Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204407 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwan Julianto
"Kendati rokok dan merokok adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia dan di Indonesia, namun sejatinya yang lebih utama adalah masalah pertarungan ekonomi politik yang bertali-temali dengan komunikasi dan media. Isu rokok telah membelah Indonesia dalam dua kubu, yaitu yang pro dan kontra terhadap regulasi terhadap komoditas yang adiktif dan membahayakan kesehatan ini.
Selama ini Indonesia tergolong dalam salah satu negara yang paling lemah dalam meregulasi tembakau dan rokok. Regulasi terhadap tembakau/rokok membutuhkan kemauan politik yang kuat, karena walaupun Konstitusi mengamanatkan negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi kelangsungan hidup warganya namun harus berhadapan dengan pragmatisme ekonomi politik yang berujung pada mesranya penyelenggara negara dengan industri rokok.
Argumen perlindungan kesehatan masyarakat dibenturkan dengan argumen ekonomi, karena dikontruksikan bahwa tembakau dan rokok adalah komoditas yang berjasa menyumbang cukai puluhan triliun rupiah serta menyangkut mata pencaharian jutaan petani tembakau dan buruh pabrik rokok. Padahal tembakau dan rokok yang berisfat adiktif dan membahayakan kesehatan walaupun legal namun tidak normal.
Kesadaran palsu dan mitos-mitos seputar tembakau dan rokok berkelindan dengan hegemoni oleh pemilik industri rokok . yang menampilkan diri sebagai dermawan dan warga negara yang baik lewat iklan, promosi dan sponsor yang massif. Akibatnya jumlah perokok di Indonesia terus meningkat menduduki peringkat ketiga di dunia setelah Tiongkok dan India. Dua dari tiga pria dewasa menjadi perokok. Industri rokok juga secara sistematik menjerat perokok-perokok di bawah umur. Semuanya ini menimbulkan dampak kesehatan yang amat dahsyat berupa kematian prematur lebih dari 200.000 jiwa per tahun, di antaranya 25.000 perokok pasif yang terutama di kalangan kaum perempuan dan anak-anak.
Penelitian ini mencoba membedah kontestasi wacana pro-kontra regulasi rokok di ruang publik media massa dan media sosial yang terdistorsi oleh aneka trik interferensi atau gangguan yang dilakukan industri rokok. Peneliti mencoba memadukan Teori Diskursus dan Ruang Publik Habermas, Teori Hegemoni Gramsci, dan Teori Habitus Bourdieu.

Eventhough cigarettes and smoking are serious public health problem in the world as well as in Indonesia, acatually it is more prominently a political economy contestation that intertwine with communication and the media. The issue of tobacco that has divided Indonesia into two sides, namely the pros and the contras towards regulation of this addictive and hazardous commodity.
So far Indonesia is considered as one of few countries that poorly regulate tobacco and cigarettes. Regulating tobacco/cigarettes needs a strong political will, since the Constitution entrusted that the State should nurture the Nation and protect the sustainabable life of its people, while on the other hand it has to confront with political economic pragmatism of tobacco-industrioState complex.
The arguments of public health protection is colliding with economic arguments, since it has been constructed that tobacco and cigarettes are commodities that collect trillions of Rupiah excise tax and considered as the life and blood of several million tobacco farmers and cigarette company workers. Eventhough tobacco and cigarettes are addictive and hazardous to health, they are legal yet abnormal.
False consciousness and myths that surround tobacco and cigarettes intertwining with the hegemony mastered by the owners of cigarettes companies who perform as philanthropists and good citizens through their massive tobacco advertising, promotion and sponsorship. Consequently the number of smokers in Indonesia is continuosly increasing and become the third highest after China and India. Two out of three adult males are smokers. The cigarettes companies are systematically entrap under age smokers. Due to this situation, a horrifying health impact implies with the premature deaths of more than 200,000 lives every year, including passive smokers, mostly among women and children.
This research is trying to analyze the discourse contestation of pro and contra towards tobacco regulation in the public sphere of mass media and social media that are distorted by many sly interferences practiced by the cigarette companies. The researcher is trying to synthesize Habermas’s Discourse and Public Sphere theories, Gramsci’s theory of Hegemony, and Bourdieu's concept of Habitus.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1952
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Arif
"Tesis ini bertujuan memahami relasi kuasa di balik kontestasi wacana di harian Kompas dalam memberitakan sengketa pembangunan pabrik semen di Kendeng Utara, Jawa Tengah. Untuk menggali permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Pertama-tama dilakukan analisis pembingkaian terhadap berita yang pro dan kontra pembangunan pabrik semen untuk mengetahui pola kontestasi wacana dan aktor-aktornya. Berikutnya, dilakukan kajian etnografi ruang redaksi guna mengetahui relasi kuasanya.
Hasil penelitian menunjukkan Kompas menjadikan kontestasi wacana sebagai mekanisme kontrol atau swasensor atas pemberitaan mereka. Temuan ini melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa kepemilikan modal di tangan segelintir orang telah berdampak buruk bagi independensi media terkait perannya dalam proses demokratisasi (Nugroho, 2012; Lim, 2011; Tapsell, 2012; dan Haryanto, 2011; Steele, 2011).
Dalam penelitian ini, kuasa ekonomi politik di balik praktik swasensor ini diperkaya dengan dimensi permainan kuasa di antara individu wartawan dan praktik swasensor yang telah menjadi habitus Kompas sejak Orde Baru. Jika dulu swasensor dilakukan dalam rangka menyiasati represi politik penguasa, saat ini hal itu dilakukan demi melayani kepentingan kapital dan kepentingan "raja-raja kecil" yang berkuasa di jajaran redaksi. Tesis ini juga menyertakan diskusi teoritik tentang integrasi pendekatan ekonomi politik kritis dengan kajian budaya media.

This thesis aims to investigate power relations behind the discourse contestation of pro-contra towards cement plant in North Kendeng, Central Java, in Kompas daily. To explore these issues, authors used qualitative research methods. First performed analysis of the framing of the news pros and cons of the cement plant to determine the pattern of contestation discourse and the actors. Next, conducted ethnographic studies to determine power relation in the newsroom.
The results showed Kompas makes contestation discourse as a control mechanism or self-censorship on their journalistic practice. These findings complements previous studies, that the ownership of capital in a few hands have negative impact for the independence of the media related to its role in the democratization process (Nugroho, 2012; Lim, 2011; Tapsell, 2012; and Haryanto, 2011; Steele, 2011).
In this study, the power of political economy behind the practice of self-censorship is enriched with the dimension of the game of power between the journalists as individual and practice of self-censorship that has become habitus Kompas since the New Order. Previously, self-censorship is done in order to survive againts the ruling political repression, now it is done for the sake of serving the interests of capital and interest ?little kings? who ruling the newsroom. This thesis also includes a theoretical discussion about the integration of a political economy approach with the media culture studies.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Junaidi
"Since the downfall of President Soeharto in May 1998, printed Media has been growing. Many printed media which exploit women's sexuality are still survived. Meanwhile, some parts of the society protest the phenomenon of pornography. They are currently proposing anti-pornography bill. The protests are believed triggered by the controversial performance of dangdut singer Inul Daratista. Using framing analysis, the research explains the position of printed media on pornography, freedom of expression and sexual exploitation. As a feminist research, it relates feminist theories, especially on pornography, with mass media. At least three schools in feminist theory discuss the topic: radical libertarian feminism, radical cultural feminism and post feminism. The research used articles in six media; Kompas, Tempo, Gatra, Republika, Sabili and Basis as data. Almost all of the media have no clear definition on pornography although some "religious media" related the performance of Inul Daratista with pornography. The thesis recommended that such a law on anti-pornography should be thought further before it reached clear definition on pornography."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Prananda
"Tulisan ini membahas ruang publik sebagai tempat untuk arena berdebat dan menyampaikan gagasan bagi setiap orang. Namun, dalam konteks hari ini, ruang publik tidak lagi semata ruang dalam artian fisik, tetapi juga ruang di ranah virtual. Di ruang publik di media sosial, komunikasi face-to-face tidak lagi berlaku, termasuk jarak komunikasi seperti ruang publik dalam artian fisik. Sebagai ruang publik, media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, dan Kompasiana bersifat bebas akses dan menjadi tempat bertemunya berbagai ekspresi, gagasan dan pendapat.
Dalam tulisan ini dibahas lima kasus penggunaan ranah publik di media sosial, meliputi kasus Florence di Path, kasus penghinaan Jokowi di Facebook, kasus penghinaan Ahok di Twitter, kasus Prita dan RS Omi dan kasus Jilbab Hitam. Kasus tersebut menggambarkan bahwa meskipun prinsip kebebasan menyampaikan pendapat di ruang publik berlaku, pengguna bukan berarti dapat menyampaikan opini yang merugikan individu, kelompok atau institusi lain. Opini yang disampaikan tidak mengandung provokasi, baik berbentuk trolling ataupun flaming, sehingga pengguna tidak terjerat kasus hukum. Kasus penggunaan ruang publik dapat menciptakan sebuah gerakan sosial yang dijalankan para pengguna ruang publik. Sifat gerakan sosial tersebut bisa mendukung ataupun menjatuhkan subjek.

This paper explains about public sphere as the place for debatting and giving the idea for everyone. But, in today’s context, public sphere is not only a sphere in physical way, but also virtual way. In social media, it is no longer effective for face to face communication, including distance as is found in public sphere. As public sphere media, social media like Facebook, Twitter, Path and Kompasiana have free access and become a place where any expressions, ideas and opinions meet.
In this paper, discussion is made regarding five cases related to the use of public sphere in social media including Florence case in Path, Jokowi humiliation on Facebook, Ahok humilation on Twitter, Prita and Omni Hospital case and also Jilbab Hitam case. The cases reveal that inspite of the principle of freedom of expression in public sphere, social media users are not meant to convey any opinion that may harm an individual, group or institution. Opinion delivered does not contain any provocations, either “trolling” or “flaming” so that the user will not be legally or lawfully caught. Cases of the use of public sphere may bring about a social movoment by public sphere users. The nature of this social movement may either support or bring down the subject.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chory Angela Wijayanti
"Tesis ini membahas kontruksi realitas sosial penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak di Surabaya, melalui program talk show Primetime News di Metro TV, serta peran media massa sebagai ruang publik ideal pada realitas sosial berpotensi konflik tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan paradigma kritis, yang menggunakan metode analisis wacana kritis milik Norman Fairclough.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media membentuk representasi, relasi, dan identitas pihak-pihak yang terlibat dalam wacana. Selain itu, pekerja media, rutinitas media, organisasi media, dan extra media menjadi faktor yang mempengaruhi kontruksi realitas sosial.
Temuan lain adalah adanya pengaruh keberadaan waktu prime time dalam industri televisi, serta munculnya dehumanisasi dalam peliputan terkait prostitusi. Program ini menjadi upaya Metro TV dalam menciptakan ruang publik sebagai media untuk diskursif inklusif, untuk mencegah terjadinya konflik. Meski demikian, faktor ekonomi menjadi penghalang untuk membentuk ruang publik dengan kondisi yang ideal.

This thesis discusses construction of social reality, the closing of localozation "Dolly and Jarak" in Surabaya, through a talk show program "Primetime News" on Metro TV, as well as the role of mass media as an ideal public sphere related to that social reality potential conflict. This study is a qualitative research with a critical paradigm, which uses Norman Fairclough’s critical discourse analysis method.
The results showed that the media shape representations, relationships, and the identity of the parties involved in the discourse. In addition, media workers, media routines, media organizations, and extra-media are the factors that affect the construction of social reality.
Other findings, there is the influence of the existence of a prime time in the television industry, and the emergence of dehumanization in prostitution-related reporting. This program is a Metro TV efforts in creating a public space as a medium for discursive inclusive, to prevent conflict. However, economic factors become a barrier to form a public space with ideal conditions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melas Pransiska Trijaya Misno
"Tesis ini membahas bagaimana media massa yang beredar di Catalu a memberikan pandangannya terhadap proses referendum yang diadakan oleh pemerintah Catalu a pada 9 November 2014, serta mengungkap faktor-faktor penyebab kegagalan Referendum 2014 tersebut. Tesis ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pemaparan deskriptif. Tesis ini menggunakan pendekatan tekstual untuk menjawab permasalahannya, yaitu dengan Teori Semiotik dan Analisis Wacana.

This study focus on how the mass media in Catalonia give their view on the referendum held by Catalonia rsquo s government on November 9, 2014, and also revealing the factors that caused the failure of 2014 Referendum. This study is qualitative descriptive interpretive. This study uses textual approach to answer the issues, namely, the Theory of Semiotics and Discourse Analysis.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paska Lia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap representasi sosial yang dominan dan perubahan dari tahun ke tahun tentang disabilitas dalam pemberitaan di media Kompas.com dan Detik.com. Paradigma dalam penelitian ini adalah kritis dengan melihat tatanan bahasa dapat membangun ketidakseimbangan dan perbedaan kekuatan sosial. Penelitian ini menerapkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode penelitian corpus-assisted discourse study (CADS). Metode ini merupakan gabungan dari corpus linguistic dan analisis wacana kritis yang memanfaatkan data digital sebagai bagian dari jurnalisme data dengan analisis menggunakan perangkat lunak, serta mengelaborasikannya dengan analisis wacana kritis. Objek penelitian ini yaitu pemberitaan di Kompas.com dan Detik.com sejak 2004 hingga awal 2023 dengan kata kunci pencarian utama "disabilitas", "difabel", "cacat", dan "tuna". Hasil penelitian mengungkap terdapat empat representasi sosial yang dominan dalam pemberitaan tentang disabilitas. Pertama, disabilitas dipandang sebagai kelompok yang membebankan masyarakat dan pemerintah, sehingga layak memperoleh bantuan. Kedua, perempuan disabilitas sebagai kelompok yang terdiskriminasi (menjadi korban). Ketiga, representasi disabilitas supercrip dalam konteks paling dominan pada pemberitaan bertema olahraga, pendidikan, dan seni. Keempat, representasi sosial anak-anak dengan disabilitas sebagai kelompok lemah. Dari aspek diakronik, belum ada perubahan dalam representasi sosial disabilitas. Namun stigmatisasi dan stereotip disabilitas secara repetitif diberitakan oleh media dari tahun ke tahun.

This research aims to unveil the dominant social representations and their evolution over the years regarding disabilities in the reporting of Kompas.com and Detik.com. The paradigm employed in this research is critical, as it investigates how language structures can foster social imbalances and power disparities. The study utilizes both quantitative and qualitative approaches, employing the corpus-assisted discourse study (CADS) research method. CADS is an amalgamation of corpus linguistics and critical discourse analysis, leveraging digital data as part of data journalism and analyzed through software, while also subjecting it to critical discourse analysis. The research focuses on the reporting on Kompas.com and Detik.com from 2004 to early 2023, using keywords like "disabilities," "differently-abled," "disabled," and "handicap." The research findings reveal four dominant social representations in the reporting on disabilities. First, disabilities are perceived as a burden on both society and the government, thereby justifying the need for assistance. Second, women with disabilities are portrayed as a discriminated group (victims). Third, the supercrip representation of disabilities prevails in reports related to sports, education, and arts. Fourth, there is a social representation of disabled children as a vulnerable group. From a diachronic perspective, there have been no changes in the social representation of disabilities. However, media consistently reports stigmatization and perpetuates stereotypes of disabilities year after year."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Purworini
"Adanya emansipasi perempuan membuat perempuan menyadari untuk dapat setara dengan laki-laki. Oleh karena itu banyak profesi laki-laki yang sudah dijalankan oleh perempuan. Misalnya, menjadi pengojek perempuan yang merupakan sebuah pekerjaan yang lebih banyak digeluti oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Namun hal ini berbanding terbalik dengan opini yang berkembang di masyarakat. Opini yang berkembang di masyarakat terutama dalam benak laki-laki bahwa perempuan seharusnya tetap berkiprah di ranah domestik, sedangkan laki- laki yang berada di ranah publik. Kondisi ini memunculkan adanya bias gender. Bias gender dapat menimbulkan ketidakadilan bagi perempuan yang dibentuk oleh konstruksi budaya patriarki. Terkait dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat artikel di tribunnews.com mengenai pengojek perempuan. Untuk itu penulis ingin melihat sejauh mana opini masyarakat yang bersifat bias gender berkembang di media sosial terutama Twitter. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menggunakan data sekunder melalui pengamatan terhadap isi tweet pengguna Twitter secara aktif yang bersifat bias gender terhadap profesi pengojek perempuan. Dari 8 tweet yang telah diamati ditemukan ada 4 tweet dari pihak perempuan yang pro dan 4 tweet yang kontra justru berasal dari laki-laki. Hal ini menunjukan, ternyata budaya patriarki masih mendominasi pendapat para netizen yang bersifat bias gender.

Emancipation has led to female acknowledging that they deserve equal rights as compared to men. It's not an uncommon sight nowadays that several professions, previously dominated by men, are also done by female, ojek cabs are one amongst many examples. This however, is opposite to what the society actually believed, that female are supposed to be in charge of domestic affairs, while men would sought for money, thus this creates some sort of a gender bias. Concerning this issue, I would like to discuss an article from tribunnews.com about female ojek cabs. Also, with this in mind, the writer would like to address the extent of gender bias that exists in the society, especially from social medias such as Twitter. In collecting data, I use secondary data from Twitter for further research about gender bias towards female ojek cabs. From 8 tweets that has been observed, I found 4 tweets from woman's side who pro to the issue, while the men's was in the qontrary. This things shows that patriarchal culture still dominate the opinions of netizen that characterize as gender bias."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Fajar
"Isu penistaan agama yang ilakukan oleh petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Ahok Tjahaja Purnama menjelang Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 sempat menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Perdebatan tersebut ramai terjadi di media sosial, menunjukkan adanya kontestasi pro dan kontra terkait penetapan Ahok sebagai penista agama di ranah pidana. Kontestasi wacana di media sosial tersebut terus berlangsung sehingga menyebabkan polarisasi yang berpotensi menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat. Dari kajian-kajian sebelumnya, diketahui bahwa terjadinya kontestasi dapat disebabkan oleh ekspresi kebangkitan identitas kepentingan pragmatis elit politik serta perkembangan media baru. Namun, studi-studi tersebut cenderung membahas kontestasi secara parsial dan tidak melihat adanya keberagaman aktor serta kepentingan yang melatarbelakanginya. Maka, dalam menjelaskan kontestasi wacana penistaan agama di media sosial, tulisan ini berargumen bahwa kontestasi wacana penistaan agama di media sosial disebabkan oleh adanya isu identitas yang di bingkai melalui media sosial dengan tujuan untuk memobilisasi pemilih dalam pemilihan. Pihak-pihak yang berkontestasi dalam pemilihan menggunakan strategi pembingkaian framing dengan memanfaatkan aktor-aktor di media sosial relawan, buzzer dan juga selebritis mikro sehingga menyebabkan terjadinya aktivitas saling membingkai di media sosial.

The issue of religious blasphemy carried out by DKI Jakarta Governor, Basuki 39 Ahok 39 Tjahaja Purnama before elections of DKI Jakarta in 2017 had become a heated debate among the people of Indonesia. The debate is rife in social media, indicating the existence of pros and contras contestation related to Ahok 39s determination as a religious blasphemy defendant in the criminal realm. Contestation of discourse in social media continues to cause polarization that has the potential to cause division in society. From previous studies, it is known that the occurrence of contestation can be caused by the expression of identity resurgence the pragmatic interests of the political elite as well as the development of new media. However, these studies tend to discuss partial cause and do not see any diversity of actors and the underlying interests. Thus, in this paper argues that the discourse contestation of religious blasphemy in social media is caused by the issue of identity that is framed through social media with the aim to mobilize voters in the election. Election winning parties use framing strategies by utilizing actors in social media volunteers, buzzers and micro celebrities, leading to framing activities in social media.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Jane T.
"Kekerasan sosial saat ini semakin banyak terjadi di Indonesia. Kekerasan sosial seperti konflik antar agama dan demonstrasi yang berujung pada anarkisme banyak disiarkan oleh media karena memiliki nilai berita yang tinggi. Di makalah ini, penulis melakukan analisis studi literatur berdasarkan konsep The Five Types of Communicative Power yang dikemukakan oleh McQuail bahwa media massa tidak sekedar berperan sebagai pihak yang meliput dan menyiarkan kekerasan sosial. Media massa juga memiliki peran dalam menyulut kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia. Makalah ini bertujuan menyadarkan masyarakat akan pentingnya “melek media” (media literacy) karena apa yang disampaikan oleh media tidak selalu sesuai dengan realitas sosial. Selain itu, penulis melihat sisi positif bahwa media dapat berperan sebagai penengah dan pencari solusi atas berbagai tindakan kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia.

Nowadays, social violence happens frequently in Indonesia. Social violence, such as conflict between different religion or anarchist mass demonstration, excessively broadcast by the mass media because of its news value. In this paper, writer did a literature study analysis based on The Five Types of Communicative Power concept by McQuail. Mass media is not only do the cover and broadcast social violence that happen but also involve in provoke the social violence in Indonesia. This writing aims is to create awareness about the importance of media literacy. The information told by the media is not always same as the reality. Moreover, there is positive opportunities that mass media can be rolled as the mediator and problem solver for the social violence that happen in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>