Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Marina
"Telah dilakukan penelitian tentang etnomedisin tumbuhan obat sub-etnis Batak Sumatera Utara dan perspektif konservasinya, pada bulan Mei-Desember 2012. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan keanekaragaman spesies-spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan maupun yang dimanfatkan oleh etnis Batak, sebagai data awal untuk rencana konservasinya. Penelitian dilakukan di pasar Kabanjahe dan Berastagi mewakili tempat transaksi perdagangan tumbuhan obat di Sumatera Utara; lima desa (Kaban Tua, Surung Mersada, Simalungun, Peadundung, dan Tanjung Julu) untuk mewakili masyarakat lokal kelima subetnis Batak (Karo, Phakpak, Simalungun, Toba, dan Angkola-Mandailing). Penelitian dilakukan dengan pendekatan etnobotani melalui survei pasar, survei masyarakat desa, dan analisis vegetasi. Survei dilakukan dengan wawancara bebas mendalam, semi terstruktur, observasi parsipatif. Metode pebble distribution method (PDM) dilakukan untuk mengetahui local user?s value index (LUVI) penyakit dan tumbuhan obat. Sebanyak 9 responden diwawancara pada survei pasar, sedangkan pada survei masyarakat mewawancara 201 responden (41 orang informan kunci dan 160 orang responden umum). Responden umum setiap sub-etnis berjumlah 32 orang dan dikelompokkan berdasarkan umur yaitu kelompok umur 30--50 tahun dan kelompok umur >50 tahun dengan perbandingan 1:1.
Analisis vegetasi dilakukan dengan pendekatan ekologi, pada agrofores karet (Hevea brasiliensis) atau hutan adat seluas 5 ha (1 ha setiap daerah induk sub-etnis Batak). Transek dibuat berbentuk sampling bersarang (nested sampling) dengan ukuran 20 m x 100 m sebanyak 5 buah, yang penempatannya berdasarkan purposive sampling. Data dianalisis secara kualitatif dan kuatitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan statistika deskriptif meliputi jenis-jenis tumbuhan obat, manfaat, organ yang dimanfaatkan, dan sumber perolehan. Analisis kuantitatif untuk survei masyarakat dilakukan dengan menghitung nilai indek keanekaragaman, use value (UVs), index cultural of significance (ICS), sedangkan untuk analisis vegetasi dihitung nilai kepentingan (NK) tumbuhan obat. Uji anova (α 5%) digunakan untuk menghitung rata-rata jumlah spesies tumbuhan obat yang diketahui pada setiap kelompok umur pada setiap sub-etnis Batak. Sebanyak 349 spesies yang berasal dari 212 genus dan 94 famili tumbuhan obat dan 20 macam ramuan tradisional diperjual-belikan di pasar tradisional Kabanjahe dan Berastagi. Sebanyak 176 spesies tumbuhan obat yang dijual di pasar Kabanjahe dan Berastagi dimanfaatkan untuk tujuan preventif, sedangkan sebanyak 255 spesies dimanfaatkan untuk tujuan kuratif.
Hasil wawancara kelima masyarakat desa ditemukan 414 spesies yang berasal dari 241 genus dan 99 famili dimanfaatkan sebagi obat. Di antara kelima sub-etnis Batak maka, sub-etnis Batak Simalungun memnafaatkan spesies tumbuhan obat paling banyak (239 spesies), kemudian diikuti oleh Angkola-Mandailing (165 spesies), Karo (152 spesies), Toba (148 spesies), dan Phakpak (130 spesies). Daun merupakan organ tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat, baik oleh masyarakat lokal maupun yang dijual pedagang. Sebagain besar tumbuhan obat yang diperdagangkan maupun yang dimanfaatkan masyarakat lokal merupakan tumbuhan liar. Nilai UVs, ICS, dan LUVI spesies tumbuhan obat relatif berbeda anatar kelima sub-etnis, dan nilai tersebut sangat ditentukan oleh jumlah manfaat dan ke limpahannya di lingkungan sekitar. Tumbuhan obat yang manfaatnya banyak memiliki nilai UVs, ICS, dan LUVI lebih besar dibandingkan yang manfaatnya sedikit dan sebaliknya. Berdasarkan uji anova (alpha 5%) terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah tumbuhan obat yang diketahui berdasarkan kelompok umur dan kategori responden. Informan kunci memiliki pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat lebih banyak dibandingkan dengan responden umum. Berdasarkan nilai kepentingan lokal (LUVI) penyakit demam dan sakit perut merupakan penyakit yang memiliki LUVI paling tinggi pada setiap sub-etnis Batak.
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada hutan adat maupun agrofores ditemukan sebanyak 117 spesies hanya mewakili 28% dari keseluruhan jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan kelima masyarakat lokal sub-etnis Batak. Tumbuhan obat dominan (NK tertinggi) berhabitus pohon, semak/belta, dan semai/herba bervariasi antar agrofores dan sangat ditentukan tipe, umur, pola manajemen, luas, frekuensi penyiangan dan sadapan. Tumbuhan obat yang diperjual-belikan di pasar Kabanjahe dan Berastagi maupun hasil wawancara masyarakat lokal kelima daerah induk sub-etnis Batak memiliki indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tinggi (> 3), namun tumbuhan obat yang ditrmukan dari analisis vegetasi memiliki indeks keanekaragaman rendah. Berdasarkan red list IUCN version 2012, tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh sub-etnis Batak memiliki status konservasi antara lain: sebanyak 17 spesies terancam, 7 spesies rentan, 6 spesies kritis, 16 spesies genting, dan 8 spesies masuk ke dalam apendiks II IUCN.

Research is conducted on ethnomedicine of medicinal plants by sub-ethnic Batak in North Sumatra and conservation perspective, at May-December 2012. This research aims to obtained diversity of species medicinal plants traded and used by ethnic Batak, as data base the initial step for conservation plan of medicinal plants. Samples for this research were taken from Kabanjahe and Berastagi traditional markets as the representation of trading places, while Kaban Tua village, Surung Mersada village, Simbou Baru village, Peadundung village, and Tanjung Julu village representing the source of the obtained medicinal plants. Collecting data for this research was carried out by ethnobotany approach (market surveys, surveys local communities, and vegetation analysis). The interviews were conducted through free in-depth interviews, semi-structured, and participative observation. The local user's value index (LUVI) of the medicinal plants was done by the pebble distribution method (PDM). This approach was primarily carrying surveys and interviews of nine (9) traders of the medicinal plants in Kabanjahe and Berastagi traditional markets; and 201 local communities with 41 key informants and160 general respondents with two age goups, first group with 30--50 years old and second group above 50 years old with ratio 1:1.
Vegetation analysis conducted in the agroforest rubber (Hevea brasiliensis) or indegenous forest from area of 5 ha (1 ha each sub-ethnic) by ecological approach. The transect sampling was used in the form of nested sampling with a size of 20 m x 100 m of 5 pieces for each center regions of the sub-ethnic Batak. Data were analyzed using qualitative and quantitative method. Qualitative analysis is done by grouping plants based upon usage category, organs harvested, and resource.
Quantitative analysis by calculating index diversity, index of cultural significance (ICS), use value (UVs), LUVI, and statistical analysis; while vegetation analysis calculated importance value (IV). Our finding scored 349 species (212 genera, 94 families) of medicinal plants and 20 kinds concoctions traded in the traditional markets Kabanjahe and Berastagi. The medicinal plants for preventive purposes have been used 176 species, while as many as 255 species used for curative purposes.
Out of 5 villages were selected as the location of the research, the results showed that as many as 414 species (99 families) of medicinal plants have been used by those 5 sub-ethnic Batak. Among all of those, sub-ethnic Batak Simalungun was the highest using medicinal plants (239 species), then followed by Angkola-Mandailing (165 species), Karo (152 species), Toba (148 species), and Phakpak (130 species). Leaves are organ of the most used medicinal plants as medicine, by local communities and the traders medicinal plants. The majority of medicinal plants traded and local communities utilized are wild plants. The value of UVs, ICS, and LUVI of medicinal plants are different at the fifth sub-ethnic, and the value determined by the amount uses and abudance in the neighborhood. Medicinal plants many uses have value UVs, ICS, and LUVI greater than medicinal plants uses few and vice versa. Based on anova (alpha 0.05), it is found a significant different about medicinal plants which is known by the yonger, older, and key informants. The number of medicinal plants species known by the youger is smaller in compare to the older, and key informants. Based on the LUVI, fever and abdominal pain are diseases that has the highest LUVI on each sub-ethnic Batak.
The results of the analysis vegetation found as many as 117 species represent only 28% of the total number of medicinal plants by five sub-ethnic Batak. The medicinal plants dominant (highest IV) trees, shrubs/belta, and seedling/herb varies between agroforest, and which determined by type, age, pattern management, broad, weeding frequency, and leads agroforest. Medicinal plants traded in Kabanjahe and Berastagi traditional markets; and local communities used in five sub-ethnic Batak has the Shannon-Wiener diversity index is high (> 3), but medicinal plants drugs find at vegetation analysis has a low diversity index. Based on the LUVI, which are fever and abdominal pain are diseases that has the highest LUVI on each sub-ethnic Batak. Based on the IUCN red list of version 2012, the medicinal plants have been used by the sub-ethnic Batak have conservation status, among others: 17 species threat, 7 species vulnerable, 6 species critically, 16 species endagered, and 8 species into the appendix II IUCN.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
D1906
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardian Khairiah
"Penelitian tentang pengetahuan lokal pemanfaatan tumbuhan obat dan nilai ekonominya dilakukan pada etnis Minangkabau di Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, Solok, Sumatra Barat dari Februari-Juni 2016. Penelitian bertujuan mendokumentasikan pengetahuan lokal, mengkaji keanekaragaman tumbuhan obat, dan menghitung nilai ekonomi tumbuhan obat yang diperjualbelikan. Data dikumpulkan dengan pendekatan etnobotani melalui wawancara terbuka, semi terstruktur, observasi partisipatif dan survei pasar. Wawancara di masyarakat dilakukan pada 9 informan kunci, 255 responden umum, dan semua pedagang tumbuhan obat di Pasar Solok. Data dianalisis secara kualitatif dengan statistika deskripti dan kuantitatif dengan menghitung nilai kultural Index of Cultural Significance, ICS , nilai kepentingan lokal Local User rsquo;s Value Index, LUVI dan nilai ekonomi tumbuhan obat. Sebanyak 213 spesies tumbuhan 174 genus; 68 famili memiliki 73 khasiat obat. Famili dengan jumlah spesies terbanyak dimanfaatkan adalah Poaceae dan Leguminosae 18 spesies . Nilai ICS tertinggi dimiliki karambia Cocos nucifera L . Dari nilai LUVI, didapat 10 penyakit dengan frekuensi serangan tertinggi di masyarakat. Ditemukan 38 spesies tumbuhan obat 31 genus; 24 famili diperjualbelikan di Pasar Solok, yang didominasi oleh famili Zingiberaceae 7 spesies . Nilai ekonomi tertinggi tumbuhan obat di Pasar Solok ditemukan pada bawang putiah Allium sativum L. sebesar Rp 11.999.970,00. Status konservasi tumbuhan obat yang diperjualbelikan: 34 spesies berstatus belum dievaluasi, 2 spesies terancam, 1 spesies beresiko rendah dan 1 spesies rentan.

A research on the utilization of local knowledge of medicinal plants and its economic value by Minangkabau ethnic in Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, Solok, West Sumatra was conducted in Februari June 2016. The study aims to document local knowledges, examines the diversity of medicinal plants, and calculate its economic value. Data were collected using ethnobotanical approach through open ended, semi structured interview partisipatory observation and market survey. The sample consisted of 9 key informants and 225 respondents, and all the trader of medicinal plants in Solok Market. Data were analyzed qualitatively using descriptive statistics and quantitavely by calculate the Index of Cultural Significance ICS , Local User rsquo s Value Index LUVI and the economic value of medicinal plants. A total 213 medicinal plants species 174 genera 68 families were reported to against 73 diseases. Poaceae and Leguminosae 18 species are the dominant families that used. The highest ICS owned by Karambia Cocos nucifera L . Based on LUVI analysis, there were 10 diseases with highest attack frequency in community. Based on market survey, around 38 species of medicinal plants 31 genera 24 families were traded. Zingiberaceae family were the dominant commodity 7 species . The highest economic value found in bawang putiah Allium sativum L. around Rp 11.999.970,00. Refers to Red List IUCN version 2016, medicinal plants conservation status that being traded were 34 species have not yet been assessed, 2 threatened, 1 at least concern and 1 vulnerable.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T47550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wika Mardhiyah
"Pengembangan manfaat tumbuhan obat dimulai dengan mengumpulkan informasi dari pengetahuan lokal yang dimiliki berbagai etnis. Salah satu etnis yang unik di Indonesia adalah etnis Minangkabau yang berasal dari Nagari Tuo Pariangan karena memiliki sistem matrilineal. Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa sebagian besar tumbuhan obat di Nagari Tuo Pariangan dibudidayakan di pekarangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengetahuan tradisional masyarakat mengenai tumbuhan obat dan potensi pekarangan sebagai kawasan konservasi. Penelitian dilaksanakan selama sembilan bulan pada bulan Januari sampai September 2019. Pengambilan data etnobotani dilakukan dengan wawancara semiterstruktur pada 7 orang informan kunci dan 46 orang responden umum. Pengambilan data etnoekologi pekarangan dilakukan dengan analisis vegetasi pada 30 buah rumah. Data etnobotani diolah dengan menghitung Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), dan Relative Frequency of Citation (RFC). Data etnoekologi diolah dengan menghitung Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H), Indeks Kemerataan (e), dan Kekayaan Spesies (DMg). Analisis data dilakukan secara statistika deskriptif. Masyarakat memanfaatkan 139 spesies tumbuhan obat yang tergolong ke dalam 110 genus dan 59 famili. Tumbuhan obat digunakan untuk mengobati 73 jenis penyakit yang dikelompokkan menjadi 10 kategori. Curcuma longa, Kalanchoe laciniata, Zingiber officinale, dan Orthosiphon aristatus merupakan tumbuhan obat dengan UV, ICS, dan RFC yang tinggi. Sebagian besar tumbuhan obat menurut masyarakat memiliki UV, ICS, dan RFC yang termasuk ke dalam kategori rendah sehingga perlu dikonservasi. Masyarakat menanam 197 sepesies tanaman di pekarangan, termasuk ke dalam 148 genus dan 67 famili. Jumlah spesies tanaman terbanyak ditemukan di pekarangan Jorong Pariangan (117 spesies), sementara persentase tanaman obat tertinggi ditemukan di pekarangan Jorong Guguak (65,6%). Indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan spesies tanaman obat di pekarangan yang tergolong tinggi membuktikan bahwa masyarakat Nagari Tuo Pariangan menanam cukup banyak spesies tanaman obat. Pekarangan dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi tanaman obat.

Development of the benefits of medicinal plants begins with gathering information from local knowledge held by various ethnic groups. One of the unique ethnic groups in Indonesia is the Minangkabau ethnic originating from Nagari Tuo Pariangan because it has matrilineal system. Based on preliminary surveys it is known that most of the medicinal plants in Nagari Tuo Pariangan are cultivated in the yard. The purpose of this study is to examine the traditional knowledge of community about medicinal plants and the potential of yard as a conservation area. The research was conducted for nine months from January to September 2019. The collection of ethnobotanical data was carried out by semistructured interviews with 7 key informants and 46 general respondents. Ethnoecological data was collected by analyzing vegetation in 30 houses. Ethnobotanical data was processed by calculating the Use Value (UV), Index of Cultural Significance (ICS), and Relative Frequency of Citation (RFC), while ethnoecological data is processed by calculating the Importance Value Index (INP), Diversity Index (H), Evenness Index (e), and Species Richness (DMg). Data analysis was performed by descriptive statistics. The community utilizes 139 species of medicinal plants belonging to 110 genera and 59 families. Medicinal plants are used to treat 73 types of diseases which are grouped into 10 categories. Curcuma longa, Kalanchoe laciniata, Zingiber officinale, and Orthosiphon aristatus are medicinal plants with high UV, ICS, and RFC. Most of the medicinal plants according to the community have UV, ICS, and RFC which are included in the low category, so it needs to be conserved. The community planted 197 species in the yard, including 148 genera and 67 families. The highest number of plant species was found in Jorong Pariangan (117 species), while the highest percentage of medicinal plants was found in Jorong Guguak (65.6%). Index of diversity, evenness, and richness of medicinal plants in the yard which are classified as high prove that Nagari Tuo Pariangan community plant quite a number of medicinal plants. The yard can be used as conservation area for medicinal plants.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi, Rr. Dyah
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;;, ], 2006
T40067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gamal Abdul Nasser
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui penglepasan beberapa
bahan obat berkhasiat (Aininofilina, Efedrina Hidrokiorida,
Kioral Hidrat, Kioramfenikol, Kioroproinazina Hidrokiorida
dan Sulfaguanidina) dari supositoria dengan bahan
dasar canipuran Lemak Cokiat (Oleum Cacao) dan Malam Kuning
(Cera Flava) dalam perbandingan E% dan 12%.
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Formulasi Resep Jurusan
Farmasi FIFIA-Ul Jakarta, pada suhu kamar 27-29° Cl
dengan menggunakan dasar sifat dissolusi bahan obat berkhasiat
dalam supositoria. Dissolusi dilakukan pada suhu konstan
370 c dengan kecepatan putaran sebesar 25 rpm. Jasi1
dissolusi dipeniksa dengan cara volumetni atau spektrofotometni.
Dissolusi yang dilakukan pada bahan obat berkhasiat dalam
supositonia dengan bahan dasar Lemak Cokiat % dan Malam
Kuning 1210 akan menghasilkan penglepasan bahan obat benkhasiat
yang relatip hampir sama dengan penglepasan yang
diperoleh dari supositoria dengan bahan dasar Lemak Coklat
100%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhli
Jakarta: Restu Agung, 2005
633.88 FAD t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti Juwati
"ABSTRAK
Penelitian efek hipoglisemik ramuan ekstrak daun tapak dara dengan biji petai cina ini merupakan penelitian lanjutan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina (0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina per kg berat badan) menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan dosis lain.
Pada penelitian ini dilakukan pengulangan dengan menggunakan dosis: T: 0,10 g serbuk daun tapak dara + 1,04 g serbuk biji petai cina (T2P1); II: 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk giji petai cina (T21P11); dan III: 0,085 g serbuk daun tapak dara + 0,88 g bubuk biji petal Gina (T211P111) masing-masing per kg berat badan. Selain itu dilakukan pula uji standarisasi ekstrak ramuan dengan fraksionasi kolom dan dilanjutkan dengan analisis menggunakan GCMS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak ramuan daun tapak dara dengan biji petai cina memberikan efek hipoglisemik dan dosis yang paling baik diantara 3 dosis yang digunakan dalam percobaan adalah T21P1 I, yaitu 0,115 g serbuk daun tapak dara + 1,196 g bubuk petal cina per kg berat badan. Standarisasi dilakukan dengan menggunakan prosedur ekstraksi etanol; pengasaman dengan HC1; ekstraksi dengan petroleum eter; lapisan air diekstraksi dengan khloroform, selanjutnya, lapisan air bersifat basa diekstraksi ulang dengan khloroform: metanol. Puncak-puncak yang mungkin digunakan pada standarisasi adalah dengan waktu retensi 23,09; 28,57; dan 40,28 menit. "
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tulus Kurnia Indah
"Latar Belakang: Proses perawatan di rumah sakit didukung oleh berbagai aktivitas operasional diantaranya pengelolaan logistik dan distribusi perbekalan farmasi. Biaya perbekalan kesehatan merupakan pengeluaran terbesar kedua di rumah sakit setelah belanja pegawai, oleh sebab itu pimpinan rumah sakit perlu mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan proses logistik untuk menurunkan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Untuk meningkatan proses logistik diperlukan pemahaman terkait kinerja rantai pasokan yang saat ini berjalan, sehingga melakukan analisa kinerja rantai pasokan merupakan hal mendasar untuk mengatasi kekurangan dalam aktivitas logistik.
Tujuan: Studi ini bertujuan melakukan analisa terkait waste yang ada pada proses perencanaan dan pengadaan obat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, kemudian mencari penyebab dan akar masalah timbulnya pemborosan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Lokasi penelitian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkumo bulan April-Mei 2024. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan key specialist informan yang terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengadaan dan observasi lapangan. Data sekunder diperoleh dari telaah data realisasi pemakaian obat tahun 2022, data usulan perencanaan dari unit kerja dan hasil rekapitulasi instalasi farmasi tahun 2023, data daftar barang dalam kontrak tahun 2023, datapenerimaan dan data pemakaian obat tahun 2023. Tahapan penelitian disusun berdasarkan lean six sigma dari mulai define, measure, analyze dan improve.
Hasil: Jenis waste yang terjadi diantaranya penyedia tidak mengirimkan obat terhadap item perencanaan yang telah memiliki kontrak, obat yang dipesan dan  dikirim tetapi tidak memiliki realisasi penggunaan, penyedia bersedia mengirimkan obat tetapi tidak mau berkontrak dengan rumah sakit, penyedia tidak bersedia mengirimkan obat dan  tidak mau berkontrak dengan rumah sakit dan adanya pengadaan lain di luar jalur kontrak utama. Dari seluruh waste yang ada terjadinya pengadaan di luar jalur kontrak utama merupakan jumlah waste yang paling sering terjadi sehingga menjadi area improvement pada penelitian ini. Penyebab dari pemborosan yang masih dapat dikontrol oleh internal rumah sakit adalah keterlambatan penerbitan kontrak. Akar masalahnya karena tiap unit kerja yang terkait dengan kegiatan perencanaan dan pengadaan menyelesaikan proses kerja tanpa mempertimbangkan waktu penyelesaian proses sesudahnya, sehingga tujuan dari perencanaan dan pengadaan yang berupa penerbitan kontrak sebelum tahun anggaran menjadi tidak terlaksana.
Kesimpulan: Dalam proses yang berjalan secara berkelanjutan diperlukan proses kerja yang terintegrasi berdasarkan komitmen setiap anggota rantai agar tujuan proses tersebut dapat tercapai.

Introduction: The hospital care process is supported by various operational activities including logistics management and distribution of pharmaceutical supplies. The cost of health supplies is the second largest expenditure in hospitals after personnel expenditure, therefore hospital leaders need to identify opportunities to improve logistics processes to reduce costs and improve the quality of health services. To improve logistics processes, an understanding of current supply chain performance is required, so analyzing supply chain performance is fundamental to overcoming deficiencies in logistics activities.
Objective: This study aims to analyze waste in the drug planning and procurement at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, then looked for the causes and root causes of waste.
Method: This research uses qualitative methods with a case study approach. The research location is at RSUPN Dr. Cipto Mangunkumo on April-May 2024. Primary data was obtained through interviews with key specialist informants related to planning and procurement activities and field observations. Secondary data was obtained from a review of drug use in 2022, drug planning proposals from units and results of drug planning recapitulation by pharmaceutical installations in 2023, list of drugs in contracts 2023, drug receive order and drug use in 2023. The research stages were arranged based on lean six sigma method from define, measure, analyze and improve.
Results: Types of waste that occur include supplier not sending drugs from planning items that already have a contract, drugs ordered and sent but not having actual use, suppliers willing to send drugs but refusev to contract with the hospital, suppliers refuse to send drugss and refuse to contracts with hospitals and procurements that come from another its main contracts. The procurements that come from another its main contract occurs most frequently, so it is an area of ​​improvement in this research. The cause of waste that can still be internally controlled by the hospital is delays in issuing contracts. The root of the problem is because each unit related to planning and procurement activities completes the process without considering the completion time of the process afterwards, so that the aim of planning and procurement to complete all the procurement contract before end of the year do not achieved.
Conclusion: In a process that runs continuously, an integrated work process is needed based on the commitment of each member of the chain so that the process objectives can be achieved.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas, 1988
581.634 TET
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Tamsiah Yulianti
"Penelitian laboratorium telah dilaksanakan. untuk meme
riksa 12 tanaman obat, yang diduga masing-masiig mengandung
zat bakteriostatjk atau bakterisid.
Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menipelajar
secara kualitatif aktifitas antibakteni in vitro dan
tanaman terhadap Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa
dan Staphylococcus aureus.
Pilihan untuk mengambil Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus sebagai kuman percoba
an didasarkan atas kenyataan, bahwa inikroorganisma tersebut
dianggap merupakan kuman patogen yang paling sening ditemu
kan pada infeksi manusia, terutama pada. infeksi genitourina
rius;. mikroorganisma tersebut pada .umumnya adalah resisten
terhadap banyak antibiotik.
Tes aktifitas antibakteni dilakukan dengan cara cakram
dengan melaksanakan teknik Kirby-Bauer dengan beberapa
modifikasi dan penyesuaian, seperti yang biasa dikerjakan
di Bagian Mikrobiolo.gi Fakultas Kedokteran Universitas Indo
nesia Jakarta.
Hasil tes aktifitas antibakteni adalah sangat baik,
oleh karena 8 dari sejumlah 12 tanaman obat yang dipeniksa
menunjukkan hasil pengaruh antibakteri secara in vitro yang
sangat jelas, seperti yang diperlihatkan berturut-turut oleh Allium sativum L, Psidium guajava L, Punica granatum L
var alba. Areca catechu L, sedangkan Lf tanaman (Averrhoa bi
limbi L, Boesenbergia pandurata (Poxb.) Schlecht, Moringa
oleifera Larnk dan Musa brachycarpa Backer) inemperlihatkan
aktifitas antibakterj yang leinah.
Aktifitas antibakterj terhadap ketiga jenis kuman (Escherichia
coil, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus)
yang dicoba diperiihatkan oleh tanarnan Ailium sativum L.
Aktifitas antibakteri hanya terhadap kuman Staphylococcus
aureus adaiah tanaman Areca catechu L, Boesenbergia pandura
ta (Poxb.,) Schlecht, Moringa oleifera Lamk, Psidium guaja-.
va L dan Punica granatum L var aiba, sedangkan Averrhoa biiirnbi
L adaiah positif antibakterial hanya terhadap Pseudomonas
aeruginosa; disamping itu Musa brachycarpa Backer agk
nya memperiihatkan a,ktifitas antibakteri yang relatif iemah
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coil.
Mernpe].ajari hasil yang diperoieh dari penelitian laboratoriurn,
maka dapat diambil kesimpuian sebagai benikut
1. Beberapa tanaman obat yang terbukti mengandung zat anti-.
bakteni, dapat digunakan iangsung sebagai obat untuk men
hiiangkari infeksi kuman, oleh masyarakat yang tinggal di
daerah terpencil.
2. Dari sejumiah 12 tanaman obat yang dipeniksa, Allium sativuin
L yang aktifitas antibakterinya terhadap ke 3 spesies
kuman yang dicoba, dapat dianggap sebagal antibakteri
yang berspektrum lebar.
3. Sernua tanaman obat yang dicoba dan terbukti mengandung
zat antibakteri, sebaiknya dicoba lebih lanjut terhadap
spesies kuman yang jumiahnya lebih besar yang diasingkan
dari pasien (strain liar).
14. Semua tanarnan obat yang dicoba, yang secara kualitatif
menunjukkan aktifitas antibakteri, sebaiknya dicoba le-
: bih lanjut secara kuantitatif.
5. Oleh karena zat antibakteri yang dicoba itu merupakan ba
han kasar (crude) yang diekstraksi dari tanaman, maka Se
baiknya penelitian lanjutan dilakeanakan untuk mengetahui
zat apa yang sesungguhnya mempunyai aktifitas antibakteni.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>