Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130886 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frisca Anindhita
"ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan peran unit PPA di Polres Metro Jakarta Utara dan
Jakarta Selatan serta tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam penanganan
kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara terstruktur, observasi dan
studi literatur. Hasilnya adalah unit PPA membagi kategori layanannya menjadi
dua yaitu proses pelayanan korban dan penyelesaian kasus. Faktor-faktor yang
menghambat berasal dari internal korban, eksternal korban dan internal organsiasi
kepolisian. Rekomendasi yang diberikan adalah memperbanyak jumlah polwan
yang berkualitas dan responsif gender, menambah jumlah unit PPA hingga
tingkatan Polsek untuk memaksimalkan jangkauan pelaporan kasus.

ABSTRACT
This research describes the role of PPA in North and South Jakarta Resort Police
and identify the obstacles and challenges in handling cases of violence against
women. This research used qualitative methods and utilized structured interviews
and observations for data collection. Results show that the PPA divides its
services into two categories, services for the victims and completion of the case.
Inhibiting factors originate internally and externally in the victim, and internally
within the police. Recruiting more qualified and gender responsive policewomen
and add more PPA units on the sub-district level is recommended."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangesti Dimas Tri Purnami
"Skripsi ini membahas tentang multiple victimization perempuan korban KDRT yang menjalani proses hukum (pidana dan perceraian). Penelitian dilakukan dengan melihat bagaimana viktimisasi terjadi di tiga ranah kehidupan perempuan, yaitu viktimisasi ranah domestik, ranah hukum, dan ranah sosial masyarakat (pasca keseluruhan proses hukum) dengan menggunakan teori feminis hukum yang menjelaskan bahwa gender berpengaruh terhadap ketidakadilan hukum yang dialami perempuan, dan feminis radikal yang menjelaskan bahwa opresi terhadap perempuan terjadi di hampir keseluruhan hidup perempuan. Dua orang perempuan korban KDRT yang menjalani proses hukum menjadi subjek penelitian yang pengalamannya digunakan untuk melihat bagaimana multiple victimization pada perempuan korban KDRT yang menjalani proses hukum adalah sebuah bentuk opresi terhadap perempuan.
This thesis studying about multiple victimization on women who become a victim on domestic violence who through on law process (criminal law and divorce). Research conducted by looking how victimization occurred in three domain of women life, domestic sphere, the legal sphere, and social aspect of the community (after the whole process of law). Using the feminist legal theories that explain about how gender affect the legal injustices experienced by women, and radical feminists where explain that the oppression of women occurs almost the entire life of women. Two women as a victim of domestic violence who undergo the legal process is the subject of research whose experiences are used to analyze this research. Critical approach is used to see how multiple victimization of women victim of domestic violence who through the legal process is a form of oppression of women."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saptadi Agung Priharyanto
"Tesis ini meneliti tentang pendampingan dan penegakan hukum kasus KDRT. Korban KDRT membutuhkan pendampingan karena ketahanan individunya terganggu. Maka akan memberi pengaruh terhadap ketahanan keluarga, ketahanan lingkungan, ketahanan masyarakat dan ketahanan nasional. Secara normatif pendampingan korban KDRT yang merupakan pemenuhan hak-hak korban telah diupayakan secara maksimal sehingga penanganan menjadi lebih optimal. Dalam prakteknya pendampingan korban kasus KDRT itu terdapat kendala.
Penelitian kualitatif ini dengan pendekatan deskriptif analisis. Metodologi dengan wawancara mendalam dengan berpedoman dimana penulis menyembunyikan peran berharap agar mendapat informasi yang lebih banyak dari informan dengan fenomenologi data primer dan data sekunder. Data primer dari wawancara mendalam berpedoman dengan 4 (empat) tempat studi kasus yaitu di LBH APIK, P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, Bareskrim Polri dan Polres Metro Jakarta Timur. Sedangkan data sekunder dari berbagai literatur, baik berupa buku, artikel surat kabar, leaflet, internet.
Penelitian ini memfokuskan penegakan hukum dan pendampingan korban KDRT. Dan untuk pendampingan korban KDRT karena merupakan kasus yang spesifik tidak seperti kasus-kasus lain memerlukan penguatan, pemulihan dan pemberdayaan. Untuk kendala dalam hal ini pelaku kasus KDRT tidak ditahan menjadikan korban ketakutan. Adanya perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum dalam hal ini polisi dengan korban KDRT, sehingga proses hukum terhambat. Di Kepolisian kasus KDRT dianggap sebagai kasus rumah tangga diselesaikan secara non ligitasi (solusi damai saja). Pertanyaan di pihak Kepolisian menyudutkan korban. Maka peluang terjadinya kasus KDRT adalah dengan tidak ditahannya pelaku ancaman tindak kekerasan akan kembali muncul lagi, yang mengancam keselamatan korban. Solusi damai tidak cukup untuk menangani kasus KDRT berpeluang kondisi psikis mengalami trauma menjadi-jadi mengingat pengalaman kekerasan yang dialami, Pertanyaan yang menyudutkan akan menjadikan korban tidak percaya diri dan tidak mau memakai jalur hukum dengan berbagai alasan.

This thesis examines the law enforcement and assistance in the domestic violence (KDRT) cases. The domestic violence victims need assistance because their individual resistance is disturbed so it will give an influence on family resilience, environmental sustainability, community and national resilience. Normatively the assistance of domestic violence victims that represent the fulfillment of the rights of victims have been pursued maximally so that the handling becomes more optimal. In practice, there are many constraints in assisting the domestic violence victim cases.
This qualitative research represents descriptive analysis approach with methodology of in-depth interviews in which the author undercover his role on hoping in order to obtain more information from informants with the phenomenology of primary data and secondary data. The primary data of the in-depth interviews are guided with 4 (four) places of case studies namely at LBH APIK, P2TP2A of DKI Jakarta Province, National Police Criminal Investigation (Bareskrim Polri) and Polres Metro Jakarta Timur while the secondary data are from various literature, in the form of books, newspaper articles, leaflets, and Internet.
This study focused on the law enforcement and assistance to the domestic violence victims. The assistance to the domestic violence victims is a specific case, not like other cases that require reinforcement, recovery, and empowerment. The constraint in this case is that the doers are not arrested so that the victims of domestic violence become afraid. The different perception between law enforcement officers in this case the police and victims of domestic violence cause the legal process hampered. In the police, the domestic violence cases are considered as household affair that should be resolved in non-litigation (peaceful solution only). The questions by the police are cornering the victims. Thus, the chances of domestic violence cases, because the doers are not arrested, the threats of violence will be repeated, that threaten the safety of the victim. Peaceful solution is not sufficient to handle domestic violence cases since it is likely that psychic condition will get trauma, due to the violence that they experienced. The cornering questions will make the victims have no self-confidence and do not want to take legal action with a variety of reasons.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29672
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sabilla Tri Ananda
"Penelitian ini menganalisisbagaimanakekerasan simbolik terjadi melalui komentar di Instagram dengan menggunakan metode semioika Barthes. Kekerasan simbolik terjadi dalam pemaksaan nilai-nilai yang diangap ideal dalam suatu kelompok tertentu. Teks yang dipertukarkan dalam Instagram ditempatkan sebagai norma pembenar dengan memanfaatkan otoritas seperti kitab suci agama Islam, untuk mengatur bagaimana cara perempuan berpakaian. Mitos yang disosialisasikan dalam arena Instagram adalah bagaimana penanda nilai moralitas seorang perempuan dapat diamati melalui pakaian yang dikenakannya dan mitos perempuan sebagai pemicu hasrat seksual serta mitos ibuisme. Mimikri terjadi dalam bentuk peniruan terhadap karakter maskulin ketika perempuan yang melakukan kekerasan simbolik mencoba berdiri sebagai subjek dengan cara mendominasi perempuan lainnya.

This research analayze how symbolic violence happens through Instagram. Using Rholand Barthes semiotic as methode, research foound that symbolic violence happens thorugh the the coercion of value ideals that believed by majority. Text legitimized by trustworthy authorithy such as holly book of Islam. Those who utterthe power words exert to controlling other’s way of dressing. Myths that socialized through Isntagram are women’s moral judgement based on their way of dressing myth, women as a trigger of sexual harrasment myth and ibuisme myth. Mimikri take a form ini mimickin gmasculinity values.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kalyanamitra (Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan), 2005
364.1 KAL k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pepi Hendrya
"Kekerasan terhadap perempuan khususnya dalam rumah tangga (KDRT) memberikan dampak yang sangat merugikan kaum perempuan, baik dari segi fisik, psikis maupun sosial korban. Dampak psikologis yang dominan dirasakan oleh perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga adalah timbulnya PTSD (Post-Traumatic Strees Disorder), seperti: stres, depresi, Dampak jangka pendek (rasa marah, terhina, kehilangan nafsu makan, susah tidur, turun berat badan), rasa tidak berdaya, sering menangis dan berbagai gangguan psikologis lainnya. Dalam hal ini jelas terlihat bahwa KDRT memberikan dampak yang sangat mengganggu pada Ketahanan Individu seorang perempuan yang menjadi korban KDRT hingga beberapa diantaranya berdampak pada keinginan untuk bunuh diri. P2TP2A DKI Jakarta memberikan berbagai pelayanan, salah satunya di bidang pemberdayaan psikologis perempuan korban KDRT agar terciptanya Ketahanan Individu yang lebih baik dengan cara melakukan pendampingan psikologis, advokasi, informasi, mediasi serta rujukan ke rumah aman (Shelter).
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan studi dokumentasi, dimana informannya adalah lima orang Perempuan korban KDRT dan tiga orang Petugas Pendamping/Konselor dan Psikolog yang bertugas pada Lembaga P2TP2A DKI Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang paling banyak ditemui adalah kekerasan ganda (fisik,psikis, seksual & ekonomi), yang berdampak buruk pada kondisi fisik dan psikis korban sehingga akhirnya akan mengganggu Ketahanan Individu korban.
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk pemberdayaan psikologis yang dilakukan oleh Psikolog yang bertugas di P2TP2A DKI Jakarta adalah dengan cara memberikan konseling psikologis, membentuk kelompok dukungan (support group) dan rujukan ke rumah aman (Shelter). Pemberdayaan psikologis yang dilakukan oleh P2TP2A ini bermanfaat dalam mendukung dan membantu korban agar kembali berdaya dan tidak terpuruk dalam kekerasan sehingga mampu bangkit dan menggunakan kembali mekanisme psikologiknya secara optimal dalam rangka menanggulangi permasalahan yang dimilikinya sebagai proses menuju Ketahanan Individu yang lebih baik agar dapat berpartisipasi di segala bidang kehidupan khususnya dan Pembangunan Nasional pada umumnya.

Domestic violence against women has resulted in considerable detriment to them of physical, psychological and social disadvantages. The most dominating psychological effect occurs to women due to the abuse in their domestic situation which causes Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). This can cause stress and depression. The short-term consequences appear in the form of anger, feeling humiliated, loss of appetite, sleep disorder, losing weight, powerlessness, feeling sorrow as well as other psychological matters. It becomes obvious that domestic violence has attributed to women's individual resilience in the way of their roles in society and the worst case scenario is that some women even attempt suicide. The P2TP2A DKI Jakarta provides assistance in the form of counseling. One of the skills taught is self-empowerment of abused-women. This should assist them with being able to get on their feet. The victimized women will be assisted to gain their resilience through psychological support, advice, information, mediation and access to shelter.
The research method that was used to gain information consisted of a qualitative approach using in-depth interviews, observations, and library research. The subjects were five victimized-women suffering from domestic violence and the counselor as well as psychiatrist who worked at P2PT2A Institution DKI Jakarta. The research found that multi-forms of violence were common involved physical, psychological and sexual abuses as well as economic reasons. Those abusive matters leave unbearable consequences on the victims both physical and mentality and finally disturb the victims individual resilience.
Based on the research, the psychiatrist at P2TP2A DKI Jakarta have suggested that counseling, establishing support groups and shelters are the best forms of psychological empowerment. The psychological empowerment is useful in support and helping the victims to regain their capabilities so they are to get on their feet. They are supposed to reconnect their psychological mechanisms to optimum level to assist in coping with the problems they face. Having achieved the better individual resilience, they will be able to participate in their social life in particular and generally in the National Development.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T29670
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Noorjannah Shomad
"Tragedi Tanjung Priok telah berlangsung 20 tahun silam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyclesaikan kasus tersebut. Tidak sedikit usaha-usaha yang telah dilakukan oleh para korban untuk mencari keadilan, namun saat Orde Baru masih berkuasa, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Usaha-usaha yang mereka lakukan sepertinya terbentur tembok yang sangat kokoh yang sangat sulit bagi mereka untuk menembusnya. Lalu kemudian jatuhnya Ordc Baru memberi titik terang untuk mencari keadilan karena pintu-pintu keadilan itu telah dibuka. Lalu yang menarik bagi peneliti kenapa ketika pintu-pintu keadilan itu mulai terbuka, tapi justru para korban menempuh cara Islah yang berarti mereka rela melepas para tersangka yang telah membuat mereka menderita, bebas begitu saja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian secara deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (depth interview) Data didapatkan dari beberapa sumber seperti wawancara terhadap korban langsung maupun tidak langsung (keluarga Korban) kasus Tanjung Priok, aparat yang terlibat pada tragedi tersebut, dokumen-dokumen yang terkait dalam Kasus Tanjung Priok serta sumber-sumber lainnya.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dipilihnya Islah atau rekonsiliasi sebagai jalan untuk menyelesaikan kasus Tanjung Priok 1984, karena ada beberapa faktor determinan. Pertama, faktor politik hal ini terkait dengan kedudukan para tersangka yang merasa tidak aman dengan semangat reformasi pasta jatuhnya Orde Baru. Kcmudian faktor berikutnya, faktor ini terkait dengan para korban maupun keluarga korban Tragedi Tanjung Priok. Mereka melakukan Islah karena merasa sangat lelah dan sudah capek untuk memperjuangkan keadilan yang tak kunjung tiba. disamping itu ada keinginan untuk mengurangi beban bangsa ini dengan mereka melakukan Islah. Kcmudian faktor berikutnya adalah faktor ekonomi. Di mana secara ekonomis para korban maupun keluarga korban sangat kesulitan. sehingga ketika ada tawaran Islah, mereka tidak bisa menolaknya, apalagi dengan iming-iming kompensasi yang menggiurkan. Dan ternyata uang sekali lagi menjadi raja, sekaligus menjadi penentu termasuk pada kasus Islah Tanjung Priok ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akbar
"Sebagai negara yang menandatangani Deklarasi Umum PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 pemerintah Indonesia berkewajiban mengikuti berbagai mekanisme HAM Internasional. Salah satunya, Indonesia telah menyampaikan laporan dalam Universal Periodic Review 3rd Cycle, dalam laporan tersebut terdapat diskursus yang dibawa oleh pemerintah. Banyak diskursus yang dibawa oleh pemerintah, salah satunya adalah diskursus kekerasan terhadap anak yang berasal dari teks yang biasa disebut sebagai kekerasan diskursif. Berdasarkan konstitutif kriminologi wacana kekerasan dibangun melalui kontrol ideologi dan reproduksi diskursus, praktik diskursif, membangun realitas melalui dominasi legal dan membangun klaim. Proses konstruksi diskursus dianalisis menggunakan metode analisis wacana kritis. Wacana kekerasan yang dibangun merupakan pelanggaran HAM dan state crime, menggunakan pemikiran kriminologi kritis diskursus tersebut dianalisis sebagai sebuah kejahatan. Kekerasan diskursif tersebut dibangun dalam suatu struktur sosial di masyarakat sehingga dapat dilihat sebagai suatu kekerasan struktural.

As a party to the UN Delcaration on Human Rights in 1948 the Indonesian government is obliged to follow international human rights mechanisms. One of them, Indonesia has submitted a report in the Universal Periodic Review 3rd Cycle, in the report there are discourses brought by the government, one of the discourses is discourse of violence against Childrens derived from the text commonly referred as discursive violence. Based on constitutive criminology the discourse of violence is established through the control of the ideology and reproduction of discourse, discursive practice, building reality through legal domination and establishing claims. The discourse construction process is analyzed using critical discourse analysis methods. The violent discourse that is built is a violation of human rights and state crimes, using critical criminological thinking the discourse is analyzed as a crime. Such discursive violence is built in a social structure in society so it can be seen as a structural violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atu Karomah
"Jawara merupakan salah satu dari entitas dari masyarakat Banten yang cukup terkenal. Ia dikenal bukan saja karena pengaruh kharismanya yang melewati batas-batas geografis, tetapi juga budaya kekerasan yang melekat padanya. Sehingga ia dikenal sebagai subculture of violence dalam masyarakat Banten.
Sebagai subkultur kekerasan, jawara memiliki motif-motif tertcntu dalam melakukan kekerasan. Mereka pun mengembangkan gaya bahasa atau tutur kata yang khas, yang terkesan sangat kasar (sompral) dan penampilan diri yang berbeda dari mayoritas masyarakat. seperti berpakaian hitam dan memakai senjata golok.
Kekerasan yang dilakukan jawara pada umumnya dimaknai oleh yang bersangkutan sebagai upaya pembelaan terhadap orang yang dipandang melakukan pelecehan harga diri yang menyebabkan yang bersangkutan merasa malu. Pelecehan terhadap harga diri diinterpretasikan oleh kalangan jawara sebagai pelecehan terhadap kapasitas dan kapabilitas diri dan ini sangat terkait dengan peran dan status sosial di masyarakat. Karena itu pelecehan terhadap harga diri dipahami sebagai pelecehan terhadap peran dan statusnya di masyarakat.
Batasan tentang pelecehkan harga diri itu memang tidak tegas karena itu sering dinterpretasikan secara subyektif oleh pelakunya. Sehingga yang menyebabkan kasus pelecehan harga diri itu berbagai macam seperti tuduhan pencurian, gangguan terhadap istri atau pacar, balas dendam atau kekalahan dalani politik desa atau persaingan bisnis. Dalam konteks ini kekerasan yang dilakukan jawara memang sangat terkait denngan "konstruksi maskulinitas" dalam budaya masyarakat.
Kekerasan yang dilakukan jawara selain sebagai sarana untuk mempcrtahankan harga diri, kekerasan juga dipandang sebagai alat untuk meraih posisi atau status sosial lebih tinggi sebagai seorang jawara yang disegani dalam lingkungan komunitas mereka. Sehingga mereka biasa menjadi pimpinan jawara (bapak buah) dengan memiliki sejumlah pengikut (anak buah). Bahkan dengan posisi dan status sosial ini mereka pula dapat meraih kedudukan formal dalam lingkungan institusi formal seperti menjadi jaro, kepala desa, bahkan untuk menjadi bupati atau wali kota.
Mendapat gelar sebagai seorang jawara yang disegani merupakan kebanggaan tersendiri bagi yang menyandangnya. Karena dengan gelar tersebut, ia bisa menaikan posisi tawarnya ketika berhubungan dengan pihak lain. Ia bisa mendesakan segala keinginan baik secara halus maupun dengan kekerasan. Oleh karena itu dalam konsep kebudayaan diantaranya mengenai sistem komunikasi, kekerasan yang dilakukan jawara dianggap sebagai sarana untuk mengkomunikasi simbol-simbol tentang sikap dan perilaku pada lingkungan kerabat dan lingkungan sosialnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Marsana Windhu
Yogyakarta: Kanisius, 1992
303.6 MAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>