Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73503 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011
346.082 BAN u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011
346.082 BAN u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aldian Kukuh Trisetyadi
"PPAT adalah mitra dari BPN tetapi tidak termasuk dalam kategori pegawai kantor
pertanahan sehingga PPAT tidak menerima gaji setiap bulan hanya penghargaan,
penghargaan yang dimaksud yaitu pemberian uang jasa yaitu paling besar 1% dari nilai transaksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 32 ayat (1) PJPPAT. Pada tahun 2021 Menteri ATR/BPN mengeluarkan aturan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 33 tahun 2021 Tentang Uang Jasa
Pembuatan Akta yang membagi nilai dari 1% itu menjadi 4 bagian. Terdapat 2 (dua)
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu pertama, mengenai pengaturan tarif uang jasa dan sanksi terhadap Permen ATR/BPN No. 33 Tahun 2021, dan kedua, mengenai pelaksaan sanksi apabila PPAT melanggar aturan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil dari penelitian ini pertama, menganalisis pengaturan besaran uang jasa pembuatan akta PPAT secara lebih jelas karena adanya klasifikasi yang sudah diatur dalam Permen tersebut dan Permen ini juga menyebutkan pengaturan sanksi yang menyatakan apabila seorang PPAT melanggar ketentuan terhadap uang jasa maka sanksi pelanggaran yang dikenakan berupa pemberhentian sementara paling lama 6 bulan. Kemudian yang kedua, mengenai penerapan pelaksanan sanksi aturan Permen ATR/BPN No. 33 Tahun 2021 melewati prosedur teguran dan peringatan dan langsung pada pemecatan sementara, prosedur pemberhentian atau pemecatan tidak diatur secara rinci di dalam Permen No. 33 Tahun 2021, sedangkan dalam Kode Etik IPPAT apabila seorang PPAT melanggar ketentuan perundang-undangan lainnya yang dengan kewajiban PPAT maka ia melanggar juga Kode Etik, maka tata cara pemberian sanksi dapat menggunakan aturan Kode Etik.

Land Deed Making Officers (PPAT) is a partner of BPN but is not included in the category of land office employees so that PPAT does not receive a salary every month only awards, the award in question is the provision of service money, which is a maximum of 1% of the transaction value as stipulated in the provisions of Article 32 paragraph (1) of PJPPAT. In 2021 the Minister of ATR/BPN issued a regulation of the Minister of Agrarian affairs and Spatial Planning/Head of the National Defense Agency Number 33 of 2021 concerning Deed Making Services Money which divides the value of the 1% into 4 parts. There are 2 (two) formulations of problems in this study, namely first, regarding the regulation of service money rates and sanct ions against the Minister of ATR/BPN Regulation No. 33 of 2021, and second, regarding the implementation of sanctions if PPAT violates these rules. The research method used is normative juridical with explanatory research typology. The results of this study first, analyze the regulation of the amount of service money for making PPAT deeds more clearly because of the classification that has been regulated in the Regulation and this Regulation also mentions sanctions arrangements that state that if a PPAT violates the provisions for service money, the violation sanctions imposed are in the form of temporary suspension for a maximum of 6 months. Then the second, regarding the
application of sanctions for the regulation of the Minister of ATR /BPN Regulation No. 33 of 2021 through reprimand and warning procedures and directly on temporary dismissal, the procedure for dismissal or dismissal is not regulated in detail in Regulation No. 33 of 2021, while in the IPPAT Code of Ethics if a PPAT violates other statutory provisions that with the obligations of the PPAT then he also violates the Code of Ethics, then the procedure for sanctioning can use the rules of the Code of Ethics.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Herwibowo
"ABSTRAK
Diundangkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uangtelah memberikan suatu dasar bagi penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di negara Republik Indonesia. Pembuatan undang-undang ini merupakan amanat dari Pasal 23B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni “macam dan harga Mata Uang ditetapkan dengan undang-undang”. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga Mata Uang.
Pengaturan Pasal 21 jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang tersebut telah menimbulkan respon yang beragam dari stakeholders khususnya terkait penerapan pasal tersebut dihubungkan dengan praktek kegiatan usaha perbankan maupun perekonomian antara lain pemberian kredit dalam valas, pasar uang antar bank dalam valas, SKBDN dalam valas, ekspor impor. Adanya potensi permasalahan dilapangan menimbulkan suatu pertanyaan dari stakeholders apa maksud daripada Pasal 21 dan Pasal 23 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan sejauhmana batasannya, kemudian bagaimana terkait kegiatan-kegiatan usaha yang selama ini telahdilakukan dapat tetap dilaksanakan dengan tidak melanggar ketentuan Undang- UndangNomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Menghadapi permasalahan tersebut, Kementerian Keuangan (Pemerintah) kemudian melakukan penafsiran terhadap penggunaan uang Rupiah di Undang- Undang Mata Uang hanya terbatas pada transaksi secara fisik (dengan menggunakan uang kartal). Dengan penafsiran ini maka ketentuan Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menjadi dapat dilaksanakan dan tidak menghambat perekonomian. Namun demikian penafsiran ini menimbulkan konsekuensi bahwa transaksi pembayaran di Wilayah Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak menggunakan uang kartal (non tunai) dapat dilakukan dengan valuta asing. Dalam kaitan hal ini akan disadari adanya kekosongan hukum terkait kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam
transaksi keuangan non tunai.

ABSTRACT
The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price.
The setting of Article 21 jo. Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the Currency had caused varied responses from stakeholders particularly regarding the application of that article linked to the practice of banking operations and the economy, including the provision of credit in foreign currency, money market in the interbank in foreign currency, SKBDN in the foreign currency, and import export. There was a potential problem in the field that raised a question of stakeholders about what was the purpose of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the currency and the extent of the limit, then how about the related business activities that had been done so that could still be implemented without violating the provisions of Act 7 of 2011 about the currency.
In facing these problems, the Ministry of Finance (Government) then making interpretation in the use of the Rupiah money in Currency Act that was limited to the physical transaction (using the currency). With this interpretation, the provisions of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on Currency could be implemented and did not obstruct the economy. However, this interpretation raised the consequence that payment transactions in the Territory of the Republic of Indonesia, which did not use currency (non-cash), could use foreign exchange. Related to this matter, it would be realized that there was a law emptiness related to the liability of Rupiah currency use in non-cash financial transactions.The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rejeki
"ABSTRAK
Kedudukan Pelapor dan Saksi tindak pidana pencucian uang dalam sistem
peradilan pidana berpotensi mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang tidak
menginginkan kasusnya terbongkar sehingga mereka tidak berani
mengungkapkan kesaksiannya. Kebutuhan atas perlindungan terhadap Pelapor
dan Saksi suatu tindak pidana pada umumnya tidak terlepas dari pentingnya
peranan Pelapor dan Saksi dalam proses peradilan pidana. Khusus untuk
perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, ketentuannya telah ada sejak
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan pertama kali tahun
2002, selanjutnya diubah pada tahun 2003 hingga pada tahun 2010 disahkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang menggantikan Undang-Undang yang lama.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studi
kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturanperaturan
dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan
narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan : Apa yang
menjadi dasar pemikiran dari ketentuan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan
Saksi tindak pidana pencucian uang?, Bagaimana pelaksanaan ketentuan
pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU setelah keluarnya Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2010? dan Kendala apa yang akan muncul dalam
pelaksanaannya?. Teknis pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan
Saksi TPPU mengacu pada PP Nomor 57 Tahun 2003 dan Peraturan Kapolri
Nomor 17 Tahun 2005 yang mengamanahkan pelaksanaan pemberian
perlindungan khusus bagi Pelapor dan Korban kepada Kepolisian RI. Pada tahun
2006 disahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban yang berlaku sebagai ketentuan payung dalam pemberian
perlindungan Pelapor, Saksi dan/atau Korban di tanah air. Undang-Undang
tersebut mengamanahkan pemberian perlindungan dilaksanakan oleh lembaga
khusus bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Undang-
Undang Perlindungan Saksi dan Korban ternyata memiliki berbagai kelemahan
yang sedikit banyak akan mempengaruhi implementasi dalam pemberian
perlindungan. Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi
TPPU, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi lain yang menjadi sub sistem
dalam Sistem Peradilan Pidana yakni, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan
Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu LPSK juga dapat bekerja sama dengan
PPATK yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang.

ABSTRACT
The position of Reporting Parties and Witnesses of money laundering in
the criminal justice system, potentially under threat from those who do not want
the case revealed that they did not dare reveal his testimony. The need for the
protection of Reporting Parties and Witnesses of a crime is generally not
independent of the importance of the role of Reporting Parties and Witnesses in
the criminal justice process. Especially for the protection of Reporting Parties
and Witnesses of money laundering, the terms have existed since the law of
money laundering was first enacted in 2002, further it was amended in the year
2003. In the year 2010, The Legislature enacted Law No. 8 of 2010 Concerning
Prevention and Eradication of Money Laundering legislation replacing the old
law. By using the research method of normative juridical in which one of them is
library study, which is analysing documents such as books, provisions, guidance,
and also interview with experts. This study is aimed at answering some research
questions : What was the rationale thought of granting protection for Reporting
Parties and Witnesses of money laundering?, How the implementation of the
provisions granting protection for Reporting Parties and Witnesses after
discharge anti money laundering law No. 8 years 2010? and what obstacles
would arise in its implementation?. Technical provisions for the implementation
of Reporting Parties and Witnesses Protection of Money Laundering refer to
Regulation number 57 in 2003 and Chief of Police rule Number 17 0f 2005 which
mandated the implementation of granting special protection to Reporting Parties
and Witnesses to The Indonesian Police. In the year 2006 came out Law No. 13 of
2006 on the protection of witnesses and victims, which acted as a main provision
to protection Reporting Parties, Witnesses and/or victims in Indonesia. The Law
mandated the responsibility for providing protection implemented by specialized
institutions called the Witness and Victim Protection Agency (LPSK). The law of
protection of the witnesses and victims had a weaknesses that influenced the
implementation of granting protection. In the implementation of granting
protection for reporting parties and witnesses in Money laundering, LPSK could
cooperate with other institutions that included in sub system of criminal justice
system such as Police, Attorney, Court, and Prison. Besides, LPSK also could
cooperate with PPATK that has duty to prevent and eradicate of money
laundering.
"
2013
T32556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigalingging, Hotbin
Jakarta: Bank Indonesia, 2005
332.1 SIG k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Doloksaribu, Revina Ani Yosepa
"Transfer Dana merupakan salah satu mekanisme sistem pembayaran untuk mendukung perbankan nasional dalam kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Kegiatan transfer dana ini merupakan sebuah kegiatan yang berisiko tinggi. Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 Tahun 1999, Bank Indonesia harus dapat menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sistem pembayaran khususnya transfer dana yang baik harus dapat menjamin terlaksananya perpindahan uang secara efisien dan aman sehingga masyarakat semakin nyaman dalam melakukan kegiatan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai transfer dana dalam perbankan serta peranan Bank Indonesia dalam kegiatan transfer dana menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Data dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan melakukan wawancara dengan Deputi DASP Bank Indonesia.
Hasil penelitian adalah pengaturan mengenai kegiatan transfer dana kini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 yang sebelumnya diatur secara tersebar dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia maupun Surat Edaran Bank Indonesia antara lain adalah mengenai kliring, RTGS, Kegiatan Usaha Pengiriman Uang, dan transfer dana melalui ATM. Bank Indonesia telah menjalankan perannya dengan baik sebagai lembaga pemberi izin, lembaga pengawas dan sebagai lembaga pemberi sanksi. Dengan adanya peran Bank Indonesia ini diharapkan agar sistem transfer dana dapat berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Transfer of funds is one of the mechanism of payment system to support national banking in the activity of mustering and distributing funds from people. The transfer of funds activity is a high-risk activity. According to the Laws No. 23/1999, Bank Indonesia shall be able to maintain the continuity of payment system. The payment system, especially a good transfer of funds shall guarantee that the transfer of money can be conducted efficiently and safe so that people feels more comfortable in doing economy activity. This research aims to find out the regulation about transfer of funds in banking and also the role of Bank Indonesia in the transfer of funds activity according to the Laws No. 3/2011. This research is a literature research with normative juridical characteristic. The data was collected with literature study and interview with deputy DASP of Bank Indonesia.
The result of the research is a regulation about transfer of funds activity now regulated in the Laws No. 3/2011 which before was regulated separately in the form of Regulation of Bank Indonesia as well as Surat Edaran Bank Indonesia, and they are: about clearing, about RTGS, money transferring activity, and transfer of funds via ATM. Bank Indonesia has conducted its role as licensing institution, supervising institution, and as an institution that gives sanctionWith the role of Bank Indonesia, it is hoped that the transfer of funds system can be developed naturally and beneficial for the national economy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Jakarta: Lembaga Informasi nasional, 2003
331.02 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>