Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pindobilowo
"Latar belakang : Salah satu tindakan pencegahan Early Childhood Caries (ECC) adalah perbaikan status gizi anak karena dengan perbaikan status gizi anak maka gigi tahan terhadap karies serta didukung oleh pola konsumsi kariogenik dan peran ibu dalam mencukupi gizi selama masa kehamilan.
Tujuan : Untuk menganalisis hubungan status gizi anak terhadap terjadinya ECC.
Metode : Cross-sectional pada 287 anak usia 6-48 bulan, wawancara, dan pemeriksaan intraoral.
Hasil : Status gizi anak adalah variabel yang sesuai dalam pencegehan ECC karena merupakan salah satu variabel prediktor yang baik terhadap terjadinya ECC.
Kesimpulan : Terdapat hubungan status gizi anak terhadap terjadinya ECC.

Background : One prevention ECC is improving thr nutritional status of children from the womb due to the improvement of the nutritional status of the children's teeth are resistant to caries and is supported by the pattern of consumption of cariogenic and role of adequate nutrition in the mother during pregnancy.
Purpose : To see the relationship to the nutritional status of children Early Childhood Caries (ECC).
Methods : Cross-sectional study on 287 children aged 6-48 months, interview, and examination intraoral.
Results : Nutritional status of children is appropriate variables in the prevention of ECC because it is one of the predictor variables were either against the ECC.
Summary : There is a relationship to the nutritional status of ECC
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Preticia
"Latar belakang: ECC masih merupakan masalah kesehatan gigi masyarakat pada negara maju dan sedang berkembang, seperti di Indonesia. Prevalensi dan tingkat keparahan ECC meningkat sehingga perlu dilakukan pencegahan dini pada gigi anak. Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi ECC, salah satunya perilaku menjaga kebersihan gigi dan mulut anak.
Tujuan: Mengetahui prevalensi dan pola ECC berdasarkan tingkat keparahannya, dan menganalisis hubungan faktor risiko terhadap kejadian ECC.
Metode: Cross-sectional pada 218 anak berusia 24-42 bulan, wawancara, pemeriksaan klinis karies gigi dan plak gigi.
Hasil: Prevalensi ECC pada 218 anak adalah 52,8%. Pola karies berdasarkan tingkat keparahannya terbanyak ditemukan lesi dentin berkavitas (2,20 gigi/ anak), diikuti oleh karies email (1,73 gigi/ anak). Terdapat hubungan signifikan antara praktik menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut, yaitu plak indeks (p= 0,001), pengawasan dalam menyikat gigi anak (p= 0,025), kebiasaan sikat gigi setelah minum susu atau makan (p= 0,060) dan sebelum tidur (p= 0,050). Tidak ada hubungan signifikan antara faktor demografi pola pemberian ASI dan MP-ASI terhadap karies gigi sulung, namun frekuensi makanan jajanan kariogenik menunjukkan adanya hubungan signifikan terhadap karies gigi sulung (p= 0,011).
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara tingkat kebersihan gigi dan mulut, pengawasan sikat gigi, sikat gigi setelah minum atau makan dan sebelum tidur, frekuensi konsumsi makanan kariogenik dengan kejadian ECC.

Background: ECC is still a dental health problem for people in developed and developing countries, such as in Indonesia. The prevalence and severity of ECC increases, so that early prevention of the child’s teeth is needed. The factors that cause ECC are multifactorial, one of which is the maintaining oral health and hygiene practice.
Objective: To obtain the prevalence and severity of ECC data and to analyze the relationship between risk factors and ECC.
Method: Cross-sectional study in 218 children aged 24-42 months through interviews, clinical dental caries and plaque examination.
Results: The prevalence of ECC for 218 children is 52,8%. The severities of caries lesion are mostly dentinal lesion with cavities (2.20 teeth/ child), followed by enamel lesion (1.73 teeth/ child). There are significant relationships between maintaining oral health and hygiene practices towards ECC, which are plaque index (p=0,001), the children’s brushing teeth supervision (p=0,025), toothbrushing habits after drinking milk or eating (p=0,060) and before going to bed (p=0,050). There are no significant relationships between demographic factors, breastfeeding patterns, and complementary feeding patterns towards ECC, but the frequency of cariogenic snacks shows a significant association with ECC.
Conclusion: There are significant relationship between plaque index, toothbrushing supervision, toothbrushing habits after drinking or eating and before going to bed, and the frequency of cariogenic snacks consumption with ECC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winanda Annisa Maulitasari
"Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) merupakan salah satu penyakit kronis
multifaktorial yang sering terjadi pada anak usia pra sekolah. Data penelitian
mengatakan sebanyak 65% anak usia 3-5 tahun mengalami ECC dan pada sebuah
penelitian di Jakarta tahun 2016 menunjukkan indeks def-t sebesar 7,5 pada anak usia 5
tahun sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Bandung pada tahun 2017
didapatkan indeks def-t sebesar 7,04. Berdasarkan RISKESDAS tahun 2018, sebanyak
81,5% anak mengalami karies dengan indeks def-t sebesar 6,2 pada anak usia 3-4 tahun
dan indeks def-t sebesar 8,1 pada anak usia 5 tahun. Dalam terjadinya ECC, salah satu
faktor yang berperan dalam proteksi dari terjadinya karies gigi adalah saliva yang di
dalamnya terkandung protein saliva seperti lysozyme yang berperan dalam mekanisme
proteksi rongga mulut dari bakteri Gram-positif. Pada beberapa penelitian, kadar
lysozyme saliva berhubungan dengan skor def-t. Tujuan: Menganalisis perbedaan kadar
lysozyme saliva pada anak ECC dan bebas karies usia 3-5 tahun serta berdasarkan
tingkat karies. Metode Penelitian: Penelitian merupakan potong lintang analitik secara
laboratorik. Subjek penelitian adalah 14 anak ECC dan 14 anak bebas karies usia 3-5
tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel whole saliva tanpa stimulasi
dikumpulkan dari subjek penelitian kemudian dilakukan pengukuran kadar lysozyme
dengan uji ELISA teknik sandwich. Hasil: Kadar lysozyme saliva pada anak ECC lebih
tinggi daripada kelompok anak bebas karies serta kadar lysozyme saliva pada anak
dengan tingkat karies tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak dengan
tingkat karies rendah, secara statistik dinyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna
antara kadar lysozyme saliva anak ECC dan bebas karies usia 3-5 tahun (p < 0,05).
Kesimpulan: Kadar lysozyme saliva lebih tinggi pada anak ECC dibandingkan dengan
bebas karies usia 3-5 tahun dan peningkatan kadar lysozyme saliva terjadi pada anak
dengan tingkat karies tinggi.

Background: Early Childhood Caries (ECC) is one of common chronic multifactorial
diseases affecting preschool children. Previous study showed 65% of children aged 3-5
years experience ECC and a research in Jakarta in 2016 showed def-t index of children
aged 5 years was 7.5. According to research in Bandung in 2017 showed def-t index
was 7.04. Based on Basic Health Research in Indonesia (RISKESDAS) in 2018, 81.5%
of children experienced caries with def-t index 6.2 in children aged 3-4 years and 8.1 in
children aged 5 years. In the occurrence of ECC, one of the factors that play role in the
protection of dental caries is saliva, which contains salivary protein such as lysozyme
that play a role in the mechanism of protecting oral cavity from Gram-positive bacteria.
In several studies, salivary lysozyme levels were associated with def-t score. Objective:
To analyze differences in salivary lysozyme levels in ECC and caries-free children aged
3-5 years and based on caries levels. Methods: This study is a laboratory analytical
cross-sectional study. Subjects were 14 ECC children and 14 caries-free children aged
3-5 years that in line with the inclusion criteria. Unstimulated whole saliva were
collected from subjects. Salivary lysozyme levels were measured by ELISA sandwich
method. Results: Salivary lysozyme levels in ECC children was higher than in cariesfree
and salivary lysozyme levels in children with high caries level higher than in
children with low caries level, it was statistically stated that there was a significant
differences between the levels of lysozyme in children with ECC and caries-free
children aged 3-5 years (p < 0.05). Conclusion: Salivary lysozyme levels were higher in
ECC children compared to caries-free children aged 3-5 years and increased levels of
salivary lysozyme occurred in children with high caries level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moon Ju Yon
"Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak-anak. Saliva berkaitan penting dengan patogenesis ECC dan protein saliva kemungkinan mempunyai kaitan dengan kejadian ECC. Tujuan: Menganalisis level protein saliva yang diisolasi dari anak dengan ECC Metode: sampel saliva yang terstimulasi dan tidak terstimulasi diambil dari anak ECC. Konsentrasi protein saliva ditetapkan dengan metoda Bradford assay. Hasil: tidak terdapat perbedaan konsentrasi protein saliva tersimulasi dan tidak terstimulasi pada anak dengan ECC (two tail test, p≤0.05).

Background: Early Childhood Caries ( ECC ) is one of the common health problems in children. Saliva has connection with the occurence of ECC and salivary proteins is probably related to the occurrence. Objective: to Analyze the level of proteins isolated from stimulated and unstimulated saliva taken from children with ECC. Methods: stimulated an unstimulated saliva samples were taken from children, age 3-5 years old, with ECC. Salivary protein levels were determained using Bradford Assay. Results: there is no consentration difference between protein consentration in stimulated and unstimulated saliva in children with ECC ( two- tail test, p≤0.05)"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulisa Zulkifli
"Latar belakang: Masalah Kesehatan gigi dan gizi pada anak tidak dapat dipisahkan. Keduanya berbagi faktor risiko yang sama. Masih tingginya prevalensi malnutrisi di negara berkembang khususnya di Indonesia yang disertai dengan tingginya prevalensi Early childhood caries (ECC) pada kelompok anak perlu menjadi perhatian khusus.
Tujuan : Menganalisa hubungan ECC dengan status gizi anak usia 5 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018.
Metode: Penelitian cross sectional menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Sampel 701 anak usia 5 tahun yang dilakukan pemeriksaan klinis dan kuesioner. ECC sebagai variabel independen utama dan faktor risiko lainnya ; self-reported oral health, jenis kelamin, tingkat Pendidikan ibu, status pekerjaan ayah, status ekonomi keluarga, praktik diet anak dan pemanfaatan fasyankes dianalisa terhadap status gizi berdasarkan kategori berat badan/tinggi badan yang dikonversikan dengan standard Z-score.
Hasil: uji chi-square menunjukkan korelasi signifikan antara status ECC, tingkat Pendidikan ibu, status ekonomi keluarga dan praktik diet berisiko anak terhadap status gizi (p-value<0,05). Uji regresi logistik multinomial membuktikan korelasi signifikan antara ECC dengan wasting (OR = 1,352, 95% CI: 0.989 – 2,589). ECC tidak berkorelasi terhadap obesitas.
Kesimpulan: ECC dapat menjadi salah satu penyebab wasting pada anak. Beberapa faktor risiko terjadinya masalah gizi juga merupakan faktor risiko yang sama terhadap kejadian karies gigi.

Background: Oral health and nutrition problems in children cannot be separated. Both share the same risk factors. The high prevalence of malnutrition and Early childhood caries (ECC) in developing countries, especially in Indonesia still need attention.
Objective: Analyze the relationship between ECC and the nutritional status of children aged 5 years in Indonesia based on the 2018 Riskesdas data.
Methods: A cross-sectional study using secondary data from Riskesdas 2018. A sample of 701 children aged 5 years were subjected to clinical examinations and questionnaires. ECC as the independent variable and other risk factors; self-reported oral health, gender, mother's education level, father's employment status, family economic status, children's dietary practices and utilization of health facilities were analyzed against nutritional status based on weight/height categories converted by Z-score.
Results: chi-square test showed a significant correlation between ECC, maternal education level, family economic status and dietary practices at risk of children on nutritional status (p-value <0.05). Multinomial logistic regression test proved a significant correlation between ECC and wasting (OR = 1,352, 95% CI: 0.989 – 2.589). ECC is not correlated with obesity.
Conclusion: ECC can cause wasting in children. Meanwhile several risk factors for nutritional problems and dental caries were similar.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merdiana Dwi Trasti
"Sebelum adanya penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI, gigi berlubang pada bayi jarang ditemukan.2,19 Dilaporkan pada anak riwayat ASI Eksklusif, karies jarang ditemukan karena mendapat komponen imunitas khususnyaIgA yang dapat memperlambat pertumbuhan bakteri S.mutans.2,11 Pada anak riwayat susu formula komponen imunitas belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar sIgA saliva anak ECC riwayat ASI eksklusif dan susu formula. Penelitian ini dilakukan pada 34 anak ECC usia 18-48 bulan yang memiliki skor deft >1, dengan 17 subjek riwayat ASI eksklusif dan 17 subjek riwayat susu formula. Seluruh subjek dilakukan pemeriksaan skor deft, dan dilakukan pengukuran sampel saliva dengan ELISA. Rerata skor deft anak ECC kelompok riwayat ASI eksklusif lebih rendah dibanding susu formula. Terdapat perbedaan bermakna rerata kadar sIgA saliva anak ECC antara riwayat ASI eksklusif dan susu formula (p=0,004).

Time before formula feeding has been found, baby tooth decay is definitely rare.2,19 Studies reported, children with exclusive breastfeeding have low caries as they have immunity component, specifically IgA, which may exhibits colony of S.mutans.2,11Meanwhile, immunity component of children with formula feeding is barely unknown. This study aimed to analyze the difference of quantity salivary sIgA Early Childhood Caries (ECC) children between exclusive breastfeeding and formula feeding history. Saliva samples were collected from 34 ECC children aged 18-48 months who have deft score >1, both exclusive brestfeeding and formula feeding history group are 17 subjects each. Deft score were examined, and quantity of salivary sIgA were assesed by ELISA. Deft score mean of exclusive breastfeeding history group is lower than formula feeding history group. There is a significant difference quantity salivary sIgA ECC children between exclusive breastfeeding and formula feeding history (p=0,004)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Greta Putri Arini
"Karies gigi adalah salah satu penyakit menular kronis yang paling
umum pada anak-anak usia prasekolah. Bentuk agresif karies gigi pada gigi sulung anak
di bawah, sampai dengan usia 71 bulan disebut dengan Early Childhood Caries (ECC).
Indonesia melaporkan prevalensi dan keparahan ECC yang tinggi hingga mencapai angka
90%. DKI Jakarta memiliki prevalensi sebesar 81,2%. Faktor risiko utama ECC yaitu
host (gigi dan saliva), mikroorganisme kariogenik, dan karbohidrat (substrat).
Mikroorganisme kariogenik yang berperan yaitu Streptococcus mutans. Penelitian di
Jakarta pada anak usia 3-5 tahun yang memiliki karies, menunjukkan bahwa serotipe f
merupakan jenis yang paling banyak di temukan (85,5%), diikuti dengan serotipe c
(74,2%), serotipe e (22,6%) dan serotipe d (19,4%). Penelitian lainnya di Jakarta
menemukan bahwa kombinasi serotipe c dan f lebih tinggi pada anak yang memiliki
karies. Streptococcus mutans serotipe c dan f berperan dalam patogenesis karies gigi, hal
tersebut sesuai dengan tingginya tingkat karies gigi di Indonesia. Salah satu faktor host
yaitu saliva, merupakan cairan tubuh yang kompleks yang terdiri dari unsur-unsur
organik dan anorganik yang penting untuk kesehatan rongga mulut. Komposisi protein
saliva seperti Lactoferrin sangat penting karena memiliki kemampuan antibakteri serta
berperan dalam sistem imun bawaan dan adaptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis kadar Lactoferrin saliva antara anak Early Childhood Caries (ECC) dan
bebas karies pada usia 3-5 tahun. Metode penelitian: Desain penelitian ini adalah potong
lintang analitik secara laboratorik. Penelitian ini dilakukan pada 14 anak dengan ECC
dan 14 anak bebas karies. Saliva didapat dari seluruh subjek dan kadar LF diukur
menggunakan metode ELISA sandwich. Hasil: Analisis data menggunakan uji Mann
Whitney U menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kadar Lactoferrin anak
ECC dan anak bebas karies dengan nilai p=0,006 (p<0,05). Kesimpulan: Kadar
Lactoferrin saliva anak Early Childhood Caries (ECC) lebih tinggi dari anak bebas karies
yang menunjukkan bahwa Lactoferrin dapat menjadi indikator peningkatan risiko Early
Childhood Caries (ECC).
Backgrounds: Dental caries is one of the most common chronic infectious diseases in
preschool children. The aggressive form of dental caries in the primary teeth of children
under and up to the age of 71 months is called Early Childhood Caries (ECC). Indonesia
reports a high prevalence and severity of ECC (90%). DKI Jakarta has a prevalence
81.2%. The main risk factors for ECC are hosts (teeth and saliva), cariogenic
microorganisms, and carbohydrates (substrates). The cariogenic microorganisms that
play a role are Streptococcus mutans. Research in Jakarta on children aged 3-5 years who
had caries, showed that serotype f was the most common type (85.5%), followed by
serotype c (74.2%), serotype e (22.6%) and serotype d (19.4%). Another study in Jakarta
found that the combination of serotypes c and f was higher in children with caries.
Streptococcus mutans serotypes c and f play a role in the pathogenesis of dental caries,
which is consistent with the high level of dental caries in Indonesia. One of host factor,
saliva, is a complex body fluid consist of organic and inorganic elements that are
important for oral health. Salivary protein such as Lactoferrin is very important because
it has antibacterial ability and plays an important role in innate and adaptive immune
system. The purpose of this study is to analyze Lactoferrin levels between Early
Childhood Caries (ECC) and caries-free children aged 3-5 years. Methods: The design
of this study is cross-sectional analytical laboratory. This study was conducted on 14
children with ECC and 14 caries-free children. Saliva were taken from all subjects and the
Lactoferrin levels were measured using ELISA sandwich method. Results: Data analysis
using the Mann Whitney U test showed that there were significant differences between
the levels of salivary Lactoferrin in children with ECC and caries-free children with pvalue
0,006 (p<0,05). Conclusion: Salivary Lactoferrin levels in Early Childhood
Caries (ECC) were higher than caries-free children which indicate that Lactoferrin can
be an indicator of an increased risk of Early Childhood Caries (ECC)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Assyifa Fauzia
"Latar belakang: Karies merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang umum terjadi, termasuk pada anak-anak di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi karies gigi pada anak adalah pola pemberian makan, yaitu ASI dan PASI.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola pemberian makan dengan Early Childhood Caries ECC pada anak usia 3-5 tahun di Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama.
Metode: Desain cross-sectional secara analitik observasional. Metode pengambilan sampel adalah dengan convenience sampling. Data pola pemberian makan dan perilaku membersihkan gigi diambil melalui wawancara dengan ibu subjek oleh pewawancara yang telah dikalibrasi. Pemeriksaan karies gigi anak dengan menggunakan indeks defs dan pemeriksaan indeks plak dilakukan oleh dua orang dokter gigi yang telah dikalibrasi.
Hasil: Prevalensi karies gigi sulung pada 165 anak adalah sebesar 83. Terdapat perbedaan bermakna antara pemberian kolostrum p=0,017, ASI eksklusif p=0,028, frekuensi ASI p=0,001, dan lama kontak gigi dengan ASI p=0,049 terhadap skor karies gigi sulung anterior. Tidak ada variabel ASI yang menunjukkan perbedaan bermakna terhadap karies gigi sulung posterior p ge;0,05. Usia awal diberikannya PASI menunjukkan perbedaan bermakna terhadap karies gigi sulung anterior dan posterior p=0,001; p=0,041. Terdapat perbedaan bermakna antara jenis makanan atau minuman setelah gigi erupsi p=0,020 dan frekuensi susu formula p=0,005 dengan karies gigi sulung anterior. Frekuensi MP-ASI tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan karies gigi sulung anterior dan posterior p=0,963; p=0,591.
Kesimpulan: Pola pemberian makan anak yang meningkatkan skor karies gigi sulung anterior maupun posterior adalah usia awal diberikannya PASI, yaitu sebelum usia 6 bulan.

Background: Caries is one of the most common oral problems, including in children in Indonesia. One of the factors that influence the occurrence of caries is child's feeding methods, like breastfeeding and complementary feeding.
Aim: To obtain information about the relationship between child's feeding method and early childhood caries in children aged 3 5 years old.
Method: Analytic observational with cross sectional design. The sampling method is convenience sampling. The data of child's feeding method and oral hygiene behavior was obtained through interviewing the mother. Caries examination was done using defs assessment.
Result: The prevalence of ECC in 165 children is 83. There are significant differences between colostrum p 0,017, exclusive breastfeeding p 0,028, breastfeeding frequency p 0,001, and length of contact time between teeth and breastfeeding milk p 0,049 with anterior primary teeth caries. None of the breastfeeding methods has significant difference with posterior primary teeth caries p ge 0,05. Age of initiation of complementary feeding has a significant difference with anterior and posterior primary teeth caries p 0,001 p 0,041. There are significant differences between the type of complementary food after first tooth eruption p 0,020 and frequency of infant formula p 0,005 with anterior primary teeth caries. Frequency of complementary feeding has no significant difference with anterior and posterior primary teeth caries p 0,963 p 0,591.
Conclusion: Child's feeding method which increases early childhood caries'score in both anterior and posterior teeth is the age of initiation of complementary feeding, which is before six months old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Khairinisa
"

Latar belakang:ECC merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut dengan prevalensi dan keparahan yang tinggi, termasuk di Indonesia. Kondisi ini dapat berdampak ke kualitas hidup anak. Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi ECC antara lain praktik kebersihan gigi dan mulut serta konsumsi makanan kariogenik. Usia 5 tahun merupakan waktu akhir periode gigi sulung sebelum akhirnya digantikan oleh gigi permanen. Tujuan:Mengetahui hubungan praktik kesehatan gigi dan mulut serta status karies gigi sulung terhadap kualitas hidup anak usia 5 tahun. Metode:Studi Cross-sectionalpada 266 anak berusia 5 tahun pada bulan Agustus-Oktober 2019 yang terpilih dengan metode multistage cluster random sampling dari TK di Jakarta Timuryang memenuhi kriteria inklusi anak berusia 60-71 bulan, kooperatif, dan orangtua bersedia mengisi informed consent. Seluruh orangtua subjek diminta untuk melengkapi kuesioner yang bersisi pertanyaan terkait karakteristik sosiodemografik, praktik kesehatan gigi dan mulut, serta kualitas hidup anak persepsi orang tua (SOHO-5p). Pada anak, dilakukan pemeriksaan status karies gigi sulung berupa indeks dmft dan pufa serta diwawancara terkait kualitas hidup anak persepsi sendiri (SOHO-5c). Digunakan uji beda Contuinity Correction, Pearson Chi Square, Mann Whitney, dan Kruskall Wallis serta Uji korelasi spearman untuk analisis statistik. Hasil: prevalensi ECC pada 266 anak adalah 88,7% dan pufa >0 sebanyak 35%. Terdapat hubungan yang bermakna antara praktik kebersihan gigi dan mulut terhadap indeks dmft (r=0,19;p=0,01) dan skor SOHO-5p (r=0,27;p<0,001) serta praktik konsumsi makanan kariogenik terhadap indeks dmft (r=0,14;p<0,01), dan SOHO-5p (r=0,27;p=0,013). Status karies gigi sulung memiliki hubungan yang bermakna dengan SOHO-5 (p<0,001). Seluruh variabel SOHO-5p memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks dmft dan indeks pufa (p<0,05) kecuali menghindari tersenyum karena penampilan terhadap indeks pufa. Tetapi, hanya skor total SOHO-5c, variabel kesulitan makan, dan kesulitan tidur yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap indeks dmft dan indeks pufa (p<0,001). Secara umum, tidak terdapat perbedaan bermakna antara SOHO-5p dan SOHO-5c kecuali pada variabel kesulitan tidur (p=0,001), menghindari tersenyum karena rasa sakit (p=0,002), dan menghindari tersenyum karena penampilan (p=0,042) Kesimpulan:Terdapat hubungan yang bermakna antara status karies gigi sulung dan SOHO-5 tetapi hanya SOHO-5p yang memiliki hubungan bermakna dengan praktik kesehatan gigi dan mulut.. Tidak terdapat perbedaan persepsi yang bermakna antara SOHO-5p dan SOHO-5c sehingga orangtua dapat dijadikan penilai proksi dari kualitas hidup anak, tetapi kedua persepsi tetap diperlukan untuk menghindari informasi yang hilang. 



Background:ECC is a dental health problem with high prevalence and severity, including in Indonesia. This condition will affect child’s Oral-Health Related Quality of Life (OHRQoL). Factors that cause ECC are multifactorial, one of which is oral hygiene practice and comsumption of cariogenic meals. 5 years old is the late period of primary dentition before it’ll changed to permanent dentition Objective: To analyze relationship between oral health practice and early childhood caries with 5 years old children’s quality of life in Jakarta Timur. Method: Cross-sectional study in 266 5 years old children during August-October 2019 that chosen with multistage cluster random sampling from preschools in Jakarta Timur that fulfilled inclusion criteria child aged 60-71 month, cooperate, and parents had signed informed consent. All parents completed questionnaire about sociodemographic characteristic, oral health practice, and parent perception of child quality of life (SOHO-5p). Children were examined with dmft and pufa index and also interviewed about their perception of self quality of life (SOHO-5c). Result: Prevalence of ECC for 266 children is 88,7% with 35% have pufa index >0. There’s a significant relationship between oral hygiene practice with dmft index (r=0,19;p=0,001) and SOHO-5p(r=0,27;p<0,001) so does cariogenic meals consumption with dmft index (r=0,14;p<0,001) and SOHO-5p (r=0,27;p=0,013). ECC has significant relationship with SOHO-5 (p<0,05). All variables in SOHO-5p has significant relationship with dmft dan pufa index(p<0,05) except avoid smiling because of appearance towards pufa index. But, only total score of SOHO-5c,‘difficult eat’ and ‘difficult sleep’ variables have significant relationship with dmft and pufa index (p<0,001). In general, there’s no statistically difference between mother-child perception in SOHO-5p and SOHO-5c except in ‘difficult sleep’ (p=0,001), ‘avoid smiling because of pain’ (p=0,002) and ‘avoid smiling because of appearance’(p=0,042). Conclusion:There’s significant relationship between ECC and SOHO-5 but only the parental version has significant relationship with oral health practice. There’s no significant difference between SOHO-5p and SOHO-5c thus parents could be the proxy rater for their child but both perception still needed to avoid missing information.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Ariffa Sjarkawi
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Cara pemberian makanan pada balita sedikit banyak
dipengaruhi oleh tradisi budaya di suatu daerah tertentu. diantaranya adalah tradisi
nasi papah atau seringkali juga disebut nasi papak yang masih banyak dilakukan
oleh para ibu di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di kabupaten Lombok
Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Tradisi nasi papah adalah nasi yang telah
dikunyah dan dilumatkan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada balita. Dari
segi kesehatan terutama kesehatan mulut, hal ini berisiko terhadap terjadinya
Early Childhood Caries(ECC). Perilaku tersebut dapat menyebabkan transmisi
mikroorganisme S.mutans dari mulut ibu ke mulut anak.Tujuan: Untuk
mengetahui kontribusi tradisi nasi papah terhadap risiko terjadinya Early
Childhood Caries. Metode :Desain yang digunakan adalah cross sectional
dengan jumlah total sampel subyek penelitian sebanyak 186 anak berusia 6 – 60
bulan yang didampingi oleh ibunya, yang bertempat tinggal di Desa Senyiur,
Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pemeriksaan Intra Oral
dilakukan untuk mengukur karies gigi ibu dan anak dengan menggunakan indeks
DMFT/deft dan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku dan
pengetahuan kesehatan mulut ibu dan anak dilakukan wawancara pada ibu dengan
menggunakan kuesioner. Semua data yang terkumpul dianalisa menggunakan uji
Chi Square dan uji regresi logistik. Hasil: Risiko perilaku nasi papah terhadap
ECC adalah 5,46 (OR 5,46;CI 95% 4,24-36,55, p<0,001) dengan kontribusi
terhadap risiko ECC sebesar 41,8%. Kesimpulan: Tradisi nasi papah
berkontribusi terhadap risiko terjadinya ECC.

ABSTRACT
Background:The infant feeding practices usually affected by cultural tradition
especially in rural areas in Indonesia. One of that tradition is Nasi Papah or
sometimes called Nasi Papak, which one of that were done by mothers at East
Lombok regency , West Nusa Tenggara Province. Nasi papah is define as feeding
practice between mother to their infant through pre chewed rice by mother before
the food given to their child. For oral health, this behaviour is one of risk factors
for ECC, where vertical transmission frequently transmitted S.mutans from
mother to child through salivary contact. Aim: To analyzing the contribution of
nasi papah tradition towards occurence risk of Early Childhood Caries.
Materials and Methods: This study using cross sectional design with total
sampels are consists of 186 children between 6 – 60 months old accompanied by
his/her mother, whose living at Senyiur village,East Lombok regency,West Nusa
Tenggara Province. The intra oral examination had been done for valued caries
experience through DMFT/deft index and informations about oral health
behaviour and mother knowledges related to oral health derived from mothers
through questionnare and data analyzed by Chi Square and logistic regression
tests.Results:Risk of nasi papah tradition towards ECC has OR 5,46 (CI 95%
4,24-36,55. P<0,001)) and the contribution of this behaviour to ECC was 41,8%.
Conclusion: Nasi papah tradition contributes towards the occurence risk of
Early Childhood Caries., Background:The infant feeding practices usually affected by cultural tradition
especially in rural areas in Indonesia. One of that tradition is Nasi Papah or
sometimes called Nasi Papak, which one of that were done by mothers at East
Lombok regency , West Nusa Tenggara Province. Nasi papah is define as feeding
practice between mother to their infant through pre chewed rice by mother before
the food given to their child. For oral health, this behaviour is one of risk factors
for ECC, where vertical transmission frequently transmitted S.mutans from
mother to child through salivary contact. Aim: To analyzing the contribution of
nasi papah tradition towards occurence risk of Early Childhood Caries.
Materials and Methods: This study using cross sectional design with total
sampels are consists of 186 children between 6 – 60 months old accompanied by
his/her mother, whose living at Senyiur village,East Lombok regency,West Nusa
Tenggara Province. The intra oral examination had been done for valued caries
experience through DMFT/deft index and informations about oral health
behaviour and mother knowledges related to oral health derived from mothers
through questionnare and data analyzed by Chi Square and logistic regression
tests.Results:Risk of nasi papah tradition towards ECC has OR 5,46 (CI 95%
4,24-36,55. P<0,001)) and the contribution of this behaviour to ECC was 41,8%.
Conclusion: Nasi papah tradition contributes towards the occurence risk of
Early Childhood Caries.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>