Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16353 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 1971
959.5 SEJ
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chambert-Loir, Henri
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2018
810 HEN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Soetarman Mahayana
"Penelitian dalam tesis ini mengungkapkan kesusastraan Indonesia dan Malaysia tahun 1950-an, khususnya yang menyangkut sistem penerbitan dan sistem pengarang, serta gambaran umum mengenai peta kesusastraan di kedua negara pada dasawarsa itu. Di dalamnya, terntasuk ideologi dalam kesusastraan yang berkembang semarak pada masa itu. Dalam sistem penerbitan sastra di Indonesia dan Malaysia, terungkapkan bahwa pada masa itu penerbitan media massa ikut memainkan peranan panting yang memungkinkan kesusastraan Indonesia dan Malaysia berkembang semarak. Hal ini juga berpengaruh bagi lahirnya para pengarang baru. Jika di Indonesia keadaan tersebut makin mengukuhkan pudarnya dominasi sastrawan anak Sumatra, maka di Malaysia menempatkan Singapura sebagai pusat kegiatan kesusastraan dan kebudayaan secara umum. Mengenai profesi sastrawan pada masa itu, sebagian besar sastrawan Indonesia berpendidikan Belanda dan menempatkan profesi sastrawan sebagai pekerjaan sekunder, sedangkan di Malaysia, profesi sastrawan bergandengan dengan profesi wartawan atau politikus yang pada gilirannya menempatkan profesi sastrawan dalam status yang relatif terhormat.
Mengenai ideologi dalam kesusastraan Indonesia dan Malaysia tahun 1950-an tampak kesusastraan Indonesia pada dasawarsa itu, sebagian diwarnai oleh pertentangan paham humanisme universal dan seni untuk seni yang didukung oleh sebagian besar sastrawan Angkatan 45, dengan paham realisme sosialis dan seni untuk rakyat yang didukung oleh para seniman Lekra. Di Malaysia, pertentangan itu terjadi pada dua kubu, yaitu sastrawan yang tergabung dalam Asas 50 yang menekankan pentingnya sastra untuk masyarakat dan menempatkan sastra sebagai alat perjuangan, dengan sastrawan pendukung seni untuk seni yang tidak menginginkan sastra sebagai alat. Dari golongan yang disebut terakhir itulah kemudian lahir para penyair kabur.
Ringkasnya, penelitian dalam tesis itu mengungkapkan, bahwa meskipun kesusastraan Indonesia dan Malaysia bersumber dari tradisi yang sama,yaitu kesusastraan Melayu, dalam perkembangannya perkembangan kesusastraan di kedua negara seolah-olah berjalan sendiri-sendiri sebagai akibat adanya kebijaksanaan Belanda di Indonesia dan Inggris di Malaysia. Namun, pada tahun 1950-an itu, karena kesusastraan Malaysia masih berorientasi pada kesusastraan Indonesia, maka di antara perbedaan itu, ada juga persamaannya, meski tidak sama persis, khususnya yang menyangkut pertentangan gagasan humanisme universal--seni untuk seni dan realisme sosialis--seni untuk masyarakat. Mengingat beberapa persoalan itulah, penelitian dalam tesis ini menjadi panting sebagai salah satu pembuka jalan bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai kesusastraan di kedua negara pada masa itu atau masa sebelum atau sesudahnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapuroh
"Kuntowijoyo adalah sastrawan yang cukup berpengaruh bagi kesusastraan Indonesia. Kontribusinya dalam bidang sastra tidak hanya diwujudkan melalui karya sastra, tetapi juga melalui ide sastra profetik. Sastra profetik adalah sastra yang mengandung tiga nilai, yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Dengan metode kualitatif dan pendekatan sosiologi sastra, penelitian ini berusaha mengungkap apakah konsep sastra profetik yang dicetuskan oleh Kuntowijoyo diterapkan dalam cerpen-cerpennya atau tidak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cerpen-cerpen Kuntowijoyo mengandung nilai-nilai profetik, namun cerpen-cerpen tersebut tidak dapat dikatakan sebagai sastra profetik. Hal ini karena ketiga unsur yang ada dalam sastra profetik dihadirkan secara terpisah dalam cerpen-cerpennya.

Kuntowijoyo is one of the most influential man of letters for Indonesian literature. His contribution in the field of literature is not only formed within the literature itself, but also by the ideas of prophetic. Prophetic literature is consisted by three values, namely: humanization, liberation, and transcendence. By using qualitative and literature sociology methods, this research was aimed to express the concept of prophetic literature used in Kuntowijoyo's short stories. The result of this research shows that those short stories contain of prophetic values, but they cannot fully categorized as prophetic literature because the three values in the prophetic literature were presented separately in those short stories."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S52919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Deden Purnama
"[Dalam tinjauan sosiologi sastra, kenyataan sejarah yang menjadi inti cerita novel sejarah merupakan hasil penafsiran pengarang. Sang Gubernur Jenderal adalah novel sejarah yang berlatar belakang konflik Kerajaan Mataram dan VOC di masa pemerintahan Sultan Agung. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek-aspek sejarah yang terdapat dalam novel tersebut. Selain itu, dalam Sang Gubernur Jenderal, pengarang juga menciptakan tokoh fiktif bernama Pande Wulung sebagai representasi gagasannya. Sebagai karya sastra yang bersifat rekaan, aspek sejarah seperti tokoh dan peristiwa yang terdapat dalam Sang Gubernur Jenderal merupakan hasil imajinasi pengarang dalam menafsirkan sebuah kenyataan sejarah menurut pandangannya. Oleh sebab itu, novel sejarah tidak dapat dijadikan sebagai referensi suatu fakta sejarah.
;In the review of sociology of literature, the reality of history which is the core of the historical novel?s story that was the result of the author?s interpretation. Sang Gubernur Jenderal is a historical based novel of the conflict between Mataram Kingdom and The VOC during Sultan Agung?s era. This thesis aims to preview the historical aspects in the Sang Gubernur Jenderal novel. On the other side, the author also created a fictional character named Pande Wulung as his view and idea representation in Sang Gubernur Jenderal. As a fiction-historical based novel, the historical aspects such as characters and events on Sang Gubernur Jenderal are the author?s imagination in interpreting his views on a historical fact. Therefore, historical novel cannot be used as a reference of historical facts.
;In the review of sociology of literature, the reality of history which is the core of the historical novel?s story that was the result of the author?s interpretation. Sang Gubernur Jenderal is a historical based novel of the conflict between Mataram Kingdom and The VOC during Sultan Agung?s era. This thesis aims to preview the historical aspects in the Sang Gubernur Jenderal novel. On the other side, the author also created a fictional character named Pande Wulung as his view and idea representation in Sang Gubernur Jenderal. As a fiction-historical based novel, the historical aspects such as characters and events on Sang Gubernur Jenderal are the author?s imagination in interpreting his views on a historical fact. Therefore, historical novel cannot be used as a reference of historical facts.
;In the review of sociology of literature, the reality of history which is the core of the historical novel?s story that was the result of the author?s interpretation. Sang Gubernur Jenderal is a historical based novel of the conflict between Mataram Kingdom and The VOC during Sultan Agung?s era. This thesis aims to preview the historical aspects in the Sang Gubernur Jenderal novel. On the other side, the author also created a fictional character named Pande Wulung as his view and idea representation in Sang Gubernur Jenderal. As a fiction-historical based novel, the historical aspects such as characters and events on Sang Gubernur Jenderal are the author?s imagination in interpreting his views on a historical fact. Therefore, historical novel cannot be used as a reference of historical facts.
;In the review of sociology of literature, the reality of history which is the core of the historical novel?s story that was the result of the author?s interpretation. Sang Gubernur Jenderal is a historical based novel of the conflict between Mataram Kingdom and The VOC during Sultan Agung?s era. This thesis aims to preview the historical aspects in the Sang Gubernur Jenderal novel. On the other side, the author also created a fictional character named Pande Wulung as his view and idea representation in Sang Gubernur Jenderal. As a fiction-historical based novel, the historical aspects such as characters and events on Sang Gubernur Jenderal are the author?s imagination in interpreting his views on a historical fact. Therefore, historical novel cannot be used as a reference of historical facts.
, In the review of sociology of literature, the reality of history which is the core of the historical novel’s story that was the result of the author’s interpretation. Sang Gubernur Jenderal is a historical based novel of the conflict between Mataram Kingdom and The VOC during Sultan Agung’s era. This thesis aims to preview the historical aspects in the Sang Gubernur Jenderal novel. On the other side, the author also created a fictional character named Pande Wulung as his view and idea representation in Sang Gubernur Jenderal. As a fiction-historical based novel, the historical aspects such as characters and events on Sang Gubernur Jenderal are the author’s imagination in interpreting his views on a historical fact. Therefore, historical novel cannot be used as a reference of historical facts.
]"
2015
S60282
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Notosusanto
Djakarta : Balai Poestaka, 1970
899.22 NUG t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sumbayak, Desri Maria
"ABSTRAK
Novel Song of Solomon karya Toni Morrison dan novel Mama Day karya Gloria Naylor merupakan dua karya besar penulis wanita kulit hitam. Dengan menggunakan unsur mitos dan aspek supranatural dalam menggerakkan alur cerita, Morrison dan Naylor mengangkat satu tema pencarian "dunia baru" melalui masing-masing tokoh utamanya. "Duna baru" yang merupakan sebuah idealisme dan obsesi orang kulit hitam untuk menemukan identitas rasnya disampaikan dengan sangat rill oleh Morrison dan Naylor. "Dunia baru" tersebut dikonstruksikan sebagai sebuah kota Shalimar dan pulau Willow Springs dengan ciri-ciri budaya lama orang kulit hitam sebagai pembentuknya.
Persoalan pencarian "dunia baru" yang berkaitan erat dengan konstruksi ras ditelaah dengan menggunakan satu pendekatan sosio-historis yang akan memaparkan persoalan dibalik pencarian "dunia baru". Song of Solomon dan Mama Day mengungkapkan bahwa permasalahan orang kulit hitam muncul tidak hanya ketika mereka berinteraksi dengan orang kulit putih sebagai pembeda, namun permasalah rumit yang muncul kemudian adalah ketika orang kulit hitam berinteraksi dengan sesama orang kulit hitam sendiri. Pada saat yang sama, Song of Solomon dan Mama Day mengungkap konflik internal ras kulit hitam sebagai manifestasi dari kaburnya identitas ras kulit hitam.
"Dunia baru" yang diposisikan di Selatan tersebut memapahkan konsep Utara yang selama ini disebut sebagai Promised Land. Idealisme ini akhirnya menyodorkan sebuah konstruksi sejarah baru orang kulit hitam, yang mengungkapkan kemampuan orang kulit hitam untuk bebas dari perbudakan. Konstruksi sejarah baru ini sebagai satu usaha untuk menepis sejarah orang kulit hitam yang selama ini dibentuk melalui kacamata orang kulit hitam yang selalu dihubungkan dengan perbudakan dan ketidakberdayaan orang kulit hitam.
"Duna baru" hanya merupakan sebuah alat untuk sementara lari dari konflik dilematis orang kulit hitam. Pencarian "dunia baru" tidak menjawab permasalahan orang kulit hitam untuk menemukan identitas rasnya. Morrison dan Naylor memaparkan posisi orang kulit hitam yang masih tetap tinggal dalam konflik dilematis yang sangat kuat dengan menunjukkan kegagalan kedua tokoh bertahan di "dunia baru" yang mereka cari.

ABSTRACT
Both Song of Solomon and Mama Day are masterpieces written by two black women writers, Toni Morrison and Gloria Naylor. They use mythical and supernatural aspects to develop the plot and present an issue of quest for a "new world" through respective character. "New world" as the Blacks' idealism and obsession is presented as a real fact. The "new world" is constructed as Shalimar town and Willow Springs Island. Both are characterized by the old culture of the Blacks.
The quest for the "new world" relating to the race categorization is analyzed by using the social-historical approach. The approach is employed to find out the problems behind the quest. Morrison and Naylor express that the Blacks' problems arise not only because of the interaction between the Whites, but also because of the interaction among the Blacks themselves which brings about more complicated problems. At the same time Song of Solomon and Mama Day present internal conflicts of the Blacks as the manifestation of their unclear identity.
"New world" positioned in South of America and rejects the existing concept of the North as the Promised Land. The idealism depicts a new history of the Black. It shows the ability of the Blacks to get freed from slavery. The construction functions as an effort to repute the Blacks' history which has been formed through the Whites' perspective before. It always relates to the Blacks' disability and slavery.
The "new world" is one of the means through which the Blacks can escape from their dilemmatic problem. The quest for "new world" can't answer the question of authentic identity. This thesis also concludes the writer's tone, which expresses dilemmatic conflicts of Blacks through the failure of the main character, to survive the "new world"."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryandy Dwian Suchendar
"Skripsi ini membahas Surat Kontrak Kalimantan No.7 yang penulis temukan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Surat Kontrak Kalimantan No.7 merupakan surat perjanjian yang diberikan VOC, sekutu kesultanan Pontianak, kepada kerajaan Mempawah pada abad ke-18. Surat Kontrak Kalimantan No.7 diteliti menggunakan metode edisi teks kritis agar kandungan yang terdapat pada SKK7 dapat dipahami. Setelah dilakukan edisi teks kritis, analisis terhadap format dan struktur Surat Kontrak Kalimantan No.7 dilakukan untuk menambah wawasan pembaca. Selain itu, analisis di bidang kebahasaan dan sejarah juga penulis lakukan untuk dapat mengetahui kebahasaan serta fakta sejarah kerajaan Mempawah di masa lampau.

This mini thesis discusses about Text Edition and Analysis of the History of the Kingdom of Mempawah in a Letter of Borneo Contract No. 7. The author discovered the letters contract at Arsip Nasional Republik Indonesia. The Letter of Borneo Contract No. 7 was given by VOC, Sultanate of empire of Pontianak, to the empire of Mempawah in 18
th century. The Letter of Borneo Contract No. 7 will be researched by critical text edition method so that the content contained on that letter can be understood. After doing a critical text method, the author analyse the format and structure of a Letter of Borneo Contract No. 7 to increase the information about the letter content. In addition, the author also analyse the field of literary and history fact about at Emire of Mempawah in the past.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rosita Dewi
"ABSTRAK
Panji Segala Raja merupakan salah satu cerita rekaan berisi sejarah. Tidak banyak karya sastra yang mengangkat sejarah Kerajaan Tarumanagara sebagai ide penulisan sehingga membuat karya ini menarik untuk diteliti. Cerita ini mengisahkan keadaaan Tarumanagara saat dipimpin oleh tiga raja, yaitu Purnawarman, Raja Rajaresi, dan Rajadiraja Guru. Purnawarman adalah tokoh dan fokus utama dalam cerita ini. Sejarah yang diangkat ke dalam cerita adalah peristiwa pembuatan tulisan di atas batu (prasasti) dan berita dari Cina tentang Tarumanagara. Prasasti yang diceritakan dalam cerita ada enam, yaitu Prasasti Cidanghiang, Prasasti Jambu, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Kebon Kopi, dan Prasasti Ciaruteun. Keenam prasasti tersebut ditulis pada masa pemerintahan Purnawarman. Panji Segala Raja tergolong sastra sejarah karena berisi sejarah yang sudah ditambah dengan imajinasi pengarang, yaitu Ayatrohaedi. Sastra sejarah menonjolkan tokoh dan latar tempat sesuai dengan sejarah untuk menimbulkan kesan nyata pada pembaca. Akan tetapi, tetap terdapat beberapa perbedaan antara cerita dengan sejarah. Hal ini membuktikan bahwa cerita ini adalah cerita fiksi dan tidak dapat dijadikan acuan sejarah.

ABSTRACT
Panji Segala Raja is one of fiction containing historical event. There are not many literature which contain Kingdom Tarumanagara as the main idea that makes this story is interesting to be analyzed. This story tells the circumstances Tarumanagara when led by three kings, Purnawarman, Raja Rajaresi, and Rajadiraja Guru. Purnawarman is main character and the main focus in this story. The story contains the history about the process of making inscription and some news from China about Tarumanagara. Inscriptions are told in the story are six, Cidanghiang, Jambu, Tugu, Pasir Awi, Kebon Kopi, and Ciaruteun. The six inscriptions written during the reign of Purnawarman. Panji Segala Raja classified as literary of history because it contains the history mixed with imagination from the author, Ayatrohaedi. The characters and setting in accordance with the history fact to make real impression to the reader. However, there are some differences between the story and the history. This proves that the story is fiction and can not be used as a history reference.
"
2015
S59697
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasjah Djamin
Jakarta: Pantja Simpati, 1985
899.221 NAS t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>