Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143022 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Mansjoer
"Latar Belakang. Lama rawat intensif pasien pascabedah jantung yang memanjang mempengaruhi alur pasien bedah jantung berikutnya. Pengaturan pasien berdasarkan lama rawat diperlukan agar alur pasien lancar.
Tujuan. Membuat prediksi lama rawat intensif 48 jam berdasarkan nilai skor dari model EuroSCORE dan model yang dimodifikasi dari faktor-faktor EuroSCORE.
Metode. Penelitian restrospektif dilakukan pada Januari 2012 - Desember 2013 pada 249 pasien yang menjalani bedah jantung di Unit Pelayanan Jantung RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Analisis survival dan regresi Cox dilakukan untuk membuat prediksi lama rawat intensif 48 jam.
Hasil. Median kesintasan lama rawat intensif 43 jam. Nilai skor EuroSCORE tidak memenuhi asumsi hazard proporsional. Model baru telah dibuat dari 7 variabel EuroSCORE yang secara substansi berhubungan dengan lama rawat intensif (AUC 0,67).
Kesimpulan. Model baru dari tujuh faktor EuroSCORE cukup dapat memprediksi lama rawat intensif 48 jam.

Background. Prolonged intensive care unit length of stay (ICU-LOS) in a postcardiac surgery may shortage of ICU beds due to clog of patient flow. Improving ICU-LOS may lead to better patient flow.
Objectives. To predict 48-hour ICU-LOS based on EuroSCORE model and to create a modified EuroSCORE factors model.
Methods. A retrospective study was conducted from January 2012 to December 2013 among 249 patients who underwent cardiac surgery at Integrated Cardiac Services, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Survival analysis and Cox?s regression were performed to make a prediction model for 48-hour ICU-LOS.
Results. Median survival of ICU-LOS was 43-hour. The EuroSCORE model did not meet the proporsional hazard assumption. A new substantial model from 7- EuroSCORE factors was created to predict 48 hours ICU-LOS (AUC 0.67).
Conclusions. Seven EuroSCORE factors was sufficient as a new model to predict the 48-hour ICU-LOS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aam Citrida Pramita
"Henti jantung adalah manifestasi umum yang paling fatal dari penyakit kardiovaskular dan menempati peringkat pertama dari penyebab kematian di seluruh dunia. Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan bekal mendasar untuk menyelamatkan jiwa seseorang ketika terjadi henti jantung. Pengetahuan yang tepat tentang pemberian BHD sangat diperlukan bagi semua perawat untuk dapat mengidenfikasi serta memberikan pertolongan kepada pasien-pasien yang mengalami henti jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat tentang pemberian bantuan hidup dasar pada pasien henti jantung. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan cara total sampling yaitu berjumlah 48 perawat yang bekerja di ruang Intensive Care. Dari hasil uji statistik univariat didapatkan bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian Bantuan Hidup Dasar pada pasien henti jantung di ruang Intensive Care yaitu sebanyak 24 perawat (50 %) memiliki pengetahuan yang baik dan sebanyak 24 perawat (50 %) memiliki pengetahuan yang kurang.

Cardiac arrest is the most common fatal manifestation of cardiovascular disease and is ranked first of the cause of death worldwide. Basic Life Support (BLS) is a fundamental provision to save lives in the event of cardiac arrest. Proper knowledge about the provision of BLS is necessary for all nurses to identify and provide right intervention to patients who suffered cardiac arrest. This study aimed to describe nurses' knowledge regarding the provision of basic life support in patients with cardiac arrest. The design of this study used a descriptive research design.. The sampling technique used the total sampling which amounted to 48 nurses working in Intensive Care Unit. From the results of univariate statistical tests showed that nurse’s knowledge about the provision of basic life support for cardiac arrest patients in the Intensive Care Unit as many as 24 nurses (50%) had good knowledge and as many as 24 nurses (50%) had less knowledge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S57572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Citra Setiawan Hoei
"Latar belakang: Sindrom curah jantung rendah (low cardiac output syndrome, LCOS) merupakan salah satu morbiditas yang terjadi pascaoperasi jantung terbuka. Angka kejadian LCOS pada pasien pascaoperasi sebanyak 25–65%, sehingga diperlukannya suatu penanda biologis praoperatif untuk menilai keadaan pembedahan yang optimal. NT-proBNP merupakan suatu biomarker yang berpotensi digunakan dalam diagnosis, tata laksana dan prognosis pada populasi pediatrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran NT-proBNP sebagai faktor prediktor terhadap kejadian LCOS pascabedah jantung terbuka.
Metode: Studi longitudinal dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dalam periode November 2018 hingga Maret 2020 dengan merekrut subjek di bawah usia 18 tahun yang menjalani operasi korektif kelainan jantung bawaan. Kadar NT-proBNP prabedah diambil dan dianalisis terhadap kejadian LCOS pascaoperasi.
Hasil: Terdapat 159 subjek dilibatkan sebagai subjek penelitian. Angka kejadian LCOS pascaoperasi sebanyak 23,9%. Median NT-proBNP prabedah berbeda bermakna antara pasien yang mengalami LCOS dengan pasien yang tidak mengalami LCOS (1592 pg/mL vs. 227 pg/mL; p = 0,001). Nilai cut-off NT-proBNP prabedah terhadap kejadian LCOS pascaoperasi adalah 400 pg/mL, dengan sensitivitas 78,95%, spesifisitas 64,46%, positive predictive value 41,10%, negative predictive value 90,70% dan diagnostic accuracy 67,92%.
Simpulan: NT-proBNP prabedah dapat dijadikan faktor prediktor terhadap kejadian LCOS pascaoperasi jantung terbuka. Nilai cut-off NT-proBNP prabedah terhadap luaran LCOS pascaoperasi adalah 400 pg/mL.

Background: Low cardiac output syndrome (LCOS) is a common morbidity following open heart surgery in pediatric population. The incidence of postoperative LCOS range from 25 to 65%, indicating the needs for preoperative tool to evaluate optimum condition prior to surgery. NT-proBNP is a biomarker that has potential in diagnosis, management, and prognosis in pediatric population. This study aims to evaluate the role of NT-proBNP as predictive factor for LCOS following cardiac surgery.
Methods: A longitudinal study was conducted in Harapan Kita National Heart Center between November 2018 and March 2020. We recruited subjects below 18 years old who underwent corrective cardiac surgery. NT-proBNP was obtained preoperatively and analyzed for postoperative LCOS.
Results: A total of 159 subjects were enrolled. The incidence of postoperative LCOS was 23.9%. The median of preoperative NT-proBNP was found to be significantly higher in patients experiencing LCOS compared to that of patients without LCOS (1592 pg/mL vs. 227 pg/mL; p = 0.001). The cut-off value for preoperative NT-proBNP to determine postoperative LCOS was 400 pg/mL with sensitivity of 78.95%, specificity of 64.46%, positive predictive value of 41.10%, negative predictive value of 90.70% and diagnostic accuracy of 67.92%.
Conclusions: Preoperative NT-proBNP can be used as predictor for postoperative LCOS following cardiac surgery. The cut-off value of preoperative NT-proBNP in determining postoperative LCOS was found to be 400 pg/mL.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanto
"Angka kematian mendadak semakin meningkat setiap tahunnya. Kebanyakan diperkirakan akibat serangan jantung atau penyakit jantung koroner. Frekuensi nadi pemulihan dan kapasitas fungsional merupakan prediktor risiko kematian akibat gangguan jantung. Penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran frekuensi nadi pemulihan dan kapasitas fungsional pada pasien dengan penyakit jantung koroner.
Metode Penelitian ini adalah deskriptif dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap 100 pasien penyakit jantung koroner yang menjalani pemeriksaan treadmill.Frekuensi nadi pemulihan diukur pada menit pertama setelah selesai pemeriksaan lalu dilakukan analisis kategori kapasitas fungsional.
Hasil penelitian dari 53 laki-laki dan 47 perempuan yang mengikuti penelitian dengan rentang usia 40-78 tahun, hanya 31% yang mengalami gangguan frekuensi nadi pemulihan dan 44% yang mengalami gangguan kapasitas fungsional. Penelitian ini merekomendasikan pengkajian frekuensi nadi pemulihan dan kapasitas fungsional perlu dilakukan sebagai dasar dalam memberikan edukasi.

Sudden death rate is increasing every year. Most expected cause is heart attack or coronary artery disease. Heart rate recovery and functional capacity as predictor of risk of death from cardiac event. The study was conducted to reveal the heart rate recovery and functional capacity in patients with coronary artery disease.
The method of study is descriptive, it was done by monitoring 100 coronary artery disease patients who underwent treadmill test. Heart rate recovery measured in the first minute after the treadmill test is completed and then the analysis of functional capacity categories was done.
The results of 53 men and 47 women who followed the study with age range 40-78 years, only 31% of patients were susceptible to abnormal heart rate recovery and 44% of patients were impaired functional capacity. The study recommend that ssessment of heart rate recovery and functional capacity needs to be done as a basis for providing education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agoes Kooshartoro
"Latar Belakang : Indonesia memiliki angka kematian karena penyakit kardiovaskular yang semakin meningkat, dengan angka kematian diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian. Mengingat tingkat mortalitas yang sangat tinggi pada pasien dengan sindrom koroner akut SKA, maka diperlukan sebuah prediktor Major Adverse Cardiac Event MACE yang objektif dan terukur untuk manajemen pasien SKA dalam jangka panjang. Pada SKA dapat ditemukan heterogenitas repolarisasi ventrikel yang dapat dilihat pada elektrokardiografi EKG sebagai QTmax-QTmin, atau dapat disebut sebagai QTD.QTD disinyalir dapat dijadikan penanda untuk risiko MACE pada pasien SKA.
Tujuan : Mengetahui peran dispersi QT dan QTcD sebagai prediktor MACE pada pasien sindrom koroner akut SKA.
Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada 230 rekam medis pasien SKA yang dirawat di ICCU RSCM dalam rentang waktu Januari 2016 hingga November 2017. EKG standar 12 sadapan saat serangan dianalisis dan dilakukan pengukuran interval QTmax dan QTmin yang kemudian dihitung QTd. Selanjutnya dikoreksi dengan frekuensi nadi menggunakan rumus Bazett QTcD.
Hasil : Pemanjangan QTD lebih dari 100mdet dapat menjadi prediktor MACE pada pasien dengan SKA OR 1,25 IK95 0,17 ndash; 2,71 . Setelah dikoreksi dengan frekuensi nadi menggunakan rumus Bazett, pemanjangan QTcD juga dapat menjadi prediktor MACE pada pasien SKA 1,89 IK95 0,05 ndash; 67,37.
Kesimpulan : Pemanjangan QTD lebih dari 100mdet atau QTcD lebih dari 12,72mdet dapat menjadi prediktor MACE.

Background: In Indonesia, the number of death due to cardiovascular disease is rapidly rising and it was approximated to have resulted in 17,3 million deaths. Due to this steadily increasing cases, it is necessary to find a predictor for Major Adverse Cardiac Event MACE that is objective and standardized for long term care of patients with acute coronary syndrome ACS. In ACS, one of the underlying mechanisms is the presence of heterogeneity in ventricle repolarization that is seen on ECG machine as QTmax ndash QTmin, or what is identified as QTD. QTD is hypothesized to have role as marker in patients with MACE in ACS.
Aim: Identify the role of QTD and QTcD as MACE predictor in patients with acute coronary syndrome.
Methods: This study is a retrospective cohort with the subject of 230 ACS patients that was hospitalised on RSCM ICCU among January 2016 to November 2017. Data was taken from medical record and 12 lead ECG during attack were taken and analysed manually to calculate QTmax and QTmin and substraction of both into QTD. Followed by correction using the heart rate with Bazett formula QTcD.
Result: QTD prolongation of more than 100ms in patients with ACS may lead to MACE OR 1,25 IK95 0,17 ndash 2,71 . Following correction with Bazett formula, QTcD prolongation is also predictor 1,89 IK95 0,05 ndash 67,37.
Conclusion: QTD prolongation of more than 100ms or QTcD of more than 12.72ms might lead to MACE
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T59198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verrel Wibisono Surjatin
"Latar Belakang Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik atau terapeutik yang penting bagi pasien penyakit jantung bawaan (PJB). Meskipun prosedur ini efektif, prosedur ini mempunyai risiko komplikasi dengan minimnya informasi yang dipublikasikan dari negara-negara berpendapatan menengah ke bawah di Asia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian komplikasi mayor saat kateterisasi jantung pada pasien PJB di pusat rujukan nasional di Indonesia. Metode Data cross-sectional pasien anak PJB yang menjalani kateterisasi jantung dengan anestesi umum pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2022 di Pelayanan Jantung Terpadu, rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dikumpulkan melalui rekam medis. Data yang dikumpulkan meliputi demografi pasien, jenis PJB, laporan prosedur, dan komplikasi. Kami meninjau dan menjelaskan data kateterisasi jantung anak untuk PJB selama periode 14 bulan. Hasil Tercatat sebanyak 179 prosedur kateterisasi jantung, dengan total 13 komplikasi yang terjadi pada 9 (5,0%) kasus. Dari jumlah tersebut, 7 merupakan komplikasi mayor, yang terjadi pada 5 (2,79%) prosedur. Komplikasi mayor meliputi bradikardia, desaturasi dan hipotensi yang menyebabkan upaya resusitasi atau pemindahan ke unit perawatan intensif jantung (CICU), serta aritmia, dan hipoksemia berat. Komplikasi minor terjadi pada 4 tindakan (2,23%). Komplikasi mayor lebih sering terjadi pada penyakit jantung bawaan yang kompleks dan memiliki median usia dan berat badan yang lebih rendah dibandingkan prosedur tanpa komplikasi. Kesimpulan Insiden prosedur dengan komplikasi mayor selama kateterisasi jantung untuk PJB dengan anestesi umum dalam penelitian ini adalah 2,79%, hal ini konsisten dengan studi lain. Komplikasi mayor masih dapat terjadi dalam prosedur diagnostik, hal ini menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam penempatan staf, persiapan, dan pemantauan peri-prosedural, terutama pada pasien berisiko tinggi dan penyakit jantung bawaan kompleks.

Introduction Cardiac catheterisation is an essential diagnostic and therapeutic tool in patients with congenital heart disease (CHD). While it is effective, the procedure carries a risk of complications, with little information published from low-middle income countries in Asia. This study aimed to investigate the incidence of major complications during cardiac catheterisation in patients with CHD at a national referral centre in Indonesia. Method Cross sectional data for paediatric patients with CHD who underwent cardiac catheterisation under general anaesthesia from January 2020 to February 2022 at Pelayanan Jantung Terpadu, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, were collected via medical records. Data on patient demographics, types of CHD, procedural details, and complications were collected. We review and describe the data on paediatric cardiac catheterisations for CHD over a period of 14 months. Results A total of 179 cardiac catheterisation procedures were recorded, with a total of 13 complications which occurred in 9 (5.0%) cases. Of these, 7 were major complications, which occurred in 5 (2.79%) procedures. Major complications included bradycardia, desaturation and hypotension leading to resuscitation efforts or transfer to cardiac intensive care unit, as well as arrhythmias, and severe hypoxemia. Minor complications occurred in 4 procedures (2.23%). Major complications occurred more often in complex congenital heart disease cases and had a lower median age and weight relative to procedures without complications. Conclusion The incidence of procedures with major complications during cardiac catheterisation for CHD under general anaesthesia in this study was 2.79%, which is consistent with other studies. Major complications can still occur in diagnostic procedures, highlighting the importance of careful staffing, preparation and peri-procedural monitoring, especially in higher risk patients and complex congenital heart disease."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Srie Wulan Nurhasty
"Penggunaan ventilasi mekanik yang memanjang merupakan salah satu komplikasi utama pada pasien pasca-bedah jantung yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Prediksi lama penggunaan ventilasi mekanik merupakan hal penting dalam penatalaksanaan pasien operasi jantung. Skor ACEF (Age, Creatinine, Ejection Fraction) merupakan sistem prediksi sederhana dengan menggunakan tiga variabel pra-bedah yang diukur secara objektif, memiliki performa yang baik dalam memprediksi morbiditas dan mortalitas pada pasien pasca-bedah jantung. Penggunaan skor ACEF dalam memprediksi kejadian penggunaan ventilasi mekanik memanjang pasca-bedah jantung belum ada, namun variabel yang dipakai pada sistem skor ini merupakan prediktor terkuat kejadian penggunaan ventilasi mekanik memanjang pasca-bedah jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan skor ACEF dalam memprediksi kejadian penggunaan ventilasi mekanik yang memanjang pada pasien pasca-bedah jantung dewasa di PJT RSCM. Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif yang melibatkan 206 subjek penelitian yang menjalani operasi jantung terbuka di Pelayanan Jantung Terpadu RSCM. Hasil penelitian ini didapatkan hasil AUC = 0,6336 (95% CI : 0,55-0,71), nilai sensitivitas sebesar 35,8%, spesivisitas 88%, dan akurasi 67,48%. Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan Skor ACEF memiliki kemampuan prediksi yang kurang dalam memprediksi kejadian penggunaan ventilasi mekanik memanjang pada pasien pasca-bedah jantung.

Prolonged mechanical ventilation is one of the main complications in post-cardiac surgery patients that can cause morbidity and mortality. Prediction of the duration mechanical ventilation is important in the management of cardiac surgery patients. The ACEF score (Age, Creatinine, Ejection Fraction) is a simple prediction system using three measured pre-operative variables objectively, which performs well in predicting post-operative morbidity and mortality in cardiac surgery patients. The use of the ACEF score in predicting prolonged mechanical ventilation after cardiac surgery does not yet exist, but the variables used in this scoring system are the strongest predictors of prolonged mechanical ventilation after cardiac surgery. This study aims to determine the ability of the ACEF score to predict the incidence of prolonged of mechanical ventilation in post-cardiac surgery patients at RSCM PJT. This study is a retrospective cohort study involving 206 subjects who underwent open heart surgery at PJT RSCM. The results of this study showed that AUC = 0.6336 (95% CI: 0.55-0.71), the sensitivity is 35,8%; specificity is 88%, and accuracy is 67,48%. From the results obtained, it can be concluded that the ACEF score has poor predictive ability in predicting the incidence of prolonged mechanical ventilation in post-cardiac surgery patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Hannani Adina Putri
"Pada pasien dengan penyakit jantung terutama pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP) penting dilakukan perawatan lanjutan yaitu rehabilitasi jantung. Data menunjukkan bahwa jumlah partisipasi pada rehabilitasi jantung menurun, terutama pada fase II. Padahal banyak manfaat yang didapatkan dari mengikuti rehabilitasi jantung salah satunya adalah mengurangi tingkat mortalitas dan meningkatkan kesehatan jantung. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi rehabilitasi jantung fase II pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Desain penelitian menggunakan cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 84 responden yang telah melakukan IKP dan sudah mengikuti rehabilitasi jantung Fase I. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi rehabilitasi jantung fase II dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, riwayat merokok, efikasi diri, dan dukungan keluarga dengan efikasi diri menjadi faktor dominan. Penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukan pengkajian keperawatan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rehabilitasi jantung fase II dan melakukan edukasi serta memberi pilihan untuk melakukan rehabilitasi jantung di rumah.

Cardiac Rehabilitation was important for patient with cardiac disease especially patient post Percutaneous Coronary Intervention. Data shows that participation of cardiac rehabilitation in Phase II was decreasing, whereas a lot of benefit from cardiac rehabilitation, including decrease mortality rate and increase the cardiac health. Aim of this study was to identify factors that Affecting Participation of Cardiac Rehabilitation phase II at Patient Post Percutaneous Coronary Intervention. The research configuration utilized a cross sectional review. The example in this study added up to 84 individuals who had percutaneous coronary intervention and already participate in cardiac rehabilitation phase I. Result shows that participation of cardiac rehabilitation phase II was affected by age, education level, smoking history, self efficacy and family support. The dominant factor was self efficacy. This research recommend to do nursing assesment to know the factors that affecting participation of cardiac rehabilitation phase II and made health education for patient and give them choises to do cardiac rehabilitation at home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilawati
"Kateterisasi jantung adalah tindakan diagnostik dan intervensi terhadap penyakit jantung koroner. Nyeri punggung merupakan keluhan yang banyak diungkapkan oleh pasien yang menjalani kateterisasi jantung. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap nyeri punggung pada pasien post kateterisasi jantung.
Desain penelitian adalah randomized controlled trials dengan single blind. Sebanyak 46 responden dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok intervensi dengan metode randomisasi blok. Hasil penelitian menyimpulkan rerata nyeri punggung pada kelompok kontrol sesudah diberikan perlakuan lebih tinggi secara bermakna daripada kelompok intervensi (p value =0,01) dan selisih peningkatan nyeri punggung pada kelompok kontrol lebih tinggi daripada kelompok intervensi (p value =0,042).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah peningkatan nyeri punggung pada pasien yang diberikan mobilisasi dini lebih rendah dibandingkan peningkatan nyeri punggung pada pasien yang tidak diberikan mobilisasi dini. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan intervensi massage punggung untuk menurunkan ketegangan otot punggung.

Cardiac catheterization is increasingly used in hospitals in Indonesia as diagnostic and interventional interventions against coronary heart disease. Back pain is a major complaint expressed by many patients who undergoing cardiac catheterization as prolonged bed rest period without any change in the position for more than 6 hours till tomorrow morning is commonly use. The purpose of this study were to determine the effect of early mobilization toward backpain in patients post cardiac catheterization.
The study design was a randomized controlled trials with singleblinded. The sample size was 46 respondents which divided to two groups: control group and intervention group by using block randomization method. The result of this study showed that mean backpain's scale in control group was significantly higher than the intervention group (pvalue = 0.01) after the interventios were given, and the difference in mean backpain’s scale in the control group is higher than the intervention group (p value = 0.042).
This study conclude that backpain’s scale elevated in patients whose given early mobilization is lower than the in backpain's scale in patients whose are not given early mobilization. Recommendations for further research is added another interventions to reduce tension of back muscles such as back massage.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reby Kusumajaya
"Latar belakang. Penyakit jantung bawaan PJB merupakan kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada anak dibandingkan dengan kelainan kongenital lainnya. Upaya memperbaiki struktur anatomi PJB mengharuskan dilakukannya bedah jantung korektif. Di balik perkembangan pintas jantung paru dan tata laksana pasca-bedah, sindrom curah jantung rendah low cardiac output syndrome, LCOS masih menjadi komplikasi mayor, sehingga diperlukan parameter untuk membantu diagnosis LCOS secara dini. Kadar laktat, gap pCO2 dan SvO2 dilaporkan berkorelasi terhadap penurunan curah jantung, morbiditas dan mortalitas pasca-bedah jantung.
Tujuan. Mengetahui peran kadar laktat, gap pCO2 arteri-vena dan SvO2 dalam deteksi dini sindrom curah jantung rendah pasca-bedah jantung terbuka pada anak.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dilaksanakan dari 1 Agustus hingga 30 Oktober 2017 di ICU Pelayanan Jantung Terpadu RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Subyek adalah pasien anak yang menjalani bedah jantung terbuka. Pasca-bedah saat perawatan di ICU pasien dimonitor waktu terjadinya tanda-tanda klinis sindrom curah jantung rendah, serta dilakukan pemeriksaan kadar laktat, gap pCO2 dan SvO2 pada 15 menit, 4 jam dan 8 jam pasca-bedah. Analisis perbedaaan dilakukan menggunakan uji indepent T-test dan alternatifnya Mann-Whitney dengan nilai kemaknaan P

Background. Congenital heart disease CHD is the most common congenital disorder in children compared with other congenital abnormalities. To fix CHD requires corrective cardiac surgery. Behind the development of cardiopulmonary bypass surgery and post surgical intensive care, low cardiac output syndrome LCOS still become a major complication that require parameter to diagnose LCOS early lactate level, pCO2 gap and SvO2 were reported have correlation with decreasing of cardiac output, morbidity and post cardiac surgery mortality.
Objective. To find out the role of lactate levels, pCO2 gap arterial vein and SvO2 in early detection of low cardiac output syndrome in post open heart surgery in children.
Method. This study used a prospective cohort design. From 1 August until 30 October 2017 in ICU of Integrated Cardiac Centre Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Subjects were pediatric patients who underwent cardiac surgery. Post surgery procedure the patient's was monitored in ICU for clinical signs of low cardiac output syndrome and examined for lactate levels, gap pCO2 and SvO2 at 15 minutes, 4 hours and 8 hours. The difference analysis was performed using indepent T test and Mann Whitney as alternative with significance value P
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>