Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87348 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stella Evangeline Bela
"Pendahuluan: Acute Kidney Injury (AKI) pasca SC yang disebabkan preeklampsia berat jarang terjadi namun merupakan komplikasi yang serius.
Hasil dan pembahasan: Kebutuhan energi pasien AKI diberikan sesuai kebutuhan diawali kebutuhan energi basal dengan komposisi rendah protein 0,8 g/kgBB/hari. Kebutuhan protein ditingkatkan saat terapi hemodialisa 1,2 g/kgBB/hari dan 1,5 g/kg BB/hari setelah kadar ureum dan kreatinin serum normal. Pasien oligouria dan anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin menjalani terapi hemodialisa sewaktu guna memperbaiki fungsi ginjal.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi adekuat dengan edukasi setiap hari. dapat mencegah pemakaian energi berlebihan dari protein yang memperburuk prognosis pasca perawatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Introduction: Acute Kidney Injury (AKI) post-SC caused severe preeclampsia is a rare but serious complication.
Results and discussion: Energy needs AKI patients are given accordingly begins with a composition of basal energy needs of low-protein 0.8 g/kg/day. Increased protein requirements when hemodialysis therapy of 1.2 g/kg/day and 1.5 g/kg/day after serum urea and creatinine levels normal. Patient with oliguria or anuria accompanied by increased levels of urea and creatinine during hemodialysis therapy to improve renal function.
Conclusion: Support adequate nutrition with education every day can prevent the excessive energy consumption of protein post-treatment worsens the prognosis and quality of life of patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Habib
"Latar Belakang: Perempuan dengan preeklampsia memiliki resiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskuler 5-15 tahun pasca kehamilan. Disfungsi endotel diperkirakan menjadi patogenesis manifestasi klinik preeklampsia dan penghubung antara preeklampsia dan kejadian kardivaskular setelah kehamilan. Nilai flow mediated vasodilation (FMD) dari arteri brakhialis pada sebagian subset preeklampsia tetap rendah 3-10 tahun pasca-melahirkan. Proteinuria pada preeklampsia secara etiologi juga berhubungan dengan disfungsi endotel glomerulus. Namun, tidak seperti pada populasi hipertensi dan diabetes mellitus, sampai saat ini belum diketahui bagaimana korelasi antara nilai proteinuria dengan nilai FMD pada populasi preeklampsia.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan/korelasi antara proteinuria terhadap nilai FMD pada preeklampsia sebelum dan sesudah melahirkan.
Metode: Studi prospektif dilakukan di tiga rumah sakit. Subyek preeklampsia yang akan diterminasi dan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi diperiksa nilai FMD dan rasio protein-kreatinin urinnya (RPKU) sebelum melahirkan, 48-72 jam setelah melahirkan dan pasca-nifas. Data kemudian diolah dengan analisis bivariat dan multivariat untuk mengetahui korelasi antara rasio protein-kreatinin urin dengan nilai FMD dan perubahannya sebelum dan setelah melahirkan.
Hasil Penelitian: Sebanyak 30 perempuan preeklampsia diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata nilai FMD sebelum melahirkan, 48-72 jam pasca-melahirkan dan follow up pasca-nifas adalah 5.46 ± 0.27 ,, 6.10 ± 0.35 dan 8.14 ± 2.48 ( p <0.001). Ditemukan 40 % subyek masih dengan FMD < 7 saat pemeriksaan pasca-nifas (40-60 hari). Uji korelasi bivariat menunjukkan korelasi dengan arah negatif yang kuat antara proteinuria (RPKU) pasca-nifas dengan nilai FMD pascanifas (r= -0.73, p <0.001) , dan nilai RPKU sebelum melahirkan berhubungan dengan rendahnya FMD pasca-nifas dan perubahan (delta) FMD sebelum-sesudah melahirkan. Tidak diperoleh korelasi bermakna antara proteinuria dan nilai FMD sebelum melahirkan. Analisis multivariat dengan regresi linier membuktikan korelasi yang independen antara proteinuria dan nilai FMD pasca-nifas dan delta FMD.
Kesimpulan: Studi ini menegaskan korelasi yang kuat yang arahnya negatif antara nilai proteinuria pasca-melahirkan dengan nilai flow mediated dilation pasca melahirkan pada subyek preeklampsi dan semakin tinggi nilai proteinuria sebelum melahirkan berhubungan dengan rendahnya perubahan FMD sebelum dan sesudah melahirkan.

Background: Endothelial dysfunction was associated with both of the predisposition of preeclampsia and the later development of vascular disease. Flow mediated dilation (FMD) was reduced in preeclamptic women and persist after delivery in several cases. Proteinuria in preeclampsia was also a manifestation of endothelial dysfunction in kidney, but there was no data untill now showing the correlation of FMD and the level of proteinuria in preeclamptic woman.
Objectives: To asses the correlation between urine protein-creatinine ratio and flow mediated dilation (FMD) before and after delivery in preeclamptic women.
Methods: Women with a diagnosis of preeclampsia and planned for termination were enrolled for the study. History of hypertension before 20 weeks of gestation, diabetes mellitus, chronic kidney disease became exclusion criterias. The FMD was studied through the use of high resolution vascular ultrasound examination of brachial artery for 3 times; before delivery, 48-72 hours after delivery and 40-60 days after delivery. Urine protein-creatinine ratio (UPCR) was measured twice; prior to delivery and 40-60 days after delivery. Correlation between them was then evaluated.
Results: Thirty patients were enrolled in this study. The mean ages was 29.5±6,4 years old. FMD was improved after delivery, 5.46 ± 0.27 % (before delivery) & 8.14 ± 2.48 % ( p <0.001) 40-60 days after delivery. Bivariates analysis showed that after delivery, there was an inverse correlation between UPCR with FMD (r=0,735 p<0,0001). UPCR prior to delivery also has inverse correlation with FMD after delivery (r= -0.55.p=0.002) and with the change of FMD before and after delivery (r= -0.45 with p =0.01). Multivariate analysis showed that correlation between UPCR after delivery with FMD after delivery was independent.
Conclusion: This study demonstrated there was a moderate-strong correlation between urinary protein prior and after delivery with flow mediated vasodilatation of brachial artery after delivery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riene Agustine
"ABSTRAK
Latar Belakang: Angka kematian ibu yang diakibatkan oleh kasus preeklampsia bervariasi antara 4-16 . Salah satu komplikasi yang diakibatkan oleh preeklampsia adalah Acute Kidney Injury AKI , berkaitan dengan peningkatan produksi thrombus yang berhubungan dengan peningkatan produksi D-dimer di urin. Pada studi 2013 menunjukkan bahwa D-dimer urin merupakan alat diagnostik yang baik untuk menilai adanya penumpukan fibrin pada endotel glomerulus pada pasien preklampsia dengan AKI.Tujuan: Penelitian ini bertujuan melihat perbandingan kadar D-dimer urin pada wanita hamil normotensif, preeklampsia berat disertai oligouria dan non oligouria sehingga dapat dijadikan pilihan pemeriksaan awal preventif lain terhadap komplikasi AKI. . Metode: Penelitian potong lintang dilakukan sejak September 2016 sampai Januari 2017 di Instalasi Gawat Darurat, Poliklinik, Instalasi Rawat Inap Departemen Obstetri dan Ginekologi, RSCM. Sebanyak 140 pasien hamil yang telah memenuhi syarat dan ditawarkan untuk ikut penelitian untuk diperiksa kadar D-dimer darah dan urinnya. Subyek penelitian diambil dengan metode consecutive sampling, kemudian dibagi menjadi 3 kelompok yaitu hamil dengan normotensi 45 subyek , pasien hamil dengan PEB tanpa oligouria 44 subyek , dan pasien hamil dengan oligouria 51 subjek . Kadar D-dimer diperiksa dengan menggunakan Abcam Human D-dimer ELISA. Penelitian ini telah disetuji oleh Komite Etik dan Penelitian di tahun 2016.Hasil: Terdapat perbedaan kadar D-dimer urin antara ketiga kelompok p 0,013 dan secara spesifik perbedaan terletak antara kelompok normotensi dibandingkan dengan PEB tanpa oligouria p 0,005 , tidak terdapat perbedaan bermakna antara PEB non oligouria dibandingkan PEB oligouria p 0,019 . Nilai diagnostik D-dimer urin dalam mendeteksi AKI pada PEB dengan sensitivitas 78 dan spesifisitas 55 memiliki nilai AU 0,407 40,7 dengan titik potong > 308,45 ng/dL. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya kadar D-dimer urin tidak secara signifikan mendiagnosis AKI.Kesimpulan: Kadar D- dimer urin tidak berbeda bermakna pada kelompok pasien PEB dengan oligouria maupun tanpa oligouria.Kata Kunci: Preeklampsia Berat, Kadar D-dimer urin, Acute Kidney Injury.

ABSTRACT
Introduction Maternal mortality rate MMR caused by preeclampsia was ranged between 4 and 16 . One of the complication of preeclampsia is acute kidney injury AKI which is related to increase of thrombus formation that correlates with the production of D dimer level in urine. This aim of study is to determine urine D dimer level in normotensive, severe preeclampsia with oliguria and non oliguric patients.Methods This was a cross sectional study from September 2016 to January 2017 to patients in Obstetric Emergency Unit, Policlinic, ward and ICU, Obstetrics and Gynecology Department Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. There were 140 subjects of pregnant women fulfilled the subject rsquo s criteria included in the study. They were divided into 3 groups including pregnant normotensive 45 subjects , severe features of preeclampsia with oliguria 44 subjects , and no oliguric 51 subjects . Research was approved by Ethics Committee for Health Researches in 2016.Results Urine D dimer levels were different between each group p 0.013 and specific difference were found between normotensive group and no oliguric severe preeclampsia p 0.005 . No difference were found between group of no oliguric and oliguric severe preeclampsia p 0.119 . Urine D dimer provided 78 of sensitivity and 55 of specificity to support the diagnosis of acute kidney injury in severe preeclampsia, with cut off level 308.45 ng dL however, AUC of urine D dimer was 0.407 40.7 . High level of urine D dimer could not specifically diagnose AKI.Conclusion Urine D dimer level cannot differ between severe features of preeclampsia patient with oliguria and no oliguria.Keywords Severe features preeclampsia, Urine D dimer, Acute Kidney Injury."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gathmyr
"Latar Belakang: Acute Kidney Injury pada COVID-19 merupakan komplikasi penting dan dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian diduga diperantarai kondisi inflamasi dan disregulasi imun, baik di awal maupun selama perawatan. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara IL-6, IL-10, TNF-" dengan AKI dan memprediksi perburukan hematuria, dan kejadian AKI Metode: Studi potong lintang dan prospektif kohort melibatkan 43 pasien COVID-19 derajad sedang dan berat yang dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat di Jakarta, Indonesia dari bulan November 2020 hingga Januari 2021. Selama observasi dilakukan pemeriksaan darah lengkap, serum kreatinin, urinalisis, kadar IL-6, IL-10, TNF-" pada hari pertama dan hari ketujuh pengobatan atau sebelum hari ketujuh jika pasien meninggal atau dipulangkan, dan perubahannya di analisis. Insiden AKI ditentukan ketika perubahan serum kreatinin dan urin output memenuhi kriteria pedoman Kidney Disease Improving Global Outcomes. Uji korelasi dilakukan terhadap peningkatan sitokin dengan perubahan hematuria dan kreatinin. Uji Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar sitokin diantara status albuminuria. Selanjutnya dilakukan uji Receiver Operator Characteristic untuk melihat kemampuan prediksi IL-6, IL-10, TNF-" terhadap perburukan hematuria dan kejadian AKI, menggunakan AUC minimal 0,7 dengan batas bawah IK 95% lebih dari 0,5 dan nilai p <0,05 Hasil: Terdapat korelasi antara peningkatan kadar serum IL-10 dengan perubahan serum kreatinin (r= -0,343; p 0,024) tetapi tidak pada perubahan IL-6 dan TNF-a. Perubahan hematuria tidak berkorelasi dengan peningkatan ketiga kadar sitokin. Juga tidak ada perbedaan dalam kadar sitokin di antara kelompok albuminuria. Kadar serum TNF-" dihari pertama perawatan dapat memprediksi AKI pada hari ke tujuh, AUC 85%; p=0,045 (IK 0,737-0,963), tetapi tidak dapat memprediksi perburukan hematuria Kesimpulan: Terdapat korelasi antara peningkatan IL-10 dengan perubahan serum kreatinin. TNF-! pada hari pertama perawatan dapat memprediksi kejadian AKI di hari ketujuh perawatan pasien COVID-19 derajat sedang dan berat.

Background: Acute Kidney Injury is an important complication and is associated with increased risk of death in COVID-19 due to inflammatory conditions and immune dysregulation, both at the beginning and during treatment. Aim: To determine the relationship between IL-6, IL-10, TNF-α with AKI and their ability to predict the worsening of hematuria, and the incidence of AKI. Methods: 43 moderate and severe COVID-19 patients treated from November 2020 to January 2021 at Pertamina Central Hospital in Jakarta, Indonesia were included in this cross-sectional and prospective cohort study. During observation, tests including complete blood count, serum creatinine, urinalysis, levels of IL-6, IL-10 and TNF-α were performed on the first and seventh day of treatment, or before day 7 if the patient died or was discharged, and the changes were analyzed. The incidence of AKI is determined when changes in serum creatinine and urine output meet the criteria in the Kidney Disease Improving Global Outcomes guidelines. Correlation test was performed on increased cytokines with changes in hematuria and creatinine. Wilcoxon test was performed to obtain differences in cytokine levels among albuminuria status. Receiver Operator Characteristic test was then carried out to see the predictive ability of IL-6, IL-10, TNF- α on the worsening of hematuria and the incidence of AKI. Results: There was a correlation between increased serum IL-10 levels with changes in serum creatinine (r= -0.343; p 0.024), but not in IL-6 and TNF-a levels. On the other hand, changes in hematuria did not correlate with an increase in the levels of the three cytokines. There was also no significant difference in the levels of cytokines among albuminuria groups. Serum TNF-! levels on the first day of treatment were able to predict AKI on the seventh day (AUC 85%; p=0.045; 95%CI 0.737-0.963), but did not predict the worsening of hematuria. Conclusion: There was a correlation between increased serum IL-10 with changes in serum creatinine. TNF-! on the first day of treatment can predict the incidence of AKI on the seventh day of treatment for moderate and severe COVID-19 patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardine Godong
"AKI disebabkan oleh pengaruh gangguan sistemik atau lokal hemodinamik yang menyebabkan terjadinya stres atau kerusakan pada sel tubular yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik. Pasien yang mengalami malnutrisi dengan peningkatan prevalensi kejadian AKI sebanyak 2,25 kali. Skrining pasien malnutrisi dilakukan dalam 24 hingga 48 jam pertama saat pasien masuk ke rumah sakit menggunakan alat skrining, salah satunya adalah NRS-2002. Penelitian menggunakan desain kohort prospektif pada subjek berusia ≥18 tahun yang dirawat di RSUPN dr. CIpto Mangunkusumo dan RSUI. Diperoleh 64 subjek dengan kelompok skor NRS-2002 ≥ 3 sebanyak 36 subjek dan kelompok skor NRS < 3 sebanyak 28 subjek. Jumlah pasien laki-laki sebanyak 40 (62,5%) subjek, dan perempuan sebanyak 24 (37,5%) subjek, dengan usia rerata 50,95 tahun. Berdasarkan indeks massa tubuh, kelompok IMT dengan malnutrisi adalah kelompok terbanyak dengan jumlah 21 (32,8%) subjek. Pasien dengan faktor risiko hipertensi sebanyak 18 (28,1%) subjek. Subjek dengan Skor NRS ≥ 3 didapatkan 36 subjek dengan 10 orang yang mengalami AKI. Subjek dengan skor NRS <3 didapatkan sebanyak 28 orang dengan 1 orang mengalami AKI. Hasil uji statistik menggunakan uji fischer’s exact test diperoleh nilai p 0,017 ( RR 7,78, CI 95% 1,06-57,20). Hal ini menyatakan bahwa didapatkan hubungan bermakna antara skor Nutritional Risk Screening – 2002 dengan kejadian acute kidney injury pada pasien sakit kritis

AKI is caused by systemic or local hemodynamic disturbances that result in stress or damage to tubular cells, which can progress to chronic kidney failure. Patients experiencing malnutrition have a 2.25 times higher prevalence of AKI. Screening for malnutrition is conducted within the first 24 to 48 hours of hospital admission using screening tools such as the NRS-2002. This study used a prospective cohort design on subjects aged ≥18 years who were treated at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and RSUI. A total of 64 subjects were obtained, with 36 subjects having an NRS-2002 score ≥ 3 and 28 subjects having an NRS score < 3. There were 40 male subjects (62.5%) and 24 female subjects (37.5%), with an average age of 50.95 years. Based on body mass index, the group with malnutrition was the largest group, with 21 subjects (32.8%). There were 18 subjects (28.1%) with hypertension as a risk factor. Subjects with an NRS score ≥ 3 included 36 subjects, with 10 of them experiencing AKI. Subjects with an NRS score <3 included 28 people, with 1 person experiencing AKI. The results of the statistical test using Fischer's exact test obtained a p-value of 0.017 (RR 7.78, CI 95% 1.06-57.20). This indicates a significant relationship between the Nutritional Risk Screening - 2002 score and the incidence of acute kidney injury in critically ill patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Krisadelfa Sutanto
"Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang mengancam kesehatan ibu dan bayi Penelitian ini merupakan studi potong melintang yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin E dan MDA pada 48 subyek preeklampsia dan non preeklampsia di RS Tarakan Jakarta Penilaian mencakup wawancara sosio demografi riwayat obstetri asupan vitamin E dengan FFQ semikuantitatif LILA kadar vitamin E dan MDA serum Kategori usia usia kehamilan dan kadar MDA lebih tinggi pada preeklampsia Edukasi untuk perempuan usia reproduktif tentang pentingnya asupan makanan vitamin E yang cukup diperlukan untuk mencapai keberhasilan kehamilan.

Preeclampsia is a disorder of pregnancy that deteriorate mother and baby rsquo s health This study was a cross sectional study aiming to investigate differences in the levels of vitamin E and MDA of 48 subjects with preeclampsia and non preeclampsia in Tarakan Hospital Jakarta Assessment included interviews of socio demographic obstetric history vitamin E intake with semiquantitative FFQ MUAC serum vitamin E and MDA concentrations Categories of age gestational age and MDA levels were higher among preeclamptics Education for reproductive age women about the importance of sufficient intake of vitamin E foods is necessary to achieve successful pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan: Mengetahui hubungan derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan kejadian asfiksi neonatorum.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada rekam medis pasien preeklamsi berat di RSCM selama tahun 2008.
Hasil: Dari 171 kasus preklamsia berat yang terdapat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2008, hanya 168 kasus yang digunakan dalam penelitian ini sebab 3 kasus dieksklusi karena data tidak lengkap. Hubungan derajat proteinuria dengan terjadinya asfiksia atau tidak, diuji dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,000 yang berarti berdasarkan analisa statistik terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri terhadap terjadinya asfiksi. Penelitian dilanjutkan dengan mengunakan uji Chi-Square dengan nilai p 0,018 yang berarti bahwa terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri dengan derajat asfiksi. Dari total 168 kasus preeklamsi berat, terdapat 41,1% bayi yang mengalami asfiksi dengan satu kasus kematian neonatal dini yang terjadi pada bayi dengan asfiksi berat.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara derajat proteinuri berdasarkan uji carik celup pada kasus preeklamsi berat dengan derajat asfiksi pada neonatus.

Objective : To know the relationship of proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia cases with outcome of asphyxia neonatorum.
Method : The design of this research is cross-sectional study in the Cipto Mangunkusumo Hospital during 2008.
Result : From 171cases of severe preeclamsia in the Cipto Mangunkusumo Hospital on 2008, only 168 cases can be used for this research because 3 cases are have no complete data. The relationship between level of proteinuri and asphyxia occurrence is examined based on Chi-Square with the p=0,000. So there is the correlation between proteinuri level and median Apgar score. The relationship between level of proteinuri and level of asphyxia is examined based on Chi-Square with the p=0,018. So there is the relationship between proteinuri level and asphyxia level. From 168 cases of severe preeclamsia, there are 41,1% neonates with asphyxia.
Conclusion : There is relationship between proteinuri level based on dipstick test of severe preeclamsia and the level of asphyxia of neonates.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filza Amara Kamila Harlena
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah salah satu penyakit hipertensi ibu hamil. Penyakit ini meningkatkan kejadian komplikasi dan kematian maternal dan neonatus. Banyak karakteristik ibu hamil yang diasosiasikan sebagai faktor risiko preeklamsia berat, diantaranya adalah paritas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia berat pada ibu hamil. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan menggunakan data yang diambil dari laporan jaga Departemen Obstetri dan Ginekologi tahun 2019 dengan metode consecutive sampling. Populasi yang digunakan adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM tahun 2019. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi-square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil: Dari 108 ibu hamil diinklusikan sebagian besar adalah warga DKI Jakarta, tidak bekerja, berusia 20-35 tahun, berstatus paritas nulipara, dan berusia kehamilan ≥37 minggu. Uji bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (p = 0,045). Setiap paritas mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap kejadian preeklamsia berat, odds ratio yang didapat adalah sebagai berikut: nulipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), dan multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat. Multiparitas merupakan satu-satunya paritas yang menjadi faktor risiko preeklamsia berat.

Background: Preeclampsia with severe features is one of hypertension disorders of pregnancy. It can increase maternal and neonate complication as well as their mortality rate. There are many maternal characteristics that can be considered as risk factors of preeclampsia with severe features, parity being one of it. Therefore, this study aims to determine the association between parity and preeclampsia with severe features incidence in pregnant women. Methods: This cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) using data collected consecutively from morning conference report of Obstetrics and Gynecology Department, 2019. The case population is pregnant women who gave birth at RSCM in 2019. The association of parity and severe preeclampsia incidence was analyzed using Chi-square test (degree of confidence 95%). Results: From 108 pregnant women included in this study, majority of the patients belong to these characteristics: located in DKI Jakarta, aged 20-35 years old, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. The Chi-square test showed that parity has significant association with preeclampsia with severe features (p = 0,029). Each parity category showcased different odds ratios, meaning they have different effect towards preeclampsia with severe features incidence. Said odds ratios are as followed: nullipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), and multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Conclusion: There is a significant association between parity and preeclampsia with severe features incidence. Multiparity is the only parity that becomes the risk factor of severe preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Widhiati Raharjo Putri
"Ketidakseimbangan trace elemen dan asam lemak berperan dalam terjadinya preeklamsia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status trace elemen serum dan eritrosit serta asam lemak pada preeklamsia berat. Desain potong lintang dilakukan pada 40 ibu hamil dalam 2 kelompok, preeklamsia berat dan normotensi. Pengukuran trace elemen dan asam lemak dalam serum dan eritrosit dilakukan dengan menggunakan Inductively Coupled Plasma and Gas Chromatography Mass Spectrometry. Receiver Operating Characteristic (ROC), analisis bivariat dan multivariat dilakukan. Trace elemen yang ditemukan berbeda nyata baik dalam serum maupun dalam eritrosit adalah selenium, besi, cadmium dan timbal (p<0,05). Hampir semua asam lemak eritrosit, ALA, EPA, DHA, omega-3, LA, GLA, DGLA, AA, omega-6 dan asam oleat ditemukan berbeda bermakna. Nilai tertinggi prediksi preeklamsia berat dengan AUC 0,77(IK95%:0,625-0,912) dan sensitifitas 90% serta spesifitas 50% terdapat pada ALA dengan cut off 0,16 amol/RBC yang mewakili asam lemak omega3 dan untuk golongan omega6 terdapat pada LA dengan cut off 54,25 amol/RBC (sensitifitas 85%; spesifitas 75%). Peningkatan risiko preeklamsia tertinggi terdapat pada EPA yang rendah(OR 14,53; IK95% 2,21-95,41) dan AA yang tinggi(OR 7,37; IK95% 1,37-39,7). Pengukuran trace elemen dan asam lemak diperlukan untuk menentukan status nutrisi dan terutama sebagai prediktor preeklamsia. Pengukuran asam lemak pada eritrosit dinilai lebih baik dibandingkan serum.

Imbalance of trace elements and fatty acids plays a role in the occurrence of preeclampsia. The aim of the study was to determine the status of serum and erythrocyte trace elements and fatty acids in severe preeclampsia. Cross-sectional design was performed on 40 pregnant women in 2 groups, severe preeclampsia and normotensive. Measurement of trace elements and fatty acids in serum and erythrocyte was performed using Inductively Coupled Plasma and Gas Chromatography Mass Spectrometry. Receiver Operating Characteristic (ROC), bivariate and multivariate analysis were performed. Trace elements found to be significantly different both in serum and in erythrocyte were Selenium, Iron, Cadmium and Lead (p<0.05). Almost all erythrocyte fatty acids, ALA, EPA, DHA, omega-3, LA, GLA, DGLA, AA, omega-6 and oleic were found to be significantly different. The highest predictive value of severe preeclampsia with an AUC of 0.77(95% CI: 0.625-0.912); a sensitivity of 90% and specificity of 50% was found in ALA with a cut off of 0.16 amol/RBC representing omega3 fatty acids and for the omega6 group in LA with a cut off of 54.25 amol/RBC (85% sensitivity; 75% specificity). The highest increased risk of preeclampsia was found in low EPA (OR 14.53; 95% CI 2.21-95.41) and high AA (OR 7.37; 95% CI 1.37-39.7). Measurement of trace elements and fatty acids is needed to determine nutritional status especially as a predictor of preeclampsia. Erythrocyte fatty acids measurement is considered better than serum. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Bintang
"Tujuan penelitian cross sectional comparative ini adalah diketahuinya perbandingan antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dan kehamilan normal. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi dan Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sebanyak 46 orang ibu hamil yang terdiri dari 23 orang dengan preeklampsia dan 23 orang dengan kehamilan normal yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah dan lingkar lengan atas, evaluasi asupan magnesium dengan metode FFQ semikuantitatif dan pemeriksaan kadar magnesium serum. Analisa statistik menggunakan uji t-test dan Mann Whitney. Uji karakteristik usia, usia kehamilan, paritas, pendidikan dan status gizi kedua kelompok homogen. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar magnesium serum pada preeklampsia (1,98 0,26 mg/dL) dengan kehamilan normal (1,89 0,21 mg/dL). Rerata asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah 233,6 (190,1;319,3) mg dibandingkan dengan kehamilan normal 380,1 (229,8;444,2) mg dengan p=0,024.
Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dengan kehamilan normal sementara asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal.

The aim of this cross sectional comparative study was to analyze serum level of magnesium in preeclamptic pregnancies and to compare them with those in normal pregnancies. The data was collected at RSUD Tarakan on October 2013. Out of 23 women with preeclampsia and 23 women with normal pregnancies that meet our inclusion criteria given their consents to join the study. Data collated including interviews, blood pressure and mid upper arm circumference (MUAC) measurement and intake of magnesium by semiquantitative FFQ method. Statistical analysis performed by t-test and Mann Whitney. The result of the characteristic test in two groups of study shows that both groups are homogenic. There was no different between magnesium serum level in women with preeclampsia (1.98±0.26 mg/dL) and normal pregnancy (1.89±0.21 mg/dL) While the mean daily intake of magnesium is significantly lower in preeclampsia 233.6 (190.1;319.3) mg than in normal pregnancy 380.1 (229.8;444.2) mg.
Conclusion: there was no significant different between serum magnesium level in women with preeclampsia dan normal pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>