Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80771 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Monica Kusumadevi
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebelum membuatkan Akta Jual Beli wajib menerima bukti pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dari pembeli dan Pajak Penghasilan dari penjual. Permasalahan utama dalam tesis ini yaitu, pertama bagaimanakah upaya preventif PPAT untuk menghindari pengelakan pajak oleh para pihak yang akan melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah khususnya melalui jual beli. Kedua, bagaimanakah sanksi untuk PPAT apabila para pihak yang menghadap tidak jujur dalam memberikan keterangan mengenai harga transaksi jual beli tanah.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah upaya preventif yang dapat dilakukan oleh PPAT untuk menghindari pengelakan pajak oleh para pihak yang akan melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah khususnya melalui jual beli dan bagaimanakah sanksi yang dapat dikenakan untuk PPAT apabila para pihak yang menghadap tidak jujur dalam memberikan keterangan mengenai harga transaksi jual beli tanah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PPAT harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan dapat menolak membuatkan akta jika sudah mengetahui itikad tidak baik dari para pihak. PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menerima sanksi akibat dari keterangan palsu mengenai harga jual beli yang diberikan oleh para pihak. Penjual dan pembeli itu sendiri yang akan menerima sanksi administrasi akibat kurang bayar pajak. Hanya saja PPAT wajib memberikan keterangan kepada Kantor Pajak apabila diminta pada saat dilakukan pemeriksaan.

Accredited Land Deed Officer (PPAT) must receive proof of payment of Land and/or Building Acquisition Rights Duties (BPHTB) from buyer and Income Tax (PPh) from seller before making the deed of sale and purchase. The main problems in this thesis are, first, how does preventive efforts of PPAT to avoid tax evasion by the parties that will transact transfer of land rights particularly through sale and purchase. Second, how does fine for PPAT if the parties that appears dishonest in giving information about the price of sale and purchase on land transaction.
This research is conducted on juridical normative method, the purpose of this research is to seek information about the question of how does preventive efforts of PPAT to avoid tax evasion by the parties that will transact transfer of land rights particularly through sale and purchase and how does fine for PPAT if the parties that appears dishonest in giving information about the price of sale and purchase on land transaction.
The result of this research shown that PPAT must apply the principle of prudential and able to resist making the deed if already knows is not good faith of the parties. PPAT cannot be obliged and not received fine if the parties dishonest about price of sale and purchase on land. The seller and buyer who will receive administrative penalties due to less tax. It?s just PPAT is obliged to give information to the tax office at the time the examination is done.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummul Husna
"Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pengaturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran TanahPeraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1961 tentang Penunjukan Penjabat yang dimaksud dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendafataran Tanah serta Hak dan Kewajibannya serta Keputusan Menteri Agraria Nomor SK.13/Depag/1966 yang menentukan bahwa untuk pembuatan-pembuatan akta-akta mengenai transaksi-transaksi tanah tertentu yang mempunyai segi-segi khusus, beberapa Pejabat Departemen Agraria karena jabatannya perlu ditunjuk secara khusus sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan daerah kerja yang meliputi seluruh Wilayah Indonesia.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia menunjuk Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah untuk membuatkan akta PPAT seperti Akta Jual Beli, Akta Hibah dan Akta Pemasukan dalam hal pemindahan hak atas tanah Hak Guna Usaha. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah Kepala Kantor Pertanahan yang ditunjuk karena jabatannya oleh Menteri atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia secara khusus untuk melayani pembuatan Akta PPAT yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan program-program pelayanan masyarakat atau untuk melayani program pelayanan masyarakat tertentu bagi Negara sahabat berdasarkan Asas Resiprositas sesuai pertimbangan dari Departemen Luar Negeri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah dalam jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Khusus, kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 dan kedudukan akta yang dibuatnya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan yang mengutamakan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Peranan Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus oleh Direktur Pendaftaran Hak Atas Tanah tidak efektif lagi setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998.

Before the enactment of Government Regulation Number 37 of 1998 on Regulation of Land Title Act Officer, setting the Special Land Deed Officer stipulated in Government Regulation Number 10 of 1961 on Land Registration, Head of National Land Agency Number 10 Appointment of Acting in 1961 that referred to Article 19 of Government Regulation Number 10 of 1961 on submissions and the rights and obligation Land and Agrarian Decree Number SK.13/Depag/1966 which determined that for the manufacturingmaking of the deeds of land transactions have certain aspects, some of the Agrarian Ministry officials because of his position should be appointed specifically as a Deed of Land Officer in the area of work covers the whole are of Indonesia.
Head of Indonesian National Land Registration appointed Director of Land Rights to make Land Special Deed Office's Deed such as Sale and Purchase Deed, Grant Deed and Deed Entered in terms of transfer of leasehold Land. According to Government Regulation Number 37 of 1998, Special Land Deed Officer was appointed by Chief of The Land Office because of his position by the Minister or the Head of National Land Agency to serve the manufacturing of Land Deed Officer's required in implementation of community service program or to serve a specific community service program for the State based on the Reciprocity Principle.
The purpose of this study was to determine the Director of Land Rights Registration's role in his position as Special Land Deed Officer, the position of Special Land Deed Officer in Government Regulation Number 37 of 1998 and the position of his deeds. From the approach used in this study is a normative juridical approach prioritizes the legislation.
According to the result revealed that the role of Director of Land Rights and Registration as Land Deed Officer designated by Government was no longer effective since the enactment of Government Regulation Number 37 of 1998.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30374
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Lumongga Hakim
"Seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya alat bukti tertulis dalam lalu lintas kehidupan sehari-hari, baik yang berhubungan dengan kehidupan pribadi maupun yang berhubungan dengan pekerjaan mereka maka akta otentik sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh sangat dibutuhkan. PPAT sebagai salah satu Pejabat Umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dituntut kecermatan dan ketelitiannya dalam pembuatan akta otentik yang berhubungan dengan tugas jabatannya. Selain itu PPAT juga dituntut untuk bersikap jujur, independen dan tidak memihak pada salah satu kliennya. PPAT juga wajib memberikan penyuluhan hukum terkait masalah pertanahan yang dihadapi kliennya dan menolak untuk membuat akta apabila tidak disertai dengan data formil. Akta PPAT yang dibuat dengan mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan memiliki konsekuensi yuridis terhadap aktanya. Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian yaitu penelitian preskriptif dan dianalisa secara kualitatif dan dilaporkan dalam bentuk preskriptif analitis.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa PPAT wajib membuat akta sesuai bentuk dan tata cara yang telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Kelalaian PPAT dalam melaksanakan pembuatan akta sesuai peraturan yang berlaku dapat berakibat aktanya memiliki cacat yuridis dan kehilangan otentisitasnya. Pihak-pihak yang dirugikan oleh perbuatan PPAT dapat menuntut ganti kerugian.

The importance of written evidence on daily lives of society has long been recognized. Authentic deed as a written evidence is very much needed both in private and public activities and in business transactions because authentic deed has the strongest and fullest proof that things that said in the deed are true. PPAT as one of the officers which has been appointed to make authentic deed has to work with accuracy and carefulness in making the deed. Besides that, PPAT also is demanded to work independently and impartial. In doing his job, PPAT has to give the best advice to his/her clients over their problems about making the best decision towards their land problems. PPAT deeds that was made not in accordance to legislation will have judicial qonsequences on the deeds and PPAT could be charged based on Torts by people that has been injured. This research uses judicial normative method of research with prescriptive type of research and outcome in prescriptive analysis research.
From the research that has been done, it can be summarized that the importance of the authenticity of the deed is that it is made in accordance to Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Negligence in making the deed in accordance to the law would make the deed loose its authenticity and PPAT could be sued for damages by parties injured.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Arijanto G.
"Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Pendaftaran tanah yang baik sangat menguntungkan masyarakat. Tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dengan dibantu oleh PPAT termasuk PPAT Sementara. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Tesis ini membahas : A. Kepada siapa tuntutan pemalsuan dapat diajukan dalam hal suatu akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT Sementara, yang diduga sebagai akta palsu, B. Dampak akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT Sementara yang diduga palsu terhadap permohonan pendaftaran tanah yang diajukan berdasarkan akta tersebut, C. Perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dengan adanya akta Jual Beli yang diduga palsu tersebut.
Dalam hal tindak pidana pemalsuan surat ini, Camat sebagai PPAT Sementara, bertanggung jawab terhadap akta-akta jual beli yang dibuatnya. Terdakwa dianggap bertanggung jawab terhadap tindak pidana pemalsuan surat. Akibat dari proses hukum yang sedang berjalan, tanah tersebut tidak dapat diterbitkan sertifikatnya oleh Kantor Pertanahan Jakarta Barat sampai adanya putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Salah satu bentuk perlindungan hukum adalah bahwa Kantor Pertanahan harus lebih teliti dalam memeriksa surat-surat asal usul tanah, serta mengirim petugasnya ke lokasi tanah dengan mengikutsertakan pemilik-pemilik tanah bertetangga.

Land is a basic need for humans. Good land registry has positive benefits for public. The task of land registration conducted by Chief of Land Office assisted by Land Deeds Officer including Temporary Land Deeds Officer. Land Deeds Officer's deeds is one of the main sources of land registration data maintenance.
This thesis discusses : A. to whom the counterfeiting charges may be brought in the case of a Sale and Purchase Deed made before Temporary Land Deeds Officer which alleged counterfeit deed, B. The impact of Sale and Purchase which alleged counterfeit deed made before Temporary Land Deeds Officer on land registration application submitted under such deed, C. Legal protection against the aggrieved party by the counterfeit deed.
In terms of crime of counterfeiting this deed, District Head as Temporary Land Deeds Officer is responsible for the Sale and Purchase he made. The defendant is considered responsible for the crime of counterfeiting the deed. Due to the ongoing legal process, that land's certificate can not be issued by West Jakarta Land Office until there is a final and binding court decision. One of the form of legal protection is Land Office must more carefully in inspecting the letters of the origins of land and sending officers to the location of land by involving neighboring landowners.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28611
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Regina Agustin
"Pembayaran pajak BPHTB merupakan self-assesment yaitu suatu sistem perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak berada di tangan wajib pajak. Dalam prakteknya, kebanyakan klien meminta bantuan Notaris/PPAT untuk membayarkan pajak BPHTB tersebut. Namun masalah muncul ketika Notaris/PPAT tidak jujur dalam melaksanakan jabatannya dan melanggar kode etik.
Tesis ini membahas mengenai tanggung jawab Notaris/PPAT dalam penggelapan BPHTB yang dilakukan olehnya dan sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris/PPAT dikaitkan dengan studi kasus yang secara riil terjadi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Notaris/PPAT dapat dikenakan tanggung jawab secara hukum terhadap penggelapan BPHTB dilihat dari sudut pandang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik sehingga sanksi yang dapat dikenakan berupa sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administratif.

The payment of BPHTB is a self assesment system where the initiative to fulfill the obligation of tax payment is in the hands of tax payers. In reality, most clients often ask for the help of Notary PPAT in paying their BPHTB. But the problem arises when a Notary PPAT is dishonest while carrying out his duty as a trusted profession and violates the code of ethics.
This thesis discussed about Notary PPAT's liability in terms of embezzling BPHTB which was commited by himself and the sanctions that can be imposed on him.
This research conducted using juridical normative and the result revealed that Notary PPAT could be imposed with legal responsibility against BPHTB embezzlement perceived from Criminal Code, Civil Code, Notary Position Act, and Notary PPAT Code of Ethic point of view. Therefore, criminal sanction, civil sanction as well as administrative sanction are the sanctions which could be imposed against them.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Iskandar Wijaya
"Penelitian ini membahas praktik terjadinya kelalaian PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Salah satu kasus yang menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini adalah kasus jual beli tanah melanggar hukum yang termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/Pdt/2017. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah yang melanggar hukum. Kedua permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisa dengan menggunakan analisis data kualitatif sehingga menghasilkan penelitian bersifat eksplanatoris-analitis. Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori dan ketentuan hukum yang berlaku baik dalam hukum Adat maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Setelah dianalisa kemudian diketahui bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah melanggar hukum terdapat indikasi kerja sama diantara para pihak sehingga PPAT memiliki tanggung jawab secara perdata, administrasi, bahkan pidana, pihak penjual dan pembeli dapat dikenakan sanksi secara perdata dan pidana, sedangkan Kepala Kantor Pertanahan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, administratif, dan pidana. Akta Jual Beli yang memuat jual beli tanah yang melanggar hukum pun menjadi batal demi hukum. Badan Pertanahan Nasional pada keadaan tersebut wajib melaksanakan pembatalan pendaftaran peralihan hak tanah berdasarkan Akta Jual Beli yang telah dinyatakan batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, PPAT seharusnya memastikan pemenuhan syarat pembuatan akta disertai dokumen pendukung tertulis dan memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya pemenuhan syarat-syarat tersebut kepada para pihak pada saat pembuatan akta.

This study discusses the practice of negligence of land deed official in carrying out their positions. One of the cases that is the subject of discussion in this study is the case of unlawful land sale and purchase contained in the Supreme Court Decision Number 6 K/Pdt/2017. The problems in this research are regarding to the responsibility of land deed official in making the Sale and Purchase Deed and the legal consequences of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase. Both problems were analyzed using normative legal research methods and analyzed using qualitative data analysis to produce explanatory-analytical research. The analysis is carried out based on the prevailing legal theories and provisions in both Customary law and other statutory provisions. After the analysis, it is known that in the making of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase there is an indication of cooperation between the parties so the land deed official has civil, administrative, and even criminal responsibilities, the seller and the buyer can be subject to civil and criminal responsibilities, while the Head of the Land Office can be held accountable for civil, administrative and criminal responsibilites. The Sale and Purchase Deed containing unlawful land sale and purchase will becomes null and void. In such circumstances, Indonesian National Land Office is obliged to cancel the registration of the transfer of land rights based on the Sale and Purchase Deed which has been declared null and void based on permanent legal force court decision. Therefore, land deed official should ensure the fulfillment of deed drafting requirements along with written supporting documents and provide legal counseling on the importance of fulfilling these requirements to the parties at the time of drawing up the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Maudira Olanda
"Jual beli tanah di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam pelaksanaannya, jual beli hak atas tanah haruslah berdasarkan hukum adat, dimana asas terang dan tunai haruslah dipenuhi. Asas terang berarti, perbuatan jual beli harus dilakukan di hadapan pihak yang berwenang yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan asas tunai berarti peralihan hak atas tanah dilakukan secara tunai dan bersamaan. Penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran pemindahbukuan ditemukan di dalam praktik jual beli tanah. Jual beli tanah dengan bilyet giro diperbolehkan untuk dilakukan namun perlu untuk diperhatikan karena cara pembayarannya melalui pemindahbukuan dari rekening milik pembeli ke penjual. Pada kasus di dalam Putusan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor 245/Pid.B/2019, terjadi sebuah penipuan di dalam jual beli tanah menggunakan bilyet giro bilyet giro kosong. Dalam kasus ini, asas tunai tidak terpenuhi. Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan jual beli tanah menggunakan bilyet giro kosong sebagai alat pembayaran apabila dikaitkan dengan asas terang dan tunai, dan peran PPAT mencegah terjadinya jual beli tanah dengan bilyet giro kosong dikaitkan dengan asas terang dan tunai. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi eksplanatoris, yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jual beli tanah yang pembayarannya menggunakan bilyet giro kosong dan belum dibayarkan sama sekali, padahal hak atas tanahnya sudah berpindah tidaklah sah, karena melanggar asas tunai. Kemudian peran dari PPAT untuk mencegah penggunaan bilyet giro kosong dalam jual beli tanah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, dan apabila ditemukan pembayaran dengan bilyet giro yang belum dilakukan dapat menyarankan untuk membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu.

The sale and purchase of land in Indonesia is regulated in Indonesian Basic Regulation Law (Undang-Undang Pokok Agraria). In its implementation, the sale and purchase of land rights must be based on customary law, where the principle of publicly and cash must be fulfilled. The publicly principle means that buying and selling must be carried out before the authorized party, namely the Acreedited Land Deed Officer (Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT), and the cash principle means that the transfer of land rights is carried out in cash and simultaneously. The use of bilyet giro as a payment instrument with book entry is found in the practice of buying and selling land. Buying and selling land using a bilyet giro is allowed to be carried out, but it is necessary to pay attention to it because the method of payment is through book-entry from the buyer's account to the seller. In the case of Decision of Lumajang District Court Number 245/Pid.B/2019, there was a fraud in the sale and purchase of land using an empty balanced bilyet giro. In this case, the cash principle is not fulfilled. The problems analyzed in this study are regarding the legitimacy of buying and selling land using an empty balanced bilyet giro as a means of payment when it is associated with the principle of publicly and cash, and the role of PPAT in preventing the sale and purchase of land with an empty balanced bilyet giro associated with the principle of publicly and cash. This study uses a normative juridical method with an explanatory typology, which uses a statutory and case approach. The results of this study indicate that the sale and purchase of land whose payment is using an empty balanced bilyet giro and has not been paid at all, even though the rights to the land have been transferred are not valid, because they violate the cash principle. Then the role of the PPAT to prevent the use of empty balanced bilyet giro in the sale and purchase of land can be done by applying the precautionary principle, and if it is found that payments with bilyet giro have not been made, they can suggest making Sale and Purchase Binding Agreement (Perjanjian Pendahuluan Jual Beli/PPJB) first."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prawesti
"Peranan PPAT sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Kepastian dan perlindungan hukum itu tampak melalui akta authentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang sempurna di Pengadilan. Alat bukti sempurna dalam hal ini dikarenakan akta authentik memiliki tiga kekuatan pembuktian yaitu kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal dan kekuatan pembuktian material. Penyusunan dan pembuatan Perjanjian ataupun Akta PPAT, dibutuhkan dedikasi dan ketelitian yang tinggi. PPAT dituntut untuk selalu taat terhadap peraturan yang ada dan selain itu juga dituntut harus teliti dalam hal pelaksanaan pembuatan akta, dengan memperhatikan dan melaksanakan segala prosedur yang sudah ditetapkan sehingga dikemudian hari tidak ada masalah dengan akta yang dibuatnya yang akan merugikan pihak lain.

The role of a Land Deed Official is very important in helping to create certainty and legal protection for the public. This can be seen through Authentik deed as evidence in court because of the perfect deed Authentic has three strength of evidence that are the strength of physical evidence, the strength of formal evidence and the strength of material evidence. The drafting and formulation the Agreement or Land Deed Official's deed, it takes dedication and a high accuracy. Land Deed Official is required to always obedient to the existing regulations and it is also expected to be rigorous in terms of the implementation of the deed, with attention and perform all procedures that have been defined so that in the future there is no problem with the deed that made that will harm others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Astrid Wangarry
"PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Sebagai akta otentik, akta PPAT harus memenuhi tata cara pembuatan akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Dalam hal ini PPAT telah membuat akta jual beli dengan dasar blanko kosong yang telah ditandatangani para pihak di dalam rumah tahanan yang merupakan perbuatan melawan hukum dan penyimpangan terhadap syarat materil dan syarat formil tata cara pembuatan akta jual beli. Berdasarkan hal ini, penulis bermaksud untuk mengkaji dan memahami lebih dalam mengenai tanggung jawab PPAT dan keabsahan pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada penelitian data sekunder yaitu norma hukum tertulis.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap analisis kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 6 September 2011 Nomor : 982 K/Pdt/2011 yaitu akibat hukum dari tata cara pembuatan dan penandatanganan akta jual beli yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka PPAT harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi perdata, bahkan sanksi pidana serta mengakibatkan akta tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan akta jual beli tersebut dapat dibatalkan.

PPAT is a public official who is authorized to make authentic act on certain legal actions regarding land rights. As an authentic deed, deed of PPAT must meet PPAT deed procedures as determined by the laws and other regulations. In this case PPAT has made a deed of sale on the basis of who has signed a blank form of the parties in the house prisoners is an unlawful act and the deviation of the material terms and conditions of formal procedures for the manufacture of the deed of sale. Based on this, the author intends to examine and understand more about the responsibilities of PPAT and validity of the making of sale and purchase by PPAT. This study uses normative juridical approach, the research focuses on the study of secondary data is written legal norms.
Based on the results of the analysis of the case of Supreme Court of the Republic of Indonesia On 6 September 2011 Number: 982 K / Pdt / 2011 of the legal consequences of the procedure of making and signing the deed of sale that does not comply with the applicable regulations, the PPAT should be responsible for his actions that may be subject to administrative sanctions, civil penalties, and even criminal sanctions as well as lead to the certificate becomes invalid and legal defects that have no binding legal force and the deed of sale may be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rissa Zeno Tulus Putri
"Untuk menjamin kepastian hukum atas peralihan hak atas tanah dibutuhkan bukti yang sempurna dalam suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data yuridis pendaftaran tanah di Indonesia, yang prosedur pembuatannya harus sesuai dengan ketentuan tata cara pembuatan akta PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah membacakan sendiri akta yang dibuatnya. Pada praktiknya, masih ditemukan permasalahan mengenai akta jual beli yang tidak dibacakan sendiri oleh PPAT, melainkan dibacakan oleh pegawai kantornya. Terdapat dua masalah yang diangkat dalam tesis ini yaitu akibat hukum akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT, dan keabsahan dari pendaftaran peralihan hak atas tanah berdasarkan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan analisis data kualitatif. Menurut sifatnya, penelitian ini adalah deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan akta jual beli yang dibacakan oleh pegawai kantor PPAT akan membawa akibat hilangnya otentisitas dari akta. Seharusnya akta jual beli yang tidak memenuhi persyaratan formil dalam suatu pembuatan akta PPAT tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah. Terhadap pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan dan dikemudian hari diketahui bahwa akta PPAT yang dijadikan dasar untuk dilakukannya perubahan data pendaftaran tanah sebenarnya telah kehilangan otentisitasnya, maka pendaftaran peralihan hak atas tanah yang telah dilakukan tersebut dapat dilakukan pembatalan oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional.

To ensure the legal certainty of the transition of land rights it requires perfect evidence in a deed made by and in the presence of PPAT. PPAT Deed is one of the main sources in the maintenance of the data on the registration of land in Indonesia, whose manufacturing procedures must be in accordance with the provisions of the procedure for the creation of PPAT deed. One of PPAT`s obligations is to read the deed itself. In practice, it is still found the problem of buying and selling act which is not read by PPAT, but read by his office officers. There are two problems raised in this thesis that is due to the legal buy and sell act which is read by the PPAT office employees, and the validity of the transitional registration of land rights based on the deed of sale which is read by the PPAT office employees. This research uses juridical-normative research methods, with qualitative data analysis. According to its nature, this research is an analytical descriptive.
Based on the results of the research, the manufacture of sale and purchase deed read by the PPAT office will bring the consequences of loss of authenticity from the deed. It should be a sale deed that does not meet the formyl requirements in the creation of the PPAT deed could not be made basis for the change of land registration data. On the registration of land rights transition that has been done and later known that the PPAT deed as the basis for the change of land registration data has actually lost its authenticity, then the registration of the transition The rights to the land that has been done can be cancelled by the head of the National Land Agency office."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>