Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Utami Noor Sya Baniyah
"Latar Belakang: Tindakan peritomi konjungtiva meningkatkan penanda inflamasi pada permukaan okular dan menyebabkan penurunan densitas sel goblet yang berimplikasi pada ketidakstabilan lapisan air mata. Pemberian HP-guar diharapkan mampu memperbaiki keadaan permukaan okular pasca peritomi konjungtiva 360° dibandingkan kontrol.
Tujuan: Untuk menilai efektivitas artificial tears HP-guar dalam melindungi permukaan okular pasien pasca peritomi konjungtiva 360°.
Desain: Penelitian prospektif, uji klinis open label.
Hasil: Terdapat 23 subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Kelompok HP-guar menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol secara signifikan dalam hal TFBUT (9,43+2,20 vs 5,95+1,93, p=0,001), densitas sel goblet (68,73 ±97,49 vs 10,00 ± 22,09,p =0,012), skor epitel (1,73±1.00 vs 4,55±1.57, p=0.000). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok dalam hal skor lissamine green (1,33±1,55 vs 2,18±1,72, p=0,146) dan IL-6 air mata (60,32 ±17,86 vs 57,44 ±24,67, p=0,782).
Kesimpulan: Pemberian HP-guar lebih memperbaiki nilai TFBUT, densitas sel goblet dan epitel konjungtiva dibandingkan kontrol. HP-guar tidak berpengaruh terhadap skor lissamine green dan kadar IL-6 air mata.

Background: Conjunctival peritomy, a step commonly done in ocular surgery, increases ocular surface inflammation and decreases goblet cell density (GCD) that could lead to tear film instability. Hydroxypropyl-guar (HP-guar) is expected to improve ocular surface related to conjunctival peritomy.
Purpose: To evaluate HP-guar effectiveness in protecting ocular surface after conjunctival peritomy.
Methods: Randomized controlled trial, open label study, on subjects underwent scleral buckling surgery.
Result: Twenty-three participants were involved in this study. The HP-guar group showed statistically better results compared to the control group regarding Tear-film break-up time (TFBUT) (9,43±2,20 vs 5,95±1,93, p=0.001), GCD (68,73 ±97,49 vs 10,00 ± 22,09,p =0.012), and epithelial score (1.73±1.00 vs 4.55±1.57, p=0.000). No statistical differences were found between groups in lissamine green score (1.33±1.55 vs 2.18±1.72, p=0.146) and IL-6 tear fluid level (60.32 ±17.86 vs 57.44 ±24.67, p=0.782).
Conclusion: The addition of HP-Guar to regular treatment after conjunctival peritomy increases TFBUT, goblet cell density, and improves conjunctival epithelial cells. HPguar has no effect on ocular surface inflammation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suprapto Ma`at
"Di dalam buku ini diuraikan tentang teknik dasar beserta cara-cara mengatasi berbagai problema yang sering dihadapi dalam bekerja dengan kultur sel. Kesukesan buku ini didukung oleh pengalaman penulis memperoleh pelatihan teknik kultur sel di CSL (Commonwealth Serum Laboratories) Melbourne, pelatihan aplikasi kultur sel untuk produksi virus di AVRI (Animal Virus Research Institute) Pirbright, Woking Surrey England, serta sebagai Kepala Subbidang produksi vaksin Penyakit Mulut dan Kuku dengan teknik kultur sel PUSVETMA Surabaya tahun 1979-1984."
Surabaya: Airlangga University Press, 2011
616.027 7 SUP t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oxford: IRL Press, 1992
591.9 ANI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Altaf Aaron Zakaria
"Circulating tumor cell (CTC) merupakan intermediet proses metastasis kanker yang dapat dimanfaatkan untuk diagnosis, prognosis, dan target pengobatan kanker. Pengembangan pemanfaatan CTC dapat dilakukan dengan penelitian yang umumnya melibatkan proses kultur. Medium bebas serum dinilai lebih baik dibanding medium berserum karena dapat menghasilkan data yang lebih konsisten, sehingga lebih cocok digunakan untuk penelitian yang mengkaji aktivitas fisiologi sel dan persinyalan molekular. Namun, medium bebas serum memerlukan suplemen agar sel dapat tumbuh optimum. Penambahan suplemen insulin-transferrin-selenium (ITS) telah diketahui memiliki peran penting dalam kultur sel keratosit, ovarium, dan keratinosit. Namun, belum diketahui peran ITS dalam medium bebas serum untuk kultur CTC. Penelitian ini mengkaji perbedaan efek FBS dan ITS dengan konsentrasi 1X dan 10X dalam medium bebas serum terhadap CTC yang diisolasi dengan metode eritrolisis. Kultur dilakukan selama 18 hari. Dinamika CTC dan leukosit diamati dengan meninjau viabilitasnya pada 6 hari pertama kutur. Selain itu, observasi morfologi dilakukan seiring dengan pengukuran morfometri sel. Pada hari ke-18, keberadaan CTC diverifikasi dengan imunofluoresens menggunakan marka cytokeratin 20 (CK20) dan plastin 3 (PLS3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CTC yang dikultur pada medium dengan penambahan 10X ITS memiliki diameter sel yang lebih besar dari yang dikultur pada medium dengan penambahan 1X ITS dan 10% FBS. Hal tersebut menunjukkan bahwa ITS memiliki peran penting dalam kultur CTC dalam medium bebas serum dan dalam konsentrasi 10X dapat meningkatkan pertumbuhan CTC kanker kolorektal.

Circulating tumor cells (CTCs) are intermediates in the cancer metastasis process and hold potential for use in cancer diagnosis, prognosis, and treatment targeting. The development of CTC applications typically involves research incorporating cell culture processes. In cell culture, serum-free media are considered superior to serum-containing media as they yield more consistent data, making them more suitable for studies examining cell physiological activity and molecular signaling. However, serum-free media require supplementation to ensure optimal cell growth. The addition of insulin-transferrin-selenium (ITS) supplements is known to play a crucial role in the culture of keratocytes, ovarian cells, and keratinocytes. However, the role of ITS in serum-free media for CTC culture remains unknown. This study investigates the differential effects of fetal bovine serum (FBS) and ITS at concentrations of 1X and 10X in serum-free media on CTCs isolated via erythrolysis. Cultures were maintained for 18 days, with CTC and leukocyte dynamics observed by assessing cell viability during the first six days of culture. Additionally, morphological observations and cell morphometric measurements were conducted. On the 18th day, the presence of CTCs was verified using immunofluorescence with cytokeratin 20 (CK20) and plastin 3 (PLS3) markers. The results indicated that CTCs cultured in media supplemented with 10X ITS exhibited larger cell diameters compared to those cultured with 1X ITS and 10% FBS. This finding suggests that ITS plays a critical role in the successful culture of CTCs in serum-free media and that a 10X concentration of ITS can enhance the growth of colorectal cancer CTCs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tujuan Mengembangkan cara spot sederhana untuk melekatkan suspensi sel hasil kultur pada kaca objek. Metode Kami membandingkan tiga cara, masing-masing pada kaca objek biasa dan khusus (Shandon-Polysin). Ketiga cara tersebut adalah membuat sediaan spot kecil secara langsung, atau dengan menambahkan 3 atau 10 μl fetal bovine serum (FBS) per 20 μl sampel. Dengan demikian, secara keseluruhan ada 6 cara. Hasilnya dinilai secara kualitatif dalam hal warna latar belakang, warna dan keutuhan batas spot, dan bagian yang terlipat dan terlepas. Selanjutnya, untuk tiap kaca objek, jumlah sel utuh yang melekat dihitung, dan persentase sel utuh yang melekat per jumlah sel yang dibuat spot juga dihitung. Perbedaan sel utuh yang melekat di antara keenam cara di atas dianalisis dengan ANOVA menggunakan program SPSS 13.0 for Windows. Hasil Tidak ada perbedaan bermakna di antara keenam cara di atas dalam hal persentase sel utuh yang melekat (P= 0,804), walaupun cara yang menggunakan kaca objek khusus tanpa penambahan FBS (kadar FBS final 5%) menghasilkan persentase sel utuh melekat yang paling tinggi, dengan latar belakang bersih tanpa lipatan. Kesimpulan Kami telah mengembangkan cara spot sederhana untuk membuat sediaan sitologi suspensi sel hasil kultur, dan hasil terbaik didapat dengan menggunakan kaca objek khusus dengan suspensi sel berkadar FBS 5%.

Aim To develop a simple spot method to attach cultured cells in suspension on to a glass slide. Methods We compared three approaches using both conventional and special glass slide (Shandon-Polysin)., either without additional fetal bovine serum (FBS), or with addition of 3 or 10 μl of FBS to a 20 μl sample (altogether there were six approaches). The slides were examined qualitatively for the background color, boundary color and intactness, and whether there were folded and detached parts. Further, for each slide, the attached intact cells were counted, and the percentage of attached intact cells per number of spotted cells was calculated. The difference in attach intact cells between different approaches was analyzed by ANOVA using SPSS 13.0 for windows. Results There were no significant difference in the percentage of attached intact cells between the six approaches (P= 0.804), though the approach using special glass slide without additional FBS (FBS final concentration 5%) yield the highest percentage of attached intact cells, showed clean background without folded parts. Conclusions We have developed a simple spot method for cultured cell suspension, and the best approach to make spot specimen is using special glass slide with 5% FBS in the cell suspension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Wang Tahija
"Latar Belakang : Pasien Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR), Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) dengan neuropati kornea akan mengalami terganggunya stabilitas air mata. Penurunan sekresi dan konsituen air mata akan menyebabkan gangguan berupa mata kering. Pada pasien Diabetes dengan retinopati diabetik, gangguan kornea ini berpotensi lebih memperburuk gangguan penglihatan yang terjadi.
Tujuan : Menilai stabilitas air mata pada pasien NPDR, PDR dengan neuropati kornea sebelum, sesudah diberikan tetes mata Sodium hyaluronat+Vitamin A,E (HA+Vit A,E) atau Sodium Hyaluronat saja (HA).
Metodologi : Penelitian ini merupakan uji eksperimental randomisasi acak terkontrol, dengan dua kelompok utama (NPDR, PDR), kedua kelompok mendapatkan tetes mata HA+Vit A,E atau HA selama 28 hari. Sensitivitas kornea, Skoring Ocular Surface Disease Index (OSDI), Non-Invasive Break Up Time (NIBUT), Schirmer I, jumlah sel goblet konjungtiva dinilai pada 0, 2, 4 minggu.
Hasil : 96 subyek berpartisipasi, 65.6% wanita, 34.4% laki-laki (rerata usia 54.4 tahun). Skor OSDI memperlihatkan perbaikan signifikan, nilai terbesar pada kelompok PDR HA+Vit A,E dengan -4.86±5.76 (P= 0.000), NIBUT memperlihatkan perbaikan signifikan, nilai terbesar pada kelompok NPDR HA dengan 4.79±2.63 (P= 0.000), Schirmer I memperlihatkan perbaikan signifikan, hasil terbesar pada kelompok NPDR HA dengan 2.41±2.35 (P= 0.000). Sitologi impressi konjungtiva memperlihatkan perbaikan signifikan, terutama pada kelompok NPDR HA+Vit A,E (66% perbaikan). Seluruh kelompok memperlihatkan perbaikan signifikan, tetapi perbaikan antar kelompok tidak bermakna.
Kesimpulan : Parameter seluruh kelompok memperlihatkan perbaikan yang signifikan setelah diberikan tetes mata HA+Vit A,E maupun HA saja, Tetapi jika dibandingkan antar kelompok, tidak terdapat perbedaan perbaikan yang signifikan.

Background : Patient with Non-Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR), Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) with corneal neuropathy will experiencing disruption in tear film stability. Decrease in tear film secretion and constituent will cause dry eyes. In Diabetic patients with diabetic retinopathy, this corneal disorder has the potential to further worsen visual impairment.
Purpose : To Assess tear film stability in NPDR, PDR patients with corneal neuropathy before, after treatment with topical Sodium hyaluronat+Vitamin A,E (HA+Vit A,E) or Sodium Hyaluronat only (HA).
Method : This study was a double blind experimental randomized control trial with two parallel groups (NPDR, PDR), both group receives HA+Vit A,E or HA for 28 days. Corneal sensitivity, Ocular Surface Disease Index (OSDI), Non-Invasive Break Up Time (NIBUT), Schirmer I, conjungtival goblet cells will be assessed on 0, 2, 4 weeks.
Result : 96 subjects participated, 65.6% female, 34.4% male, mean age 54.4 years old. OSDI score shows significant improvement, highest improvement seen on PDR HA+Vit A,E with -4.86±5.76 (P= 0.000), NIBUT hows significant improvement, highest improvement seen on NPDR HA with 4.79±2.63 (P= 0.000), Schirmer I shows significant improvement, highest improvement seen on NPDR HA with 2.41±2.35 (P= 0.000). Conjungtival goblet cells shows significant improvement, highest improvement seen on NPDR HA+Vit A,E (66% improved). All groups shows shows significant improvement, but between groups the improvement was not statistically significant.
Conclusion : Parameters on all groups shows statistically significant improvement after topical HA+Vit A,E or HA. But, if compared between groups, the improvement was not significantly differed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wei-Shou Hu
"This book is about transcriptome analysis, transcriptome data analysis for cell culture processes, modeling metabolic networks for mammalian cell systems : general considerations, modeling strategies, and available tools, metabolic flux analysis in systems biology of mammalian cells, advancing biopharmaceutical process development by system-level data analysis and integration of omics data, protein glycosylation and its impact on biotechnology, protein glycosylation control in mammalian cell culture : past precedents and contemporary prospects, modeling of Intraiellular transport and compartmentation, and genetic aspects of cell line development from a synthetic biology perspective.
"
Berlin: Springer, 2012
e20405871
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Cold Spring Harbor Laboratory, 1975
599 REA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Priya Darsini
"Tesis ini bertujuan untuk menilai stabilitas LAM mata kering terkait sindrom Sj gren SS yang diberikan terapi kombinasi tetes mata sodium hialuronat 0,1 SH dan hydroxypropyl HP -guar, atau monoterapi tetes mata sodium hialuronat SH. Sebanyak 17 pasien SS dalam penelitian ini dibagi ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama mendapatkan kombinasi SH dan HP-guar sementara kelompok kedua mendapatkan terapi SH. NIKBUT, Schirmer, skor pewarnaan okular dan sitologi impresi, serta keluhan subjektif yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian obat. Setelah terapi selama 28 hari, terdapat peningkatan median NIKBUT, Schirmer, skor pewarnaan okular, densitas sel Goblet dan keluhan subjektif pada mata kering terkait SS.

The objectives of the study is to assess the stability of dry eye LAM associated with Sj gren syndrome SS given combination therapy of sodium hyaluronate 0.1 SH and hydroxypropyl HP guar, or monotherapy sodium hyaluronic SH. A total of 17 SS patients in this study were divided into 2 groups. The first group received a combination of SH and HP guar while the second group received SH therapy. NIKBUT, Schirmer, ocular staining score and impression cytology, as well as subjective complaints made before and after drug administration. After 28 days of therapy, there was a median increase in NIKBUT, Schirmer, ocular staining scores, Goblet cell density and subjective complaints on SS related dry eyes.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Mirafraditya Puspita Anggraini
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bahwa penipisan zona pelusida dengan Laser Assisted Hatching dapat membantu dalam perkembangan dan viabilitas kultur embrio pascavitrifikasi. Embrio uji yang digunakan dalam penelitian yaitu embrio blastokista awal pascavitrifikasi yang dibagi menjadi lima perlakuan KK 1, KK 2, KP 1, KP 2, dan KP 3 dengan lima kali ulangan. KK 1 merupakan kelompok kontrol normal yang divitrifikasi tanpa penipisan zona pelusida dan dikultur selama 72 jam, KK 2 merupakan kelompok kontrol perlakuan tanpa vitrifkasi dengan penipisan zona pelusida dan dikultur selama 72 jam, KP 1, KP 2, dan KP 3 merupakan kelompok perlakuan blastokista awal yang divitrifikasi dan diberikan perlakuan penipisan zona pelusida masing-masing dengan ukuran dari keliling zona pelusida, keliling zona pelusida dan 2/3 keliling zona pelusida secara berurutan. Berdasarkan hasil penelitian persentase viabilitas, hatched embryo, dan degenerasi secara berturut KK 1 68,33 ;13,33 ;31,67 , KK 2 80,00 ;30,00 ;20,00 , KP 1 66,67 ;11,67 ;28,33 , KP 2 78,33 ;23,33 ;21,67 , dan KP 3 65,00 ; 6,67 ;35,00. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran penipisan keliling zona pelusida KP 2 merupakan ukuran yang paling efektif untuk membantu meningkatkan perkembangan kultur dan viabilitas blastokista awal karena ukuran tersebut mendekati perkembangan embrio pada KK2. Kata kunci : Blastokista awal, Laser Assisted Hatching, penipisan zona pelusida, vitrifikasi xiv 102 halaman : 22 gambar; 24 lampiran; 7 tabelBibliografi : 101 1969 ndash; 2016.

ABSTRACT
The aim of this study was to find out that the zona thinning of embryo with Laser Assisted Hatching can assist in the development and viability of embryo culture post vitrification. The embryo test used in the study was early blastocyst post vitrification divided into five treatments KK 1, KK 2, KP 1, KP 2, and KP 3 with five replications. KK 1 is a normal control group that is vitrified without thinning of the zona pellucida and cultured for 72 hours, KK 2 is a treatment control group without vitrification with zona thinning of zona pellucida and cultured for 72 hours, KP 1, KP 2, and KP 3 are blastocyst treatment groups A vitrified and thinning of pellucida zone treatment of each of the of the pellucida zone, of the pellucida zone and 2 3 of the pellucida zone in succession. Based on the results of the research, the percentage of viability, hatched embryo, and degeneration are respectively KK 1 68,33 13,33 31,67 , KK 2 80,00 30,00 20,00 , KP 1 66.67 , 11.67 , 28.33 , KP 2 78.33 23.33 21.67 and KP 3 65.00 6, 67 35.00 . The results of this study indicate that the thinning of the zona pellucida KP 2 is the most effective measure to help improve the development of early blastocyst culture and viability as it approximates embryonic development in KK2. Keywords Early Blastocyst, Laser Assisted Hatching, thinning zona pellucida, vitrification. xiv 102 pages 24 appendixes 22 pictures 7 tablesBibliography 101 1969 ndash 2016. "
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>