Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135928 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Avriaztheni Putri Gayatri
"Tesis ini membahas mengenai pembatalan perkawinan, pembatalan perkawinan merupakan tindakan pengadilan berupa keputusan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan itu tidak sah sehingga dianggap tidak pernah ada. Pembatalan perkawinan dilakukan dengan suatu alasan tertentu dan hanya orang tertentu saja yang dapat melakukannya serta dalam pengajuan pembatalan perkawinan ditetapkan suatu jangka waktu tertentu. Pembatalan perkawinan tidak hanya berakibat terhadap perkawinan saja melainkan juga terhadap kedudukan anak. Penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan mempelajari putusan pengadilan agama tasikmalaya dan mencari referensi dari bahan hukum lainnya. Dari hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa tata cara pembatalan perkawinan dilakukan sama seperti tata cara perceraian serta pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut, sehingga anak-anak tersebut tetap menjadi anak sah dari perkawinan kedua orang tuanya yang dibatalkan tersebut.

The Thesis is consist of marital annulment, Marital Annulment is a court action in making their decision over the verdict which imposed that marital is illegal and considerably does not exist. Marital Suspend is conducted by particular excuse and with only certain people that allow to do it and certain period is defined during filing for Marital Annulment. Marital Annulment has no given effect towards marriage instead against in child?s position. Writer is using a normative method research by learning a Tasikmalaya religion court?s verdict and browsing another law material references. Based on the research, writer may conclude that marital annulment procedures are treated equal with divorce procedures and marital annulment has nothing to do with children that were born in a marriage, so as they still can be a part of legal child from the marriage that are annulmented."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27460
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Tatanusa, 2004
346.048 HIM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agus Loekman
"Pada tahun 2004 Mahkamah Konstitusi meluncurkan dokumen bersejarahnya: "Cetak Biru: Membangun Mahkamah Konstitusi Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Moderen dan Terpercaya" (Cetak Biru). Cetak Biru ini merupakan dokumen utama kebijakan strategi manajemen perubahan Mahkamah Konstitusi yang unik, yaitu dibuat bersama-sama dengan lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) sebagai wujud penghargaannya terhadap proses pengambilan kebijakan publik yang partisipatif.
Permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah: (i) Bagaimanakah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melakukan manajemen perubahannya? dan (ii) Bagaimana hubungan kegiatan manajemen perubahan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terhadap upaya mewujudkan organisasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai lembaga peradilan yang moderen dan terpercaya?
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus di Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. Sebagai unit unit pendukung utama dibidang administrasi umum dan justisial, peranan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan sangatlah penting bagi kelancaran beroperasinya Mahkamah Konstitusi dan terutama memiliki posisi yang strategis untuk mewujudkan pelbagai program dalam Cetak Biru. Kedua unit tersebutlah yang akan melanggengkan cita-cita Cetak Biru, melampaui terbatasnya masa jabatan para hakim konstitusi. Penelitian ini mendasarkan pada pendapat Burke (2002: 43) bahwa untuk memahami perubahan organisasi maka pendekatan yang diambil adalah dengan memandang organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka, yang tergantung pula dari faktor lingkungan dimana organisasi itu berada. Sedangkan kesuksesan upaya untuk menghadapi perubahan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi, maka menurut Nickols (2004:1), Potts dan La Marsh (dalam Wibowo, 2006: 175), Asian Institute of Journalism and Communication (2003:1), maupun National School of Government (2006: 4) suatu organisasi perlu melakukan serangkaian tindakan untuk mengelolaperubahan itu dengan memperkenalkannya secara terencana, sistematis dan berkelanjutan (sengaja mengalokasikan sumber dayanya) melalui pelbagai program baru yang relevan pula bagi organisasi itu agar seluruh elemen dalam organisasi itu bisa menyesuaikan diri dengan lancar tiap perubahan yang dihadapi. Dalam menjaga kesuksesan mengelola tahapan program perubahan itu pula suatu organisasi harus senantiasa memberi perhatian pada pengaruh kepemimpinan, budaya organisasi, strategi perubahan yang terintegrasi serta komunikasi dua arah dengan para stakeholders organisasi itu.
Berdasarkan hasil kuesioner, telah ditemukan bahwa kriteria ?Organisasi? berpengaruh cukup besar dalam manajemen perubahan di organisasi Mahkamah Konstitusi, sehingga dengan memperhatikan sub kriteria - sub kriteria di dalam kriteria Organisasi maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan perubahan di organisasi Mahkamah Konstitusi. Sedangkan untuk kriteria ?Perubahan Organisasi? maka masih perlu dilakukan pengembangan dan pelatihan untuk menerapkan kriteria ini di organisasi Mahkamah Konstitusi.
Selanjutnya berdasarkan serangkaian wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber di lingkungan kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga publik yang baru sehingga masih perlu penyempurnaan sistem kerjanya. Sekalipun hal itu akan menambah beban kerja tetapi semua narasumber tetap bersemangat guna mendukung lancarnya pelaksanaan tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, kecuali untuk program pengembangan website Mahkamah Konstitusi, otomatisasi sistem manajemen perkara secara elektronik dan pembangunan gedung perkantoran baru, hingga saat ini belum terbentuk kepanitiaan dan alokasi anggaran khusus untuk mendukung program perubahan sebagaimana direkomendasikan oleh Cetak Biru.
Berdasarkan hal-hal diatas, manajemen perubahan yang dilakukan di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan perlu dilakukan secara konsisten dan perlu dicermati secara serius mengingat bila tidak ditangani lebih lanjut secara profesional, dapat menjadi potensi pada gagalnya upaya perubahan organisasi yang saat ini sedang dikerjakan dan mencederai kepercayaan para stakeholders terhadap kegiatan perubahan organisasi Mahkamah Konstitusi di masa mendatang.
Oleh karena itu disarankan agar pertama, pimpinan Sekretariat Jenderal, Kepaniteraan dan para hakim konstitusi bersama-sama menyelenggarakan rangkaian diskusi internal terbatas untuk merancang dan menyelenggarakan evaluasi secara menyeluruh tentang sejauhmana keberhasilan program perubahan sejak diterbitkannya Cetak Biru di tahun 2004. Kredibilitas evaluasi tersebut akan lebih dihargai oleh publik bilamana dilakukan oleh sebuah tim independen yang berisi para tenaga ahli lokal dibidang organizational development (terutama yang berpengalaman menanagani organisasi publik), ahli hukum administrasi negara/tata negara dan perwakilan stakeholders yang berkompeten. Kedua, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan secara periodik menyelenggarakan survei secara internal dan eksternal organisasi, untuk memudahkan pengamatan terstruktur tentang sejauhmana pengaruh manajemen perubahan yang dilakukan telah mewujudkan Mahkamah Konstitusi yang moderen dan terpercaya. Berdasarkan kedua survei tersebut, setidaknya para pimpinan akan mendapatkan suatu bentuk awal analisa kebutuhan (needs assessment) guna ditindaklanjuti dengan keputusan strategis berikutnya

In the year 2004, the Constitutional Court launched its historical document: Cetak Biru: Membangun Mahkamah Konstitusi Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Moderen dan Terpercaya (The Blue Print to Develop the Constitutional Court as a Modern and Trusted Judicial Institution) (hereinafter referred to as the ?Blue Print?). The Blue Print is the principal document for the Court?s strategy in managing organizational change. The document was also unique because it was jointly drafted with a local civil society organization Konsorsium Reformasi Hukum Nasional/KRHN, as a testament to the court?s support to public participation in policy making.
The focus of the research are twofold: First, on how the Secretariat General and the Court Registrar manage the organizational change. Second, to better understand the the relationship between the Secretariat General?s and the Court Registrar?s efforts in managing the organizational change and how such activity influenced the efforts to develop the Constitutional Court to become a modern and trusted judicial institution.
The research is descriptive and focuses on the court?s Secretariat General and Registrar as objects for the case study. Although each unit provides support in managing the court?s general and judicial administration respectively, they are all very important in making sure that the Constitutional Court is managed properly and posses the strategic role in implementing the various development programs contained in the Blueprint. Those units would eventually be the main actors in implementing the Blueprint, beyond the tenure of the justices of the Constitutional Court.
This research is based on Burke (2002: 43) who opined that in order to understand organizational change, one should observe such organization as an open system, which is dependant to its environment. Meanwhile, in order to successfully respond to change, Nickols (2004:1), Potts and La Marsh (in Wibowo, 2006: 175), the Asian Institute of Journalism and Communication (2003:1), and National School of Government (2006:4) opined that such organization needs to conduct a series of actions in managing change and introduce the changes in a planned, systematic and sustainable way, i.e. allocating the relevant resources, so that all elements of the organization can better adjust to such changes. In maintaining the success of managing change, such organization should focus on the influences of leadership, organizational culture, integrated strategies for change and a ?two-way? communication process with the stakeholders. Based on the results from the questionaires, the research found that the ?Organization? criteria has a profound influence on how change is managed in the Constitutional Court. In this regard, consideration should be focused on better understanding the various subcriterias in order to conduct organzational change at the court. Meanwhile, under the ?Organizational Change? criteria, the results from the questionaires indicate that further development in and training on organizational change are required for the Constitutional Court. Subsequently, based on the series of in-depth interviews with officials of the Secretariat General and the Court Registrar, all opined that the Constitutional Court is a developing public organization and therefore still needs to enhance its system of operational procedures. Eventhough such enhancement would increase the workload, all of the interviewees are generally enthutiastic in supporting and making sure that the mandates of the court are successfuly implemented. However, except for the development of the court?s website, an automated electronic based case management system and the construction of a new court building, the interviewees confirmed that until this day no special commitees or budget allocations are made to support the various change programs as recommended by the Blueprint.
In this regard, change management efforts at the Secretariat General and the Court Registrar should be conducted in a consistent way and to be seriously monitored considering that unprofessional handling of the change program would potentially lead to the failure of such programs and jeopardize the credibility of future change programs of the court before its stakeholders.
Therefore, it is proposed that firstly, the leadership of the Secretariat General, the Court Registrar and the court?s justices should jointly organize a series of internal focused group discussions to craft and determine a comprehensive evaluation to measure the successes of implementation since the launching of the Blueprint in 2004. The credibillty of the evaluation may be better appreciated by the public if conducted by a team of independent evaluators, consisting of local experts in the field of organizational development (particularly those experienced in handling public organizations), administrative law/constitutional law specialists, and competent representatives of the stakeholders. Secondly, the Secretariat General and the Court Registrar jointly conduct periodic surveys (internal and external) to enhance structured observations on how change management efforts have influenced the efforts to develop the Constitutional Court to become a modern and trusted judicial institution. Based on those surveys, at the minimum the leadership of the court can obtain an initial form of a needs assessment analysis, which is required to be followed up via strategic decisions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 19245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurudin Hadi
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007
342.06 NUR w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meyrin
"Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU/VII/2010 tentang anak yang lahir di luar perkawinan merupakan putusan yang bersejarah bagi hukum perkawinan Indonesia. Putusan ini membuka peluang kepada anak yang lahir di luar perkawinan untuk mempunyai hubungan keperdataan dengan ayahnya dan keluarga ayahnya. Tesis ini membahas mengenai apakah latar belakang terbitnya putusan tersebut juga bagaimanakah dampak berlakunya putusan terhadap akta pengakuan anak dan surat keterangan hak waris. Sebagai perbandingan, tesis ini juga memaparkan gambaran umum mengenai anak luar kawin di negeri Belanda. Penyusunan tesis ini dilakukan dengan metode penelitian normatif. "
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30371
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Taufik Hidayat
"Penelitian ini membahas mengenai analisa kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tujuannya adalah untuk mengetahui yang didasarkan pada suatu analisa mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, terutama yang terkait dengan kewenangan MK dan MPR. Metode penelitian menggunakan metode penelitian kepustakaan, deskriptif, komparatif, dan dengan metode pengolahan data secara kualitatif. Diadopsinya MK dan perubahan dalam kedudukan dan kewenangan MPR dalam perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada akhirnya merubah konsep pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 sesudah perubahan, pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hanya semata merupakan proses politik, yaitu proses di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR. Akan tetapi, juga harus melalui proses hukum di MK. Kewenangan MK dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sedangkan kewenangan MPR adalah memutus diberhentikan atau tidaknya Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya atas usul pemberhentian oleh DPR dimana sebelumnya MK telah memutus untuk membenarkan pendapat DPR.

This research examines about analysis of the Constitutional Court’s and the National Assembly’s authorities in impeachment of President and/or Vice President. The research intends to know, based on analysis, impeachment President and/or Vice President, especially about the Constitutional Court’s and National Assembly’s authorities. The methods of research used are of literature research, descriptive, comparative, and qualitative data processing. The Constitutional Court existence and change of the National Assembly’s position and authority in the amandement of the Constitution of The Republic of Indonesia 1945 finally become different concept of impeachment of Presiden and/or Vice President. Based on the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 after amandement, impeachment of Presiden and/of Vice President is not only a political process, that is mechanism in the House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat) and the National Assembly. But also a proceeding process in the Constitutional Court. The Constitutional Court’s authority in impeachment of President and/or Vice President decides motion of the House of Representative that President and/or Vice President have done violation of treason, corruption, bribery, other high crime, or misdemeanor; and/or have not qualification any more as a Presiden and/or Vice President. While the National Assembly’s authority decides remove from office or not President and/or Vice President for motion of the House of Representative, after the Constitutional Court decided for verify motion of the House of Representative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>