Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Asas legalitas adalah suatu asas dalam hukum pidana yang pada pokoknya menyatakan tentang tidak berlaku surutnya suatu perundang-undangan (geen terug werkendekracht). Sedangkan asas retroaktif adalah asas dapat berlaku surutnya suatu peraturan atau perundang-undangan tersebut. Dalam konteks hukum pidana positif di Indonesia telah terjadi perkembangan dengan mulai dianutnya penerapan asas retroaktif dalam pencantumannya dalam peraturan perundang-undangan di samping asas legalitas yang selama ini dijadikan pegangan atau landasan penerapan hukum. Padahal, di dalam UUD 1945, Ketetapan MPR-RI dan beberapa undang-undang lainnya secara tegas telah dicantumkan larangan untuk menerapkan asas retroaktif tersebut. Fenomena perkembangan hukum yang berlaku secara universal telah menghadirkan norma "the principle of justice" yang berhadapan dengan norma "the principle of legality". Standar "pengecualian" hukum yang berlaku secara universal tersebut mengindikasikan: untuk kejahatan-kejahatan tertentu yang mengglobal dan bersifat internasional dapat diterapkan suatu penyimpangan asas retroaktif, yang setara atau sama halnya dengan penyimpangan asas locus delectie dan asas tempus delectie yang diterapkan selama ini dalam hukum pidana. Pembatasan yang dilakukan dengan atau melalui undang-undang tentang hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang "berlaku surut" dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang tentang Peradilan HAM, sudah dipenuhi sebagaimana mestinya. Artinya, pelaksanaan asas retroaktif secara eksplisit sudah "dilakukan dengan atau melalui undang-undang", sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan pasal 4 UU No. 39 tahun 1999 dan pasal 43 ayat (1) UU No. 26 tahun 2000."
300 JIS 2:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Enschede, Ch. J.
Bandung: Alumni, 1982
345 ENS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Made Darma Weda
"ABSTRAK
Salah satu hukum pidana yang terganggu di sini adalah asa non-retroaktif. Asas ini -yang sejak awal kemunculannya- dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari kesewenangan penguasa, kini tidak lagi diberlakukan untuk menjaring para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan yang merasa terlindungi karena asas retroaktif. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberi pemahaman terhadap "grass violation of human rights", khususnnya dalam kaitannta dengan hukum pidana dan pemidanaan. Pemahaman terhadap perbedaan perlakukan hukum terhadap pelaku kejahatan berat (grave breaches), dengan memberlakukan hukum pidana secara retroaktif terhadap para pelaku. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji pemberlakuan hukum pidana secara retroaktif dalam peradilan pidana serta menemukan pemahaman secara lebih mendalam mengenai pemberlakuakn secara retroaktif, serta pemberlakuannya dalam kasus-kasus tertentu; mengkaji batas-batas pemberlakukan hukum pidana secara retroaktif serta eksistensinya dalam sistem hukum nasional."
2006
D1024
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darwan Prinst
Jakarta : Djambatan, 1989
345.05 DAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Basir
"Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengandung beberapa asas didalamnya, Salah satunya adalah asas diferensiasi fungsional. Asas ini berarti penegasan pembagian tugas dan kewenangan antara jajaran aparat penegak hukum secara instansional. KUHAP meletakan suatu asas 'penjernihan' (clarification) dan ?modifikasi? (modification) fungsi dan wewenang antara aparat penegak hukum. Asas diferensiasi fungsional mulanya bertujuan untuk dipergunakan sebagai sarana koordinasi horizontal dan saling checking antara penegak hukum, terutama antara polisi selaku penyidik dengan jaksa selaku penuntut umum. Berdasarkan pasal 1 butir 1 dan 4 jo pasal 1 butir 6 huruf a jo pasal 13 KUHAP, maka jelas terlihat penjernihan dan pembagian secara tegas antara fungsi dan wewenang polisi sebagai penyidik dan jaksa sebagai penuntut umum serta pelaksana putusan pengadilan. Walaupun asas diferensiasi fungsional ditekankan antara polisi dengan jaksa, namun berpengaruh terhadap semua sub sistem dalam sistem peradilan pidana. Bagi Polri hal itu berakibat menumpuknya penanganan laporan dan pengaduan yang harus ditindaklanjuti yang pada akhirnya menyebabkan kurang maksimalnya pelaksanaan tugas-tugas penyidikan, seperti lambatnya pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dan bolak baliknya berkas perkara. Bagi jaksa asas diferensiasi fungsional telah menjadikan spektrum dan cara pandang jaksa dalam memberantas kejahatan menjadi sempit. Hal ini karena jaksa tidak terlibat secara langsung dalam proses penyidikan. Sedangkan pada proses persidangan di pengadilan, hanya tidak lebih dari mengkonfirmasi dan memverifikasi kebenaran isi Berita Acara pemeriksaan yang sebenarnya tidak mengikat. Sedangkan bagi tersangka dan pelapor / pengadu asas diferensiasi fungsional, telah merugikan hak-haknya karena perkaranya tidak dapat diproses berdasarkan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya murah. Pada akhirnya asas diferensiasi fungsional menjadi salah satu penyebab over capacity pada lembaga pemasyarakatan. Lembaga ini tidak dapat melakukan pembinaan terhadap narapidana sebagaimana mestinya, bahkan dapat menjadi school of crime yang melahirkan residivis baru. Berdasarkan hal itu asas diferensiasi fungsional dirasa tidak dapat menciptakan keterpaduan antara penyidik dengan penuntut umum. Oleh karena itu perubahan KUHAP merupakan sesuatu yang urgent dan harus segera dilaksanakan.

Act No. 8 of 1981 on Procedure of Criminal Law (Criminal Procedure Code) contains some of the principles therein. The one of them is functional differentiation principle. The functional differentiation principle means the affirmation of the division of duties and authority between the law enforcement officers in institutional. The criminal procedure code put a principle of "purification" (clarification) and ?modification? functions and powers among law enforcement officers. The functional differentiation principle originally intended to be used as a means of horizontal coordination and mutual checking between law enforcement agencies, especially between polices as investigator and prosecutors as public prosecutor. Based on criminal procedure code article 1, point 1 and 4 jo article 1 point 6 letter a jo article 13, it is clearly seen purification and distribution between the functions and powers of the police as investigators and prosecutors as a public prosecutor and executor of verdict. Although the principle of functional differentiation stressed in between the investigators and the public prosecutor, but it influent all the sub systems in criminal justice system. For the police, it resulted in deposition of handling reports and complaints that should be followed up, in the end it can be implementation tasks which is not fulfilled maximal, such as the slow delivery of the notice of investigation letter and back and forth the docket. For prosecutors, principle of functional differentiation has made spectrum and perspective in combating crimes prosecutor becomes narrower. This is because prosecutors are not directly involved in investigation process. The trial process in court is nothing more than confirmation and verifying the correctness of the content of the examination dossier which is not binding. At the same time, for the suspect and the complainant, the functional differentiation principle has been detrimental to their rights because the case can't be processed with fast, simple and low cost trial. In the end the principle of functional differentiation be one cause of over capacity in the penitentiary. This institution can not conduct training of prisoners, even can be a school crime that spawned a new recidivist. Based on this principle of functional differentiation deemed not to create integration between law enforcement agencies, especially the investigators with the prosecutors. Therefore, conversion of the criminal procedure code is urgent and should be implemented immediately."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Gosita
"Penelitian ini penting untuk dilakukan oleh karena beberapa hal sebagai berikut. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (yang baru), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 76), telah menyinggung dan mengatur mengenai masalah ganti kerugian kepada mereka yang dirugikan karena ditangkap,ditahan,dituntut dan diadili, atau dikenakan tindakan lain, atau karena suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan didalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri yang menimbulkan kerugian pada orang lain. Sayang pelaksanaan ketentuan ini masih belum memuaskan. Dengan demikian, mereka yang mencari keadilan memalui sidang peradilan pidana,khusunya para korban tindak pidana masih menderita. Dan sering kali merupakan korban-ganda tidak mendapatkan ganti kerugian. Diharapkan manfaat hasil penelitian ini adalah antara lain untuk dapat memberikan rekomendasi dari segi yuridis dan viktimologis, untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan cara-cara pelaksanaan ganti kerugian, setelah mengindentifikasi faktor-faktor penghambatnya serta permasalahannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Roeslan Saleh
Jakarta: Aksara Baru, 1983
345 ROE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
Jakarta: Rajawali, 2016
297.45 TOP a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>