Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108992 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Katuuk, Mario Esau
"Komplikasi kronis pada diabetes melitus berupa ulkus kaki diabetik dapat dicegah dengan melakukan perawatan kaki mandiri. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku perawatan kaki adalah efikasi diri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki pada individu dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan crossectional, melibatkan 74 individu dengan DMT2. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner karakteristik demografi, Foot Care Confidence Scale, Nottingham Assessment of Functional Footcare, dan pengetahuan perawatan kaki.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang bermakna antara efikasi diri dengan perilaku perawatan kaki (r = 0.303; p = 0.009). Hasil analisis multivariat didapatkan efikasi diri menjadi prediktor terhadap perilaku perawatan kaki setelah dikontrol oleh pengetahuan dan tingkat pendidikan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya upaya untuk memperbaiki perilaku perawatan kaki pada individu dengan DMT2 dengan meningkatkan efikasi diri menggunakan sumber-sumber efikasi diri yang ada.

Chronic complications of type 2 diabetes mellitus such as diabetes foot ulcer could be prevented by performing foot self care. Self efficacy is the most important role in foot care.
This study aims to investigate the relationship between self efficacy and foot care behavior.
This study was observational analytic with cross-sectional approach, recruited 74 people with type 2 diabetes mellitus using consecutive sampling method. Data collection was done using demographic questionnaire, Foot Care Confidence Scale, Nottingham Assessment of Functional Foot-care and diabetic foot self care knowledge.
The result showed that there was a positive relationship between self efficacy and foot care behavior (r = 0.303; p = 0.009). Multivariate analysis showed that self efficacy became a strong predictor of foot self care behavior along with knowledge and educational level.
In conclusion, it is needed to improve foot self care in people with type 2 diabetes mellitus through increasing self efficacy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handono Fatkhur Rahman
"Efikasi diri dan kepatuhan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat efikasi diri dan kepatuhan dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit di Jakarta.
Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional, dengan jumlah sampel 125 pasien DM tipe 2. Alat ukur yang digunakan adalah Diabetes Management Self-Efficacy (DMSES), the Diabetes Activities Questionare (TDAQ), dan Diabetes Quality Of Life (DQOL).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri (0,0005), dan kepatuhan (0,0005) berhubungan secara signifikan dengan kualitas hidup dengan variabel yang paling dominan adalah kepatuhan.
Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel efikasi diri, kepatuhan, tingkat pendidikan, dan depresi menentukan kualitas hidup pasien DM. Perlunya dikembangkan pengkajian dan intervensi keperawatan yang berfokus pada efikasi diri dan kepatuhan pasien DM tipe 2.

Self-efficacy and adherence are important factor in improving the quality of life of patients with type 2 diabetes. This study aimed to determine the relationship between self-efficacy and adherence to the quality of life of patients with type 2 diabetes mellitus in an outpatient unit of a Hospital in Jakarta.
This study was a cross-sectional, with sample of 125 patients with type 2 diabetes mellitus. The Diabetes Management Self- Efficacy (DMSES), the Diabetes Activities Questionare (TDAQ), and the Diabetes Quality of Life (DQOL) were employed as instruments.
The results showed that selfefficacy (0.0005), and adherence (0.0005) were significantly associated with quality of life and the most dominant variable is adherence.
Multivariate test results indicate that the variable self-efficacy, adherence, education level, and depression determines quality of life of diabetic patients. This study suggestsis the need fornursing assessment and interventions that focus on the self-efficacy and adherence diabetes mellitus patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Candra Citra Sari
"Penderita DM (diabetesi) tidak hanya kalangan lansia tetapi juga sudah banyak diderita oleh kalangan pada usia produktif. Permasalahan terkait dengan perawatan diri sering ditemukan pada diabetesi yang baru saja didiagnosa atau sudah lama didiagnosa DM. Beberapa hambatan yang terjadi pada diabetesi dalam melaksanakan perilaku peraatan diri yaitu keterbatasan dalam pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan menu, kekurangan informasi kurangnya aktivitas fisik, kepatuhan terhadap pengobatan yang rendan dan juga dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar yang minim.Pengendalian DM pada diabetesi sangata diperlukan untuk mengurangi komplikasi DM. Berdasarkan kondisi tersebut dikembangkan program GEPARI. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan perilaku perawatan diri para diabetesi. Metode yang digunakan yaitu studi kasus keluarga dan aggregate dewasa DM menggunakan pendekatan proses keluarga dan komunitas yang melibatkan 10 keluarga dan 34 diabetesi dewasa. Program ini didasarkan pada lima pilar pengendalian DM yaitu edukasi, manajemen nutrisi, aktivitas fisik, pengobatan dan juga pemeriksaan gula darah yang dilaksanakan selama 12 sesi. Evaluasi terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan dan tingkat kemandirian keluarga menggunakan kuesioner sedangkan gula darah sewaktu diukur menggunakan glucometer yang dilaksanakan sebelum dan sesudah pelaksanaan program GEPARI. Hasil implementasi didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan (p>0,05), penurunan glukosa darah sewaktu dan peningkatan kemandirian keluarga. Program GEPARI disarankan dapat dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan komunitas. 

People with DM (diabetes) are not only among the elderly but also have suffered by many people of productive age. Problems related to self-care are often found in people with diabetes who have just been diagnosed or have been diagnosed with diabetes for a long time. Some of the obstacles that occur in diabetes in carrying out self-care behavior are limitations in knowledge and skills in preparing menus, lack of information, lack of physical activity, low adherence to medication and also minimal support from family and the surrounding environment. reduce DM complications. Based on these conditions, the GEPARI program was developed. The aim of this program is to improve self-care behavior of diabetics. The method used is a family case study and aggregated adult DM using a family and community process approach involving 10 families and 34 adult diabetes. This program is based on the five pillars of DM control, namely education, nutrition management, physical activity, medication and also blood sugar checks which were carried out for 12 sessions. Evaluation of knowledge, attitudes and skills and level of family independence using a questionnaire, while blood sugar is measured using a glucometer which is carried out before and after the implementation of the GEPARI program. The results of the implementation showed that there was an increase in knowledge, attitudes and skills (p>0.05), a decrease in blood glucose and an increase in family independence. The GEPARI program is recommended to be implemented in community health services."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tumalun, Victor Larry Eduard
"Latar Belakang: Insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2) terus meningkat. Penurunan imunitas yang terjadi pada DMT2 dapat meningkatkan risiko infeksi. Kontrol gula darah yang baik bermanfaat dalam pengendalian infeksi dan pencegahan komplikasi makro dan mikrovaskuler tetapi penelitian yang melibatkan pasien DMT2 usia lanjut masih belum konklusif. Serial kasus ini dilakukan untuk melihat efektivitas kontrol gula darah terhadap kesintasan pasien DMT2 yang dirawat di rumah sakit, dan untuk implementasi tatalaksana nutrisi sesuai kebutuhan dan kondisi klinis pasien.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berusia antara 47 ? 65 tahun. Penyulit infeksi pada keempat pasien ini yaitu gangren diabetikum, selulitis, dan sepsis dengan infeksi paru dan infeksi saluran kemih. Tatalaksana nutrisi pasien dilakukan sesuai dengan rekomendasi American Diabetes Association dan Therapeutic Lifestyle Changes disesuaikan dengan kondisi klinis dan toleransi pasien. Perhitungan kebutuhan nutrisi menggunakan rekomendasi untuk perawatan pasien sakit kritis bagi pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU), dan menggunakan perhitungan dengan formula Harris-Benedict bagi yang dirawat di ruangan dengan faktor stres sesuai derajat hipermetabolisme pasien. Pasien dipantau selama 7 ? 11 hari. Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga selama perawatan dan saat akan pulang.
Hasil: Dalam pemantauan, tiga pasien menunjukkan perbaikan klinis, toleransi asupan, dan laboratorium, dan dapat dipulangkan, sedangkan satu pasien meninggal dunia.
Kesimpulan: Kontrol gula darah, asupan nutrisi yang adekuat, dan edukasi yang sesuai, dapat meningkatkan kesintasan pasien DMT2 dengan penyulit infeksi yang dirawat di rumah sakit.

Background: The incidence and prevalence of type 2 diabetes mellitus (T2DM) is increasing. Immune disfunction in T2DM patient may increase the risk of infection. The appropriate blood glucose control has a benefit in infection control and macro and microvascular complication prevention. The Studies of glycaemic control included older patients did not find convincing evidence. The aim of this case series is to assess the association between glycaemic control and clinical outcome of hospitalized T2DM patient with comorbid infection, and to provide appropriate nutrition therapy based on individual nutrition needs.
Method: Patients in this case series were between 47 - 65 years old. There of those patients were diagnosed T2DM with comorbid gangrenous diabeticum, cellulitis, and sepsis with lung infection and urinary tract infection. Two patients need intensive care in ICU, and another patients in the ward. Two patients received nutrition therapy as critically ill condition, and the rest as American Diabetic Association recommendation, with basal calorie requirement were calculated using Harris-Benedict formula and stress factor suitable for metabolic changes. Monitoring was done for 7 - 11 days. Education was done for the patient and family during hospitalization and discharge planning.
Results: Three patients showed the improvement of clinical conditions, intake tolerance, and laboratory results, whatever one patient was pass away.
Conclusion: Glycaemic control, adequate nutrition intake, and intensive education, may improve survival rate in hospitalized T2DM patient with infection as comorbid.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutami Lestyo Rahayu
"Masyarakat perkotaan memiliki pola hidup yang mengutamakan kemudahan dalam banyak kegiatan. Pola hidup yang mencerminkan hal tersebut seperti dalam pengkonsumsian makanan atau minuman cepat saji dan aktifitas fisik yang rendah. Pola hidup seperti yang telah dijelaskan dapat memicu terjadinya peningkatan faktor risiko penyebab diabetes mellitus tipe 2. Lamanya proses perawatan pada klien yang telah mengalami komplikasi, dapat memicu terjadinya masalah psikososial seperti ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang tentang kegiatannya atau tindakan yang dilakukan tidak akan mempengaruhi apapun. Intervensi yang dapat dilakukan pada klien dengan ketidakberdayaan seperti menanamkan pikiran positif, dan melatih afirmasi positif. Intervensi yang dilakukan pada klien dapat mengontrol ketidakberdayaan yang dialami.

Urban people have a lifestyle that focuses on ease, such as the consumption of fast food or drinks high carbohydrate and low physical activity. This life style can lead to an increase in risk factors associated with type 2 diabetes mellitus. The length of the treatment process in clients with complications can lead to psychosocial problems such as powerlessness. Powerlessness is one's perception of its activities or actions do not affect anything. Interventions that can be performed on the client with the powerlessness such as practice of positive thinking and positive affirmations. Interventions were performed on the client can control the powerlessness experienced."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Irene Hendrata
"Latar Belakang: Prevalensi Diabetes Melitus (DM) tipe 2 cenderung meningkat di seluruh dunia dan keteraturan pengobatan masih menjadi masalah hingga saat ini. Penelitian terdahulu menemukan bahwa terdapat hubungan antara temperamen dengan kontrol glukosa namun belum banyak penelitian yang membahas hal ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara temperamen dengan terkontrol atau tidak terkontrolnya DM tipe 2.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling pada 110 penyandang DM tipe 2 di Poliklinik Metabolik Endokrin RSCM selama bulan Agustus-Desember 2015. Responden dikelompokkan menjadi penyandang DM terkontrol atau DM tidak terkontrol berdasarkan hasil laboratorium HbA1c terakhir. Responden mengisi kuesioner Modified-Temperament and Character Inventory versi bahasa Indonesia.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa skor temperamen harm avoidance, novelty seeking, dan reward dependence tidak berhubungan bermakna dengan terkontrol atau tidak terkontrolnya DM tipe 2.
Simpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara temperamen dengan pengendalian kadar HbA1c pada penyandang DM tipe 2.

Background: Prevalence on type 2 Diabetes Mellitus (DM) tend to increase across the world and regulating treatment still being one of the matters to be discussed until recently. Previous research had found that there are correlations between temperament with glucose control but with limited study on that area. This research aim to qualify the relationship between temperament to controllable or uncontrollable type 2 DM.
Method: This research is a cross sectional sampling method. Sampling conducted with consecutive sampling on 110 respondents with type 2 DM in RSCM Metabolism Endocrine Polyclinic, sampling was done between August to December 2015. Respondents are grouped to two different groups which is controllable DM and uncontrollable DM based on last HbA1c laboratory results. Respondents were requested to fill up Modified-Temperament and Character Inventory questionnaire in Bahasa Indonesia.
Results: Result on this research indicates that temperament score in harm avoidance, novelty seeking, and reward dependence are unrelated with whether Type 2 DM being controllable or uncontrollable.
Conclusion: Absent of significant relation between temperament and HbA1c level control in type 2 DM patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Bredly Musa
"Hingga saat ini, belum ada penanda biologis yang menggambarkan kondisi penyakit ginjal kronik (PGK) akibat diabetes melitus (DM) sejak dini. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio albumin kreatinin urin (Urine Albumin Creatinine Ratio, UACR) dengan laju filtrasi glomerulus yang diestimasi (estimated Glomerular Filtration Rate, eGFR) sebagai penanda gangguan fungsi ginjal pada pasien DM tipe 2 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel urin dan serum diambil dari 18 subjek sehat dan 10 pasien DM tipe 2. Metode spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar albumin urin, kreatinin urin dan kreatinin serum. Data lain diperoleh dari kuesioner.
Hasilnya, nilai eGFR pasien DM (68,85 ± 15,36 (Cockroft); 73,94 ± 16,30 (CKD-EPI)) lebih rendah dibandingkan dengan subjek sehat (90,51 ± 15,69, p < 0,01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), sedangkan nilai UACR pasien DM (314,99 ± 494,92) lebih tinggi dibandingkan dengan subjek sehat (0,48 ± 0,75, p < 0,01). Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara UACR dengan eGFR pasien DM.

Until now, no biological marker that describes the condition of chronic kidney disease (CKD) due to diabetes mellitus (DM) from the outset. This study aimed to determine the relationship between urine albumin creatinine ratio (UACR) with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) as a marker of renal dysfunction at type 2 diabetes mellitus patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Urine and serum samples taken from 18 healthy subjects and 10 type 2 diabetic patients. Spectrophotometric methods used to measure levels of urinary albumin, urinary creatinine and serum creatinine. Other data obtained from questionnaires.
Results, eGFR values were lower in DM patients (68.85 ± 15.36 (Cockroft); 73.94 ± 16.30 (CKD-EPI)) compared with healthy subjects (90.51 ± 15.69, p < 0.01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), while the value of UACR in DM patients (314.99 ± 494.92) was higher than healthy subjects (0.48 ± 0.75, p < 0.01). However, there was no significant correlation between UACR with eGFR of DM patients.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42858
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rinda Apriani
"Latar Belakang.Pengetahuan dan perilaku perawatan kaki secara mandiri merupakan dasar yang harus dimiliki oleh pasien diabetes melitus. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian edukasi perawatan kaki melalui aplikasi diary monitoring terhadap pengetahuan dan perilaku perawatan kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2. Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan pendekatan pre-post test dengan kelompok kontrol. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 responden yang dibagi menjadi 36 respoden kelompok intervensi dan 36 responden kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan perlakuan edukasi standar RS dan pemberian aplikasi diary monitoring perawatan kaki (penginstalan, penjelasan penggunaan), sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan edukasi standar RS (leaflet). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan rerata selisih skor tingkat pengetahuan perawatan kaki antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol p value 0,003 (<0,05), ada perbedaan yang signifikan rerata selisih skor perilaku perawatan kaki antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol p value 0,000 (<0,05). Aplikasi diary monitoring diharapkan dapat diterapkan pada pasien secara mandiri dan mudah dilakukan di rumah agar dapat meningkatan pengetahuan dan perilaku perawatan kaki pada pasien DM tipe 2.

Background.Knowledge and behavior of independent foot care are supposed to be the fundamental owned by diabetes mellitus patients. Objective this study aims to determine the effectiveness of providing foot care education through a diary monitoring application on knowledge and foot care behavior in type 2 diabetes mellitus patients. Methods uses a quasi-experimental approach with a pre-post test approach with a control group. The sample in this study consisted of 72 respondents who were divided into 36 respondents in the intervention group and 36 respondents in the control group. The intervention group was given standard hospital educational treatment and the foot care diary monitoring application (installation, explanation of use), while the control group was only given standard hospital education (leaflets). Results of this study show that there is a significant difference in the mean difference in foot care knowledge level scores between the intervention group and the control group p value 0.003 (<0.05), there is a significant difference in the mean difference in foot care behavior scores between the intervention group and the control group p value 0.000 (<0.05). It is hoped that the diary monitoring application can be applied to patients independently and is easy to do at home in order to increase knowledge and foot care behavior in type 2 DM patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Tri Juli Edi
"Latar belakang: Hipomagnesemia berhubungan dengan kejadian pre-diabetes, konversi ke diabetes tipe 2 dan juga komplikasi kronik diabetes, termasuk albuminuria. Hasil studi hubungan antara kadar magnesium dengan kejadian albuminuria pada diabetes melitus tipe 2 masih kontroversial. Untuk itu perlu dilakukan penelitian hubungan tersebut.
Metode: Potong lintang dengan consecutive sampling pada pasien DM tipe 2 yang sudah terdiagnosis nefropati diabetes. Dilakukan anamnesis faktor risiko, pemeriksaan fisik, kadar magnesium, albumine creatinine ratio dan A1C.
Hasil: Tiga puluh delapan subjek ikut dalam penelitian yang sebagian besar berusia lebih 50 tahun dan memiliki kontrol glikemik yang buruk (81,6%). Pada subjek penelitian yang memiliki kadar Mg <1,7 mg/dl 80% mengalami albuminuria, sementara subjek yang memiliki kadar Mg ≥ 1,7 mg/dl didapat 63,6% subjek penelitian yang mengalami albuminuria. Pada penelitian ini didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,006 yang menunjukkan hubungan yang lemah antara kadar magnesium dalam darah dengan albuminuria.
Kesimpulan: Secara statistik tidak ditemukan korelasi antara kadar magnesium dengan albuminuria.

Background: Hypomagnesemia associated with occurance of prediabetes, convertion to type 2 diabetes and also chronic complication of diabetes, including albuminuria. Studies that look for correlation magnesium concentration with albuminuria in type 2 diabetes still controvensial that?s why we need to do this research.
Method: Cross sectional study done in type 2 diabetes who have been diagnosed with nephropathy. Correlation Pearson test used to prove correlation between magnesium level with albuminuria.
Result: Thirty eight subjects follow this study, majority of them age more than 50 years old, mostly having bad glycemic control (81,6%).There are 80 % subject with hypomagnesemia (Mg <1,7 mg/dl) suffered from albuminuria while subject with normomagnesia (Mg ≥ 1.7 mg/dl) only 63.6% suffered from albuminuria. This study result in no correlation between magnesium level in type 2 diabetes.
Conclusion: No correlation between serum magnesium concentration with albuminuria.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farissa Luthfia
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tersering diseluruh dunia dengan diabetes mellitus tipe 2 sebagai penyebab tersering, mekanisme yang mendasari adalah adanya peningkatan kolesterol LDL pada keadaan diabetes melitus tipe 2 sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis. PCSK9 adalah regulator reseptor LDL utama dan prediktor kuat aterosklerosis. Studi mengenai hubungan kadar PCSK9 dengan aterosklerosis pada pasien DM tipe 2 telah tersedia namun bersifat inkonsisten sehingga perlu dilakukan sebuah telaah sistematis. Penelusuran literatur dilakukan melalui Pubmed, Scopus, CINAHL, Proquest, Global index mediscus, perpustakaan Universitas Indonesia dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, studi tambahan didapatkan melalui penulusuran daftar pustaka pada studi yang tersaring. Telaah sistematis dilakukan oleh dua penilai secara independen pada studi observasional dengan terminologi pencarian: PCSK9, type 2 diabetes mellitus. Didapatkan 4 studi yang memenuhi kriteria. Berdasarkan penilaian risiko bias, 3 studi memiliki kualitas tinggi sementara 1 studi memiliki kualitas sedang. Dari 4 studi yang digunakan, didapatkan 1 studi dengan desain kohort dan 3 studi dengan desain potong lintang. Dilakukan telaah naratif pada ke-empat studi tersebut. Dua studi menunjukan adanya hubungan antara PCSK9 dengan aterosklerosis pada DM tipe 2, dengan nilai OR: 1,12 (IK 95% 1,041-1,204), p: 0,002 pada penelitian oleh Guo, dkk serta p <0,05 oleh penelitian dari Ma, dkk. Dua studi lainnya melaporkan adanya hubungan PCSK9 dengan aterosklerosis namun pada pasien DM tipe 2 berdasarkan penilaian subanalisa tidak ditemukan hubungan. Berdasarkan telaah sistematis ini, belum didapatkan adanya bukti yang kuat untuk menggambarkan hubungan antara PCSK9 dengan aterosklerosis pada DM tipe 2.

Type 2 diabetes melitus is one of the leading causes of cardiovascular event with high level of low density lipoprotein as the main predictor marker of atherosclerosis. PCSK9 is playing a role in LDL-receptor regulation, its association with atherosclerosis in type 2 DM had been investigated but the result is inconsistent. The aim of this study is to see an association of PCSK9 level with atherosclerosis in Type 2 diabetes patient. Literature searching was made through Pubmed, Scopus, CINAHL, Proquest, Global index mediscus, Universitas Indonesia library and national library of Republic of Indonesia, and several national digital libraries with search terms: PCSK9 and Type 2 Diabetes Mellitus. There are 3 cross-sectional studies and 1 cohort study found through literature searching. According to risk of bias assessment that reviewed by two reviewers independently, 3 of the studies found were classified as a high quality study while 1 study was classified as a moderate study. All the studies narratively reviewed. Two studies showed that there is an association between PCSK9 and atherosclerosis in Type 2 DM with OR: 1.12 (IK 95% 1,041-1,204), p: 0,002 (Guo, et al) and p < 0,05 (Ma, et al), while two others showed that PCSK9 is associated with atherosclerosis but not in type 2 DM by subanalytic analysis. There’s still insufficient evidence that show the association between PCSK9 level and atherosclerosis in type 2 DM."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>