsaturated polyester resin jenis orto (UPR-fiber glass) dengan gelcoat di dalam larutan asam nitrat (HNO3) 40%, 50%, dan 60% dan hidrogen peroksida (H2O2) 10%, 20%, dan 30%. Perendaman dilakukan pada suhu 50°C. Setelah spesimen direndam di dalam larutan selama waktu tertentu, dilakukan analisis terhadap larutan dan spesimen yang tersisa.
U PR-fiber glass yang telah direndam di dalam larutan asam nitrat dan hidrogen Feroksida mengalami penurunan sifat mekanik, yang meliputi kekerasan (Barcol), flexural strength, dan flexural modulus. Pada awal perendaman terjadi penambahan berat spesimen sampai waktu tertentu dan kemudian mengalami penurunan. Selain itu larutan perendam juga mengalami penurunan konsentrasi. Secara visual, UPR fiber glass mengalami perubahan warna. Di dalam larutan HNO3, sisi UPR-fiber glass dengan gelcoat berubah warna dari biru menjadi hijau muda, sementara sisi U PR-fiber glass tanpa gelcoat berubah dari Bening menjadi kuning. Di dalam larutan H2O2, sisi gelcoat mengalami perubahan warna dari biru menjadi biru muda sampai putih kebiruan sementara pada sisi UPR-fiber glass tanpa gelcoat terlihat garis-garis putih yang tak lain adalah serat galas. Dengan menggunakan SEM, dapat dilihat kerusakan struktur fisik spesimen yang telah direndam di dalam larutan HNO3 dan H2O2.
Dengan menggunakan FT-IR, dapat diperkirakan reaksi yang terjadi pada UPR-fiber glass di dalam HNO3 adalah reaksi hidrolisis gugus ester menjadi karboksitat dan alkohol, reaksi oksidasi gugus alkohol menjadi asam karboksitat dan keton, dan reaksi pembentukan alkil nitrat. Sementara pada UPR-fiber glass di dalam H2O2 dapat diperkirakan terjadi reaksi oksidasi alkohol yang menghasilkan senyawa karboksilat, aldehid dan keton.

Fiber Reinforced Plastics (FRP) has been used in a wide range of applications such as building construction, shipbuilding industries, and various pipelines. The using of FRP as a construction material in industries, such as storage and pipes, has been developing. FRP as a material which has more corrosive resistant than metal, has a potential usage in industrial application, especially in the implementation of FRP for nitric acid and hydrogen peroxide environment.
This research is to observe corrosion behavior of glass fiber-reinforced orthophthalic unsaturated polyester resin with gel coat in nitric acid (HNO3) and hydrogen peroxide (H202). The concentration of HNO3 and H2O2 are [40%, 50%, and 60%] and [10%, 20%, and 30%], respectively, the immersion temperature was 50°C. After the specimens are immersed in the solution for a certain length of time, the analysis of the remaining solution and the specimen was performed.
UPR-fiber glass which has been immersed in the nitric acid and hydrogen peroxide solutions underwent a decrease of mechanical properties. These mechanical properties consist of hardness (Barcol), flexural strength, and flexural modulus. On the beginning of the immersion, the weight specimen was gained for a certain time, and then gradually decreased. The immersion solution concentration was decrease as well. By visual observation, the color of UPR was changed. in nitric acid solution, the side of UPR with gel coat turned from blue into light green. In the same condition, the part of UPR without gel coat changed from colorless into yellow. In hydrogen peroxide solution, the side of UPR with gel coat turned from blue into light blue, and finally into bluish white. While at the other side, the fiberglass in a form of white lines was also seen. Through SEM observation, the deterioration of the specimen's physical structure after immersion in a certain time into the solution can be seen.
From infrared spectra (FTIR), it is expected that the reactions occurred to UPR in the nitric acid solution were a hydrolysis reaction of ester groups into carboxylic and alcohol, oxidation reaction of alcohol group into carboxylic acid and ketone, and the forming of nitric alkyl. Regarding the UPR in a hydrogen peroxide, it is predicted that an oxidation reaction of alcohol resulting in carboxylic, aldehyde, and ketone groups, occurred.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2003
T14716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taumy Alif Firman
"Permasalahan korosi dalam bidang minyak dan gas, menjadi salah satu perhatian serius. Proses penanganan korosi ini dilakukan dengan dua klasifikasi metode yaitu secara fisika dan kimia. Pada penelitian ini dilakukan penanganan korosi secara kimia menggunakan 2-mercaptobenzothiazole (MBT) sebagai inhibitor korosi pada tembaga. Pengamatan dilakukan menggunakan metode berat hilang dan polarisasi ekstrapolasi Tafel dalam larutan yang mengandung ion klorida (HCl dan brine). Karakteristik film yang terbentuk diamati menggunakan spektrofotometer ATR-IR dan spektrofotometer UV Vis. Studi morfologi hasil menggunakan SEM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terbentuknya film Cu(II)-2-mercaptobenzothiazole pada permukaan tembaga melalui mekanisme adsorpsi isotermal Langmuir. Peningkatan konsentrasi MBT akan meningkatkan % inhibisi pada tembaga dari proses korosi, sedangkan peningkatan temperatur akan menurunkan % inhibisi korosi pada tembaga dikonsentrasi yang sama. Aplikasi penggunaan MBT dengan konsentrasi minimal 25 ppm pada temperatur 70 oC dengan waktu kontak 72 jam memberikan % inhibisi diatas 90,00 % pada brine sintetis.

Corrosion problems in oil and gas fields are very serious concern. Corrosion treatment process is used by two methods, physical and chemical. In this research, the corrosion treatment by chemical method with 2-mercaptobenzothiazole (MBT) as a corrosion inhibitor in copper. This research used weight loss method and polarization with extrapolation Tafel in solution which chloride ion contains (HCl and brine). Characteristic of film layer using ATR-IR spectrophotometer and UV Vis spectrophotometer. Surface morphological study was observed on SEM.
The results showed that formed Cu(II)-2-mercaptobenzothiazole on copper surface through the Langmuir isothermal adsorption mechanism. Increasing of concentration MBT will improve the % inhibition of copper from the corrosion process, whereas an increase in temperature will decrease the % corrosion inhibition of copper in the same concentration. The application of MBT in the minimal concentration 25 ppm at 70 °C in 72 hours contact times gave % inhibition value more than 90.00 % in synthetic brine.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>