Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159166 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Utami
"Sesoot (G. picrorrhiza Miq.) merupakan sumber daya hayati yang memiliki potensi sitotoksik terhadap sel kanker payudara. Potensi ini memberikan peluang untuk penatalaksanaan kanker payudara melalui permodelan doksorubisin dan kombinasinya dengan sampel herbal. Penelitian ini untuk membuktikan potensi antikanker payudara terhadap sel MCF-7 dan T47D dari daging buah dan kulit buah sesoot (G. picrorrhiza Miq.) yang selanjutnya disebut buah. Telah dilakukan karakterisasi sampel secara kimia dan biomolekuler sehingga menghasilkan sampel terkarakterisasi, GpKar. Sitotoksisitasnya ditentukan dengan metode MTT (3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5 diphenyl tetrazolium bromide) Assay, lalu dilakukan uji kombinasi dengan doksorubisin untuk mendapatkan Combination Index (CI). Pengamatan induksi apoptosis dilakukan dengan metode Double Staining dan ekspresi protein Caspase 3 dengan metode Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA). GpKar memiliki LC50 terhadap larva Artemia salina Leach sebesar 21,110 μg/mL (paling kecil di antara 15 sampel lainnya). Pada uji terhadap sel Vero dengan konsentrasi 250 μg/mL hanya mematikan 11,844 %, tetapi mematikan sel T47D 50,825 % dan MCF-7 31,743 %. Kombinasinya dengan doksorubisin menghasilkan efek sinergis dalam mematikan sel MCF-7 pada konsentrasi 0,200 μg/mL doksorubisin dan konsentrasi GpKar maksimal 125,238 μg/mL (1/4 IC50) juga terhadap sel T47D pada konsentrasi 0,200 μg/mL doksorubisin dan konsentrasi GpKar maksimal 61,799 μg/mL (1/4 IC50). GpKar mempengaruhi induksi apoptosis pada konsetrasi 500,951 μg/mL (1 IC50) dengan menghasilkan persentasi kematian sel MCF-7 paling tinggi yaitu 99 % dan terhadap Sel T47D sebesar 91 %, pada konsentrasi 61,799 μg/mL (1/4 IC50) sedangkan terhadap sel Vero dapat menghasilkan persentase kematian paling rendah yaitu 2,100 % pada konsentrasi 132,943 μg/mL (1/4 IC50). Kombinasinya dengan doksorubisin menghasilkan persentase kematian yang lebih rendah akibat induksi apoptosis. GpKar dan kombinasinya dengan doksorubisin mampu meningkatan konsentrasi protein Caspase 3.

Sesoot (G. picrorrhiza Miq.) is a medicinal plant which has cytotoxic activity against breast cancer cells. This potency provides the opportunity for treatment of breast cancer through doxorubicin modelling and its combination with herb. This study was done to prove the anti-breast cancer potency of the fruit and the hull of sesoot (G. picrorrhiza Miq.) hereinafter referred to as the fruit against MCf-7 cell and T47D cell. Chemical and Biomolecular Characterizations were done to obtain the characterized sample of GpKar. The cytotoxicity effect was determined using the method of MTT (3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5 diphenyl tetrazolium bromide) Assay, and the combination test with doxorubicin resulting the Combination Index (CI). The apoptotic induction was observed using Double Staining Method and the Caspase 3 protein expression was observed using the method of Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). The LC50 of GpKar against the larvae of the Artemia salina Leach was 21.110 μg/mL (the least among 15 samples). The Gpkar concentration of 250 μg/mL was the least toxic in term of mortality against Vero cell (11.844 %), but toxic in term of mortality against T47D cell (50.825 %) and MCF-7 cell (31.743 %). The combination with doxorubicin resulted in the synergystic effect against MCF-7 cell (0.200 μg/mL doksorubicin with the maximum GpKar concentration of 125.238 μg/mL (1/4 IC50)) and also against T47D cell (0.200 μg/mL doxorubicin with the maximum GpKar concentration of 61.799 μg/mL (1/4 IC50)). GpKar induced the apoptosis at the concentration of 500.951 μg/mL (1 IC50) resulting the mortality percentage of the MCF-7 cell up to 99 % and up to 91 % against T47D cell at the concentration of 61.799 μg/mL (1/4 IC50) of GpKar, whereas the concentration of 132.943 μg/mL (1/4 IC50) of GpKar resulted in the lowest mortality percentage against Vero cell which was 2.100 %. The combination of GpKar with doxorubicin resulted in the lower mortality percentage as the consequence of apoptotic induction. GpKar and its combination with doxorubicin increased the concentration of the Caspase 3 protein."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zulfa Hanif
"dan berpotensi menjadi obat anti kanker. Penelitian bertujuan untuk mengukur tingkat toksisitas dari ekstrak kasar organospesifik Acanthaster. Uji toksisitas dilakukan pada bagian duri, kulit dan organ tubuh bagian dalam. Uji toksisitas dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test. Hasil uji BSLT menunjukkan bahwa ekstrak kasar duri memiliki tingkat toksisitas tertinggi dibandingkan dengan kulit dan organ dalam dengan nilai LC50 sebesar 227.304 ppm, 483.150 ppm, dan 338.535 ppm.
Hasil BSLT terhadap hasil fraksinasi ekstrak kasar duri menunjukkan nilai LC50 tertinggi dimiliki oleh fraksi n-heksan dengan nilai 276,586 ppm. Hasil KLT menunjukkan bahwa ekstrak duri dan kulit memiliki pola pemisahan bercak yang hampir sama, sedangkan ekstrak organ dalam berbeda. KLT fraksi menunjukkan pola fraksi n-heksan dan etil asetat hampir sama, sedangkan untuk fraksi air memiliki pola bercak yang berbeda.

Acanthaster (Echinoderm) seems to has active compounds which is potential for anti-cancer drugs. The study aims to measure the toxicity level of Acanthaster organospecific crude extract, namely thorns, skin and internal organs. Toxicity tests was conducted by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) methods. BSLT test results showed that the level of toxicity thorns crude extract has the highest than skin and internal organs crude extract (227,304 ppm, 483,150 ppm, and 338,535 ppm respectily). Fractination was done to separate the toxic compounds.
The results of fractionation BSLT showed that fraction of n-heksan has the highest LC50 (276,586 ppm). TLC results showed that crude extract of thorns and skin have the same separation patterns spots, while the extracts of internal organs has different pattern. TLC fraction showed a similarity pattern between n-hexane fraction and ethyl acetate, meanwhile the water fraction has a different pattern.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42574
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Maria Andraini
"Salah satu terapi untuk menurunkan hiperglikemik postprandial pada penderita diabetes melitus adalah dengan menghambat aktivitas α-glukosidase, yang dapat memperlambat penyerapan glukosa di saluran usus setelah makan. Penelitian terdahulu telah dilaporkan, bahwa ekstrak batang beligo (Benincasa hispida) yang diperoleh dengan metode maserasi diketahui memiliki efek inhibisi terhadap aktivitas enzim α-glukosidase.
Pada peneltian ini dilakukan ekstraksi dengan metode ekstraksi soxhlet menggunakan pelarut etanol untuk memperoleh fraksi ekstrak batang beligo teraktif sebagi inhibitor α-glukosidase. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian diuji efek toksisitasnya dengan metode BSLT. Ekstrak kasar batang beligo yang diperoleh dengan metode ini memberikan rendemen sebesar sebesar 51,88%. Persen inhibisi ekstrak batang beligo pada fraksi etil asetat konsentrasi 100 ppm, menunjukkan nilai yang lebih besar (42,27%) dibandingkan dengan fraksi etanol (13,32%) dan fraksi air (23,08%).
Hasil uji toksisitas ekstrak batang dari semua fraksi diperoleh masing-masing nilai LC50 667,21 ppm untuk fraksi etanol, 590,28 ppm untuk fraksi etil asetat, dan 700,11 ppm untuk fraksi air. Pemisahan komponen kimia dari fraksi etil asetat dengan KLT dengan perbandingan eluen campuran n-heksana dengan etil asetat (4:1) menghasilkan 4 spot dengan nilai Rf yang dapat diterima, yaitu 0,44; 0,58; 0,70; dan 0,76.

One of the theraphy to reduce postprandial hyperglycemic in patient which have diabetes mellitus is by inhibiting the activity of -glucosidase, which can slow the absorption of glucose in the gut after eating. Previous study have reported that the extract from stem of Beligo (Benincasa hispida) obtained by maceration method is known to have an inhibition effect to the activity of alpha-glucosidase enzyme.
In this occasion, the study was extracted by soxhlet extraction method using ethanol to obtain a fraction of extract of beligo stem as the most-active -glucosidase inhibitors. The fractions were then tested the effect of toxicity by BSLT method. Extract of beligo stem which obtained by this method provides for yield of 51,88%. Percent inhibition of the extract on ethyl acetate fraction concentration of 100 ppm, indicating a larger value (42,27%) compared with the ethanol fraction (13,32%) and water fraction (23,08%).
The toxicity test from all fractions obtained the value of LC50 respectively 667,21 ppm for the ethanol fraction, 590,28 ppm for ethyl acetate fraction, and 700,11 ppm for water fraction. Seperation of chemical compenents of the ethyl acetate fraction by TLC with eluent ratio mixture of n-hexana with ethyl acetate (4:1) generate 4 spot with Rf values are acceptable, ie 0,44; 0,58; 0,70; and 0,76.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Prianto
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S31639
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani
"Ikan lepu batu memiliki racun yang paling berbahaya dibandingkan jenis hewan laut beracun lainnya. Racunnya mengandung berbagai komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya yang sudah banyak diinvestigasi adalah stonustoxin (SNTX). Racun ikan lepu batu juga mengandung banyak protein dengan berat molekul sekitar 8-18 kDa yang jarang diteliti lebih lanjut aktivitasnya sehingga penelitian mengenai toksisitas kelompok protein tersebut sangat menarik untuk dilakukan. Salah satu pengujian toksisitas akut sederhana adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Untuk mengetahui manfaat dari sifat toksik tersebut, salah satu caranya adalah dengan pengujian aktivitas antibakteri. Ikan lepu batu yang diperoleh dari Kepulauam Seribu, Indonesia diidentifikasi spesiesnya dan kemudian racunnya dipanen. Pemurnian fraksi 8-18 kDa dilakukan dengan FPLC menggunakan kolom HiTrap Q HP. Kemudian, dilakukan uji Lowry untuk menentukan konsentrasi protein, identifikasi SDS-PAGE, uji toksisitas BSLT, hingga pengujian aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini, fraksi 8-18 kDa dengan kemurnian tertinggi diperoleh saat persen elusi garam 0%. Fraksi protein tersebut terbukti memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina karena memiliki nilai LC50 sebesar 125,49 μg/mL. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa kelima varasi konsentrasi racun ikan lepu batu dan fraksi 8-18 kDa yang diberikan tidak dapat menginhibisi pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhii.

Stonefish has the most deadly venom compared to other venomous marine animals. Their venom contain various bioactive components that can be utilized, one of them is stonustoxin (SNTX) which is widely investigated. Stonefish venom has also smaller proteins around 8-18 kDa whose activities are rarely observed. Therefore, it is very interesting to determine those protein’s toxicity. One of simple accute toxicity assay is Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Antibacterial activity test was done to find out the benefit of the toxic nature. Stonefish obtained from Kepulauan Seribu, Indonesia was identified its speices and then harvested. The purification of 8-18 kDa fraction was done by FPLC using HiTrap Q HP column. Then, several tests were carried out, such as Lowry test to determine protein content, identification by SDS-PAGE, toxicity assay using BSLT, and antibacterial activity test. In this study, the fraction of 8-18 kDa with the highest purity was obtained 0% salt elution. The protein fraction is toxic against Artemia salina larvae because the LC50 value is 125,49 μg/mL. The results of antibacterial activity test showed that stonefish venom and the 8-18 kDa fraction could not inhibit the growth of Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and Salmonella typhii."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Astuti
"Telah dilakukan uji toksisitas ekstrak metanol empat spesies timun laut dari Kepulauan Seribu yaitu Holothuria coluber, Holothuria edulis, Actinopyga lecanora, dan Stichopus sp. Timun laut diekstraksi dengan metanol kemudian ekstrak dari spesies dengan aktivitas tertinggi difraksinasi cair-cair dengan nheksan, etil asetat, dan air. Fraksi yang paling toksik selanjutnya difraksinasi kembali menggunakan kromatografi kolom normal. Pengujian dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Actinopyga lecanora memiliki toksisitas tertinggi dengan nilai LC50 227,094 μg/ml sementara fraksi paling aktif adalah etil asetat dengan LC50 158,276 μg/ml. Hasil pengujian pada fraksi hasil kolom memberikan nilai LC50 sebesar 84,202 μg/ml sebagai fraksi teraktif. Identifikasi dengan berbagai pereaksi kimia menunjukkan bahwa fraksi paling aktif tersebut diduga mengandung senyawa golongan flavonoid dan steroid/triterpenoid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33130
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dika Shofi Roofida Kusriyandra
"Pada penelitian ini dilakukan sintesis ester asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT dengan menggunakan reaksi esterifikasi Steglich. Produk yang terbentuk dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi kolom. Hasil karakterisasi FTIR asam oleat-BHA menunjukkan serapan dengan munculnya puncak serapan baru yang khas pada ester yaitu C=O pada bilangan gelombang 1738,9 cm-1 dan serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1442 dan 1457 cm-1. Terbentuknya asam oleat-BHT dibuktikan dengan adanya puncak serapan C=O ester pada bilangan gelombang 1742,2 cm-1 dan puncak serapan gugus aromatis pada bilangan gelombang 1435 dan 1458,9 cm-1. Hasil karakterisasi UV menunjukkan adanya pergeseran hipsokromik produk terhadap BHA dan BHT dan batokromik terhadap asam oleat. Hasil uji toksisitas asam oleat-BHA dan asam oleat-BHT terhadap larva Artemia salina L menunjukkan bahwa ester hasil sintesis tidak toksik yaitu dengan nilai LC50 yaitu 3370,91 (asam oleat-BHA) dan 1209,18 ppm (asam oleat-BHT). Nilai IC50 asam oleat-BHA yaitu 22,61 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan asam oleat-BHT sebesar 136,42 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang sedang. Uji antibakteri yang dilakukan menunjukkan bahwa asam oleat-BHA memiliki aktivitas yang lemah terhadap bakteri Escherichia coli dan tidak memiliki aktivitas terhadap Staphyloccocus aureus, sedangkan asam oleat-BHT tidak memilki aktivitas terhadap kedua bakteri tersebut.

In this study, the synthesis of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT esters was carried out using the Steglich esterification reaction. The product formed was purified using column chromatography. The results of the FTIR characterization of oleic acid-BHA showed absorption with the appearance of a new absorption peak that was unique to the ester, C=O at a wave number of 1738.9 cm-1 and an absorption peak of an aromatic group at a wave number of 1442 and 1457 cm-1. The formation of oleic acid-BHT was evidenced by the absorption peak of C=O ester at a wave number of 1742.2 cm-1 and an absorption peak of aromatic groups at wave numbers of 1435 and 1458.9 cm-1. The results of UV characterization showed a hypochromic shift of the product towards BHA and BHT and bathochromic to oleic acid. The results of the toxicity test of oleic acid-BHA and oleic acid-BHT on Artemia salina L larvae showed that the ester was non-toxic with LC50 values of 3370.91 ppm (oleic acid-BHA) and 1209.18 ppm (oleic acid-BHT). The IC50 value of oleic acid-BHA which is 22.61 ppm indicated high antioxidant activity and oleic acid-BHT of 136.42 ppm indicated moderate antioxidant activity. The antibacterial test performed showed that oleic acid-BHA had weak activity against Escherichia coli bacteria and no activity against Staphylococcus aureus. While oleic acid-BHT did not have activity against these two bacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
"ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.

ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi."
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>