Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Galuh Bekti Pamungkas
"Artikel ini membahas kondisi moral para kuli pribumi yang bekerja di perkebunan Deli Maatschappij di Sumatera Timur. Penelitian dalam artikel ini adalah kualitatif yang mendeskripsikan tentang kondisi moral para kuli pribumi yang berasal dari Jawa, selama mereka bekerja di perusahaan perkebunan Deli Maatschappij periode 1887 hingga 1890. Hasil dari penelit ian ini adalah adanya degradasi moral pada kuli Jawa di perkebunan Deli Maatschappij. Kuli Jawa yang datang ke Deli bertujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik namun yang terjadi para kuli Jawa menjadi gemar berfoya-foya, berjudi, dan datang ke pelacuran. Ketidakadilan yang diterima oleh para kuli Jawa dari para tuan perkebunan dan penderitaan tiada akhir yang mereka alami adalah alasan mengapa terjad i degradasi moral tersebut.

This article discusses about moral condition of the indigenous labors who moved from Java to East Sumatera and they want to work in The Deli Maatschappij Farming. This is a qualitative study which explains about the moral condition of labors from Java. The result of this study shows there is a moral degradation of Java Labours who worked in Deli Matschappij in year from 1887 to 1890. The javanese labors who came to Deli want to get the better future after their life in Java. The moral degradation looks from their attitude and habits as long as they work. They came into prostitution and they spend their money for gambling and alcohol. An injustice situation is the reason why the Javanese labors in Deli transform and make their moral to be degradated.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Scott, James C.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000
305.563 Sco s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Marhaeni Pudji Astuti
"Subsektor agroindustri merupakan salah satu sektor penting untuk pertumbuhan ekonomi di luar sektor lain. Setidaknya dipandang dari sumbangannya terhadap ekonomi secara makro inaupun kesempatan kerja yang diciptakannya. Agroindustri minyak kayu putih di Gundih Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. merupakan salah satu contoh yang menarik dalam melihat salah satu fenomena, yaitu pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Agroindustri minyak kayu putih milik Kesatauan Pemangkuan Hutan (KPH) Gundih ini merupakan satusatunya di Jawa Tengah dan pemasok kebutuhan minyak kayu putih pada 19 perusahaan di samping perorangan yang membutuhkan.
Luas lahan kayu putih di KPH Gundih 3.167.30 ha menghasilkan minyak kayu putih tiap tahun rata-rata 57.209,17 liter, dan menyerap lebih dari 900 tenaga kerja. Namun kesemuanya itu tergantung dari fluktuasi musim. Termasuk dari tenaga kerja itu adalah perempuan penduduk sekitar sebagai buruh borongan.
Proses kerja dalam agroindustri minyak kayu putih ini meliputi perawatan persemaian, pengurutan, dan pembuatan briket. Aktivitas kerja tersebut dilakukan pada dua tempat yang berbeda, yaitu di hutan dan di sekitar pabrik. Satu ciri khas yang menonjol dalam proses kerja di kedua tempat tersebut (hutan dan pabrik) adalah sifat labour .intensive, yang dii.si oleh angkatan kerja utama peremperempuan, adanya pembagian kerja antara buruh laki-laki dan perempuan. Berta hubungan kerja mereka.
Lokasi produksi berada di wilayah pedesaan. memberikan penjelasan bahwa keberadaan agroindustri ini memanfaatkan keuntungan komperatif dari pasar tenaga kerja yang murah. Masuknya angkatan kerja perempuan desa sebagai mayoritas buruh dalam agroindustri minyak kayu putih inidapat dijelaskan melalui mekanisme penawaran dan perm.intaan tenaga kerja. Secara umum terjadi kondisi surplus tenaga kerja perempuan di pedesaan, akibat pertambahan penduduk dan keterbatasn kesempatan kerja di sektor pertanian, karena sempitnya lahan dan ketidaksuburan tanah. Dari sisi penawaran, penawaran yang ada secara historis telah didefinisikan menjadi pekerjaan bersifat feminin. Mengenai pembagian kerja antara buruh laki-laki dan buruh perempuan di agroindustri minyak kayu putih -- yaitu perempuan sebagai perawat persemaian, pengurut daun dan pembuat briket, sedangkan buruh laki-laki mengoperasikan mesin dan tukang pangkas -- bisa dilihat dengan teori pembagian kerja secara seksual yang melestarikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari sudut biologis ke dunia kerja.
Kombinasi dari kondisi, tersebut menyebabkan buruh perempuan dalam agroindustri ini menjadi marginal dan berupah rendah. Dalam kurun waktu 25 tahun (1970 - 1995) tingkat upah buruh perempuan di unit usaha ini secara nominal meningkat, tetapi daya belinya merosot. Kondisi upah yang rendah tersebut disertai Pula dengan kondisi kerja tidak memenuhi syarat-syarat kerja. Gambaran seperti ini umumnya terjadi pada unit-unit perusahaan. Dari segi upah meski tergolong besar untuk ukuran sumbangan mereka pada ekonomi rumah tangga. namun masih di bawah upah minimum regional (untuk Jawa Tengah). Kecuali bagi pengurut daun yang mau bekerja seharian akan memperoieh hasil banyak, karena dibayar berdasarkan hasil timbangan. Upah Minimum Regional (UMR) Jawa Tengah pada tahun 1995 adalah sebesar Rp 2.700, sedangkan penerimaan perempuan buruh perawat persemaian Rp 2.500 per hari dan buruh laki-laki Rp 3.000 per hari. Perempuan pembuat briket juga dibayar sesuai dengan yang dihasilkan.
Kekhususan yang agak menonjol dari dinamika tenaga kerja di dalam agroindustri minyak kayu putih ini adalah adanya pembagian kerja yang sudah mapan, yaitu semua buruh perempuan menjadi perawat persemaian, pengurut daun dan pembuat brirket, sedangkan buruh laki-laki sebagai mandor, tukang pangkas dan megoperasikan mesin. Selain itu dinamika hubungan kerja mereka mempunyai kekhususan, di mana tukang pangkas tergantung tukang urut. demikian pula sebaliknya, karena gaji tukang pangkas di samping gaji bulanan juga diambilkan dari setiap kilogram daun yang ditimbang.
Namun dalam penelitian nampaknya ketergantungan itu tidak berlaku. Tukang urut lebih suka memangkas pohon kayu putih sendiri daripada menunggu dipangkaskan tukang pangkas. Hal lain yang menonjol adalah berkaitan dengan kecilnya kesempatan kerja yang ada, terutama di luar sektor pertanian dan berkait pula dengan kebanyakan status inferior yang disandang buruh perempuan di sana. Ini menyebabkan hampir semua perempuan di desa sekitar hutan ramairamai memasuki peluang kerja di agroindustri minyak kayu putih. Didukung dengan status perkawinan mereka yang menikah pada usia muda. tingkat pendidikan rendah dan latar belakang dari keluarga miskin, makin memperlemah pasisi mereka dalam pasar tenaga kerja.
Marginalisasi dan feminisasi pekerjaan juga berlaku di agroindustri minyak kayu putih ini. Yakni semua pekerjaan yang memerlukan ketekunan, kesabaran, ketelitian dan berupah rendah dengan status harian lepas. semua dijabat oleh perempuan. Buruh perempuan ini juga babas direkrut dan diberhentikan kapan saja oleh mandor tergantung fluktuasi musim. Hal ini diperkuat oleh pandangan mandor (buruh laki-laki) bahwa yang cocok untuk men.jadi tukang urut, perawat persemaian dan pembuat biket adalah perempuan.
Mobilitas vertikal buruh dalam lingkungan kerja sangat terbatas. Buruh perempuan berapa pun lamanya is bekerja tetap sebagai buruh harian lepas, sementara untuk staf selalu dijabat oleh laki-laki. Dalam sistem ketenagakerjaan agroindustri ini terjadi segmentasi pasar tenaga kerja. antara buruh perempuan dan buruh laki-laki. Buruh perempuan yang merupakan buruh harian dapat diberhentikan saat volume kerja menururn dan direkrut kembali jika lahan kayu putih yang akan digarap meningkat. Sementara buruh laki-laki bekerja sepanjang perusahaan tersebut masih beroperasi.
Perekrutan tenaga kerja dilakukan oleh mandor sebagai perpanjangan tangan Perhutani. Pola hubungan social mandor-buruh di dalam lingkungan kerja berjalan paralel sebagai relasi patron-client di dalam komunitas mereka. Mandor secara tidak langsung berfungsi pula sebagai "polisi" yang mengawasi tingkah laku dan Cara kerja buruh. Dengan demikian perusahaan akan mendapat jaminan terrapai target perolehan daun kayu putih. Mandor pula yang menentukan jadwal buruh di hutan karena dia yang tabu kebutuhan di lapangan.
Agroindustri minyak kayu putih di KPH Gundih Kabupaten Grobogan Jawa Tengah memang mempunyai dampak menyediakan lapangan kerja yang cukup luas. Akan tetapi belum diikuti dengan perbaikan nasib buruh melalui peningkatan upah yang layak sekaligus dapat mendorong daya beli."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Judhi Setianegara
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
M. Taufik Mubarak
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurpinudji
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriady M
"Dari hasil pembahasan didapatkan hal-hal sebagal ben kut : Pola pergiliran tanaman didaerah penelitian pada tanahsawah satu kali setahun terdapat diseluruh kecamatan,untuk pola 1 seluas 13.541 hektar(38,95 %), pola 2 seluas 9.243 - hektar (26,59 %) dan pola 3 seluas 1982 hektar (34,46). Adanya pola pergiliran tanaman tersebut,menyebabkan tingkat pendapatan petani menjadi meningkat begitu pula dengan kebutuhan tenaga kerjanya turut meningkat pula. Besar kecilnya tingkat pendapatan disebabkan oleh besar kecilnya produktivitas dan masing- masing jenis tanaman. Sedangkan besar kecilnya kebutuhan tenaga kerja,sangat bergantung pada penggunaan tenaga kerja untuk masing-masing jenis tanaman yang didasarkan oleh perhitungan hari kerja mulal dan tanam hingga panen."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ediningsih S.
"Sejak masa lampau sampai sekarang rumah mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia, karena rumah merupakan kebutuhan dasar di samping makan dan pakaian, atau yang disebut dengan istilah kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Bagi kebanyakan keluarga rumah bukan hanya sebagai tempat tinggal, tetapi mempunyai nilai yang lebih tinggi lagi, yakni/sebagai investasi, untuk dijual kembali atau disewakan (Feather 1982 : 131 - 139 ).
Menurut Llyod Warner ( 1949 ), pada suatu kelompok sosial, rumah juga menjadi tolok ukur bagi tinggi rendahnya status seseorang ( De F1eur, dkk., 1971 ; 218 ).
Pada masyarakat Jawa misalnya, rumah sebagai lambang martabat dan mantapnya kedudukan seseorang tercermin dalam ungkapan curigo (senjata), turunggo (kuda, dalam arti kendaraan ) wismo ( rumah ), wanito ( istri ), kukilo (burung sebagai alat rekreasi). Kelima hal tersebut merupakan jangkauan hidup seorang kepala rumah tangga dalam mempersiapkan masa depan keluarganya. ( Ronald, 1986 ; 167 ).
Selain itu, bagi orang Jawa, rumah merupakan harta warisan yang paling utama di antara harta warisan lain seperti tanah pertanian, pohon buah-buahan, binatang peliharaan, perhiasan benda pusaka dan tanah jabatan beserta jabatan yang dapat diwariskan (Koentjaraningrat, 1984 ; 162 )
Itu semua karena rumah mempunyai nilai yang lebih mantap dan bersifat universal. Mantap, karena rumah di samping tanah adalah kebutuhan pokok yang harus diupayakan sedapat-dapatnya.
Dalam pada itu, pada saat ini di kota-kota besar kebutuhan akan fasilitas perumahan semakin meningkat, sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat. Laju pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat bukan hanya disebabkan oleh pertambahan internal, melainkan lebih disebabkan oleh pertumbuhan eksternal, khususnya urbanisasi. Berkaitan dengan mobilitas penduduk ke kota, Djoko Marsudi dalam papernya "Masalah fisik dalam pemugaran / perbaikan perumahan"(1980), menyatakan bahwa meskipun penduduk yang tinggal di daerah perkotaan di Indonesia masih relatif lebih kecil dibandingkan dengan kota besar di negara lain, dengan pertambahan penduduk kota antara tahun 1961-1971 mencapai 44% dibanding pertambahan penduduk secara keseluruhan 22%. Untuk kota Semarang ± 2,2,5% pertahun, sedang kota Surabaya sama dengan kota Jakarta sebesar 4,5 7. pertahun (Frick, 1986:23)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T1612
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>