Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maulana Putra
"Penelitian ini berfokus pada dampak kebijakan luar negeri terhadap identitas kolektif suatu negara dengan menggunakan disain penelitian studi kasus dimana kasus yang digunakan adalah hubungan internasional di Semenanjung Korea. Analisis dilakukan melalui dua tahap: (1) analisis pada kebijakan luar negeri yang berfokus pada hasil kebijakan luar negeri, (2) analisis yang menjelaskan hasil kebijakan luar negeri pada empat aspek identitas kolektif: ketergantungan, kesenasiban, keseragaman, dan ketahanan diri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kebijakan Trust Building Process Korea Selatan dan kebijakan denuklirisasi Amerika Serikat serta Tiongkok terhadap Korea Utara mempunyai pengaruh pada identitas kolektif Korea Selatan.

This study focuses on the impact of foreign policies toward a state?s collective identity. The study was conducted by implementing a case study design which used international relation in Korea peninsula as the main case. The data of the study was analyzed in two phases: first, analysis focused on the outcomes of South Korea's, China?s, and the U.S.? foreign policies and, second, analysis on the results of the foreign policies in four aspects of collective identity, which are interdependence, common fate, homogeneity, and self-restrain. Eventually, the study concludes that South Korea's Trust Building Process policy, as well as the U.S.? and China?s denuclearization policy toward North Korea had an influence on South Korea?s collective identity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Maria Renata
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap masalah nuklir Korea Utara, khususnya pada masa pemerintahan Clinton kedua dengan implementasi Kerangka Kesepakatan. Dalam hal ini, penulis ingin melihat bagaimana faktor eksternal, yakni dinamika politik keamanan di Semenanjung Korea dan faktor internal, yakni sikap Kongres AS terhadap isu nuklir Korea Utara mempengaruhi kebijakan luar negeri Clinton.
AS mempunyai kepentingan untuk mempertahankan wilayah Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Kapabilitas nuklir Korea Utara tidak hanya membahayakan kawasan regional dengan adanya kemungkinan perlombaan nuklir di Asia Timur; tetapi juga membahayakan rejim non-proliferasi internasional.
Pembahasan permasalahan tesis ini dilakukan secara deskriptif-analitis dengan menggunakan berbagai kerangka pemikiran : Russet dan Starr mengenai konsep kebijakan luar negeri; pemikiran Holsti mengenai pengaruh lingkungan internal dan eksternal terhadap implementasi kebijakan luar negeri; dan pemikiran Kegly dan Wittkopf mengenai peranan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri AS.
Hasil dan penelitian bahwa kebijakan luar negeri AS adalah mempertahankan kawasan Semenanjung Korea yang bebas nuklir dengan upaya meminimalisir ancaman yang ditimbulkan dengan keberadaan kapabilitas nuklir Korea Utara. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, Kerangka Kesepakatan merupakan upaya yang paling rasional untuk menangani isu nuklir tersebut. Baik Jepang dan Korea Selatan, sebagai sekutu-sekutu AS, maupun kalangan Kongres sebagai faktor politik domestik yang mempengaruhi implementasi Kerangka Kesepakatan, ternyata mendukung implementasi kesepakatan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firstyarinda Valentina Indraswari
"Tesis ini membahas pelaksanaan confidence building measures (CBMs) pada konflik Korea Selatan-Korea Utara periode 2008-2011. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian ini meyimpulkan bahwa peningkatan intensitas konflik antara Korea Selatan dan Korea Utara Periode 2008-2011 terjadi karena ukuran-ukuran CBMs tidak dilaksanakan secara konsisten, bertahap dan berkelanjutan, serta melibatkan komitmen seluruh pihak. Terdapat sejumlah penurunan intensitas pelaksanaan CBMs pada ukuran komunikasi, bantuan dan pendampingan atau investasi, serta sosial budaya yang memicu peningkatan intensitas konflik kedua belah pihak.

The focus of this study is application of confidence building measures on inter-Korean conflict in period of 2008-2011. The purpose of this study is to understand why CBMs failed to prevent inter-Korean conflict in period of 2008-2011. This study summarize that the CBMs failed to prevent inter-Korean conflict in period of 2008 because of the inconsistency application of CBMs. There are a decrease of application in communication's, aid, investment, and social culture which was increase the tensions of conflict between South Korea and North Korea.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30714
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Milka Setyani Wijanarti
"Tesis ini menjabarkan mengenai alasan Korea Selatan dalam memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan faktor pengkondisian suatu negara oleh Richard Barnet dan Ronald Muller dalam menganalisis pengambilan strategi politik luar negeri Korea Selatan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan kualitatif. Terdapat tiga alasan utama yang menjadi pertimbangan Korea Selatan dalam memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran pada tahun 2010. Pertama adalah untuk menjaga konsistensi sikap non-proliferasi Korea Selatan. Kedua adalah untuk menjaga aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat. Ketiga adalah pertimbangan ekonomi yaitu adanya ketakutan akan terjadi balasan dari Amerika Serikat jika Korea Selatan tidak memberlakukan sanksi.

This thesis explains South Korea rsquo s reason on giving economic sanctions against Iran in 2010. This thesis uses state rsquo s conditioning factors by Richard Barnet and Ronald Muller to analyze South Korea foreign policy strategy. This research is descriptive and qualitative research. There are three main reasons which become South Korea rsquo s consideration on giving economic sanctions against Iran in 2010. First is to maintain South Korea rsquo s consistency with its non proliferation ideology. Second is to maintain the alliance between South Korea and United States. Third is the economic consideration, there is fear that United States will retaliate if South Korea did not give sanctions against Iran."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kim Hyun Joong
"ABSTRAK
Tiongkok mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat sejak melakukan reformasi ekonomi pada bulan Desember 1978. Menanggapi peningkatan pesat Tiongkok, Korea Selatan telah secara aktif berusaha untuk memperluas hubungan perdagangan,sosial, dan politik dengan Tiongkok sejak normalisasi hubungan diplomatik kedua negara tersebut pada tahun 1992. Namun, terlepas dari interaksi ekonomi di antara kedua negara yang terus tumbuh, Korea Selatan memandang Tiongkok sebagai sumber permasalahan, terutama terkait dengan isu-isu sejarah, perdagangan, dan militer. Penulisan kajian literatur ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok. Sebagai akibat, hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi oleh persengketaan sejarah Koguryo, hubungan perdagangan, dan hubungan militer. Persengketaan sejarah Koguryo adalah persengketaan yang terjadi antara Korea Selatan dan Tiongkok terhadap sejarah Koguryo yang merupakan salah satu kerajaan kuno Korea yang meliputi sebagian besar Korea Utara dan sebagian besar wilayah timur laut Tiongkok pada saat ini, khususnya Manchuria. Hubungan perdagangan antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi persengketaan perdagangan dan upaya untuk memulihkan hubungan seperti perjanjian perdagangan bebas FTA . Hubungan militer antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi persengketaan militer dan upaya untuk normalisasi hubungan seperti kunjungan Menteri Pertahanan Korea Selatan ke Tiongkok pada tahun 2011. Dengan demikian, hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok dipengaruhi oleh persengketaan sejarah Koguryo, hubungan perdagangan, dan hubungan militer. Pemahaman terhadap situasi hubungan antara Korea Selatan dan Tiongkok yang dibahas dari tulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah atau aktor lainnya dalam membangun hubungan kedua negara tersebut baik secara perdagangan, militer maupun sosial budaya.

ABSTRACT
China has achieved rapid economic growth since its economic reforms in December 1978. In response to China's rapid rise, South Korea has been actively seeking to expand trade, social, and military ties with China since the normalization of the two countries' diplomatic relations in 1992. However, despite their growing economic interactions, South Korea views China as the source of the problem, especially with regard to historical, trade, and military issues. This literature review aims to explain the dynamics of the relationship between South Korea and China. It found that their relations are influenced by historical dispute of Koguryo, trade relations and military relations. Historical dispute of Koguryo is a dispute between South Korea and China over the history of Koguryo, which is one of the ancient Korean empires that covers most of North Korea and most of the northeastern China today, in particular Manchuria. Trade relations between South Korea and China are influenced by trade disputes and efforts to recover trade relations such as the Free Trade Agreement (FTA). Military relations between South Korea and China are influenced by military disputes and efforts to normalize relations such as the visit of South Korean Minister of National Defense to China in 2011. In conclusion, the China-South Korea relationship is mainly influenced by the historical dispute of Koguryo, trade relations, and military relations. The understanding of the relationship between South Korea and China discussed on this paper has the potential to be a reference for the government or other actors in building relations between the two, both in trade, military and socialcultural fields."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S26101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabila Nur Fitriana
"Dengan meningkatnya perselisihan yang terjadi di antara Tiongkok dan Amerika Serikat, seperti konflik Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Korea-Tiongkok pada 2016 dan penerapan nasionalisme ekonomi pada masa pemerintahan Presiden Trump membuat Korea Selatan sadar bahwa ketergantungan terhadap negara-negara adidaya harus segera dikurangi. Oleh karena itu, tidak lama setelah menjabat sebagai presiden, Presiden Moon Jae In akhirnya berinisiatif untuk membuat New Southern Policy (NSP), yaitu kebijakan luar negeri baru yang berfokus pada bumi bagian selatan (ASEAN dan India) untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Korea Selatan terhadap negara adidaya. ASEAN, terutama Indonesia, berperan besar atas suksesnya NSP. Hal ini memberikan dampak positif bagi iklim kerja sama dan perekonomian bagi Indonesia maupun Korea Selatan. Berdasarkan latar belakang ini, kemudian dirumuskan pertanyaan penelitian berupa bagaimana respon Indonesia serta dampak yang dihasilkan dari kerja sama Korea-Indonesia melalui kebijakan NSP?. Dengan itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan respon Indonesia dan perubahan yang dihasilkan dari kerja sama ekonomi yang dilakukan melalui kebijakan NSP. Metode penelitian deskriptif-kualitatif juga digunakan untuk menjelaskan respon dan dampak kebijakan tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan NSP membuat hubungan bilateral, terutama dalam aspek ekonomi, kedua negara menjadi semakin erat melalui peningkatan tingkat kemitraan dari level Strategic Partnership menjadi Special Strategic Partnership.

Amidst the increasing disputes between China and the United States, such as the Korea-China Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) conflict in 2016 and the implementation of economic protectionism during President Trump's administration, South Korea realised that their dependence on superpowers must be reduced immediately. Therefore, not long after taking office, President Moon Jae In had the initiative to create the New Southern Policy (NSP), the new foreign policy that focuses on the southern hemisphere (ASEAN and India) aimed to reduce South Korea's economic dependence on the superpowers. ASEAN, especially Indonesia, played a major role in the success of the NSP. This resulted in positive impacts on both bilateral cooperation and the economic aspect for Indonesia and South Korea. As follows, then formulates a research question of how is Indonesia's response and what are the impacts of Korea-Indonesia cooperation through the NSP? With that in mind, this study aims to explain Indonesia's response and the results from economic cooperation carried out through the NSP. Thus, the descriptive- qualitative research method is utilised to explain the response and impacts of this policy to Indonesia’s economy. The findings of this study show that the NSP improved bilateral relations, particularly in economic aspects, between the two nations by raising the level of collaboration from the Strategic Partnership level to the Special Strategic Partnership. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Permata Abiwijaya
"ABSTRAK
Tesis ini akan membahas tentang bagaimana Engagement yang komplek dengan
China pada tingkat politik, ekonomi, dan strategi saat ini dibutuhkan oleh Korea
Selatan dengan harapan pemimpin China dapat dipengaruhi atau disosialisasikan
untuk mematuhi peraturan dan norma-norma internasional sehingga Korea Selatan
tetap bisa mewujudkan kepentingannya dalam menjaga stabilitas keamanan dan
politik di kawasan Asia Timur dan kepentingan ekonomi yang akan membawa
Korea Selatan menjadi negara maju. Sebuah negara yang dapat melakukan
hedging (hedger) secara kuat adalah negara yang mampu membangun dan
mempertahankan hubungan strategis secara dekat dengan dua kekuatan besar
(Amerika Serikat dan China) pada saat yang bersamaan.

ABSTRACT
The focus of this study is about how the complex engagement to China at the
level of politics, economics, and strategies currently required by South Korea in
the hope of China's leaders may be influenced or socialized to obey the
international norms and rules. This is done by South Korea to maintain its national
interest to keep the political and security stability in the East Asia region and
South Korea’s interest in the field of economy that will bring South Korea into the
developed world. A country that can do hedging (hedger) is a country that have a
strong ability to build and maintain a close strategic relationship within the two
great powers (the United States and China) at the same time."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kemalasari Assiffa Salim
"Tulisan ini menganalisis perubahan arah kebijakan luar negeri China dalam menjalankan sanksi ekonomi berdasarkan Resolusi DK PBB terhadap Korea Utara yang dikeluarkan pada tahun 2017. Beberapa kajian terdahulu yang membahas topik ini memberikan gambaran bahwa komitmen negara anggota DK PBB serta antusiasme dari Korea Utara sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sanksi ini. Namun, dalam konteks sanksi ekonomi yang dikeluarkan DK PBB pada tahun 2017, kajian-kajian terdahulu tersebut belum menjelaskan bagaimana implementasi oleh China terkait sanksi tersebut. Hal ini mengingat China sebagai negara anggota tetap DK PBB yang seharusnya menjadi penjuru dalam penegakkan Resolusi DK PBB terbukti menjadi salah satu negara yang justru rendah komitmennya dalam menegakkan sanksi ekonomi DK PBB terhadap Korea Utara. Dengan menggunakan konsep Restrukturisasi Perubahan Kebijakan Luar Negeri (Hermann, 1990) dan Kebijakan Luar Negeri (Holsti, 2016), temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa perubahan sikap China atas sanksi DK PBB terhadap Korea Utara dipengaruhi oleh persepsi Xi Jinping terhadap Korea Utara, pertimbangan potensi ancaman non-militer serta kepentingan strategis China di Kawasan yang juga berkaitan dengan pengaruh Amerika Serikat di Semenanjung Korea.

This research analyzes changes in the direction of China's foreign policy in carrying out economic sanctions based on the UNSC Resolution on North Korea in 2017. Previous studies on this topic illustrate that the commitment of UN Security Council member states and the enthusiasm of North Korea greatly influence the success of the sanctions. However, in the context of economic sanctions issued by the UNSC in 2017, previous studies have not yet explained how China implements these sanctions. As a permanent member of the United Nations Security Council (UNSC), China should be the cornerstone in enforcing the UN Resolutions. China proved to be one of the major countries classified as not having a strong commitment in enforcing the UNSC economic sanctions against North Korea. By using the concept of Foreign Policy Restructuring (Hermann, 1990) and Foreign Policy Change (Holsti, 2016), the findings in this study indicate that the change in China's attitude towards UNSC sanctions on North Korea is influenced by Xi Jinping's perception of North Korea, potential non-military threats as well as China's strategic interests in the Region which are also related to the influence of the United States on the Korean Peninsula."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seoul: International Cultural Society of Korea, 1983
951.9 SOU
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>